IBADAH RAYA MINGGU, 30 OKTOBER 2022
KITAB WAHYU PASAL 4
Subtema:
DAGING
ROBEK MAKA BABEL RUNTUH
Pertama-tama
sayang mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, Dialah Kepala yang membela
tubuh-Nya, yang telah memungkinkan kita untuk berada di tengah perhimpunan
Ibadah Raya Minggu yang disertai dengan kesaksian roh. Biarlah kiranya
sejahtera bahagia di dalam kita menikmati sabda Allah, duduk diam di kaki salib
Tuhan, dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Saya
tidak lupa menyapa sidang jemaat Tuhan di Bandung, di Malaysia, bahkan umat
ketebusan Tuhan yang senantiasa dengan tekun digembalakan oleh GPT “BETANIA” Serang & Cilegon, Banten, Indonesia lewat live streaming video internet Youtube,
Facebook dimanapun anda berada.
Mari
kita buka hati untuk kebenaran Firman Tuhan dan hati kita diisi penuh dengan
Firman, tidak ada ruang atau rongga untuk hal-hal yang tidak suci, sehingga
bintang timur terbit bersinar di dalam hati kita, Dia Raja, Dia Mempelai
Laki-Laki Sorga, dan sejatinya Firman itu juga mempersiapkan kita menjadi wanita
Tuhan.
Terang
itu dimulai dari gunung besar (Matius 4:14), nanti terang itu bercahaya sampai
kepada cahaya kemuliaan Allah (Wahyu 21:9-11) itulah mempelai wanita Tuhan.
Oleh sebab itu, kita perhatikan Firman dan selanjutnya bagaikan memperhatikan
pelita yang bercahaya di dalam kegelapan.
Kita
sambut Firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu disertai kesaksian dari
KITAB WAHYU.
Wahyu 14:6-13
adalah hal pemberitahuan tentang: penghakiman.
-
Wahyu
14:6-7 adalah isi pokok pemberitahuan dari Malaikat pertama.
-
Wahyu
14:8 adalah isi pokok pemberitahuan dari Malaikat kedua.
-
Wahyu
14:9-10 adalah isi pokok pemberitahuan dari Malaikat ketiga.
Penjelasan dari
MALAIKAT YANG KEDUA dan isi pokok pemberitahuannya (Seri: 2).
Adapun isi pokok
pemberitahuan dari malaikat kedua ialah tentang rubuhnya Babel, kota besar itu.
Wahyu 14:8
(14:8) Dan seorang malaikat lain, malaikat kedua,
menyusul dia dan berkata: "Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota
besar itu, yang telah memabukkan segala bangsa dengan anggur hawa nafsu
cabulnya."
Setelah malaikat
pertama menyelesaikan tugas pekerjaannya, menyusullah malaikat kedua. Dalam
penampilannya itu, dia menyerukan tentang: Rubuhnya
Babel, kota besar itu.
Mengapa Babel harus dirubuhkan dan harus disampaikan oleh malaikat kedua?
Jawabnya: Sebab
Babel adalah pemicu mabuknya segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya =
Dialah yang menyebabkan sehingga segala bangsa berlaku cabul di hadapan TUHAN.
Jadi, karena dia
adalah biangkerok atau biang keladinya maka mau tidak mau Babel harus
dirubuhkan. Tidak selamanya Babel bertahan di muka bumi ini, sebab segala
sesuatu ada masa dan waktunya.
Terkait
Babel, kota besar, dirubuhkan, dapat kita temukan di dalam Wahyu 18, dengan perikop: “Jatuhnya
Babel”
Wahyu 18:1
(18:1) Kemudian dari pada itu aku melihat seorang malaikat
lain turun dari sorga. Ia mempunyai kekuasaan besar dan bumi
menjadi terang oleh kemuliaannya.
Malaikat lain,
itulah malaikat yang kedua (Wahyu 14:8), turun dari sorga; ia mempunyai
kekuasaan besar, kemudian bumi pun menjadi terang oleh karena kemuliaannya. Mengapa demikian? Sebab, pada akhirnya
Babel kota besar telah rubuh.
Kita bersyukur; dengan
rubuhnya Babel kota besar, kita dibawa sampai kepada kemuliaan; ada dalam
terang sampai kepada kemuliaan.
Wahyu 18:2
(18:2) Dan ia berseru dengan suara yang kuat, katanya:
"Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi
tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis
dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci,
Sebenarnya,
Babel kota besar itu adalah:
- Tempat roh-roh
jahat berdiam. Ini gambaran dari pada serigala = Nabi-nabi palsu.
- Tempat roh-roh
najis bersembunyi. Ini gambaran dari pada antikris.
- Tempat burung
yang najis bersembunyi. Ini gambaran dari pada si ular tua naga merah padam
yang besar. Dan burung yang najis sangatlah dibenci oleh TUHAN. Jangan menyukai
apa yang dibenci TUHAN, supaya kita jangan turut dibenci oleh TUHAN.
Itu sebabnya, ketika malaikat kedua itu tampil dan memberitahuan bahwa Babel, kota besar, rubuh, maka dunia menjadi terang, karena dia penuh dengan kemuliaan dari sorga.
Pemberitahuan dari
malaikat kedua ini harus kita terima, supaya kehidupan kita ada dalam terang
Allah yang ajaib, tidak ada yang tersembunyi. Firman yang dibukakan yang
disampaikan oleh malaikat sidang jemaat -- sebagaimana malaikat yang kedua --
harus diterima dengan mutlak, supaya Babel kota besar itu rubuh dan kita semua
ada di dalam terang Allah yang besar, dengan lain kata; kita bukan lagi tempat roh
jahat bersembunyi, roh najis bersembunyi, naga bersembunyi.
Kalau ada
sesuatu yang disembunyikan, kalau di hati ini ada kamar-kamar untuk
menyembunyikan sesuatu yang jahat, yang najis, dan juga sifat naga, berarti
kita belum berada dalam terang.
Tetapi begitu
Babel, kota besar, itu rubuh, maka kita semua ada di dalam terang, karena
malaikat sidang jemaat Allah itu ada dalam kemuliaan Allah yang besar.
Doakan, supaya
kita semua dalam pemberitaan Firman ini selalu ada dalam kemuliaan Allah yang
besar, sehingga dengan demikian; Babel, kota besar, itu rubuh, dan kita ada
dalam terang yang ajaib.
Jangan biasakan
elus-elus daging, supaya setiap ada didikan salib, kita tidak emosi, tidak
marah-marah, tidak sedih. Mengapa seseorang sedih ketika menerima didikan
salib? Karena masih elus-elus daging.
Tetapi coba kalau
berpihak kepada TUHAN, maka teguran salib itu kita syukuri.
Wahyu 18:3,9
(18:3) karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa
nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan
pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa
nafsunya." (18:9) Dan raja-raja
di bumi, yang telah berbuat cabul dan hidup dalam kelimpahan dengan dia, akan
menangisi dan meratapinya, apabila mereka melihat asap api yang membakarnya.
Semua bangsa,
baik raja-raja dan pedagang-pedagang yang diam di bumi telah menjadi kaya oleh
kelimpahan hawa nafsunya = Menjadi kaya karena kenajisan percabulan = Menjadi
kaya karena melacur.
Praktek melacur: Tinggalkan TUHAN, tinggalkan ibadah pelayanan demi usaha, tinggalkan ibadah pelayanan demi pekerjaan, tinggalkan ibadah pelayanan demi bisnis, tinggalkan ibadah pelayanan demi harta kekayaan, dan lain sebagainya. Itulah kenajisan percabulan; melacur dengan perempuan Babel
Praktek melacur: Tinggalkan TUHAN, tinggalkan ibadah pelayanan demi usaha, tinggalkan ibadah pelayanan demi pekerjaan, tinggalkan ibadah pelayanan demi bisnis, tinggalkan ibadah pelayanan demi harta kekayaan, dan lain sebagainya. Itulah kenajisan percabulan; melacur dengan perempuan Babel
Memang, kalau di
sini kita melihat;
- Semua bangsa
menjadi kaya.
- Semua raja-raja
di bumi menjadi kaya.
- Juga pedagang-pedagang
di bumi menjadi kaya.
Tetapi ingat;
kekayaan itu diperoleh (diterima) oleh karena kelimpahan hawa nafsu dari
perempuan Babel = Kaya karena melacur.
Apa itu melacur? Meninggalkan Yesus Kristus yang
adalah Kepala, Dia suami satu-satunya = Meninggalkan ibadah dan pelayanan demi
pekerjaan, meninggalkan ibadah hanya karena kesibukan, hanya karena bisnis,
untuk meraup kelimpahan dan kekayaan. Itu namanya melacur, itu yang disebut
kenajisan percabulan.
Itulah sebabnya, malaikat yang kedua menyusul; dalam penampilannya, ia memberitahukan bahwa Babel, kota besar, sudah rubuh. Setiap penampilan Firman yang dibukakan haruslah diterima dengan baik, terimalah dengan rendah hati, sampai Babel, kota besar, itu rubuh, dengan demikian; kita tidak ada lagi di situ, kita semua ada dalam terang yang ajaib, dengan lain kata;
- kita bukan
tempatnya roh jahat, itulah nabi palsu,
- kita bukan
tempatnya bersembunyi semua yang najis, itulah antikris,
- kita bukan
tempat bersembunyi burung-burung yang najis, itulah si ular tua naga merah
padam dengan segala kelicikan dan tipu dayanya.
Setiap
penampilan dari pembukaan Firman, terimalah dengan rendah hati, supaya
kehidupan kita ini tidak menjadi tempatnya kejahatan, kenajisan dan naga. Terimalah
kemuliaan dari penampilan dari pembukaan Firman itu.
Pendeknya:
Menjadi kaya oleh karena kenajisan percabulan, prakteknya adalah tinggalkan
TUHAN, tinggalkan ibadah dan usaha demi pekerjaan, demi bisnis, demi meraup
keuntungan; itulah melacur, disebut kenajisan percabulan.
Sidang jemaat
yang saya kasihi; jangan tinggalkan TUHAN hanya untuk meraup keuntungan.
Sedikit saya
tambahkan: Enam hari bagi kita, namun satu hari saja untuk TUHAN, itulah hari
ketujuh, hari perhentian; itu saja sudah. Masakan tidak ada waktu untuk TUHAN?
TUHAN sendiri
berjuang, masakan kita tidak berjuang untuk diri sendiri. TUHAN berjuang untuk
kita, masakan kita tidak berjuang untuk diri kita?
Mari kita lihat Daniel 8.
Daniel 8:12
(8:12) Suatu kebaktian diadakan secara fasik
menggantikan korban sehari-hari, kebenaran dihempaskannya ke bumi, dan apa pun
yang dibuatnya, semuanya berhasil.
Kebaktian fasik
berbicara soal:
- Berkat dan
keberkatan
- Berhasil dan
keberhasilan
Akan tetapi,
korban sehari-hari ditiadakan di tengah-tengah kebaktian fasik = Tidak ada
korban-korban di tengah-tengah ibadah atau kebaktian fasik. Kalau ibadah tanpa
korban, berarti itu adalah kebaktian fasik.
Korban sehari-hari, itulah korban sembelihan dan korban santapan.
1.
Korban
sembelihan→ Ibadah yang dihubungkan dengan salib, berarti; sangkal diri, pikul
salib di tengah menjalankan ibadah.
2.
Korban
santapan → Pengajaran Firman Allah yang murni dan benar = Tidak ditambahkan dan
tidak dikurangkan.
Ketika kebaktian
fasik diterapkan dalam sebuah kota atau dalam sebuah tempat peribadatan, itu
tidak dipungkiri; sangat disukai dan digemari oleh setiap orang, sehingga
suasana menjadi ramai dan padat, sehingga disebutlah itu Babel, kota besar.
Berbeda apabila
korban sehari-hari (korban santapan dan korban sembelihan) diterapkan di dalam
sebuah kota, diterapkan di dalam sebuah tempat peribadatan, maka nampaknya akan
sepi, tidak ramai secara kasak mata; akan tetapi, sesungguhnya tempat
peribadatan semacam itu adalah kota besar di mata TUHAN.
Wahyu 21:10
(21:10) Lalu, di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung
yang besar lagi tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus
itu, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah.
Kota kudus,
Yerusalem baru adalah gunung yang besar lagi tinggi; itu datangnya dari Allah,
dari sorga, dari tempat yang Mahatinggi.
Apa yang membuat kita menjadi kota kudus? Jelas karena korban, baik itu korban sembelihan, korban santapan, ada juga korban lain, termasuk korban bakaran, korban sajian, ada lagi korban tatangan.
Tetapi kebaktian
fasik tidak akan menjadikan kita kota kudus, walaupun berbicara soal berkat
keberkatan, berhasil keberhasilan.
Kalau sibuk di
tengah peribadatan (kota), tetapi korban sehari-hari ditiadakan, tidak ada
korban-korban di situ, walaupun itu disebut “kota besar”, tetapi itu sunyi sepi
bagi TUHAN, tidak menyenangkan dan tidak meramaikan hati TUHAN.
Bila di kota
atau tempat peribadatan ada korban yang dipersembahkan, itulah roti sajian,
korban sembelihan, korban bakaran, korban tatangan, korban-korban yang lain;
walaupun nampaknya sepi secara kasat mata, tetapi meramaikan hati TUHAN.
Di dalam Wahyu 21:10, Kota kudus, Yerusalem baru
adalah gunung yang besar lagi tinggi.
Gunung besar
lagi tinggi → Gunung Sion.
Sejenak
kita melihat Wahyu 14, dengan
perikop: “Anak Domba dan pengikut-Nya
yang ditebus-Nya”
Wahyu 14:1-3
(14:1) Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri
di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu
orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya. (14:2) Dan aku mendengar suatu suara
dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan
suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik
kecapinya. (14:3) Mereka
menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat
makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian
itu selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus
dari bumi itu.
Wahyu 14:1, Berbicara tentang gunung Sion.
Wahyu 14:2, Ada suara terdengar seperti bunyi
pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya.
Wahyu 14:3, Terdengar nyanyian baru yang tidak dapat
dipelajari oleh siapapun.
Singkat kata: Wahyu 14:2-3, berbicara tentang doa
penyembahan dalam persekutuan yang intim dengan TUHAN = Doa penyembahan dan
hubungan intim.
Kalau hubungan
suami isteri itu intim, maka hubungan itu tidak dapat dipelajari oleh siapapun.
Inilah wujud
nyata dari gunung Sion, yaitu doa penyembahan.
Jangan kita
berkata: “Saya sudah berada di gunung
Sion, gunung besar lagi tinggi”, tetapi wujud rohaninya tidak nampak dalam kehidupan
kita, tidak ada penyembahan, tidak ada hubungan intim dengan TUHAN.
Tetapi kalau
disebut gunung Sion, gunung besar lagi tinggi, wujud nyata itu harus nampak, itulah
doa penyembahan dan hubungan intim dengan TUHAN.
Saudara berkata:
“Saya di GPT BETANIA, rasa-rasanya itu adalah
gunung Sion”, tetapi wujud rohaninya harus nampak, yaitu penyembahan. Itulah
yang disebut gunung besar lagi tinggi.
Berbanding
terbalik dengan “kebaktian fasik”; sibuk soal berkat keberkatan, sibuk soal
berhasil keberhasilan, tetapi tidak ada korban yang dipersembahkan di tengah-tengah
ibadah. Ini adalah gunung kecil yang tidak memuncak sampai kepada hati TUHAN.
Jadi, hidup
dalam penyembahan, itu adalah puncak ibadah. Pendeknya: Wujud dari pada gunung
Sion adalah doa penyembahan dan hubungan intim, itulah puncak kekudusan, puncak
gunung Sion.
Kita lihat DOA
PENYEMBAHAN di dalam Wahyu 19,
dengan perikop: “Nyanyian atas jatuhnya
Babel” Ini adalah nyanyian kemenangan karena jatuhnya Babel, karena menang
dari dosa Babel.
Wahyu 19:1-4
(19:1) Kemudian dari pada itu aku mendengar seperti suara
yang nyaring dari himpunan besar orang banyak di sorga, katanya:
"Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita,
(19:2) sebab benar dan adil segala
penghakiman-Nya, karena Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu, yang
merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang telah membalaskan darah
hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (19:3)
Dan untuk kedua kalinya mereka berkata: "Haleluya! Ya, asapnya naik sampai
selama-lamanya." (19:4) Dan
kedua puluh empat tua-tua dan keempat makhluk itu tersungkur dan menyembah
Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka berkata: "Amin,
Haleluya."
Di sini nampak
dengan jelas: Asapnya naik ke atas sampai selama-lamanya → Doa penyembahan.
Pendeknya: Babel
kota besar itu rubuh, karena kita hidup dalam doa penyembahan. Asal ibadah
memuncak ke gunung besar lagi tinggi, memuncak ke gunung Sion, itulah doa
penyembahan, maka Babel, kota besar, rubuh.
Maka, dalam setiap penyembahan, biarlah dari mulut ini berkata: "Haleluya!", artinya; Pujilah TUHAN.
Di dalam Wahyu 19:1-4 ini, kita melihat ada 3
(tiga) kali kata “Haleluya”, artinya; pujilah Allah Tri Tunggal; TUHAN Yesus
Kristus.
Kalau ibadah
memuncak ke gunung besar lagi tinggi, memuncak ke gunung Sion, itulah doa
penyembahan, maka Babel, kota besar, rubuh, dengan lain kata; berkemenangan
oleh karena doa penyembahan.
Inilah
penampilan dari pembukaan Firman oleh malaikat sidang jemaat yang kedua, oleh hamba
TUHAN (gembala sidang), supaya kita dibawa sampai kepada puncak ibadah, tingkat
ibadah tertinggi, doa penyembahan, wujud dari gunung Sion.
Jalan-jalan
TUHAN adalah jalan-jalan yang mengarah ke gunung Sion; ikutilah jalan TUHAN.
Barulah di sana kita bisa bercerita tentang perbuatan TUHAN. Sesuai dengan Yeremia 51:10, marilah kita ceritakan di Sion perbuatan TUHAN, Allah kita!
Berarti, hiduplah dalam doa penyembahan.
Jangan hanya
cerita sebatas: Aku di gunung Sion. Aku
beribadah dalam penggembalaan GPT “BETANIA”,
rasa-rasanya itu adalah gunung Sion. Itu betul, tetapi jangan hanya sampai di situ; ceritakan juga
penyembahan.
Dalam
penyembahan itu ada 3 (tiga) kali kata “Haleluya”,
dan asapnya naik selama-lamanya, berarti; kemenangan itu bukan sementara,
tetapi penyembahan itu memberi kemenangan selama-lamanya, dengan lain kata;
Babel, kota besar, rubuh selama-lamanya.
Bersyukurlah
kepada TUHAN, kalau kita dibawa naik sampai ke atas gunung Sion. Jangan
elus-elus daging ini supaya jangan sedih ketika menerima setiap teguran dari penampilan
malaikat yang kedua itu.
Puncak gunung
besar lagi tinggi adalah gunung Sion, di mana wujudnya adalah penyembahan.
Penyembahan,
artinya; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya kepada kehendak Allah,
tidak taat lagi kepada kehendak-kehendak daging.
Mungkin sudah
menyembah 1 (satu) jam sebagai takaran (ukuran) dari sorga, tetapi kalau dalam
kehidupan sehari-hari belum sampai kepada penyerahan diri sepenuhnya, itu hanyalah
penyembahan secara lahiriah.
Jadi, ukuran
akurat dari sorgawi, implementasi dari penyembahan itu adalah penyerahan diri
sepenuhnya untuk taat hanya kepada kehendak Allah saja, tidak lagi kepada
kehendak lain, tidak kepada kehendak manusia, misalnya; karena dia adalah atasan
atau bos, lalu taat kepada dia, tetapi tidak taat kepada TUHAN, dengan cara
meninggalkan ibadah. Biar sudah menyembah satu jam, tetapi kalau
implementasinya salah, maka penyembahannya itu hanyalah lahiriah.
Ayo, kita
perhatikan penampilan dari malaikat kedua yang membawa sampai ke gunung Sion,
di mana wujudnya adalah penyembahan, asapnya naik selama-lamanya, berarti kemenangannya
juga selama-lamanya, dengan lain kata; kekalahan berada di pihak Babel, kota
besar. Perhatikan penampilan dari malaikat kedua, pemberitaan Firman TUHAN yang
disampaikan oleh malaikat sidang jemaat soal rubuhnya Babel, kota besar ini,
dengan cara; membawa hidup kita sampai kepada puncak gunung Sion, puncak
ibadah, doa penyembahan, sebagai wujud dari gunung Sion.
Kembali saya
sampaikan: Penyembahan, artinya; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya
kepada kehendak Allah. Dan hal itu sudah dibuktikan oleh pribadi Yesus, Anak
Allah, di dalam Injil Matius 27.
Matius 27:50
(27:50) Yesus berseru pula dengan suara nyaring
lalu menyerahkan nyawa-Nya.
Yesus berseru
pula dengan suara nyaring, dengan seruan: "Eli, Eli, lama sabakhtani?"
Sebenarnya,
seruan ini merupakan doa penyahutan
Yesus kepada Bapa; itu adalah penyembahan
Yesus kepada Bapa di sorga, sebab sebagai Imam Besar Agung, Ia telah melayani,
berdoa dan memperdamaikan dosa manusia di atas kayu salib.
Inilah yang
menjadi kehendak Allah. Dan untuk kehendak Allah itu Dia berkata: “Ya Bapa”
Intinya: Sebagai Imam Besar Agung, Ia telah menaikkan segala keluhan-keluhan kita, persoalan-persoalan kita yang kita hadapi di bumi, segala pergumulan sebagai beban hidup kita kepada Bapa di sorga, di atas kayu salib.
"Eli, Eli, lama sabakhtani?" Seruan
ini sebenarnya adalah pergumulan kita kepada Bapa, isi hati kita yang
disampaikan kepada Allah Bapa di sorga, yang Dia tanggung di atas kayu salib.
Itulah penyahutan Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar, yang juga merupakan
penyembahan Yesus kepada Allah Bapa.
Setiap
orang pasti mengalami pergumulan di bumi ini, pasti menghadapi persoalan; tidak
ada yang tidak menghadapi persoalan, termasuk saya sendiri, sampai hati ini
hancur sehancur-hancurnya, bahkan terkadang air mata ini ditahan karena rasa
malu yang ditutup-tutupi.
Tetapi
itu pun disahut oleh Anak, itulah Yesus di atas kayu salib: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Dia
ditinggalkan Seorang diri, tetapi Dia tanggung Seorang diri.
Ketika Dia
menyahut: "Eli, Eli, lama
sabakhtani?", sebetulnya hati kitalah yang disampaikannya, keuangan
kita yang terjepit, bisnis yang sedang merosot, nikah yang hancur-hancuran,
anak brutal, anak tidak hormat, itulah yang sedang disampaikan kepada Bapa, itu
adalah penyembahan dari Yesus, Anak Allah.
Itu adalah
penyahutan, dan penyahutan itulah penyembahan-Nya kepada Bapa di sorga, karena
Dia adalah Imam Besar Agung.
Setelah berseru
dengan suara nyaring, lalu menyerahkan
nyawa-Nya.
Jadi,
implementasi / praktek dari penyembahan dalam kehidupan sehari-hari adalah
penyerahan diri sepenuhnya hanya untuk taat kepada salib di Golgota, kehendak
Allah.
Dalam Matius 26:42, Untuk kehendak Allah
Bapa, Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar, berkata: "Ya Bapa" Tetapi, Dia tidak berkata:
“Hanya satu tangan saja yang dipaku, ya
Bapaku”, tidak seperti itu. Tidak ada istilah nego dan tawar menawar di
situ.
Dia harus minum cawan
Allah, Dia harus menanggung penderitaan yang tidak harus Ia tanggung. Sebetulnya,
Dia menderita karena dosa kita, bukan karena dosanya, Dia menanggung penderitaan
yang tidak harus Ia tanggung; itulah kehendak Allah Bapa. Dan untuk kehendak
Allah Bapa itu, Dia berkata: "Eli,
Eli, lama sabakhtani?", "Ya
Bapaku" Itulah penyembahan.
Sesudah
penyembahan, barulah menyerah nyawa nyawa; itulah praktek hidup sehari-hari,
yaitu penyerahan diri sepenuhnya untuk taat kepada kehendak Allah Bapa.
Jadi, setelah
menyelesaikan tugas-Nya, setelah Yesus menyelesaikan tugas-Nya -- itulah doa
penyahutan-Nya --, lalu Ia menyerahkan nyawa-Nya.
Singkatnya:
Penyembahan, artinya; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya kepada
kehendak Allah.
Perhatikan
baik-baik Firman ini: Kita ikuti ayat demi ayat, seperti Lazarus; untuk
menghilangkan rasa lapar, ia berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, lalu
menantikan setiap butiran-butiran yang jatuh dari meja orang kaya itu. Setiap
butir dikumpulkan, setiap butir dikumpulkan, setiap butir dikumpulkan, setiap
butir dikumpulkan, itulah ayat demi ayat, pasal demi pasal yang harus kita
kumpulkan.
Dan kita harus
bersabar untuk menantikan remah-remah yang jatuh dari meja orang kaya. Karena
kekerasan hati dari pada bangsa Israel, Firman itu beralih kepada bangsa kafir
yang tidak layak, tetapi kita juga harus rendah hati, bersabar memungut
remah-remah itu; ayat demi ayat, pasal demi pasal kita kumpulkan untuk kita
nikmati. Itu juga diajarkan oleh Rasul Paulus kepada sidang jemaat di Korintus,
pada 2 Korintus 11:1,4.
DAMPAK POSITIF
PENYEMBAHAN (Puncak Ibadah).
Matius 27:51
(27:51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua
dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan
bukit-bukit batu terbelah,
Kuasa
penyembahan: Tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, arti
rohaninya; daging telah mengalami penghukuman atau telah mengalami perobekan
daging dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Daging ini memang harus dihukum; jangan elus-elus daging. Kalau kita elus-elus daging, maka kita akan merasa sedih ketika menerima didikan salib; bukan hanya sedih, tetapi juga bisa marah-marah mempersalahkan didikan salib, lalu kita katakan orang itu “emosional, tukang marah”, padahal kita yang sedang elus-elus daging. Kalau kita tidak elus-elus daging, ketika ada hukuman terhadap daging, seharusnya kita bersyukur.
Daging harus
mengalami perobekan supaya wujud daging tidak nyata. Kalau wujud daging nyata,
maka berpotensi menjadi tempatnya roh jahat dan roh najis.
Jadi, manakala
daging ini sudah dihukum, kehidupan kita sudah mengalami perobekan daging, maka
Setan pun tidak bisa bertakhta di situ; roh jahat dan roh najis tidak layak
berdiam di situ karena daging sudah hancur.
Daging
sudah mengalami penghukuman, dengan lain kata; mengalami perobekan daging; ini
adalah keuntungan yang kita peroleh, kalau kita menyembah. Daging
dirobek-robek, sehingga tidak layak lagi untuk menjadi takhtanya Setan, roh jahat
dan roh najis. Berarti, Babel, kota besar, sudah rubuh.
Hal
ini sinkron dengan; begitu asapnya naik ke atas sampai selama-lamanya, berarti;
Babel, kota besar, sudah rubuh selama-lamanya.
Tabir Bait Suci
atau tirai adalah pintu ketiga dalam Tabernakel.
- Pintu pertama disebut
Pintu gerbang. Pintu gerbang itu percaya; Yesus adalah pintu gerbang ke sorga,
maka percayalah! Kalau percaya, berarti terima pribadi Yesus.
- Pintu kedua disebut
Pintu kemah → Baptisan Roh atau Kepenuhan Roh Kudus.
- Pintu ketiga disebut
Tabir Bait Suci, disebut juga Tirai.
Tabir adalah pemisah antara Ruangan Maha Suci dengan Ruangan Suci, sebagaimana dalam Keluaran 26:31-33. Kemudian, Tabir merupakan jalan (pintu) masuk ke dalam Ruangan Maha Suci, di situ terdapat Tabut Perjanjian.
Dan
tadi kita sudah melihat, bahwa: Tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai
ke bawah, sebab Yesus telah mengalami perobekan daging.
Terkait
dengan PEROBEKAN DAGING, kita baca tulisan Rasul Paulus kepada orang Ibrani
dalam Ibrani 10, dengan perikop: “Ketekunan”
Ibrani 10:19-21
(10:19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita
sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (10:20) karena Ia telah membuka
jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya
sendiri, (10:21) dan kita
mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah.
Oleh karena perobekan
daging Yesus Kristus sebagai Imam Besar, maka jalan ke sorga terbuka lebar bagi
kita.
Itulah
keuntungan dari doa penyembahan; tabir Bait Suci terbelah dua = mengalami
perobekan daging. Setelah terpisah dari daging ini, tentu kita akan terangkat
ke sorga, itulah yang disebut manusia rohani.
Daging robek, terpisah dari daging, itu adalah manusia rohani; terbukalah jalan untuk menembusi takhta Allah, ada dalam hadirat Allah.
Daging robek, terpisah dari daging, itu adalah manusia rohani; terbukalah jalan untuk menembusi takhta Allah, ada dalam hadirat Allah.
Yang memberatkan
kita sehingga sukar terangkat adalah karena daging belum terpisah. Ketika
disinggung dagingnya, akhirnya menangis, marah, karena dielus-elus daging ini.
Bagaimana bisa mengalami perobekan daging jika seperti ini?
Ayo, kalau sudah
lama mendengar Pengajaran Mempelai, harus dengan rendah hati merelakan diri untuk
membawa hidup ini sampai ke puncak ibadah (doa penyembahan). Manakala kita
sudah berada pada puncak ibadah, pasti robeklah daging ini, terpisah dari daging.
Ingatlah Firman ini; jadilah Lazarus.
Jadi, dengan doa penyembahan terjadi perobekan daging, sehingga terbukalah jalan ke sorga. Tidak mungkin terbuka jalan ke sorga, jika tidak mengalami perobekan daging.
Ada yang berkata
seperti ini: Beribadah di mana-mana, itu
sama saja. Yang terpenting adalah hati ini.
Loh, rambutnya
merah, lipstiknya menor, mencalak-mencalak, bajunya sexy, lalu dia katakan: “Yang terpenting adalah hatinya” Loh, rambutnya
merah itulah hatinya, baju yang sexy itulah hatinya. Berarti, tidak semua
tempat ibadah itu sama.
Carilah gunung
besar lagi tinggi, gunung Sion, penyembahan, mengalami perobekan daging, maka
jalan terbuka. Tetapi kalau tidak ada perobekan daging, maka selama itu pula
tertutuplah jalan menuju ke sorga. Berarti, dari sini kita bisa mengetahui
bahwa tidak semua tempat peribadatan itu sama.
Bukankah ibadah
itu yang merubah hati ini? Bukan hati yang merubah ibadah, tetapi TUHAN yang
berhadirat dalam setiap pertemuan ibadah itulah yang merubah hati.
Lalu ada yang
berkata: TUHAN ada di mana-mana. Loh,
siapa yang bilang bahwa TUHAN tidak ada di mana-mana, tetapi ingat: tempat
peribadatan tidak di mana-mana sama.
Jadi, jalan ke
sorga sudah terbuka lebar oleh karena perobekan daging. Inilah penampilan dari
malaikat kedua, yang membawa kita sampai kepada penyembahan, berarti; Babel,
kota besar, rubuh.
Jadi, penyembahan
itu memberi kita kemenangan. Penyembahan itu menjadikan kita mengalami
perobekan daging, sehingga jalan ke sorga terbuka lebar-lebar.
Kita kembali
untuk membaca Matius 27.
Matius 27:51
(27:51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari
atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu
terbelah,
Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas
sampai ke bawah,
berarti; jalan ke sorga terbuka lebar bagi kita, karena daging sudah dirobek-robek,
sehingga tidak layak untuk menjadi takhtanya Setan.
Kemudian, ketika
tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, terjadilah gempa bumi dan bukit-bukit batu terbelah.
Artinya; doa
penyembahan melepaskan kita dari 2 (dua) hal, YANG PERTAMA: Dilepaskan dari GEMPA BUMI yang akan
terjadi.
Kita akan
memperhatikan Wahyu 8, dengan
perikop: “Meterai yang ketujuh”
Ada 3 (tiga)
kali penghukuman dari Allah Tri Tunggal:
- Yang pertama: 7
(tujuh) meterai.
- Yang kedua: 7
(tujuh) sangkakala.
- Yang ketiga: 7
(tujuh) bokor.
Dan di sini kita
akan melihat “Meterai yang ketujuh”
Pembukaan 7 (tujuh) meterai adalah penghukuman bagi orang-orang yang tidak
menghargai kegiatan Roh Allah, itulah ibadah dan pelayanan.
Wahyu 8:1
(8:1) Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang
ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga, kira-kira setengah jam lamanya.
Ketika Anak
Domba membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga.
Itu berarti;
suatu ketenangan yang memberi rasa damai yang sangat tinggi manakala ibadah
kita telah memuncak sampai kepada doa penyembahan.
Wahyu 8:3-4
(8:3) Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia
pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan
banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang
kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. (8:4) Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa
orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.
Malaikat lain →
Pribadi Yesus Kristus, sebagai Imam Besar Agung.
Adapun tugas
Imam Besar Agung: Memimpin ibadah-ibadah di bumi sampai kepada puncaknya,
itulah doa penyembahan, bagaikan asap kemenyan yang naik ke hadirat Allah,
menembusi takhta Allah.
Bukti Yesus adalah Imam Besar Agung: Ia berdiri dekat Mezbah Dupa Emas. Lalu kepada-Nya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkan, untuk dibakar sebagai ukupan yang berbau harum, bagaikan asap dupa kemenyan yang naik ke takhta Allah, ke hadirat Allah, itulah doa penyembahan, dengan lain kata; maka naiklah asap kemenyan itu, itulah penyembahan dari orang-orang kudus.
Hanya satu perkara yang melepaskan dari cengkraman maut, kuasa Setan, dari dunia dan pengaruhnya, dari gaya gravitasinya, itulah asap dupa kemenyan; doa penyembahan.
Wahyu 8:1, Di sorga ada
penyembahan; sunyi senyap di sorga, itu adalah ketenangan yang sangat tinggi
sekali. Tetapi pada Wahyu 8:3-4,
ibadah di bumi memuncak sampai kepada doa penyembahan, bagaikan asap dupa
kemenyan, karena Yesus, Imam Besar, memimpin ibadah kita di bumi sampai kepada
puncaknya, itulah doa penyembahan.
Kemudian,
masih ada peristiwa di bumi yang harus kita perhatikan pada ayat 5.
Wahyu 8:5
(8:5) Lalu malaikat itu mengambil pedupaan itu,
mengisinya dengan api dari mezbah, dan melemparkannya ke bumi. Maka meledaklah
bunyi guruh, disertai halilintar dan gempa bumi.
Sementara juga
di bumi terjadi lemparan api dari mezbah. Pada saat terjadi lemparan api dari
mezbah ke bumi, maka meledaklah bunyi guruh disertai halilintar dan gempa bumi.
Artinya; di bumi
ada ledakan besar, ada kekacauan,
- disertai dengan
halilintar, yakni keributan-keributan dan kebisingan-kebisingan yang sangat
dahsyat -- sebagaimana yang terjadi pada hari-hari terakhir ini --,
- juga disertai
dengan gempa bumi, berarti; bumi digoncang dalam segala bidang, baik itu
mengguncang pemerintahan, mengguncang politik, mengguncang ekonomi, sampai
nikah-nikah di bumi ini digoncang.
Singkat
kata: Suasana di sorga berbanding terbalik dengan suasana di bumi.
- Di sorga terjadi suatu ketenangan yang sangat
tinggi; sunyi senyap, penuh dengan kedamaian.
- Sedangkan di bumi terjadi ledakan, yakni
kekacauan (bunyi guruh) yang disertai halilintar dan gempa bumi.
Itu sebabnya, ibadah di bumi harus memuncak sampai doa penyembahan, supaya kita mengalami ketenangan sama seperti ketenangan di sorga. Tetapi sebaliknya di bumi ada ledakan besar; kekacauan disertai bunyi halilintar dan bunyi guruh, serta gempa yang mengguncang bumi.
Covid-19 sudah mengguncang
bumi, bukan semata-mata bumi Indonesia Raya, tetapi bumi seantero dunia
diguncang. Covid-19 sudah mengguncang dunia; politik diguncang, ekonomi
diguncang, pemerintahan diguncang, nikah diguncang sampai akhirnya terjadi
perceraian dengan tingkat kesadaran yang tinggi.
Jadi:
- Manusia rohani, yakni yang ibadahnya telah
berada pada puncaknya, itulah doa penyembahan, mengalami suatu ketenangan yang
sangat tinggi di tengah-tengah goncangan dunia. Ada ketenangan di tengah-tengah
goncanga, itu adalah penyembahan.
- Tetapi manusia duniawi, yakni orang-orang yang
menjalankan hidupnya secara manusiawi, akan mengalami goncangan yang sangat
hebat yang sekarang ini sudah dapat dirasakan.
Maka,
bawalah hidupmu sampai kepada puncak ibadah, itulah doa penyembahan, sehingga
kita mengalami ketenangan yang sangat tinggi di tengah-tengah dunia digoncang.
Mengapa
kita dapat merasakan ketenangan setelah ibadah kita memuncak sampai doa
penyembahan, walaupun dunia mengalami goncangan? Karena kita sudah berada pada
suatu kedudukan yang tepat, itulah doa penyembahan.
Ayo,
perhatikan penampilan dari malaikat yang kedua ini, di mana Babel, kota besar,
sudah rubuh, karena hidup rohani kita sudah sampai kepada doa penyembahan. Perhatikanlah
pemberitaan dari malaikat kedua, perhatikanlah malaikat sidang jemaat, itulah
gembala sidang (pemimpin rohani) dalam pemberitaan Firman-Nya, yang membawa dan
memimpin kita sampai kepada doa penyembahan. Tetapi di lain pihak nanti; Babel,
kota besar, sudah rubuh.
Kalau
kita sudah dalam penyembahan, maka akan mengalami suatu ketenangan yang dahsyat
di tengah-tengah dunia digoncang.
Itu
sebabnya, saya belajar untuk tidak pernah bergantung kepada manusia sampai
detik ini. Tidak pernah saya ceritakan: Oppungku
dahulu kaya. Bapa tua saya dahulu kaya. Tulang
dan engkong saya dahulu kaya. Tidak perlu saya ceritakan itu, sebab itu
adalah bagian berkat mereka dan saya pun ada bagiannya juga.
Oleh
sebab itu, bijaksanalah, dewasalah, mengingat hari-hari ini adalah hari-hari
terakhir, dan goncangan sudah kita rasakan sekarang; jangan main-main.
Doa
penyembahan melepaskan kita dari 2 (dua) hal, YANG KEDUA: Dilepaskan ketika BUKIT-BUKIT BATU TERBELAH.
Wahyu 16:17
(16:17) Dan malaikat yang ketujuh menumpahkan cawannya
ke angkasa. Dan dari dalam Bait Suci kedengaranlah suara yang nyaring dari
takhta itu, katanya: "Sudah terlaksana."
Malaikat yang ketujuh menumpahkan cawannya ke
angkasa.
Ini adalah penghukuman dari Allah yang terakhir kepada orang-orang yang tidak mengasihi
Allah.
Dan ketika
penghukuman itu berlangsung, maka terdengar suara nyaring dari takhta Allah, yaitu:
"Sudah terlaksana"
Kata “sudah
terlaksana” ini adalah bagian dari apa yang diserukan oleh Yesus terakhir
sekali. Sesudah Yesus minum cawan yang berisi anggur, sesudah Ia melakukan
kehendak Allah Bapa, barulah Dia berkata: “Sudah
selesai” Ini adalah kasih Allah. Waktu Yesus dikorbankan di atas kayu
salib, itu adalah kasih Allah.
Jadi, orang yang
tidak menghargai kasih Allah, maka Dia akan mengalami penghukuman dari Allah
Bapa sendiri, dari 7 (tujuh) cawan murka Allah. Dan apa yang tertulis pada Wahyu 16:17 adalah cawan murka yang
ketujuh.
Sesudah
terlaksana penghukuman karena tidak menghargai kasih di Golgota, sesudah
dihukum semuanya dengan cawan murka yang ketujuh, maka ada lagi kelanjutkan
dari “sudah selesai”, yang dapat kita perhatikan dalam Wahyu 21.
Wahyu 21:2, berbicara tentang; Pengajaran Mempelai
menjadikan kita mempelai TUHAN.
Wahyu 21:3-4, berbicara tentang; Pengajaran
Tabernakel.
Jadi, sekarang
ini kita digembalakan oleh Pengajaran Mempelai dalam Terang Tabernakel.
Wahyu 21:4-6
(21:4) Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata
mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau
ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah
berlalu." (21:5) Ia yang
duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu
baru!" Dan firman-Nya: "Tuliskanlah, karena segala perkataan ini
adalah tepat dan benar." (21:6)
Firman-Nya lagi kepadaku: "Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa
dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan
cuma-cuma dari mata air kehidupan.
“Semuanya telah terjadi” Ini adalah
kelanjutan dari “sudah selesai.
Sesudah
penghukuman dari cawan murka yang ketujuh, berarti; “telah terlaksana”
penghukuman. Sesudah semua dihukum, maka tidak ada lagi air mata, ratap tangis
dan dukacita. Lalu akhirnya, wujud “sudah selesai” yang ketiga adalah “telah
terjadi” = Sudah menjadi rumah TUHAN oleh karena Pengajaran Mempelai dalam
Terang Tabernakel.
Dimulai dari
bukit Golgota: “Sudah selesai” Kalau tidak menghargai kasih itu, maka akan dihukum
oleh cawan murka yang ketujuh, “Sudah terlaksana” Sesudah terlaksana
penghukuman, maka nampaklah rumah TUHAN, Yerusalem yang baru, lalu dikatakan: “Telah
terjadi”
Enak, bukan? Jalan-jalan
ke sorga betul-betul memberikan suatu pengertian, sehingga kita tahu bagaimana
jalan ke sorga. Jadi, saudara jangan berkata: “Di mana-mana ada TUHAN. Di mana-mana tempat beribadah itu sama.”
Lewat pengertian Firman ini, dapatlah saya katakan: Tidak sama!
Ini bukanlah
kata sombong, tetapi ini adalah kata Firman. Oleh sebab itu, perhatikanlah penampilan
yang kedua dari malaikat yang kedua.
Barulah kita perhatikan ayat 18.
Wahyu 16:18-19
(16:18) Maka memancarlah kilat dan menderulah bunyi
guruh, dan terjadilah gempa bumi yang dahsyat seperti belum pernah
terjadi sejak manusia ada di atas bumi. Begitu hebatnya gempa bumi itu. (16:19) Lalu terbelahlah kota besar
itu menjadi tiga bagian dan runtuhlah kota-kota bangsa-bangsa yang tidak
mengenal Allah. Maka teringatlah Allah akan Babel yang besar itu untuk
memberikan kepadanya cawan yang penuh dengan anggur kegeraman murka-Nya
Oleh karena
penghukuman dari cawan murka Allah yang ketujuh, maka terbelahlah Babel, kota
besar, itu menjadi tiga bagian:
- Satu bagian kota
dari ular tua naga merah padam yang besar.
- Satu bagian kota
dari antikris (binatang pertama).
- Satu bagian kota
dari nabi-nabi palsu
Jadi, naga,
antikris dan nabi-nabi palsu adalah Tri Tunggal Setan.
Setan memang
selalu membuat tandingan. Hati-hati; jangan kita ada dalam tandingan, tetapi
kita betul-betul ada dalam keadaan yang sejati, karena Allah yang membawa kita
dalam suatu kedudukan yang benar.
Wahyu 16:20
(16:20) Dan semua pulau hilang lenyap, dan tidak
ditemukan lagi gunung-gunung
Semua pulau
hilang lenyap, dan tidak ditemukan lagi gunung-gunung tempat peribadatan.
Itu sebabnya
dalam Yesaya 2, dikatakan; gunung
besar lagi tinggi adalah puncak ibadah, sedangkan gunung-gunung lain akan
lenyap. Ayo, carilah tempat yang membawa kita sampai ke gunung Sion, sebab
gunung lain akan lenyap, sedangkan gunung Sion tetap tegang berdiri.
Tadi
kita sudah melihat: Setelah terjadi gempa bumi, maka terbelahlah bukit-bukit,
itulah bukit-bukit dari pada Setan Tri Tunggal (naga, antikris, nabi palsu).
Tetapi
saya akan tambahkan tentang: CAWAN MURKA YANG KEENAM.
Wahyu 16:12
(16:12) Dan malaikat yang keenam menumpahkan cawannya ke
atas sungai yang besar, sungai Efrat, lalu keringlah airnya, supaya siaplah
jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah timur.
Cawan murka yang
keenam ditumpahkan di atas sungai Efrat, sehingga sungai Efrat menjadi kering. Sesudah
sungai Efrat kering, maka siaplah jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah
Timur.
Dalam pola
Tabernakel, “Timur” itu mulai dari pintu gerbang, lalu terus melangkah sampai
ke “Barat”; inilah raja-raja, imamat rajani, milik kepunyaan Allah.
Jadi, yang menghalangi
imamat rajani melangkah adalah adanya sungai Efrat, itulah kenajisan percabulan;
itu sebabnya harus dihukum oleh cawan murka yang keenam.
Sekarang ini
sedang merajalela sungai Efrat; ajaran yang bersifat kenajisan percabulan, dan
itu harus dihukum terlebih dahulu, supaya tidak menghalangi langkah dari imamat
rajani.
Mari kita lihat
persamaan dari ayat 12, pada ayat 13.
Wahyu 16:13
(16:13) Dan aku melihat dari mulut naga dan dari mulut
binatang dan dari mulut nabi palsu itu keluar tiga roh najis yang
menyerupai katak.
Baik ajaran
naga, baik ajaran antikris, baik ajaran yang keluar dari mulut nabi palsu, mengajarkan
supaya manusia yang di bumi ini hidup dalam kenajisan percabulan.
Itu sebabnya
cawan murka Allah ditumpahkan ke atas sungai Efrat, karena faktanya; ajaran Setan
Tri Tunggal -- baik itu naga, antikris dan nabi palsu -- selalu mengarah kepada
kenajisan percabulan, ingin kaya tetapi melacur.
Tinggalkan Kristus
yang adalah Suami, Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga, tinggalkan ibadah hanya
untuk bekerja, hanya untuk bisnis, hanya untuk meraup keuntungan yang besar;
itu adalah pelacuran.
Mengapa ada pelacuran? Karena ternyata,
dari mulut Setan Tri Tunggal ajarannya selalu mengarah kepada kenajisan
percabulan. Oleh sebab itu, sungai Efrat harus dihukum supaya keringlah sungai
Efrat.
Wahyu 16:14
(16:14) Itulah roh-roh setan yang mengadakan perbuatan-perbuatan
ajaib, dan mereka pergi mendapatkan raja-raja di seluruh dunia, untuk
mengumpulkan mereka guna peperangan pada hari besar, yaitu hari Allah Yang
Mahakuasa.
Ajaran dari
Setan Tri Tunggal juga bisa mengadakan tanda-tanda heran, mujizat-mujizat yang
sakit sembuh, kemudian terjadi pengusiran Setan.
Oleh sebab itu,
ukuran ibadah bukanlah kegerakan rohani, tetapi ibadah harus dipimpin kepada
puncak ibadah, itulah gunung Sion, wujudnya; doa penyembahan.
Biar sejuta kali
terjadi mujizat di depan mata, tetapi mujizat adalah karunia yang tidak akan
mempengaruhi rohani kita untuk dibawa sampai kepada doa penyembahan. Itu
mustahil dan tidak mungkin.
Awal mula saya
melayani; begitu banyak mujizat, terjadi kegerakan, karena belum ada
penggembalaan pada waktu itu.
- Yang mata sakit
menjadi sembuh.
- Yang rahim
tertutup menjadi terbuka.
- Yang kanker pun
sembuh.
- Yang kerasukan
Setan terusir berkali-kali.
- Penyakit kuning
pun sembuh.
- Kista pun
sembuh.
Tetapi tidak ada
satu pun dari mereka yang dibawa masuk sampai ke gunung Sion. Tetapi kita semua
dipimpin sampai ke gunung Sion, bukan?
Wahyu 16:15-16
(16:15) "Lihatlah, Aku datang seperti pencuri. Berbahagialah
dia, yang berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya
ia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya." (16:16) Lalu ia mengumpulkan mereka di
tempat, yang dalam bahasa Ibrani disebut Harmagedon.
Ingatlah 2 (dua)
hal ini:
- Berjaga-jaga
adalah puncak dari ibadah, itulah doa penyembahan, wujud dari gunung Sion.
- Memperhatikan
pakaiannya. Pakaian putih lenan halus, itulah pakaian dari mempelai perempuan
TUHAN.
Ingatlah 2 (dua)
hal itu supaya ia jangan berjalan dengan
telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya.
Lihatlah orang-orang
yang menolak kasih Allah; mereka akan menerima penghukuman dari cawan murka
Allah.
Kita sudah
melihat cawan murka Allah yang ketujuh
yang ditumpahkan, sehingga terjadilah gempa bumi yang dahsyat, dan terbelahlah Babel,
kota besar, itu menjadi tiga bagian.
Sedangkan cawan murka yang keenam ialah
penghukuman terhadap Setan Tri Tunggal dengan ajaran-ajaran yang menyebabkan
kenajisan percabulan.
- Setiap kali naga
mengajarkan ajaran, walaupun dalam ibadah ada mujizat, tetapi ajaran itu selalu
berupa katak, selalu soal kenajisan percabulan.
- Nanti binatang
yang pertama yang keluar dari dalam laut mengajarkan ajarannya. Sepertinya
Firman yang diajarkan, kemudian di tengah-tengah ibadah ada mujizat; yang sakit
menjadi sembuh, ada pengusiran Setan, dan lain sebagainya, tetapi yang keluar
dari mulutnya selalu katak, itulah kenajisan percabulan. Mereka tidak
mengajarkan bahwa ibadah harus dibawa sampai kepada doa penyembahan,
- Baik nabi palsu
dengan ajarannya, tetapi yang keluar dari mulutnya tetap katak (kenajisan
percabulan).
Itulah
tulah yang pernah terjadi di Mesir, sampai rumah tangga Firaun pun dimasuki
oleh katak-katak. Dan itu akan terjadi di hari-hari terakhir ini.
Jadi, malam ini,
kita harus memperhatikan penampilan dari malaikat yang kedua. Malaikat sidang
jemaat, itulah gembala sidang. Pemberitaan Firman malam ini dalam penampilannya
harus kita perhatikan; memimpin kita sampai kepada doa penyembahan, wujud dari
gunung Sion, dengan lain kata; Babel, kota besar, sudah rubuh, sebab asapnya
naik sampai selama-lamanya.
Sudah seharusnya
kita bersyukur kepada TUHAN. Berkali-kali saya sampaikan: Bersyukurlah kepada TUHAN. Mungkin saudara tidak paham dengan
bahasa saya hari ini, tetapi sekali waktu, bahasa ini akan mengguncang telinga
saudara.
Tahun depan, gempa
bumi dahsyat akan terjadi. Sebetulnya, tahun 2020 sudah mulai terjadi, lalu
terjadi di tahun 2021, dan sekarang di tahun 2022, tetapi akan tambah gelap
lagi di tahun 2023. Jadi, kita semua harus siap-siap.
Hari ini,
penampilan dari malaikat yang kedua sepertinya bukan apa-apa, tetapi nanti,
bilamana waktunya sudah tiba; perkataan Firman malam ini akan menggoncang
telinga dan hati saudara.
Jadi, mulai
sekarang; angkat dua tangan. Katakan: Aku
menyerah. Selama ini aku turun tangan, seolah-olah aku kuat. Seolah-olah
pekerjaan, bisnisku, uangku yang banyak bisa menyelamatkanku. Ternyata,
rupanya, semuanya berlalu; tidak ada artinya.
Perhatikanlah penampilan
dari malaikat yang kedua dan pemberitahuannya, yang membawa kita naik sampai ke
gunung Sion, doa penyembahan. Babel, kota besar, runtuh, sebab asapnya naik
selama-lamanya.
Kita semua harus
berbahagia. Kita tidak boleh berkata: “Semua
tempat ibadah sama” Saya katakan: “Tidak
sama”, hal ini saya ucapan bukan karena saya arogan. Kalau memang sama; mengapa
ada penghukuman dari cawan murka yang keenam terhadap sungai Efrat, di mana
setiap ajaran Tri Tunggal Setan itu selalu katak yang keluar, itulah kenajisan
percabulan, walaupun nampaknya ada kegerakan rohani.
Itu sebabnya
dalam Wahyu 16:13-14 dikatakan: Dari mulut naga dan dari mulut binatang dan
dari mulut nabi palsu itu keluar tiga roh najis yang menyerupai katak. Itulah
roh-roh setan yang mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib.
Jadi, ukuran
ibadah bukanlah mujizatnya; oleh sebab itu, jangan keliru.
Kita harus
bersyukur kepada TUHAN. Tidak ada lagi kata-kata yang bisa saya ucapkan. Andaikata
ada kata yang lebih dari “terima kasih” dan “bersyukur”, maka saya akan
ucapkan, karena kemurahan TUHAN yang limpah, yang sudah dinyatakan sampai
sejauh ini kepada kita semua.
Kalau ada orang
dengan sengaja dan sadar datang ke dalam sebuah peribadatan, sudah tahu bahwa
tempat itu tidak membawa ke gunung Sion; tetapi dia datang dengan sadar ke
tempat itu hanya untuk melampiaskan dagingnya, itu namanya orang yang bebal.
Ibadah untuk
melampiaskan daging adalah bebal. Tetapi kalau kita sudah tahu yang benar, maka
bawalah dirimu ke tempat yang benar.
Jangan katakan:
“Semua tempat ibadah sama” Saya
tandaskan: “Tidak sama”, sebab
penyerahan seorang hamba TUHAN pun tidak sama. Saya berani mengatakan hal ini.
Keberanian
seorang hamba TUHAN dalam mengambil keputusan pun tidak sama. Ada orang yang
berani: Maju ya maju, mundur ya mundur.
Tetapi di lain pihak juga ada orang yang tidak berani: Dari pada orang kaya dan pengusaha mundur, maka terpaksalah dia
menjilat.
Ayo, pastikan
diri kita “di mana tempat kita beribadah”. Ukuran ibadah bukanlah mujizat,
sebab kenajisan pun bisa mengadakan mujizat.
Tetapi lihatlah
penampilan dari pemberitaan Firman malam ini, bagaikan penampilan dari malaikat
kedua, yang membawa kita sampai kepada doa penyembahan. Dan di lain pihak;
Babel, kota besar, rubuh.
TUHAN YESUS
KRISTUS KEPALA GEREJA, MEPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala Sidang;
Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment