IBADAH
RAYA MINGGU, 04 SEPTEMBER 2016
“WAHYU PASAL LIMA”
(Seri 4 )
Subtema : BERTANDUK TUJUH DAN BERMATA TUJUH.
Shalom...!
Selamat
malam, salam sejahtera, salam dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.
Oleh
karena kasih-Nya, kita dapat melangsungkan Ibadah Raya Minggu disertai dengan
kesaksian.
Segera
kita memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari Wahyu 5.
Wahyu 5:6
(5:6) Maka aku melihat di tengah-tengah
takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor
Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh:
itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi.
Di
tengah-tengah takhta itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh.
Seperti telah disembelih ada hubungannya
dengan tugas imam besar, yaitu memperdamaikan dosa sesamanya kepada Tuhan,
bukan untuk mengungkit-ungkit, menambah-nambahkan dosa sesamanya, tetapi harus
memperdamaikan dosa sesama kepada Tuhan.
Biarlah kita datang dan mendekat kepada
Anak Domba yang telah disembelih itu, supaya juga turut disembelih, yaitu
menjadi pendamaian terhadap dosa manusia.
Setiap satu kali setahun imam besar Harun
membawa darah domba jantan dan domba lembu jantan muda, dan membawa darah itu
sampai ke Ruangan Maha Suci, lalu di situ diadakan tujuh kali percikan darah di
atas tutup pendamaian dan tujuh kali percikan di depan Tabut perjanjian.
- Tujuh kali percikan darah di atas tutup pendamaian, artinya:
sengsara Yesus karena dosa manusia.
- Tujuh kali percikan darah di depan Tabut perjanjian, artinya:
sengsara sebagai penyucian yang dialami oleh gereja Tuhan untuk mencapai
kesempurnaan sebagai Mempelai Perempuan Anak Domba Allah.
Memang, tanpa percikan darah, seseorang
tidak akan pernah mengalami penyucian yang sampai pada kesempurnaan.
Percikan darah, berarti; menanggung
penderitaan yang tidak harus ia tanggung, sehingga dengan demikian kita layak
untuk menjadi pendamaian terhadap dosa sesama di mana pun kita berada.
Di sini kita melihat; Anak Domba yang telah
disembelih itu bertanduk tujuh dan bermata
tujuh.
Terlebih dahulu
kita memperhatikan: BERTANDUK TUJUH.
Tanduk, artinya; kuasa. Tujuh, artinya;
sempurna.
Bertanduk tujuh, arti rohaninya; kuasa Allah yang sempurna.
Kuasa Allah yang sempurna ini bisa menjadi
bagian dalam hidup kita bagaikan tanduk-tanduk yang ada pada Mezbah Korban
Bakaran, berarti senantiasa bersama-sama dengan sengsara salib, bahkan satu di
dalam pengalaman kematian Yesus Kristus.
Pendeknya; pengalaman bersama dengan Yesus
Kristus adalah kuasa
kesaksian.
Wahyu 12:10-11
(12:10)
Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: "Sekarang telah
tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang
diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita,
yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita.
(12:11) Dan
mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan
kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke
dalam maut.
Kuasa kesaksian bukan hanya mengalahkan
ujian, cobaan, dan dakwaan, tetapi mengalahkan sampai kepada sumbernya yaitu
Iblis atau Setan.
Kuasa kesaksian sumbernya dari sengsara
salib dan pengalaman bersama dengan kematian Yesus Kristus.
Mereka yang mengikuti Anak Domba itu tidak
mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut = sangkal diri pikul salib.
Sengsara salib dan pengalaman kematian itu
merupakan kuasa kesaksian dan itulah tanduk-tanduk pada sudut-sudut Mezbah Korban
Bakaran.
Roma
8:35-36
(8:35) Siapakah yang akan memisahkan kita
dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan,
atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?
(8:36) Seperti ada tertulis: "Oleh
karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap
sebagai domba-domba sembelihan."
Di tengah-tengah pelayanannya kepada Tuhan,
Rasul Paulus harus mengalami tujuh perkara yaitu:
(1) Penindasan, (2) Kesesakan, (3)
Penganiayaan, (4) Kelaparan, (5) Ketelanjangan, (6) bahaya, (7) Pedang.
Bahkan oleh karena Anak Domba Allah, dia
ada dalam bahaya maut sepanjang hari sampai akhirnya dia dianggap sebagai
domba-domba sembelihan, inilah kuasa kesaksian.
Roma 8:37
(8:37) Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada
orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.
Tetapi dalam semua itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, bukan hanya menang tetapi lebih daripada orang-orang menang = super menang, oleh karena kuasa kesaksian.
Tidak ada kekuatan kita untuk menghadapi
ujian, cobaan, dakwaan, kalau tidak bersama dengan sengsara salib dan
pengalaman kematian Yesus Kristus.
Jangankan menghadapi Setan, ujian saja bisa
kalah setiap hari. Ujian itu datangnya silih berganti, ujian yang satu belum
selesai muncul ujian yang kedua, bahkan ujian yang kedua belum selesai muncul
ujian yang ketiga, terus silih berganti. Tetapi itu harus dihadapi sampai kita
memperoleh kemenangan.
Tetapi disini sudah jelas, mereka yang
dalam sengsara salib dan dalam pengalaman kematian lebih dari orang-orang
menang, menjadi super pemenang oleh karena darah Anak Domba.
Masalah tidak bisa diselesaikan dengan
fasih lidah, kepintaran, kekuatan, harta dan kekayaan.
Kita hanya bisa mengalahkan masalah, ujian,
pencobaan, sampai pada sumber dari pada masalah (Iblis/Setan) hanya oleh karena
darah Anak Domba itulah yang disebut dengan sengsara salib dan pengalaman
kematian, itulah tujuh tanduk.
1 Korintus 1:18
(1:18) Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah
kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan
pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.
Supaya kita tetap berada dalam pengalaman
kematian, mau tidak mau kita harus menerima pemberitaan firman tentang salib
Kristus.
Bagi mereka yang akan binasa, pemberitaan
firman tentang salib adalah suatu kebodohan, tapi bagi kita yang diselamatkan,
pemberitaan firman tentang salib adalah kekuatan Allah, dan itulah kekuatan
kita.
1 Korintus 1:22-23
(1:22) Orang-orang
Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,
(1:23)
tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu
batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.
Orang-orang yang di luar Tuhan, itulah manusia daging yang
hidup secara manusia duniawi, menganggap ibadah yang disertai dengan salib
adalah suatu kebodohan.
Sehingga tidak sedikit orang melihat ketekunan dalam tiga
macam ibadah pokok ini adalah suatu kebodohan, bukan saja orang-orang luaran
sana, bahkan mungkin orang-orang yang terdekat dengan kita pun melihat
ketekunan dalam tiga macam ibadah pokok yang kita jalankan adalah suatu
kebodohan.
1 Korintus 1:24
(1:24) tetapi
untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus
adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.
Tapi bagi mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun
orang bukan Yahudi (kafir), Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.
Rasul Paulus tidak bermegah ketika diangkat ke tingkat yang
ketiga dari sorga yang disebut dengan Firdaus. Pada saat itu dia menerima
penglihatan-penglihatan, dan penyataan-penyataan yang luar biasa dari Allah,
dan dia mendengarkan perkataan-perkataan yang tidak dapat
diucapkan oleh siapapun.
Namun sekalipun demikian, dia tidak bermegah. Sebetulnya itu
merupakan perkara yang rohani.
Secara logika, wajar saja jika Rasul Paulus bermegah atas
perkara rohani itu, tetapi dalam hal itupun ia tidak mau bermegah selain
bermegah atas kelemahan-kelemahannya, dia bermegah atas sengsara salib.
Ini adalah hamba Tuhan yang luar biasa dan contoh teladan
seperti ini patut kita ikuti supaya kita juga memiliki kuasa kesaksian yang
memberi kemenangan bahkan super menang dari tujuh tanduk.
Dahulu di dalam kebodohan kita suka bermegah oleh karena
perkara lahiriah, saatnya sekarang untuk bermegah oleh karena sengsara salib
saja.
2 Korintus 12:1-4
(12:1) Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu
tidak ada faedahnya, namun demikian aku hendak memberitakan penglihatan-penglihatan
dan penyataan-penyataan yang kuterima dari Tuhan.
(12:2) Aku
tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau--entah di dalam
tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang
mengetahuinya--orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.
(12:3) Aku juga tahu tentang orang itu, entah di dalam tubuh
entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya.
(12:4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar
kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
Rasul Paulus diangkat ke tingkat yang
ketiga dari sorga yang disebut dengan Firdaus, di situ ia mendapatkan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan
yang luar biasa dari Tuhan,
kemudian ia mendengarkan
kata-kata yang tidak boleh diucapkan oleh manusia.
Dia hendak bermegah, tetapi bagi dia itu tidak ada faedahnya
sekalipun ini sesuatu yang luar biasa untuk dibanggakan. Ini adalah perkara rohani yang luar biasa yang tidak
dapat dialami banyak orang.
2 Korintus 12:5
(12:5) Atas orang itu aku hendak bermegah, tetapi atas
diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku.
Ia tidak bermegah atas kelebihan-kelebihan
yang ia dapat dari Tuhan selain bermegah atas kelemahan-kelemahannya, bermegah
atas sengsara salib.
Kalau yang diberitakan adalah salib,
banggalah, karena itulah yang benar. Jadi, jangan bangga atas pemberitaan yang
lain-lain, firman yang ditambahkan dan yang dikurangkan.
Oleh sebab itu, di tengah-tengah
pemberitaan Firman tentang salib, apabila mungkin secara to the point menunjuk dosa, tidak usah
bersungut-sungut, justru kita berbangga, bermegah atas kelemahan-kelemahan itu
sendiri.
2 Korintus 12:6
(12:6) Sebab sekiranya aku hendak bermegah
juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran.
Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan
kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar
dari padaku.
Suka bermegah adalah suatu perbuatan yang
bodoh. Sebab itu Rasul Paulus tidak mau bermegah sekalipun ia memiliki
kelebihan-kelebihan yang luar biasa. Dia berusaha untuk menahan diri supaya
jangan ada orang yang menghitungkan kepadanya lebih dari apa yang mereka lihat
atau lebih dari apa yang mereka dengar.
Kalau bermegah/berbangga diri, namun tidak
sesuai dengan perkataan dan perbuatan, nanti kita sendiri yang malu, sudah
terlanjur membesar-besarkan diri tetapi ternyata tidak sesuai dengan apa yang
mereka dengar dan mereka lihat.
2 Korintus 12:7
(12:7) Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena
penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam
dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku
jangan meninggikan diri.
Justru sebaliknya, di dalam tubuh Rasul
Paulus diberi suatu duri dalam dagingnya, yaitu utusan Iblis untuk menggocoh
dia, tujuannya: supaya ia jangan meninggikan diri.
Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu
sebelum menikah, saya jatuh sakit tifus (tipes) dan itu cukup lama sekali,
bertahun-tahun lamanya.
Sekali waktu saat seorang Hamba Tuhan
berkunjung, ia berkata bahwa sakit yang saya alami itu adalah duri dalam daging
supaya jangan sombong.
Saat itu, betul-betul saya digocoh hebat
sampai saya sempat protes kepada Tuhan Yesus, dan berkata: “Tuhan mengapa begini, kenapa saya harus
menanggung penderitaan yang seperti ini? Di dalam kekurangan (hal materi),
justru aku digocoh dengan sakit tipes seperti ini, kenapa bertahun-tahun
seperti ini, Tuhan?”
Tetapi sakit itu terus saya alami dari
tahun ke tahun, terkhusus dari tahun 2005 sampai 2007 akhir.
Dan pada akhirnya saya menyerah sendiri dan
saya berkata: "Tuhan, jika saya
diberi kesempatan untuk melayani, cukuplah itu bagiku.” Saya tidak mau lagi
protes. Tetapi ternyata itu cara Tuhan supaya saya jangan meninggikan diri.
Dan kalau kita mengalami gocohan yang hebat
anggap saja itu duri dalam daging yang tidak perlu dicabut-cabut supaya kita
jangan bermegah dan meninggikan diri lagi.
2 Korintus 12:8
(12:8) Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada
Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.
Rasul Paulus tiga kali menaikkan permohonan supaya duri dalam daging,
yaitu utusan Iblis yang menggocoh itu, mundur dari dirinya.
2 Korintus 12:9
(12:9) Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."
Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa
Kristus turun menaungi aku.
Justru di dalam kelemahan kuasa Allah
sempurna. Kita memiliki kuasa kesaksian yang sumbernya dari tujuh tanduk.
Itu sebabnya Rasul Paulus terlebih suka
bermegah di dalam kelemahannya, supaya kuasa kesaksian, kuasa Kristus turun
menaungi dia.
Bukankah ini yang kita damba-dambakan
sesungguhnya, supaya kuasa Kristus, kuasa kesaksian turun menaungi kita?
Berarti, tujuh tanduk ini adalah perlindungan,
kekuatan dan kota benteng yang teguh bahkan lebih dari pada itu.
Mazmur 18:3
(18:3) Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan
penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk
keselamatanku, kota bentengku!
Tujuh tanduk, yaitu kuasa kesaksian,
menjadi tanduk keselamatan, menjadi kota benteng, menjadi perlindungan, menjadi
keselamatan.
Jangan bernaung di bawah Mesir, jangan
pergi ke Mesir untuk meminta pertolongan kepada kuda-kudanya, kepada kereta-keretanya.
Bernaunglah di bawah perlindungan tujuh tanduk yang juga disebut tanduk
keselamatan, kota benteng yang teguh, tempat perlindungan dan keselamatan.
Dulu dalam kebodohan kita selalu
berlindung, bernaung di bawah kekuatan, kepintaran, kemampuan, harta dan kekayaan
kita dan lain sebagainya.
Itu waktu dalam kebodohan (zaman jahiliah),
tetapi tidak dengan sekarang, setelah paradigma yang lama itu dirubah oleh
kebenaran firman, sekarang kita berlindung di bawah naungan tujuh tanduk yang
ada pada pojok-pojok Mezbah Korban Bakaran, itulah sengsara salib dan
pengalaman kematian Yesus Kristus.
Mazmur 132:17
(132:17) Di sanalah Aku akan menumbuhkan sebuah tanduk
bagi Daud, Aku akan menyediakan sebuah pelita bagi orang yang Kuurapi.
Sampai kita berada di dalam terang, itulah kuasa kebangkitan dan kuasa keselamatan.
Berdiri tujuh tanduk adalah kuasa kesaksian,
juga disebut kuasa kebangkitan, kuasa keselamatan, karena berada pada terang.
Kalau melayani di dalam gelap, masih banyak
dosa yang disembunyikan, itu bukan suasana kebangkitan.
2 Korintus 12:10
(12:1) Karena itu aku senang dan rela di
dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di
dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus.
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Rasul Paulus senang, bahkan rela di dalam
kelemahan antara lain; di dalam siksaan,
di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan, tentu oleh
karena Salib Kristus.
Dampak positifnya:
Jika senang dan rela dalam kelemahan, di situlah
kita memperoleh kekuatan yang berasal dari tujuh tanduk.
Sekarang kita
memperhatikan; BERMATA TUJUH.
Bermata tujuh, itulah Roh Allah yang diutus
ke seluruh bumi, arti rohaninya; kehidupan yang diurapi oleh Roh Kudus menjadi
kesaksian, menjadi terang, menjadi pelita. Dalam Matius 6:22 mata adalah pelita, dan fungsi
pelita adalah menerangi kegelapan dosa.
Tujuh mata Allah yang diutus ke seluruh
bumi, itulah kehidupan yang diurapi menjadi kesaksian.
Bukan suatu kebetulan kalau kita diutus di
provinsi Banten ini. Tuhan mau supaya kita menjadi kesaksian, Tuhan mau supaya
kita menjadi tujuh mata Allah untuk menjadi kesaksian, menjadi terang, menjadi
pelita di mana pun kita berada, dimulai dari Yerusalem (di tengah ibadah
pelayanan ini), sampai kepada Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi. Sesuai
dengan Amanat Agung; harus menjadi kesaksian di tengah-tengah pengutusan kita,
di mana pun kita diutus.
Kehidupan yang diurapi tidak hidup menurut
perasaan manusia daging. Kalau hidup menurut perasaan manusia daging; dia
lemah, mudah goyah, karena hidup menurut perasaan manusia daging.
Sekali lagi saya tandaskan, jangan hidup
menurut perasaan manusia daging supaya kita semua menjadi kesaksian, menjadi
tujuh mata Allah, menjadi terang di tengah dunia ini.
Kalau saya ingin mencari jiwa dengan roh
najis (dengan cara-cara kenajisan) bisa dengan sekejap jiwa-jiwa bertambah,
tetapi dasarnya tidak kuat, tidak bertahan lama. Bisa saja jemaat itu bertahan
selama waktu yang ditentukan Tuhan tetapi kerohaniannya sama seperti itu, tidak
akan pernah menjadi kepala, tidak pernah naik.
Banyak gereja seperti ini, mendatangkan
jiwa-jiwa dengan pemanis-pemanis, namun tidak menjadi kesaksian, tidak menjadi
tujuh mata Allah.
Jadilah tujuh mata Allah di mana pun kita
diutus, itulah kehidupan yang diurapi oleh Roh Kudus.
Zakharia 4:2-3
(4:2) Maka berkatalah ia kepadaku: "Apa yang engkau
lihat?" Jawabku: "Aku melihat: tampak sebuah kandil, dari emas
seluruhnya, dan tempat minyaknya di bagian atasnya; kandil itu ada tujuh pelitanya
dan ada tujuh corot pada masing-masing pelita yang ada di bagian atasnya itu.
(4:3) Dan pohon zaitun ada terukir padanya, satu di sebelah
kanan tempat minyak itu dan satu di sebelah kirinya."
Penglihatan Zakharia: tampak sebuah kandil, dari emas seluruhnya, dan tempat
minyaknya di bagian atasnya; kandil itu ada tujuh pelita yang sedang menyala.
Dan pohon zaitun ada terukir padanya, satu di sebelah kanan tempat minyak itu
dan satu di sebelah kirinya.
Zakharia 4:4-6
(4:4) Lalu berbicaralah aku, kataku kepada
malaikat yang berbicara dengan aku itu: "Apakah arti semuanya ini,
tuanku?"
(4:5) Maka berbicaralah malaikat yang berbicara dengan
aku itu, katanya kepadaku: "Tidakkah engkau tahu, apa arti semuanya
ini?" Jawabku: "Tidak, tuanku!"
(4:6) Maka berbicaralah ia, katanya: "Inilah firman TUHAN
kepada Zerubabel bunyinya: Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan
kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.
Untuk menjadi pelita/kesaksian di tengah
ibadah dan pelayanan, bukan karena kekuatan, bukan karena keperkasaan seseorang,
namun oleh karena Roh Tuhan.
Jadi, dua pohon zaitun yang terukir pada
sisi kanan dan sisi kiri di tempat minyak, itulah kehidupan yang diurapi oleh
Roh Kudus -> Musa dan Elia.
Hari-hari ini kita harus merasakan
pencurahan Roh Kudus itu, sehingga menjadi tujuh mata Allah yang diutus ke mana
pun kita berada. Dengan demikian, ibadah dan pelayanan kita semakin menyukakan
hati Tuhan = Kepala bukan ekor, naik bukan turun.
Zakharia 4:7-9
(4:7) Siapakah
engkau, gunung yang besar? Di depan Zerubabel engkau menjadi tanah rata. Ia
akan mengangkat batu utama, sedang orang bersorak: Bagus! Bagus sekali batu
itu!"
(4:9) "Tangan
Zerubabel telah meletakkan dasar Rumah ini, dan tangannya juga akan
menyelesaikannya. Maka kamu akan mengetahui, bahwa TUHAN semesta alam yang
mengutus aku kepadamu.
Menjadi kesaksian itu persis seperti
Zerubabel yang membangun kembali Bait Allah yang runtuh itu dimulai dari dasar
bangunan (korban Kristus), sampai selesai.
Untuk membangun reruntuhan Bait Allah ini,
maka sekalipun ada gunung yang besar, itu bisa menjadi rata, itulah kehidupan
yang diurapi Roh Kudus; dapat menyelesaikan masalah dan dapat membangun kembali
reruntuhan-reruntuhan rumah Tuhan.
Jadi, kita mengerjakan pekerjan itu bukan
setengah-setengah, dari awal sampai akhir, sampai selesai dengan baik, dengan
sempurna. Tidak ada yang menjadi
penghalang, bahkan gunung besar bisa menjadi rata.
Saya masih ingat waktu masuk ke provinsi
Banten, saya betul-betul tidak membawa apa-apa, emas perak saya tidak punya. Di
tengah-tengah pengutusan, saya hanya bisa bersandar kepada firman Allah,
bersandar kepada salib Kristus dan belajar untuk memberi diri dipimpin Roh
Kudus sampai hari ini, supaya menjadi kesaksian.
Gunung besar bisa diratakan, persoalan
besar bisa diratakan supaya pekerjaan Tuhan selesai, dari awal sampai selesai, dari
meletakan dasar bangunan sampai rapi tersusun.
Sebab itu kalau melayani Tuhan tanpa
urapan, hanya menuruti perasaan manusia daging atau hanya karena kepentingan,
dia tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, dan dia takkan mampu
meletakan batu yang besar itu sebagai dasar bangunan, dia tidak akan bisa
berdiri di atas korban Kristus itu dengan teguh.
Oleh sebab itu, jujurlah kepada Roh Kudus,
jangan dustai Roh Kudus supaya kita semua menjadi tujuh mata Allah. Mata
manusia bisa kita dustai tapi Roh Tuhan tidak bisa.
Pendeknya; Roh Kudus yang membuat kita
tampil prima dan luar biasa di tengah ibadah dan pelayanan.
Jangan padamkan Roh Kudus, jangan mendukakan Roh Kudus, dan jangan menghujat Roh Kudus!
Zakharia 4:10
(4:10)
Sebab siapa yang memandang hina hari peristiwa-peristiwa yang kecil, mereka
akan bersukaria melihat batu pilihan di tangan Zerubabel. Yang tujuh ini
adalah mata TUHAN, yang menjelajah seluruh bumi."
Siapa
yang memandang hina hari peristiwa-peristiwa yang kecil, mulai dari pada hari
ulang tahun, pesta, dan lain-lain, maka mereka akan bersukaria melihat batu
pilihan yang di tangan Zerubabel = bersukacita memandang korban Kristus.
Seseorang
tidak akan bisa bersukaria memandang korban Kristus kalau ia tidak menganggap
(memandang) hina hari peristiwa-peristiwa yang kecil, yaitu: perkara-perkara
yang bersifat lahiriah.
Kalau
masih membesar-besarkan manusia daging, peristiwa-peristiwa kecil di bumi ini,
dia tidak akan bisa memandang salib Kristus yang ditegakkan di tengah-tengah
ibadah dan pelayanan dalam kandang penggembalaan ini.
Cepat
atau lambat pasti dia akan mundur, kalau pun bertahan karena terpaksa, mungkin
karena ini dan itu.
Perhatikan
kalimat: “Yang tujuh ini adalah mata TUHAN, yang menjelajah seluruh bumi" -> orang-orang yang diurapi,
menjadi kesaksian di atas muka bumi ini.
Zakharia 4:11-12
(4:11) Lalu berbicaralah aku kepadanya:
"Apakah arti kedua pohon zaitun yang di sebelah kanan dan di sebelah
kiri kandil ini?"
(4:12) Untuk kedua kalinya berbicaralah aku
kepadanya: "Apakah arti kedua dahan pohon zaitun yang di samping kedua
pipa emas yang menyalurkan cairan emas dari atasnya itu?"
Kemudian
Zakharia bertanya tentang dua pohon zaitun yang terukir di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
Kita melihat jawab dari pada Malaikat itu:
Zakharia 4: 13-14
(4:13) Ia menjawab aku: "Tidakkah engkau tahu, apa arti
semuanya ini?" Jawabku: "Tidak, tuanku!"
(4:14) Lalu ia berkata: "Inilah kedua orang yang
diurapi yang berdiri di dekat Tuhan seluruh bumi!"
Jadi, dua pohon zaitun yang terukir di
sebelah kanan dan di sebelah kiri; itulah kehidupan yang diurapi, sehingga
menjadi kesaksian.
Kehidupan yang diurapi selalu berdiri di
dekat Tuhan, dia tidak berdiri dekat dengan roh-roh yang lain.
Di tempat pekerjaan, di rumah, di tempat
perkuliahan, di sekolah berdirilah dekat dengan Tuhan, itulah kesaksian.
Jangan berdiri di jalan-jalan orang fasik, apalagi jalan-jalannya roh najis. Sekalipun kita berada di tengah-tengah
orang fasik, berdirilah selalu di dekat Tuhan.
2 Korintus 5:18
(5:18) Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan
Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan
pelayanan pendamaian itu kepada kami.
(5:19) Sebab
Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak
memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia
telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.
(5:20)
Jadi kami ini adalah utusan-utusan
Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam
nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.
Di
tengah-tengah pengutusan, Rasul Paulus dipercayakan untuk membawa berita
pendamaian.
Sebagai
tujuh mata Allah yang diutus ke seluruh bumi, kita harus membawa berita
pendamaian, mulai dari gerak-gerik, dari sorot mata, dari senyum bibir, dunia
bisa mengetahui kita membawa berita apa.
Kuasa
membawa berita pendamaian.
Ibrani 4:12
(4:12)
Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada
pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa
dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran
hati kita.
Berita
pendamaian ini bagaikan pedang Roh bermata dua yang sanggup menusuk dan
menyucikan dosa di dalam jiwa dan roh, menusuk sendi-sendi dan sumsum, dan
sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati manusia, itulah berita
pendamaian, menusuk dan menyucikan dosa.
Bawalah
berita pendamaian ini di tengah pengutusan kita, jangan abaikan berita
pendamaian ini sebab Tuhan mau memakai kita karena memang kita berdiri dekat
Tuhan, berarti pantas menjadi tujuh mata Allah yang diutus.
Ibrani 4:13
(4:13) Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di
hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di
depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.
Tidak
ada suatu makhluk yang tersembunyi di hadapan Tuhan, segala sesuatu telanjang
dan terbuka di mata Tuhan.
Kita
mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita bukan pada manusia (suami, istri,
anak, dan sesama) tetapi kepada Tuhan.
Sebab
itu jangan turuti perasaan daging itu lagi, tetapi taklukkan diri kepada firman
saja, bawa berita pendamaian sebab kita layak dipakai menjadi tujuh mata Allah
yang diutus.
Tuhan
begitu rupa memperhatikan kita, bahkan sangat memperhatikan kita. Tetapi
adakalanya kita sama seperti bangsa Israel, keras hati, sehingga dalam kitab Ibrani 1:1-2 dikatakan Allah berulang kali
berfirman kepada bangsa Israel.
Berulang
kali, berarti; kesalahan berulang-ulang kali terjadi. Tidak mungkin Allah
berulang kali berbicara kalau kesalahan tidak berulang kali terjadi.
Tuhan
mau pakai kita, Tuhan mau memperlengkapi kita dengan karunia-karunia Roh Kudus
untuk membawa berita pendamaian di tengah dunia ini.
Apa yang
kita kerjakan semuanya kita pertanggung jawabkan kepada Tuhan, bukan kepada
manusia.
Dari
semua sisi, Tuhan menyatakan kasih-Nya kepada kita.
Menjadi
kesaksian, menjadi terang, sama seperti kota di atas gunung; tidak ada yang
tersembunyi, dapat dilihat dari empat penjuru bumi, dari semua sisi. Perbuatan
kita semuanya jelas dan dapat dilihat oleh orang lain.
Dan
jadilah tujuh mata Allah, milikilah kuasa kesaksian, tujuh tanduk, di mana pun
kita diutus bawalah berita pendamaian. Amin.
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel.U. Sitohang
No comments:
Post a Comment