IBADAH RAYA MINGGU, 11 OKTOBER 2015
Tema
: JEMAAT DI LAODIKIA (Wahyu 3: 14-22)
(Seri 20)
Subtema: MENDENGAR SUARA TUHAN (Bagian kedua)
Shalom!
Selamat
malam, salam sejahtera, salam dalam kasih Kristus dengan kasih sayang dan kasih
setia-Nya yang abadi, kita semua dimungkinkan untuk melangsungkan Ibadah Raya
Minggu disertai kesaksian, semua karena kemurahan hati Tuhan tentunya.
Kita
sudah mendengarkan dua kesaksian, yang pertama dari ibu Marbun, dimana ia telah
melihat dan merasakan kasih itu, tetapi masih kurang-kurang untuk melakukannya.
Biarlah kiranya Tuhan memberikan kesabaran, kekuatan, Roh yang melimpmah-limpah,
supaya ia sanggup menghadapi segala sesuatunya.
Segala
sesuatu yang terjadi dan yang kita alami, tidak ada yang kebetulan. Semua
terjadi atas seijin Tuhan supaya kita berada di dalam rencana Tuhan. Biarlah
kita tetap setia di dalam Tuhan, seperti Yesus setia; Dia setia dalam segenap
rumah Tuhan, setia sampai mati bahkan sampai mati di atas kayu salib, sehingga
di dalam kesetiaan-Nya terangkum seluruh kebenaran firman.
Apapun
yang kita alami, susah senang, ataupun beratnya beban hidup, tetaplah setia.
Jangan putus asa, jangan kecewa. Orang yang putus asa dan kecewa, tidak akan
memperoleh apa-apa. Kita selesaikan tugas dan tanggung jawab kita sampai garis
akhir supaya memperoleh mahkota kebenaran yang disediakan.
Saya
sendiri juga tidak mau putus asa. Kalau saya menggunakan logika saya, saya
mendengarkan suara daging saya, pikiran saya, saya akan putus asa, kecewa dan
tinggalkan ibadah pelayanan ini.
Kalau
saya menggunakan logika, maka saya akan berkata mengapa begini dan mengapa
begitu Tuhan? tetapi Tuhan punya rencana supaya iman kita kepada Kristus
dimurnikan. Tuhan ingin melihat pertumbuhan rohani kita.
Juga
saya bersyukur kepada kesaksian orangtua kami, beliau mengalami kesembuhan.
Semua karena kemurahan Tuhan lewat doa-doa yang dinaikkan oleh anak-anak Tuhan.
Tadi
juga ibu Marbun meminta dukungan doa kepada kita semua. Biarlah kita semua
turut mendoakan karena kita adalah anggota tubuh Kristus, satu dengan yang lain
saling terkait dan saling membutuhkan.
Satu
orang bersukacita, kita turut bersukacita. Satu orang menderita, kita turut
merasakannya.
Kita
kembali memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu mengenai
SIDANG JEMAAT DI LAODIKIA dari Wahyu 3: 14-22.
Kita
memperhatikan ayat 20.
Wahyu 3:
20
(3:20)
Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar
suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama
dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
Terlebih
dahulu kita perhatikan kata: “Lihat”,
berarti memandang dan memperhatikannya dengan seksama supaya kita bisa
mengetahui dan mendapatkan sesuatu dari apa yang kita lihat. Jadi, bukan
asal-asal melihat.
Pertanyaannya:
Apa yang harus kita lihat?
Yaitu: “Aku
berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku
dan membukakan pintu”, ini yang harus kita lihat.
Kalimat
ini dibagi menjadi dua bagian.
Bagian
pertama: “AKU BERDIRI DI MUKA PINTU DAN MENGETOK”
Ini
adalah bagian Tuhan yang telah Ia kerjakan bagi gereja Tuhan, bagi tubuh-Nya.
Kidung
Agung 5: 2-5
(5:2)
Aku tidur, tetapi hatiku bangun. Dengarlah, kekasihku mengetuk. "Bukalah
pintu, dinda, manisku, merpatiku, idam-idamanku, karena kepalaku penuh embun,
dan rambutku penuh tetesan embun malam!"
(5:3)
"Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi? Kakiku
telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?"
(5:4)
Kekasihku memasukkan tangannya melalui lobang pintu, berdebar-debarlah hatiku.
(5:5)
Aku bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku, tanganku bertetesan mur;
bertetesan cairan mur jari-jariku pada pegangan kancing pintu.
Mempelai
laki-laki berada di muka pintu dan mengetok.
Kemudian,
keberadaan dari mempelai laki-laki saat berada di muka pintu dan mengetok:
a. “kepalaku
penuh embun, dan rambutku penuh tetesan embun malam”
Arti
rohaninya; Yesus Kristus, Dia juga mempelai laki-laki sorga telah menanggung
kehinaan itu di atas kayu salib.
Embun
malam à kasih yang semakin dingin karena bertambahnya dosa. Malam = gelap
karena dosa telah meliputi dunia ini.
Jadi,
semakin dosa bertambah, keadaan dunia semakin gelap. Itulah tetesan embun malam
yang mengenai kepala/rambut mempelai laki-laki sorga, Dia menanggung kehinaan
itu.
Markus
9: 12
(9:12)
Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dahulu dan memulihkan segala
sesuatu. Hanya, bagaimanakah dengan yang ada tertulis mengenai Anak Manusia,
bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan?
"Ia
akan banyak menderita dan akan dihinakan" inilah
keadaan dari pada Yesus Kristus sebagai mempelai laki-laki sorga ketika berada
di muka pintu dan mengetok, dan ini harus kita lihat. Jangan lihat perasaan,
pikiran, dan kebenaran diri sendiri.
b. “bertetesan
cairan mur jari-jariku pada pegangan kancing pintu”
Pada
pegangan kancing pintu bertetesan cairan mur.
Mur =
getah damar à darah Yesus Kristus yang menetes dari luka-luka-Nya.
Jadi,
getah damar akan menetes kalau sudah terlebih dahulu pohonnya dilukai, seperti
itulah keberadaan Yesus ketika Ia berada di atas kayu salib.
Tetapi,
mur juga berbicara tentang minyak, artinya; yang diurapi à Kristus, Dialah raja di atas segala raja. inilah keadaan Yesus
Kristus saat datang pada kali yang kedua.
Keadaan
Yesus dalam dua hal ini harus kita lihat ketika berada di muka pintu dan
mengetok.
Kalau
kita betul-betul melihat, memandang dan memperhatikan dengan seksama, barulah
kita mengambil keputusan: ya atau tidak, terima atau tolak. Tetapi, barangkali
mata jasmani kita tidak dapat melihat peristiwa 2015 tahun lalu ketika Yesus
menanggung kehinaan di atas kayu salib, kini setelah hati nurani yang jahat
dibasuh oleh air yang murni, kita dapat melihat dengan mata rohani.
Kita
bandingkan ketika Yohanes melihat Yesus dalam dua kali kesempatan.
Yang
pertama.
Yohanes
1: 29
(1:29)
Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata:
"Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.
“Lihatlah,
Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia”, artinya; memandang korban Kristus, sebab Kristus dikorbankan di
atas kayu salib untuk menghapus dosa manusia.
Ini
adalah pernyataan Yohanes yang pertama kepada murid-muridnya.
Yohanes
1: 30-31
(1:30)
Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang
seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.
(1:31)
Dan aku sendiripun mula-mula tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah aku datang
dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel."
Ketika
jalan diluruskan bagi Dia, selanjutnya Ia pun dinyatakan kepada umat Israel,
kepada saya dan saudara, diawali dengan memandang korban Kristus.
Kalau
dikaitkan dengan pola Tabernakel, memandang korban Kristus terkena pada mezbah
korban bakaran barulah kemudian memberi diri dibaptis, selanjutnya Ia dinyatakan
kepada umat Israel untuk menebus dosa manusia. Itulah tujuan kedatangan Yesus
yang pertama.
Memandang
korban Kristus = memiliki pandangan yang tulus.
Yang
kedua.
Yohanes
1: 35-36
(1:35)
Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya.
(1:36)
Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: "Lihatlah Anak domba
Allah!"
“Lihatlah
Anak Domba Allah”, berarti
memandang Yesus sebagai Raja.
Ia
tampil sebagai Raja dan Mempelai Pria Sorga, pada saat Ia datang pada kali yang
kedua.
Setelah
memandang korban Kristus selanjutnya memandang Dia sebagai Raja, saya kira,
ini patut kita lihat.
Yohanes
1: 37-39
(1:37)
Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut
Yesus.
(1:38)
Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu
berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu cari?" Kata mereka
kepada-Nya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?"
(1:39)
Ia berkata kepada mereka: "Marilah dan kamu akan melihatnya." Mereka
pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal
bersama-sama dengan Dia; waktu itu kira-kira pukul empat.
Kalau
kita memandang Yesus Kristus sebagai Raja, maka kita akan tinggal bersama-sama
dengan Dia; dimana Ia berada, di situ juga kita berada.
Ayo,
lihat, jangan sampai kita menjalankan ibadah hanya secara lahiriah, melayani
secara lahiriah, sehingga tidak merasakan pelayanan Roh.
Malam
ini kita bisa menangis karena tersentuh firman Tuhan, tetapi tidak
ditindaklanjuti dengan perubahan dalam hidup = pelayanan tubuh.
Kalau
masih bermegah dalam hal lahiriah; ia keliru mengikuti Tuhan. Kalau kita
melihat keadaan Yesus Kristus dalam dua kesempatan, maka pengikutan kita tidak
pernah salah, suatu kali kelak kita tinggal bersama-sama dengan Dia tepat
dimana Dia berada, di situ kita berada.
Kerinduan
kita adalah untuk menjadi pengantin perempuan, sehingga pada saat Dia tampil
sebagai Raja dan mempelai pria sorga, bersandingan dengan Dia = memandang jauh
ke depan.
Kelebihan-kelebihan
memandang jauh ke depan:
-
Tidak mudah putus asa dan kecewa.
-
Memiliki keyakinan iman yang teguh tidak mudah dipengaruhi oleh
hal-hal yang tidak suci.
Yohanes
1: 40-41
(1:40)
Salah seorang dari keduanya yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikut
Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus.
(1:41)
Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya:
"Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)."
Andreas,
berkata; “Kami telah menemukan
Mesias.” Mesias artinya Kristus = Yang Diurapi.
Ayo
lihat dan perhatikan dengan seksama, pandang dengan seksama. Kalau kita melihat
yang lain, hancur hati kita.
Oleh
sebab itu, jangan gunakan logika di tengah-tengah ibadah dan pelayanan.
Sekarang,
kita akan memperhatikan mempelai perempuan, apakah ia mau membuka pintu atau
tidak?
Kidung
Agung 5: 3
(5:3)
"Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi? Kakiku
telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?"
Mempelai
perempuan menunda-nunda untuk membuka pintu bagi mempelai laki-laki dengan
menggunakan segudang alasan.
Satu
kali kita beralasan, maka untuk yang kedua kalinya Setan sudah menyediakan
alasan berkeranjang-keranjang, bahkan jauh lebih tepat. Oleh sebab itu, jangan
biasakan diri menjadi pribadi yang pandai mencari alasan-alasan.
Alasan-alasan
dari mempelai perempuan, yaitu:
Alasan
pertama: “Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi?”
Pernyataan
ini menunjukkan seolah-olah kebenaran manusia, sanggup menutupi dosa /
ketelanjangan.
Pada
waktu Adam dan Hawa melanggar hukum Allah, akhirnya mereka jatuh dalam dosa dan
menjadi telanjang. Kemudian, berupaya menutupi ketelanjangan mereka dengan
menyemat daun pohon ara dan membuatnya cawat, artinya; dosa ditutupi oleh
kebenaran diri sendiri.
Pohon
ara à kebenaran manusia, tetapi cepat atau lambat
kekurangan/ketelanjangan manusia akan terlihat kembali, sebab kebenaran manusia
sifatnya tidak kekal seperti daun pohon ara akan hancur. Kebenaran manusia tidak mampu menutupi dosa. Justru, orang yang berusaha menutup-nutupi dosanya
akan mengalami kelelahan.
Tetapi
pada akhirnya pada Kejadian 3:
21, Allah memberikan pakaian dari kulit binatang kepada Adam dan isterinya.
Binatang yang dikuliti menunjuk kepada korban Kristus. Berarti hanya salib
Kristus yang sanggup menutupi dosa manusia, di luar salib tidak ada lagi
kebenaran.
Alasan
yang pertama dari mempelai perempuan menunjuk kepada dosa kenajisan.
Alasan
kedua: “Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?”
Pernyataan
ini menunjukkan bahwa seolah-olah mampu menyucikan dirinya dari segala dosa
kejahatan dan kefasikan, sesungguhnya hanya Kristus yang mampu menyucikan dosa
kita dengan air dan firman Allah.
Kita
seringkali melihat motivator di TV, tidak salah mendengarkan motivator, tetapi
ia tidak lebih berkuasa menyucikan dosa manusia selain firman Allah. Sesuai Efesus 5: 26-27, disucikan
dikuduskan sesudah dimandikan oleh air dan firman.
Kalau
mandi membutuhkan air yang banyak barulah bersih. Untuk menyucikan dosa manusia
tidak dapat menggunakan dua tiga ayat atau dengan menyampaikan firman yang
ditambahkan dan dikurangkan.
Jika
dosa sudah disucikan, maka kita terlepas dari derita dan air mata = Tuhan
hapuskan air mata.
Alasan
kedua dari mempelai perempuan menunjuk kepada dosa yang ditimbulkan oleh
daging.
Inilah dua
alasan yang digunakan untuk menunda-nunda membuka pintu.
Kalau
kita telah digembalakan oleh firman pengajaran mempelai tetap masih
menunda-nunda untuk membuka pintu bagi mempelai Laki-Laki sorga, hal ini sangat
disayangkan.
Penyebab
mempelai perempuan menunda-nunda membuka pintu.
Kidung
Agung 5: 2
(5:2)
Aku tidur, tetapi hatiku bangun. Dengarlah, kekasihku mengetuk. "Bukalah
pintu, dinda, manisku, merpatiku, idam-idamanku, karena kepalaku penuh embun,
dan rambutku penuh tetesan embun malam!"
“Aku
tidur, tetapi hatiku bangun.”
Tidur
tidak tidur, bangun tidak bangun = tidak dingin tidak panas à pengikutan yang suam-suam, tidak sungguh-sungguh mengasihi Tuhan
dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan.
Seperti
jemaat di Laodikia tidak dingin tidak panas = suam-suam, mereka memperkayakan
diri dan tidak kekurangan apa-apa, tetapi sebaliknya Tuhan berkata: Bahwa
mereka melarat, malang, miskin, buta dan telanjang.
Kembali
saya sampaikan bahwa Tuhan telah melakukan bagian-Nya yaitu berdiri di muka
pintu dan mengetok.
Karya
Allah 2015 tahun lalu ini harus kita lihat. Lihatlah, jangan arahkan pandangan
kepada yang lain, supaya pengikutan kita tidak salah, supaya dimana Ia berada
di situ juga kita berada.
Demikian
juga dengan Tabernakel, miniatur Kerajaan Sorga, ukurannya harus tepat, tidak
boleh tambah, tidak boleh kurang.
Bagian
kedua: “JIKALAU ADA ORANG YANG MENDENGAR SUARA-KU DAN MEMBUKAKAN PINTU.”
Ini
adalah bagian kita, gereja Tuhan: mendengar suara Tuhan dan membuka pintu bagi
Dia.
Dalam Yohanes 10: 2-4, kalau
domba-domba tergembala, maka yang pertama terlihat adalah mendengar suara
gembala = dengar-dengaran. Yang kedua; mengikuti gembala kemana saja ia dibawa.
Sejauh ini kita telah digembalakan oleh firman pengajaran mempelai, biarlah
kita mengikutinya kemana saja kita dibawa.
Jangan
lihat yang lain, sebab yang menyebabkan mempelai perempuan tidak mau membuka
pintu adalah roh jahat/roh najis, daging dan tabiatnya.
Ini
adalah bagian kita yang harus kita kerjakan; dengar suara Tuhan dan buka pintu
bagi Dia.
Mari
kita mengikuti tentang mendengar suara Tuhan.
1 Samuel
15: 1
(15:1)
Berkatalah Samuel kepada Saul: "Aku telah diutus oleh TUHAN untuk
mengurapi engkau menjadi raja atas Israel, umat-Nya; oleh sebab itu,
dengarkanlah bunyi firman TUHAN.
Tuhan
mengurapi Saul menjadi raja untuk memimpin, menggembalakan bangsa Israel.
Syaratnya:
dengarkanlah bunyi firman Tuhan = mendengar suara Tuhan.
Jadi,
yang pertama-tama mendengar suara Tuhan adalah imam-imam, raja-raja/imamat
rajani yang melayani Tuhan.
Yang
seharusnya lebih dahulu dengar-dengaran kepada Tuhan adalah imam-imam, tetapi
justru banyak di dalam gereja yang memberontak, mendurhaka kepada gembala,
justru imam-imam.
Apa yang
harus didengar?
1 Samuel
15: 2-3
(15:2)
Beginilah firman TUHAN semesta alam: Aku akan membalas apa yang dilakukan orang
Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka,
ketika orang Israel pergi dari Mesir.
(15:3)
Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada
padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya,
laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu
maupun domba, unta maupun keledai."
Yang
harus didengar oleh raja Saul adalah perintah Allah, yaitu; menumpas habis
orang Amalek, dimulai dari rajanya sampai kepada rakyatnya, laki-laki
perempuan, tua muda, kecil besar, sampai kepada ternaknya. Inilah perintah
Tuhan yang harus didengar oleh raja Saul.
Mengapa
Allah berencana untuk menumpas Amalek? Allah bukan tanpa alasan untuk menumpas
orang Amalek? Alasannya: Amalek menghalang-halangi perjalanan bangsa Israel
ketika di padang gurun. Jadi Allah bukan tanpa alasan untuk menumpas habis
orang Amalek.
Padang
gurun adalah jalan salib, via dolorosa yang harus kita tempuh, tidak boleh menempuh
jalan lain.
Sesungguhnya,
antara Mesir dan Kanaan, jaraknya tidak jauh / dekat sekali jika melewati
daerah Filistin. Tetapi Tuhan tidak menginginkan bangsa Israel melewati jalan
pintas, harus melewati jalan salib.
Jalan
pintas adalah jalan Setan. Filistin gambaran dari Setan. ketika Yesus
memberitahukan bahwa Ia harus menanggung penderitaan, Simon Petrus menarik
Yesus ke samping dan berkata: Sekali-kali takkan menimpa Engkau, tetapi Yesus
berkata enyah kau Iblis. Setiap anak Tuhan harus menempuh jalan salib, kalau
tidak, disebut anak Setan.
Tetapi
tadi kita lihat, Amalek menghalang-halanginya. Banyak pelayanan gereja di akhir
zaman ini menghalangi jalan salib dengan cara memberitakan firman yang
ditambahkan dan dikurangkan, menggunakan metode ini dan itu supaya terjadi
pertumbuhan jiwa, sampai tidak berani mengoreksi dosa sidang jemaat.
Saya
masih ingat; diawal pelayanan di Serang Cilegon, saya juga membaca buku ini,
buku itu, supaya jiwa bertambah-tambah. Saya kira itu tidak salah, tetapi tidak
ada artinya. Gereja Tuhan tidak ada artinya menggunakan konsep ini dan itu,
metode ini dan itu, kalau tidak menempuh jalan salib.
Saya
kaget dan ngeri mendengar kotbah dari Seorang hamba Tuhan mengenai mengasihi
Tuhan dengan segenap hati itu salah, sebab katanya
itu adalah: kotbah padang gurun maksudnya bukan kasih karunia. Saya ngeri
sekali mendengarnya. Saya berdoa supaya Tuhan meluruskan dia.
Tetapi
kita telah diajar dengan seksama untuk melihat jalan Salib, kita diajar untuk
mengikuti jalan Salib.
Tidak
ada waktu lagi untuk bermain-main, Tuhan mau datang, tidak boleh liar, tidak
boleh memberontak, tidak boleh membantah. Tugas saya sebagai gembala
memperhatikan kawanan domba-domba / sidang jemaat , maka saya juga harus
dengar-dengaran di bawah kaki Tuhan, itulah yang dilakukan Musa selama 40 hari
40 malam di gunung Tuhan.
Demikian
juga perjalanan bangsa Israel di padang gurun selama 40 tahun, itu juga
berbicara tentang tamatnya daging, tetapi Amalek menghalangi perjalanan bangsa
Israel, sehingga menjadi sandungan terhadap rencana Allah yang besar.
Kalau
ada kekurangan kami mohon didoakan, jangan turuti kekurangan kami, supaya
jangan menjadi Amalek rohani, jangan menjadi batu sandungan, jangan menjadi
penghalang, dalam rangka pembangunan tubuh Kristus yang sempurna menjadi
pengantin perempuan.
Matius
16: 21-23
(16:21)
Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus
pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua,
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari
ketiga.
(16:22)
Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan,
kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa
Engkau."
(16:23)
Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau
suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan
Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Kalau
menghalang-halangi jalan salib adalah pekerjaan Iblis/Setan yang harus
disingkirkan, sebab kebenaran harus ditegakkan.
Oleh
sebab itu dengan tidak segan-segan Yesus berkata kepada Petrus: "Enyah Kau
Iblis."
Simon
Petrus memang bukan Setan tetapi ia mengikuti atau menganut ajaran setan.
Menolak
jalan salib / menghalang-halangi jalan salib = batu sandungan.
Mengapa
dia menjadi batu sandungan? Penyebabnya karena ia memikirkan apa yang
dipikirkan manusia bukan pikiran Allah.
Simon
Petrus memikirkan apa yang dipikirkan manusia, berarti ia menggunakan logika,
sehingga ia tidak memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah.
Yohanes
3: 16, begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga ia mengorbankan
Anak-Nya yang tunggal sehingga dunia ini memperoleh selamat.
Apakah
Saul memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah atau memikirkan apa yang
dipikirkan manusia?
1 Samuel
15: 4, 7-9
(15:4)
Lalu Saul memanggil rakyat berkumpul dan memeriksa barisan mereka di Telaim:
ada dua ratus ribu orang pasukan berjalan kaki dan sepuluh ribu orang Yehuda.
(15:7)
Lalu Saul memukul kalah orang Amalek mulai dari Hawila sampai ke Syur, yang di
sebelah timur Mesir.
(15:8)
Agag, raja orang Amalek, ditangkapnya hidup-hidup, tetapi segenap rakyatnya
ditumpasnya dengan mata pedang.
(15:9)
Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu
yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau
mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang
buruk, itulah yang ditumpas mereka.
-
Saul membiarkan Agag raja Amalek hidup-hidup sementara semua
rakyatnya ditumpas habis.
-
Saul membiarkan bangsa Israel mengambil jarahan dari lembu sapi,
kambing domba yang tambun tetapi menumpas binatang yang buruk rupa.
Kesimpulannya:
Saul tidak dengar-dengaran, tidak mendengar suara Tuhan.
-
Agag raja Amalek gambaran dari Iblis/Setan, itulah roh jahat dan roh najis,
-
Binatang yang tambun à daging dengan segala hawa nafsunya.
Seharusnya
semua itu harus ditumpas, tanpa terkecuali.
Oleh
sebab itu, jangan gunakan perasaan & logika untuk ikut Tuhan. Kalau Tuhan
berfirman, dengar dan lakukan saja.
Yesus Gembala
Agung, kita adalah kawanan domba-Nya; dengar dan ikuti... (Yohanes 10:2-4).
Saul
tidak dengar-dengaran, padahal dia adalah Raja yang seharusnya pertama-tama
dengar-dengaran.
Berarti,
kesimpulannya Saul tidak layak menjadi raja.
1 Samuel
15: 10-11
(15:10)
Lalu datanglah firman TUHAN kepada Samuel, demikian:
(15:11)
"Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah
berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." Maka sakit
hatilah Samuel dan ia berseru-seru kepada TUHAN semalam-malaman.
Tuhan
sangat menyesal, hati Tuhan terlukai, itu bisa terlihat dari sakit hati Samuel,
sehingga berserulah Samuel kepada Tuhan semalam-malaman, supaya Allah
menyatakan kemurahan-Nya.
Saya
tidak berhenti sujud di kaki Tuhan, itulah sekolah saya sebagai gembala. Kalau
hamba Tuhan tidak sujud menyembah di kaki Tuhan = gembala upahan yang hanya
mengikuti langkah-langkah kaki sendiri.
Inilah
hati seorang hamba; terus berusaha melunakkan hati Tuhan. Sering kali kita
membuat Tuhan menyesal oleh karena pola dan tingkah yang tidak sesuai di hadapan
Tuhan, namun kita merasa lebih baik dan suci, lebih mendengar suara hati dan
lebih menggunakan logika.
Ayo kita
belajar melihat ini semua, betapa sakitnya dan pilunya hati Tuhan hanya karena
tidak dengar-dengaran.
Ciri –
ciri bila tidak mendengarkan suara Tuhan:
Yang
pertama
1 Samuel
15: 12-13
(15:12)
Lalu Samuel bangun pagi-pagi untuk bertemu dengan Saul, tetapi diberitahukan
kepada Samuel, demikian: "Saul telah ke Karmel tadi dan telah didirikannya
baginya suatu tanda peringatan; kemudian ia balik dan mengambil jurusan ke
Gilgal."
(15:13)
Ketika Samuel sampai kepada Saul, berkatalah Saul kepadanya: "Diberkatilah
kiranya engkau oleh TUHAN; aku telah
melaksanakan firman TUHAN."
Saul
merasa bahwa ia telah melakukan firman Tuhan = kebenaran menurut perasaan
daging.
Banyak
anak-anak Tuhan yang demikian, tidak dengar-dengaran tetapi merasa sudah
melakukan firman Tuhan, merasa diri benar, merasa diri baik, merasa diri suci.
Ia tidak membuktikan diri dengar-dengaran kepada Gembala Agung, tetapi merasa
telah melakukan apa yang Tuhan inginkan.
Yang
kedua
1 Samuel
15: 14-15
(15:14)
Tetapi kata Samuel: "Kalau begitu apakah bunyi kambing domba, yang sampai
ke telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang kudengar itu?"
(15:15)
Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat
menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk
mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami
tumpas."
Saul
membiarkan lembu sapi, kambing domba yang tambun hidup dengan satu alasan untuk
mempersembahkan korban kepada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa Saul berdalih,
suka mencari alasan.
1 Samuel
15: 16-17
(15:16)
Lalu berkatalah Samuel kepada Saul: "Sudahlah! Aku akan memberitahukan kepadamu
apa yang difirmankan TUHAN kepadaku tadi malam." Kata Saul kepadanya:
"Katakanlah."
(15:17)
Sesudah itu berkatalah Samuel: "Bukankah engkau, walaupun engkau kecil
pada pemandanganmu sendiri, telah menjadi kepala atas suku-suku Israel? Dan
bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas Israel?
Tuhan
sudah mengurapi Saul menjadi raja, menjadi pemimpin, menjadi gembala atas
Israel = ditinggikan di tempat tinggi, seharusnya Saul; mendengar perintah
Tuhan dan melakukannya. Tetapi Saul tidak dengar-dengaran, dan Tuhan pun
menyesal.
1 Samuel
15: 18-21
(15:18)
TUHAN telah menyuruh engkau pergi, dengan pesan: Pergilah, tumpaslah
orang-orang berdosa itu, yakni orang Amalek, berperanglah melawan mereka sampai
engkau membinasakan mereka.
(15:19)
Mengapa engkau tidak mendengarkan suara TUHAN? Mengapa engkau mengambil jarahan
dan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN?"
(15:20)
Lalu kata Saul kepada Samuel: "Aku memang mendengarkan suara TUHAN dan
mengikuti jalan yang telah disuruh TUHAN kepadaku dan aku membawa Agag, raja
orang Amalek, tetapi orang Amalek itu sendiri telah kutumpas.
(15:21)
Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang
terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban
kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal."
Di sini
kita melihat kekerasan hati dari pada Saul; ia masih saja berdalih mencari
alasan.
Seharusnya
kalau memang Saul salah, ia segera mengakui kesalahannya, tetapi karena
kekerasan hatinya, ia masih berdalih mencari alasan untuk membenarkan dirinya,
betul-betul Saul, seorang yang keras hati.
Dari
perjumpaan pertama ia berdalih mencari alasan, juga untuk yang kedua kalinya ia
berdalih mencari alasan.
Menjadi
gembala/hamba Tuhan tidak gampang, harus tetap mengikuti jalan salib, sabar
menghadapi orang keras hati dan tidak boleh kompromi.
Banyak
di antara kita yang memberontak ketika kebenaran dinyatakan. Samuel juga harus
sabar, tidak boleh berbantah-bantah supaya sampai di tanah yang dijanjikan.
Kesimpulannya;
suka mencari alasan, suka berdalih = keras hati.
1 Samuel
15: 22
(15:22)
Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan
korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya,
mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik
dari pada lemak domba-domba jantan.
Perlu
untuk diketahui:
-
“Mendengarkan lebih baik dari pada korban
sembelihan.”
Korban sembelihan: jiwa yang
hancur hati yang patah dan remuk..(Mazmur 51:19). Tetapi sekalipun tubuh
hancur hangus terbakar, tetapi kalau tidak ada kasih, itu tidak ada artinya.
Kalau saudara tidak mampu mendengar suara Tuhan, itu semua tidak ada artinya.
-
“Memperhatikan suara Tuhan lebih baik dari
pada lemak domba-domba jantan.”
Lemak-lemak yang dipersembahkan
di atas mezbah korban bakaran adalah puji-pujian (nyanyian) kepada Tuhan.
Puji-pujian tidak lebih
berharga dari memperhatikan, mendengar suara Tuhan.
Banyak gereja Tuhan, dimana
pemimpin pujian, pemain musik, jemaat dengan luar biasa memuji Tuhan, tetapi
saat firman disampaikan mereka berada di luar gereja, pelayanan tidak ada
artinya kalau tidak mendengar dan tidak memperhatikan suara Tuhan.
Saya tidak suka saat beribadah
memuji Tuhan lalu tos sana sini, jingkrak sana sini, salam sana sini dengan
tujuan untuk menyatakan kasih.
Kalau dalam ibadah menjadi
imamat, Lewi untuk menyatakan kasih, di luaran sana maukah menjadi Samaria
menolong orang yang menderita?
Jadi, bukan soal
puji-pujiannya, perhatikan suara Tuhan, itu nomor satu.
Menyesallah kalau masih mendengar
suara daging, suara najis, suara yang lain.
Akibat
tidak dengar-dengaran.
1 Samuel
15: 23
(15:23)
Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama
seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman
TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja."
1. Dikuasai
oleh roh pendurhakaan, seperti anak yang memberontak kepada ayahnya.
Pendurhakaan setara dengan dosa
bertenung, berarti mencari ramalan-ramalan ke tukang ramal untuk melihat masa
depannya seperti apa, melihat masa depan di zodiak/perbintangan itu adalah roh
tenung.
Masa depan kita di tangan
Tuhan, bukan pada ramalan.
2. Dikuasai
kedegilan/kekerasan hati =
menyembah berhala dan terafim (mendirikan patung).
Seringkali kita membuat patung,
misalnya mempertahankan harga diri. Jangan dirikan patung bagi dirimu, jangan
pertahankan harga diri.
Jadi,
dosa tidak dengar-dengaran itu sangat fatal akibatnya.
Menurut
ukuran manusia, Saul itu benar, tidak salah dilihat dari alasannya. Tetapi
kalau kita menggunakan ukuran Tuhan, ternyata banyak salahnya, dia adalah orang
yang keras hati, degil.
Sangat
mengerikan sebetulnya. Maka seringkali saya katakan: dengar-dengaran saja.
Saya
juga kalau tidak dengar-dengaran sangat mengerikan. Kalau suami isteri tidak
dengar-dengaran kepada suara Tuhan, maka anak tidak bisa diatur. Demikian juga
kalau gembala suami-isteri tidak bisa satu, maka jemaat tidak akan bisa
mendengar suara gembala Agung.
Semua
saya lihat satu per satu, tidak ada yang tidak saya lihat, tetapi saya tidak
boleh putus asa ketika melihat ketidakbenaran, supaya kerinduan yang terbesar
terwujud yaitu terwujudnya pembangunan tubuh Kristus.
1 Samuel
15: 24
(15:24)
Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi
titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku
mengabulkan permintaan mereka.
Saul
masih kompromi dengan suara daging, buktinya: takut kepada rakyat.
Jangan
gunakan akal pikiran, jangan dengar suara daging, supaya tidak kompromi dengan suara
daging.
1 Samuel
15: 25
(15:25)
Maka sekarang, ampunilah kiranya dosaku; kembalilah bersama-sama dengan aku,
maka aku akan sujud menyembah kepada TUHAN."
Kemudian,
dia minta ampun atas segala dosanya, tetapi ini adalah minta ampun yang tidak
benar karena menggunakan syarat: “Kembalilah
bersama-sama dengan aku, maka aku akan sujud menyembah kepada TUHAN”
Untuk
menyembah Tuhan, tidak perlu menggunakan syarat sebab Dia adalah Allah Abraham,
Ishak, Allah Yakub, Allah yang hidup, hanya kepada Dia kita beribadah dan
berbakti. Kalau menggunakan syarat, ini adalah pengakuan dosa yang tidak benar,
pengakuan dosa yang tidak tulus ikhlas.
Biarlah
kita bercermin kepada firman Tuhan.
1 Samuel
15: 26
(15:26)
Tetapi jawab Samuel kepada Saul: "Aku tidak akan kembali bersama-sama
dengan engkau, sebab engkau telah menolak firman TUHAN; sebab itu TUHAN telah
menolak engkau, sebagai raja atas Israel."
Samuel
tidak mau kembali kepada Saul karena Saul terlebih dahulu menolak firman, ia
tidak dengar-dengaran terhadap suara Tuhan, tidak pantas menjadi raja, tidak
pantas menjadi pemimpin.
1 Samuel
15: 27-28
(15:27)
Ketika Samuel berpaling hendak pergi, maka Saul memegang punca jubah Samuel,
tetapi terkoyak.
(15:28)
Kemudian berkatalah Samuel kepadanya: "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu
jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang
lain yang lebih baik dari padamu.
Akhirnya,
Tuhan mengoyakkan jabatan raja atas Israel pada hari itu juga, seperti tangan
Saul mengoyakkan punca jubah Samuel, jubah imam besar.
Jubah
yang maha indah yang dikenakan oleh Yesus tidak dibagi-bagi, tidak dikoyakkan,
supaya dengan jubah imam besar itu kita menjadi satu dengan Dia, seperti Dia
satu dengan Bapa.
Kalau
melayani, tidak boleh membuat suatu perpecahan, baik oleh karena dosa kejahatan
atau kenajisan.
Kesimpulannya;
Saul menolak firman sehingga ia tidak dengar-dengaran.
Tetapi
dari sisi lain, Samuel berani menunjuk dosa raja Saul, raja yang besar, itulah
firman nubuatan, firman para nabi, berani menunjuk-nunjuk dosa = mengoreksi,
menyelidiki, segala yang terkandung di dalam hati.
Kalau
dikaitkan dengan pola Tabernakel 5 jabatan terkena pada 5 jari, dan jabatan
nabi terkena pada jari telunjuk yang menunjuk-nunjuk dosa.
Samuel
berani menunjuk dosa Saul, raja yang besar. Ini suatu pertanyaan yang harus
kita ketahui, pendeknya, kenapa samuel berani menunjuk dosa?
Jalan
keluar.
1 Samuel
3: 4-8
(3:4)
Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!", dan ia menjawab: "Ya,
bapa."
(3:5)
Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa
memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah
kembali." Lalu pergilah ia tidur.
(3:6)
Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuel pun bangunlah, lalu pergi
mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?"
Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali."
(3:7)
Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.
(3:8)
Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah,
lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa
memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa TUHANlah yang memanggil anak
itu.
Tuhan
memanggil Samuel sebanyak tiga kali dan Samuel selalu menjawab ya bapa artinya:
Samuel mendengar suara Tuhan = dengar-dengaran.
Kesimpulannya;
kalau samuel berani menunjuk-nunjuk dosa karena ketidakdengar-dengaran saul itu
karena samuel sudah terlebih dahulu dengar-dengaran.
Ketika
saya menghimbau supaya tekun dalam 3 macam ibadah pokok, itu karena saya sudah
terlebih dahulu melakukan itu.
Banyak
contoh yang baik yang saya tunjukkan kepada saudara, misalnya; soal
persepuluhan, berarti saya terlebih dahulu dengar-dengaran soal persepuluhan,
tetapi terkadang saudara memberontak.
Tiga
kali mendengar suara TUhan.
-
Dengar-dengaran pertama = dengar-dengaran kepada bapa jasmani.
-
Dengar-dengaran kedua = dengar-dengaran kepada bapa rohani (gembala sidang).
-
Dengar-dengaran ketiga = dengar-dengaran kepada bapa di sorga.
Kalau
dengar-dengaran, yang keluar dari mulut hanya ada kata ya bapa.
Bayangkan
pada saat tidur lalu dipanggil namun ternyata imam Eli tidak memanggil bukankah
itu sangat mengganggu.
Tetapi
kalau seseorang dengar-dengaran, dari mulutnya hanya ada kata ya, tidak ada
kata tidak = tidak bersungut-sungut.
Dalam 2
korintus 1, rasul Paulus tidak serampangan dalam hal merencanakan suatu rencana
di tengah-tengah ibadah pelayanannya di hadapan Tuhan.
Serampangan
artinya; ya dan tidak. Kalau melayani Tuhan sungguh-sungguh, tidak boleh
setengah-setengah, tidak boleh serampangan (ya dan tidak).
2
Korintus 1: 17-18
(1:17)
Jadi, adakah aku bertindak serampangan dalam merencanakan hal ini? Atau adakah
aku membuat rencanaku itu menurut keinginanku sendiri, sehingga padaku serentak
terdapat "ya" dan "tidak"?
(1:18)
Demi Allah yang setia, janji kami kepada kamu bukanlah serentak "ya"
dan "tidak".
Rasul
Paulus melayani tidak serentak ya dan tidak = tidak serampangan.
Kalau
dengar-dengaran hanya berkata: ya, tidak berani berbantah-bantah apalagi kepada
hamba Tuhan yang diutus.
2
Korintus 1: 19
(1:19)
Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah
kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah "ya" dan
"tidak", tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada "ya".
Di dalam
Kristus hanya ada ya, pendeknya kalau dengar-dengaran, firman Allah berkuasa
untuk menghapus / melenyapkan kemustahilan.
Dalam Kolose 1:15, “Seluruh kepenuhan Allah berkenan
diam di dalam Dia” dan itu
adalah bagian kita apabila berkata ya.
Kalau
kita dengar-dengaran, maka yang keluar dari mulut adalah ya, maka seluruh
kepenuhan Allah menjadi bagian kita, sebab Kristus adalah ya.
2
korintus 1: 20
(1:20) Sebab Kristus adalah "ya"
bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan
"Amin" untuk memuliakan Allah.
Kristus
adalah ya bagi semua janji Allah, oleh sebab itu rasul Paulus hanya
menceritakan tentang Kristus yang disalibkan, bukan firman yang ditambahkan dan
dikurangkan.
Yesus
tiga kali menaikkan doa dalam Matius 26 supaya cawan Allah berlalu, tetapi pada
akhirnya ia berkata kehendakMu yang jadi = ya.
Oleh
sebab itu, biarlah kita mengatakan amin dengan tujuan untuk memuliakan Allah.
Amin
artinya; benar, pasti dan sungguh. Supaya nubuatan firman tergenapi dalam
kehidupan kita, maka biarlah kita mengatakan amin.
Syarat
dengar-dengaran.
1 Samuel
3: 1-3
(3:1)
Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli. Pada masa
itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering.
(3:2)
Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan
baik, sedang berbaring di tempat tidurnya.
(3:3)
Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci
TUHAN, tempat tabut Allah.
1. Kita
berada di dalam kandang penggembalaan ini, dibutuhkan penyerahan diri secara
total, terlebih imam-imam, dibutuhkan penyerahan diri sepenuhnya, “seperti Samuel yang
muda itu menjadi pelayan Tuhan di bawah pengawasan imam Eli.”
Saudara sangat berharga di mata
saya apalagi dimata Tuhan, oleh sebab itu harus menyerahkan diri secara total.
Samuel yang masih kecil saja
bisa menyerah, bagaimana dengan kita? ini adalah tantangan bagi kita.
Menyerah berarti membuka pintu
bagi Tuhan. Kalau belum menyerah = menutup pintu bagi Tuhan oleh karena
kekerasan hati, daging, seperti mempelai perempuan, tidur tidak tidur, bangun
tidak bangun, masih suam-suam.
2. “Lampu
rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN,
tempat tabut Allah.”
Ini menunjuk kepada pengalaman
kematian.
Pengalaman kematian berarti
daging tidak bersuara. Tetapi tiga hari kemudian Yesus bangkit, menjadi manusia
baru, kita boleh merasakan segala berkat dan kemurahan hati Tuhan.
Ketika kita mengalami kematian,
daging merosot, bau, tidak disukai orang, itulah pengalaman kematian. Tetapi
pada saat di dalam pengalaman kematian, di situlah Tuhan menyatakan
kemurahan-kemurahan-Nya.
Apa yang tak pernah didengar,
yang tak pernah timbul di dalam hati, apa yang tak pernah dipikirkan manusia,
itu yang diberikan Tuhan kepada mereka yang mengasihi Dia, unik tidak terselami
oleh akal pikiran manusia.
Pengalaman kematian betul-betul
bau, sampai orang tidak suka.
Saya tahu kebanyakan orang
menghindari pengalaman kematian, tetapi kapan kita mengalami kebangkitan kalau
kematian dihindari.
Sesungguhnya, pengalaman kematian
tidak lama, hanya 3 hari saja, sementara kebangkitan itu sifatnya kekal. Yang
membuat lama adalah hati, pikiran, logika kita, daging masih bersuara =
setengah mati = susah dan menderita.
1 Samuel
3: 19-21
(3:19)
Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari
firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.
(3:20)
Maka tahulah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah
dipercayakan jabatan nabi TUHAN.
(3:21)
Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di Silo, sebab Ia menyatakan diri di
Silo kepada Samuel dengan perantaraan firman-Nya.
Akhirnya,
Samuel dipercayakan jabatan nabi, dipercayakan untuk menunjuk dosa termasuk
dosa raja Saul, sampai pada akhirnya Tuhan menampakkan diri di Silo. Tuhan
mempercayakan pembukaan rahasia firman Tuhan.
Tuhan
mempercayakan pembukaan rahasia firman di kandang penggembalaan ini karena kita
terus dengar-dengaran.
Jangan
keraskan hati, jangan tutup pintu hati bagi Dia.
Jangan
dihindari walaupun sakit. Pengalaman kematian itu unik, dan oleh karena
pengalaman kematian Tuhan menyatakan kasih karunia demi kasih karunia-Nya,
Amin.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
firman;
Gembala
Sidang: Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment