IBADAH RAYA
MINGGU, 03 SEPTEMBER 2017
(Seri 32)
“KITAB WAHYU”
Subtema: MENCUCI JUBAH DAN NUBUATANNYA PUTIH DI DALAM DARAH ANAK DOMBA.
Shalom saudaraku...
Selamat malam, salam sejahtera bagi kita semua. Oleh karena kemurahan
hati Tuhan, kita dimungkinkan untuk melangsungkan Ibadah Raya Minggu disertai
dengan kesaksian.
Malam ini adalah minggu pertama pada bulan September, maka setiap bulan
kita adakan perjamuan suci pada Ibadah Raya Minggu, di luar Ibadah Pendalaman
Alkitab yang selalu disertai perjamuan suci.
Kita kembali memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu
dari kitab Wahyu 7.
Wahyu 7 ini dibagi menjadi dua bagian:
Bagian yang
pertama: ayat 1-8. Pemeteraian terhadap 144.000 dari semua keturunan
Yakub (Israel), dan mereka
itulah yang menjadi inti dari pada mempelai wanita Tuhan.
Untuk menjadi milik kepunyaan Allah harus dimeteraikan terlebih dahulu oleh
Roh Kudus. Sesuai dengan Wahyu 14, Anak Domba berdiri di bukit Sion,
bersama dengan Dia berdiri juga 144.000 orang, di dahi mereka tertulis nama-Nya
dan nama Bapa-Nya, itu tanda pemeteraian, sebagai tanda milik kepunyaan Allah.
Kalau tidak ada meterai, berarti dia bukan milik kepunyaan Allah. Itu
bagian pertama.
Bagian yang
kedua: ayat 9-17. Minggu lalu kita sudah melihat bagian yang kedua ini pada ayat 9,
tetapi kita akan kembali memperhatikannya supaya semakin mengerti dan semakin diteguhkan.
Wahyu 7: 9
(7:9) Kemudian
dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang
tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan
bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah
putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.
Orang banyak yang tidak terhitung banyaknya, dari segala bangsa, suku,
kaum dan bahasa, inilah bangsa kafir yang juga masuk dalam pemeteraian dan
menjadi bagian dari tubuh Mempelai, sebagai kelengkapan dari inti mempelai
yaitu 144000 yang dimeteraikan dari 12 suku Israel.
Inilah kerinduan kita supaya juga turut dimeteraikan dan menjadi milik kepunyaan Allah.
Ayo setia tergembala, supaya nanti kita boleh menerima pemeteraian.
Kalau bangsa kafir mendapatkan pemeteraian dari Tuhan, itu adalah
kemurahan, sebab kita ini bukan anak yang dilahirkan dari janji, kita ini bukan
lahir dari benih yang dijanjikan.
Jadi suatu kemurahan bagi kita yang harus kita hargai dengan
sungguh-sungguh.
Kemudian, mereka (orang banyak tadi) berdiri di hadapan takhta Allah dan
takhta Anak Domba memakai jubah putih.
Seri pertama tentang jubah putih telah disinggung pada minggu yang lalu,
sekarang kembali kita akan melihat jubah
putih, sebagai seri yang
kedua.
Sekarang kita akan memperhatikan seri kedua tentang JUBAH PUTIH.
Wahyu 7: 9, 13-14
(7:9) Kemudian
dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang
tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan
bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah
putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.
(7:13) Dan
seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku: "Siapakah mereka yang
memakai jubah putih itu dan dari manakah mereka datang?"
(7:14) Maka
kataku kepadanya: "Tuanku, tuan mengetahuinya." Lalu ia berkata
kepadaku: "Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang
besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam
darah Anak Domba.
Perhatikan kalimat: “Mereka ini
adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah
mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.”
Berbicara tentang darah Anak Domba, itu berbicara tentang sengsara salib
atau penderitaan Kristus, berarti kesusahan yang besar adalah suatu kesempatan
bagi kita untuk mencuci jubah dan membuatnya putih bersih.
Namun bukan hanya kesusahan besar saja, tetapi juga kesusahan kecil
bahkan semua jenis kesusahan adalah suatu kesempatan yang baik, momen yang
tepat untuk mencuci jubah, maka kesempatan emas tersebut tidak boleh dilewatkan
begitu saja.
1 Petrus 4: 1
(4:1) Jadi,
karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga
mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, -- karena barangsiapa telah
menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa --,
Barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti
berbuat dosa.
Berarti kesusahan besar, sengsara salib yang disebut juga percikan
darah, berkuasa untuk menghentikan lajunya dosa, menghentikan semua jenis dosa.
Karena Kristus telah menderita penderitaan badani, maka kita harus
mempersenjatai diri dengan pemikiran yang demikian. Kita juga harus mengalami
sengsara karena salib bukan karena kesalahan, pukulan tetapi aniaya karena
firman (sengsara salib) yang berkuasa
untuk menghentikan dosa.
Kalau Kristus saja mempersenjatai diri-Nya dengan demikian, maka kita juga harus mempersenjatai diri dengan pikiran yang sama.
Jangan lari dari kenyataan.
1 Petrus 4: 2
(4:2) supaya
waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi
menurut kehendak Allah.
Supaya waktu yang tersisa ini kita pergunakan menurut kehendak Allah.
Jadi, marilah kita mempersenjatai diri dengan pikiran yang demikian.
Kalau Yesus sendiri mengalami sengsara salib (percikan darah), kita juga harus
mengalami sengsara salib (percikan darah), yang berkuasa untuk menghentikan
dosa.
Maka waktu yang sisa ini, tinggal sedikit,
tidak lama lagi
Tuhan datang, maka waktu yang tersisa jangan lagi
dipergunakan menurut keinginan daging, waktu yang tersisa (tinggal sedikit) kita
pergunakan menurut kehendak Allah.
Jangan seperti Esau; waktu yang
ada/kesempatan yang ada dipergunakan untuk berburu daging, sehingga pada saat
dia mencari berkat yang satu itu, dia ditolak, sekalipun dia menangis, meraung-raung,
mencucurkan air mata, kesempatan bagi kita datang hanya satu kali, maka yang sedikit ini jangan disia-siakan lagi, gunakan sebaik
mungkin.
Kita lihat; KEHENDAK ALLAH.
Yohanes 6: 38
(6:38) Sebab
Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk
melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.
Yesus diutus ke bumi untuk melakukan kehendak Allah Bapa, bukan untuk
melakukan kehendak-Nya sendiri.
Saat ini kita diutus di provinsi
Banten untuk melakukan kehendak Allah Bapa, bukan untuk melakukan kehendak
sendiri. Bukan suatu kebetulan saudara ada di tanah provinsi Banten, Tuhan utus
untuk melakukan kehendak Allah Bapa bukan untuk melakukan kehendak sendiri. Itu
harus dipahami dengan baik.
Yohanes 8: 37-38, 42
(8:37)
"Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk
membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu.
(8:38) Apa yang
Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat
tentang apa yang kamu dengar dari bapamu."
(8:42) Kata
Yesus kepada mereka: "Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi
Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas
kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.
Yesus diutus untuk melakukan kehendak Allah Bapa, Ia melakukan-Nya
sesuai dengan apa yang Ia dengar, sesuai dengan apa yang Ia lihat pada Bapa,
itu yang Dia lakukan.
Beda kalau seseorang melakukan kehendak sendiri, bukan melakukan
kehendak Allah Bapa, firman Tuhan tidak ada di dalam hatinya, itulah keturunan
Abraham yang bukan berasal dari Allah, mereka berupaya untuk membunuh Yesus
Kristus karena firman Allah tidak ada di dalam hati mereka.
Mengapa mereka berusaha membunuh Yesus? Sebab apa yang mereka lihat, apa
yang mereka dengar dari bapanya, itulah yang mereka lakukan.
Tiga karakter yang paling mendasar dari Setan adalah;
1.
Pembunuh manusia
dari sejak semula.
2.
Kebenaran tidak ada di dalam
dirinya.
3.
Bapa pendusta.
Inilah karakter yang paling mendasar dari
Iblis/Setan.
Kalau keturunan Abraham yang tidak berasal dari Allah ini berusaha untuk
membunuh Yesus, itu karena apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat
dari bapanya, itu yang mereka lakukan, sedangkan Yesus diutus ke bumi untuk
melakukan kehendak Allah Bapa, berarti ia
melakukan sesuai dengan apa yang Dia dengar, sesuai dengan apa yang Dia lihat
pada Bapa, itulah yang Dia lakukan.
Hidup tidak boleh enak sendiri, melakukan kehendak
sendiri untuk
memuaskan keinginannya sendiri. Sesuai dengan apa yang saya
sampaikan di atas tadi, kita diutus di bumi provinsi Banten ini bukan untuk
melakukan kehendak sendiri, tetapi untuk melakukan kehendak Bapa.
Saudaraku, rahasia firman telah disampaikan dalam pertemuan-pertemuan ibadah
kita. Kerajaan Sorga telah diberitakan, dimana di dalamnya ada suatu takhta dan
Anak Domba duduk di atasnya. Kemudian para malaikat yang melayani Dia ada di
dalamnya. 24 tua-tua juga ada di dalamnya, 4 makhluk, bahkan Henokh, Musa dan
Elia sudah naik dan masuk dalam Kerajaan Sorga. Itu telah disampaikan.
Jadi, apa yang telah kita dengar dan apa yang telah dilihat oleh batin
kita, itu yang harus kita lakukan di tengah-tengah pengutusan di manapun kita
berada.
Saudaraku, kita lihat dulu ...
Matius 26: 42
(26:42) Lalu Ia
pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan
ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah
kehendak-Mu!"
Perhatikan kalimat: “Jadilah
kehendak-Mu!” berarti kehendak Allah terlaksana karena
Yesus harus meminum cawan Allah.
Minum cawan Allah, artinya; Yesus harus menanggung penderitaan di atas
kayu salib, sehingga dengan demikian, kehendak Allah terlaksana oleh-Nya.
Kesimpulannya; darah salib Kristus menebus dan mengampuni dosa = mencuci
jubah dan membuatnya putih bersih berkilau-kilauan.
Yesus Kristus menanggung penderitaan di atas kayu
salib, maka darah yang tercurah berkuasa menebus dosa, berkuasa
juga mengampuni bahkan menyucikan jubah dan membuat putih bersih
berkilau-kilauan.
Itulah bangsa kafir tadi yang datang dari segala bangsa, suku, kaum dan
bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah
putih.
Dalam kesempatan itu, satu dari 24
tua-tua itu bertanya kepada Rasul Yohanes (yang mendapat penglihatan di pulau
Patmos), lalu Yohanes berkata: tuanku tahu siapa mereka. Lalu dengan jujur 1
dari 24 tua-tua menjawab: mereka itu adalah orang-orang yang keluar dari
kesusahan yang besar, mereka itu mencuci jubah dan membuatnya putih di dalam
darah Anak Domba.
Darah salib mengampuni dosa, darah salib menebus kita dari dosa sampai
menyucikan kita, di situlah kita membuat jubah itu putih bersih.
Itu sebabnya tadi saya katakan, kesusahan besar, kesusahan kecil, bahkan
semua jenis kesusahan adalah suatu kesempatan yang baik, adalah momentum yang
baik untuk mencuci jubah dan membuatnya menjadi putih bersih.
Jangan hindari itu, jangan lari dari kenyataan.
Matius 16: 24-25
(16:24) Lalu
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku,
ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
(16:25) Karena
barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Maka syarat untuk mengikuti dan melayani Tuhan adalah: menyangkal
dirinya dan memikul salibnya, berarti; berada di dalam kesusahan karena
sadar akan kehendak Allah, itulah yang disebut sengsara salib, aniaya karena
firman, bukan teraniaya karena kesalahan.
Jadi syarat untuk mengikuti Tuhan, saudara harus tanamkan ini, tidak
boleh diabaikan, harus mempersenjatai diri dengan pikiran yang sama dengan
Kristus.
Jadi, sentral dari ibadah dan pelayanan ini adalah salib, bukan mujizat
kesembuhan. Kalau sembuh, sembuh, sembuh, tetapi salib tidak ditegakkan, itu
belum memenuhi syarat untuk disebut menjadi pengikut dan pelayan Tuhan (hamba
Tuhan).
Bukan tidak boleh mujizat ada, saya senang mujizat ada, biar yang sakit
jadi sembuh, tetapi tidak boleh berhenti sampai
di situ, salib harus
ditegakkan di dalam hidup kita dan, di tengah-tengah ibadah dan pelayanan kita
semua.
Ukuran besar kecilnya kesusahan tergantung penyangkalan terhadap diri
sendiri dan tergantung salib yang dipikul. Kalau penyangkalan terhadap diri
sendiri besar dan salib yang dipikul besar, maka itulah yang disebut kesusahan
besar.
Sebaliknya, kalau penyangkalan terhadap diri sendiri kecil dan salib
yang dipikul kecil, maka itulah yang disebut kesusahan kecil.
Jadi tergantung penyangkalan terhadap diri dan tergantung salib yang
dipikul.
Mari kita ikuti tentang dua hal ini, tentang menyangkal diri dan memikul
salibnya.
Tentang: MENYANGKAL DIRINYA.
Artinya; tidak mengakui kelebihan-kelebihan yang ada di dalam dirinya
dan tidak mengakui segala sesuatu yang dia miliki, disebut juga dengan tidak
bermegah atas diri sendiri.
2 Korintus 12: 1
(12:1) Aku
harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian
aku hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang
kuterima dari Tuhan.
Di sini, Rasul Paulus hanya ingin menceritakan pengalamannya, waktu dia
dipanggil Tuhan sebagai
Rasul setelah 14 tahun melayani Tuhan.
Rasul Paulus menceritakan waktu dia dipanggil,
bukan bermaksud untuk bermegah, hanya ingin menceritakan pelayanannya waktu
pertama dia dipanggil.
2 Korintus 12: 2-5
(12:2) Aku tahu
tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh,
aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya
-- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.
(12:3) Aku juga
tahu tentang orang itu, -- entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak
tahu, Allah yang mengetahuinya --
(12:4) ia
tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan,
yang tidak boleh diucapkan manusia.
(12:5) Atas
orang itu aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan
bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku.
Rasul Paulus diangkat ke tingkat yang ketiga yang disebut juga Firdaus,
di situ dia mendapatkan penyataan-penyataan dan penglihatan-penglihatan yang
begitu hebat dan luar biasa, namun sekalipun demikian, dia tidak mau bermegah
atas dirinya, selain bermegah atas kelemahan-kelemahannya saja.
Kalau hamba Tuhan atau imam-imam melayani Tuhan dipercayakan karunia-karunia
dan jabatan-jabatan, jangan bermegah dengan semua itu.
Jangan bermegah, kemudian jangan merasa berjasa atas jasa-jasa dan
pengorbanan, baik tenaga, pikiran, materi, waktu, uang yang sudah dikorbankan.
Jangan berjasa dengan jasa yang ada berarti, jangan bermegah.
2 Korintus 12: 6-7
(12:6) Sebab
sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku
mengatakan kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang
menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang
mereka dengar dari padaku.
(12:7) Dan
supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa
itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis
untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.
Kalau merasa diri berjasa atas segala jasa-jasanya, itu perbuatan bodoh,
karena orang seperti ini sama dengan meninggikan diri.
Jadi, itulah kondisi rohani dari pada kumpulan orang banyak yang tidak
terhitung banyaknya itu ketika mereka memakai jubah putih di hadapan takhta dan
di hadapan Anak Domba supaya pada akhirnya pakaian yang mereka pakai itu
menjadi putih.
2 Korintus 12: 9-10
(12:9) Tetapi
jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru
dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku
bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
(12:10) Karena
itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam
kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika
aku lemah, maka aku kuat.
Rasul Paulus terlebih suka bermegah di dalam kelemahan, di dalam siksaan,
di dalam penganiayaan, di dalam kesesakan karena salib Kristus.
Kalau kita bermegah dalam kelemahan, bermegah atas salib Kristus, maka
kita kuat, sebab kuasa Kristus turun menaungi kita semua.
Sebaliknya, saat seseorang merasa diri hebat, saat itu dia sudah lemah,
tetapi kalau kita bermegah atas kelemahan, atas sengsara salib, atas aniaya
karena firman, di situ kita kuat, karena kuasa Tuhan turun menaungi kita semua.
Oleh sebab itu, kalau kita memiliki ini dan itu, memiliki kelebihan atau kemampuan ini dan itu jangan tinggi hati, jangan sombong, sebab itu adalah perbuatan bodoh.
Ingat, kesombongan mendahului kejatuhan
seseorang.
2 Korintus 12: 7
(12:7) Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena
penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam
dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan
meninggikan diri.
Supaya Rasul Paulus jangan meninggikan dirinya, maka atas seizin Tuhan
seorang utusan Iblis menggocoh Rasul Paulus.
Kalau ada sesuatu yang kurang baik, ada sesuatu yang kurang enak terjadi
dari orang yang ada di sekitar kita, itu terjadi atas seizin Tuhan untuk
menggocoh kita supaya kita jangan menjadi sombong
(tinggi hati).
Itulah yang saya rasakan dan tentu kita alami semua bersama-sama.
Tidak ada sesuatu yang terjadi di atas muka bumi ini kalau bukan atas seizin
Tuhan. Sekali lagi saya katakan, semua yang
terjadi adalah atas seizin Tuhan.
Seorang utusan Iblis; berarti seseorang dengan karakter Setan, diutus
untuk menggocoh dia. Maka kalau kita alami sesuatu yang tidak enak, tidak baik
dari orang di sekitar kita, tidak perlu kita ngomel, tidak perlu bersungut-sungut,
tidak perlu persalahkan dia. Memang itu harus terjadi untuk menggocoh. Digocoh
supaya tetap rendah hati, teramat lebih di tengah-tengah ibadah dan pelayanan ini kepada Tuhan.
Tidak usah bersungut-sungut. Tidak usah persalahkan suami, tidak usah
persalahkan isteri. Belajar dari banyak pengalaman. Kalau tidak belajar dari
pengalaman, suami isteri tidak akan berhenti bertengkar. Kalau sudah tahu, ya
sudah, mau apa lagi. Memang itu harus terjadi untuk menggocoh supaya kita tetap
rendah hati.
Tidak usah heran dengan nyala api siksaan, seolah-olah ada sesuatu yang biasa terjadi. Itulah yang disebut duri dalam daging.
2 Korintus 12: 8-9
(12:8) Tentang
hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu
mundur dari padaku.
(12:9) Tetapi
jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru
dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku
bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
Kemudian, kalau kita perhatikan di
sini, ternyata sudah tiga kali Rasul Paulus berseru kepada Tuhan supaya utusan Iblis itu
undur dari dia atau supaya duri terlepas dari dalam daging, tetapi jawab Tuhan
kepadanya: “Cukuplah kasih karunia-Ku
bagimu.” Pendeknya, duri dalam daging itu adalah kasih karunia.
Kalau kita boleh mengalami sesuatu yang tidak enak dari sesama bahkan sampai
menggocoh kita, itu adalah kasih karunia. Justru kalau kita bermegah dalam
kelemahan, kuasa Tuhan sempurna dalam kehidupan kita masing-masing.
Bermegah dalam kelemahan -> orang yang menyangkal diri.
Berarti tidak mengakui kelebihan-kelebihan bahkan segala yang dimiliki =
mengosongkan diri atau menghampakan diri = berada di titik nol.
Ciri-ciri
orang yang mengosongkan diri.
Kejadian 1: 1-2
(1:1) Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
(1:2) Bumi
belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah
melayang-layang di atas permukaan air.
“Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air”, artinya; orang yang dipenuhkan Roh
Kudus adalah orang yang berada di titik nol = orang yang mengosongkan diri (menghampakan diri).
Permukaan air laut, itu adalah titik nol. Jadi di situlah Roh Allah melayang-layang.
Jadi untuk mengukur suatu ketinggian itu dimulai dari titik nol, yaitu:
permukaan air laut, di situlah Roh Allah melayang-layang.
Pendeknya; titik nol adalah muara dari Roh Kudus seperti sungai-sungai
yang mengalir semuanya bermuara ke air laut.
Kalau ada nilai satu, walaupun lebih kecil dari nilai dua, tetapi masih ada
nilai. Yang Tuhan mau adalah titik nol, sebab muara dari Roh Kudus adalah titik
nol.
Jadi kalau merasa diri ada apa-apa, belum dicari, artinya: belum dipenuhkan Roh Allah. Itulah tentang menyangkal
dirinya.
Tentang: MEMIKUL SALIBNYA.
Memikul salib adalah memikul tanggung jawab yang Tuhan percayakan.
Kolose 3: 18-22
(3:18) Hai
isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.
(3:19) Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
(3:20) Hai anak-anak,
taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.
(3:21) Hai
bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
(3:22) Hai
hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya
di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati
karena takut akan Tuhan.
Ada beberapa golongan yang harus memikul tanggung jawabnya di hadapan
Tuhan:
1.
Isteri-isteri harus tunduk
kepada suami sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.
2.
Tanggung jawab suami-suami:
mengasihi isteri, berarti jangan berlaku
kasar.
3.
Tanggung jawab dari anak-anak:
taatilah orang tuamu dalam segala hal karena itulah yang indah di dalam Tuhan.
Jadi kehidupan anak-anak menjadi indah, masa depan menjadi indah, hidupnya
indah, studynya indah kalau seorang anak taat kepada orang tuanya. Jangan
sampai masa depan tidak indah karena tidak taat. Itu tanggung jawab anak yang
harus dipikul di atas pundak.
4.
Tanggung jawab bapa-bapa:
jangan sakiti hati anak supaya jangan tawar hati. Saya ini bapa secara jasmani
juga bapa secara rohani atas seluruh sidang jemaat, maka tanggung jawab saya
tidak boleh menyakiti apalagi sampai tawar hati. Kalau saya berlaku semena-mena
atau memberi aturan perintah di luar kehendak Tuhan, saya mohon maaf, tetapi
kalau itu kehendak Tuhan walaupun itu memang agak tegas, itu harus diterima.
5.
Tanggung jawab hamba-hamba: taat kepada tuan yang ada di atas muka bumi dalam segala hal. Bukan hanya
terlihat baik di depan, tetapi juga terlihat baik di belakang. Kalau terlihat
baik di depan, baik di belakang, itulah yang disebut hamba yang tulus ikhlas,
tulus hatinya.
Kolose 3: 23-24
(3:23) Apa pun
juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia.
(3:24) Kamu
tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu
sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.
Seorang hamba dalam melaksanakan tugasnya harus dengan segenap hatinya,
dan ia harus berbuat itu kepada tuannya sama seperti itu kepada Tuhan karena dari Tuhanlah
seorang hamba mendapatkan
balasannya bukan dari tuan dari hamba-hamba yang ada di atas muka bumi ini.
Lakukan segala sesuatu untuk Tuhan dengan segala ketulusan.
Jadi tuan dari semua hamba-hamba Tuhan adalah Yesus Kristus, dari Dia kita mendapatkan upah. Tidak usah ada iri, tidak usah
dengki, sebab kita lakukan itu untuk Tuhan dan dari Tuhan kita mendapatkan
upah.
Itulah tanggung jawab dari beberapa golongan tadi. Secara khusus kita
memperhatikan tanggung jawab dari seorang hamba.
Matius 25: 16-17
(25:16) Segera
pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu
beroleh laba lima talenta.
(25:17) Hamba
yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua
talenta.
Hamba yang pertama menerima lima talenta lalu beroleh lama lima talenta,
berarti ia mengusahakannya.
Kemudian hamba yang kedua menerima dua talenta dan beroleh laba dua
talenta berarti dia mengusahakannya.
Matius 25: 21-23
(25:21) Maka
kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu
tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam
kebahagiaan tuanmu.
(25:22) Lalu
datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan
percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta.
(25:23) Maka
kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil,
aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah
dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Jadi kalau kita setia memikul tanggung jawab dalam perkara kecil, maka
tuan dari hamba-hamba Tuhan, yaitu: Yesus Kristus, akan mempercayakan tanggung
jawab dalam perkara yang lebih besar lagi untuk kita pikul
bersama-sama di atas pundak kita.
Tidak mungkin Tuhan mempercayakan mempertanggung
jawab dalam perkara besar
di pundakmu kalau tidak setia memikul tanggung jawab dalam perkara kecil.
Kalau kita setia memikul tanggung jawab dalam perkara kecil, maka akan dipercayakan tanggung jawab
dalam perkara besar.
Maka julukan yang kita terima dari
Tuhan jika setia memikul tanggung jawab dalam
perkara kecil adalah hamba
yang baik dan setia.
Banyak orang mengaku diri baik, tetapi yang setia , siapa yang dapat
menemukannya?
Biarlah sebutan atau julukan atau gelar ini kita dapat dari Tuhan. Kalau
julukan dari dunia saja kita bangga, apalagi julukan dari Tuhan, yaitu: hamba yang baik dan setia.
Ayo, tidak cukup baik. Saudara beribadah itu adalah perbuatan baik,
tetapi harus menjadi hamba yang setia.
Memang saat kita dikoreksi, sakit bagi daging, tetapi Dia yang melukai,
Dia juga yang membalut, membebat hati kita semua, terjadi kesembuhan.
Pada saat Adam dioperasi, Allah mengambil satu tulang rusuk kemudian dagingnya
ditutup, lalu dari rusuk itu dibangun seorang perempuan, lalu dibawa kepada
satu laki-laki (Adam). Dan Adam yang kedua, itulah Kristus.
Matius 25: 23
(25:23) Maka
kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil,
aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah
dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Sampai pada akhirnya masuk dan turut dalam kebahagiaan tuannya. Tuan
dari hamba-hamba Tuhan adalah Tuhan Yesus Kristus.
Yesus Anak Allah berada di sebelah kanan Allah Bapa, di mana Dia berada,
di situ nanti kita berada, masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuannya.
Sekarang pertanyaannya; Sampai
kapan kita sangkal diri dan pikul salib?
Lukas 9: 22-23
(9:22) Dan
Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan
ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan
dibangkitkan pada hari ketiga."
(9:23) Kata-Nya
kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.
Ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya setiap hari.
Jadi bukan suatu saat tertentu kita mau memikul salib, melainkan setiap
hari, setiap saat, setiap waktu, tidak menunggu waktu tertentu, tidak menunggu
supaya dilihat orang, tidak, tetapi setiap hari.
Wahyu 3: 18
(3:18) maka Aku
menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah
dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya
engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan
lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
Jadi selain membeli emas yang telah dimurnikan, juga membeli kepada
Tuhan, pakaian putih. Membeli pakaian putih dari Tuhan, artinya; memiliki
pakaian putih harus dengan membayar harga.
Itulah sengsara karena salib, aniaya karena firman, itulah harga yang
harus dibayar.
Jemaat Laodikia ini jemaat yang suam-suam, tidak dingin dan tidak panas, mereka bergantung pada harta, bergantung
pada kekayaan, bergantung pada yang lahiriah, akhirnya mereka menjadi suam-suam. Karena
mereka suam-suam, Tuhan menasihati jemaat di Laodikia: “Engkau harus membeli pakaian
putih dari padaku”, berarti bayar harganya.
Jangan gratis-gratis, ibadah tidak bisa gratis, bayar harganya dengan sangkal
diri, pikul salib. Tuhan tidak tuntut hartamu, tidak lihat latar belakangmu
dari golongan mana, tetapi Tuhan tunggu hatimu.
Dari empat penjuru bumi berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak
Domba memakai jubah putih, mereka itu adalah orang-orang yang keluar dari
kesusahan besar, berarti sengsara salib adalah suatu kesempatan besar bagi kita
untuk mencuci jubah, jangan dielakkan, jangan lari dari situ, bayar harganya.
Sangkal diri pikul salib. Itu sudah syarat mutlak untuk mengikuti Tuhan.
Wahyu 3: 4
(3:4) Tetapi di
Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan
berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.
Biarlah pakaian putih itu dipertahankan putih, tidak dicemarkan oleh keinginan-keinginan
karena dosa, maka kita akan tetap memakai pakaian putih, maka kita akan
berjalan bersama dengan Dia, dan kita layak memakai pakaian putih, dan berjalan
bersama dengan Dia. Amin.
TUHAN YESUS
KRISTUS KEPALA GEREJA MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
firman:
Gembala Sidang;
Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment