IBADAH
PENDALAMAN ALKITAB, 05 AGUSTUS 2021
KITAB
RUT
(Seri:
147)
Subtema:
SELENDANG MEMPELAI PEREMPUAN
Salam
sejahtera dan damai sejahtera Kristus memerintah di hati kita masing-masing.
Saya
tidak lupa menyapa sidang jemaat di Bandung dan di Malaysia, umat ketebusan
TUHAN yang terkasih, yang kami kasihi dalam Kristus Yesus, di mana pun anda
berada, saya mengucapkan: “Shalom”
Selanjutnya,
mari kita berdoa, kita mohonkan kemurahan TUHAN supaya kiranya Firman itu
keluar, yakni terjadi pembukaan rahasia Firman yang akan meneguhkan setiap
kehidupan kita pribadi lepas pribadi, besar kecil, tua muda, laki-laki
perempuan tanpa terkecuali, siapapun dan dari mana pun kita datang.
Mari
kita perhatikan STUDY RUT sebagai Firman Penggembalaan untuk Ibadah Pendalaman
Alkitab disertai dengan perjamuan suci.
Rut
3:15
(3:15) Lagi
katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah
itu." Lalu ditadahkannya selendang itu. Kemudian ditakarnyalah enam takar
jelai ke dalam selendang itu. Sesudah itu pergilah Boas ke kota.
Lagi
katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah
itu."
Di sini kita melihat: Rut, perempuan
Moab itu, ternyata memakai (memiliki) selendang. Berarti, Rut memiliki
selendang kehormatan.
Selendang
itu digunakan oleh seorang perempuan sebagai alat penudung di kepalanya. Singkatnya;
selendang itu digunakan sebagai alat penudung wanita. Biarlah kiranya hal ini
nyata dalam kehidupan kita, sebab kita adalah gereja TUHAN, mempelai TUHAN,
mempelai perempuan TUHAN.
1
Korintus 11:3
(11:3) Tetapi
aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki
ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan
Kepala dari Kristus ialah Allah.
Yang
harus kita ketahui dengan pasti:
-
Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus.
-
Kepala dari perempuan ialah laki-laki.
-
Kepala dari Kristus ialah Allah.
1
Korintus 11:5
(11:5) Tetapi
tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang
tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan
perempuan yang dicukur rambutnya.
Seorang
perempuan yang beribadah wajib memiliki tudung kepala = Berambut panjang.
Biarlah
itu nyata di tengah-tengah kita mengerjakan pekerjaan TUHAN dalam penggembalaan
GPT “BETANIA” Serang dan
Cilegon.
1
Korintus 11:7
(11:7) Sebab laki-laki
tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan
Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.
Laki-laki
tidak perlu berambut panjang, dengan demikian setiap laki-laki menyinarkan
gambaran kemuliaan Allah. Yesus Kristus adalah Mempelai Laki-Laki Sorga; Ia
telah menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Walaupun Yesus adalah Anak,
tetapi Dia telah tunduk dan pasrah kepada Allah Bapa.
Tetapi
perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Jadi, rambut
panjang atau tudung kepala dari seorang perempuan menyinarkan kemuliaan dari
Mempelai Laki-Laki Sorgawi.
1
Korintus 11:10
(11:10) Sebab
itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena
para malaikat.
Seorang
perempuan harus memakai tanda di kepalanya, yaitu tudung kepala (rambut
panjang), yakni tunduk kepada Kristus (Kepala).
Mengapa
wanita harus memakai tanda wibawa di kepala? Jawabnya ialah oleh karena para
malaikat.
1
Korintus 11:14
(11:14) Bukankah
alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki,
jika ia berambut panjang,
Kodrat
dari laki-laki ialah rambutnya harus pendek, tidak panjang. Kalau ia berambut
panjang, itu adalah kehinaan bagi laki-laki, kehinaan bagi dirinya sendiri.
Tetapi
sebaliknya ...
1
Korintus 11:15
(11:15) tetapi
bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab
rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung.
Adalah
suatu kehormatan bagi seorang perempuan, jika ia berambut panjang, jika ia
bertudung kepala, manakala ia datang untuk bernubuat dan berdoa di hadapan
TUHAN, manakala dia menghadap TUHAN dalam setiap pertemuan-pertemuan ibadah.
1
Korintus 11:16
(11:16) Tetapi
jika ada orang yang mau membantah, kami maupun Jemaat-jemaat Allah tidak
mempunyai kebiasaan yang demikian.
Membantah
atau tidak tunduk kepada Kristus sebagai Kepala bukanlah kebiasaan dari mempelai
perempuan TUHAN. Kebiasaan dari mempelai perempuan TUHAN adalah tunduk dan
pasrah kepada Kristus sebagai Kepala.
Jadi,
membantah atau tidak tunduk, itu bukanlah kebiasaan dari mempelai perempuan
TUHAN. Mulai dari sekarang, miliki roh mempelai dengan tanda ketundukan.
Mari
kita perhatikan Efesus 5, dengan
perikop: “Kasih Kristus adalah dasar suami isteri” Kasih Kristus adalah
dasar hidup suami isteri. Dasar nikah adalah kasih. Dasar kita menjalankan
ibadah (bernubuat dan berdoa), dasar kita berada di tengah-tengah ibadah adalah
kasih. Sementara hubungan kita dengan TUHAN, hubungan antara tubuh dengan
Kepala adalah hubungan nikah, yang dibangun di atas dasar kasih; itulah rahasia
yang tersembunyi dari abad ke abad.
Ada
2 (dua) rahasia besar:
1.
Rahasia
ibadah.
2.
Rahasia
nikah.
Itulah
rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad. Maka, tentu saja kita bersyukur;
manakala kita ada di tengah-tengah penggembalaan ini, digembalakan oleh
Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel.
Efesus
5:22-23
(5:22) Hai
isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, (5:23)
karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.
Dialah yang menyelamatkan tubuh.
Mempelai
perempuan TUHAN, gereja TUHAN, tubuh-Nya, sidang jemaat TUHAN, sudah seharusnya
berada dalam kedudukan yang tepat, yaitu ada dalam tanda ketundukannya kepada
Kristus, sebagai Kepala, karena Kristuslah yang menyelamatkan tubuh.
Tubuh
tidak bisa menyelamatkan dirinya dengan kekuatannya, tubuh tidak bisa
menyelamatkan diri dengan kekuatan dari hukum Taurat, tetapi tubuh diselamatkan
oleh Kepala. Jadi, kedudukan dari pada sidang jemaat sebagai tubuh sudah
seharusnya berada di dalam tanda ketundukannya, dengan demikian; ia memperoleh
keselamatan kekal.
Efesus
5:24
(5:24) Karena
itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri
kepada suami dalam segala sesuatu.
Sidang
jemaat disebut juga dengan tubuh Kristus, disebut juga “isteri”, sudah
seharusnya tunduk kepada Kristus sebagai Kepala, sebagai suami, dan itu harus
nyata. Inilah yang dituntut, inilah yang diinginkan oleh Kerajaan Sorga dan
Mempelai Pria Sorga dari sidang jemaat, dari tubuh-Nya, itulah mempelai wanita
TUHAN.
Singkat
kata: Efesus 5:22-33 dibagi dalam 2
(dua) bagian.
-
Ayat 22-24 berbicara
tentang ketundukan gereja TUHAN atau sidang mempelai TUHAN kepada Kristus
(Kepala).
-
Ayat 25-33 berbicara
tentang kasih dari Mempelai Laki-Laki Sorga, kasih dari seorang suami kepada
isterinya.
Pendeknya:
Bagian dari gereja TUHAN, sidang mempelai TUHAN (tubuh Kristus) ialah memiliki
tudung kepala atau rambut panjang, yakni tunduk kepada Kristus, sebagai Kepala
Gereja dan Mempelai Laki-Laki Sorga.
Itulah
bagian dari mempelai perempuan TUHAN,
yaitu tunduk; baik dari perkataan, baik dari perbuatan, gerak-gerik, bahkan
hati, pikiran dan perasaan harus ditandai dengan roh ketundukan, walaupun
seorang isteri melebih kecakapan atau kelebihan suaminya.
Jadi,
tunduk kepada Kristus harus dibuktikan di bumi, supaya kita layak di sorga. Kalau
di bumi saja tidak layak, maka apalagi di sorga? Pastilah tidak layak.
Kemudian,
bagian dari Kristus, Kepala Gereja
adalah mengasihi sidang jemaat, mengasihi tubuh-Nya, mengasihi sidang
mempelai-Nya, sama seperti mengasihi diri-Nya sendiri.
Jadi,
mempelai perempuan mempunyai bagiannya sendiri dan Mempelai Laki-Laki juga
mempunyai bagiannya masing-masing. Mari kita membawa diri kita berada pada
kedudukan yang tepat, karena Kristus mempunyai kedudukan yang sangat tepat dan
sempurna.
Efesus
5:28-29
(5:28) Demikian
juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri:
Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (5:29) Sebab
tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
Siapa
mengasihi isterinya sama dengan mengasihi dirinya sendiri; demikianlah Kristus
terhadap sidang jemaat-Nya.
Perempuan
muda atau anak-anak gadis, mulai dari sekarang sudah seharusnya memiliki tanda
wibawa di kepala, memiliki roh mempelai (tanda ketundukan), supaya manakala dia
masuk dalam nikah, dia tidak kaget untuk terus menempatkan Kristus sebagai
Kepala, dengan kata lain; dia tetap berada pada kedudukan yang tepat, yaitu
tunduk kepada suaminya, apapun yang terjadi.
Demikian
juga laki-laki muda (pemuda), mulai dari sejak sekarang, sudah seharusnya dia
memiliki roh mempelai, sudah seharusnya dia memiliki kasih mempelai dari
Mempelai Laki-Laki Sorga, sehingga seperti apapun keberadaan dari isterinya
kelak, dia tetap mengasihi isterinya itu sama seperti dirinya sendiri;
demikianlah Kristus -- sebagai suami, sebagai Kepala -- terhadap sidang jemaat --
sebagai tubuh, sebagai isteri-Nya --.
Pertanyaannya:
MENGAPA SUAMI (KRISTUS) MENGASIHI ISTERI SEPERTI DIRINYA SENDIRI?
Efesus
5:31
(5:31) Sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Jawabnya:
Antara suami dengan isterinya sudah menjadi satu daging oleh salib di Golgota,
sebab pada ayat 31 ini dikatakan: “laki-laki
akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya” Jelas,
kalimat ini berbicara tentang salib di Golgota, sebab Yesus sendiri telah
meninggalkan segala sesuatu, supaya Dia secepatnya bersatu dengan tubuh/mempelai-Nya.
Dan itu dibuktikan sesuai dengan tulisan Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi
2:5-8.
Filipi
2:5-8
(2:5) Hendaklah
kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus, (2:6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (2:7)
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (2:8) Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib.
Biarlah
kita hidup bersama selama di dunia ini dengan menaruh pikiran dan perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus, seperti apa itu?
Yesus
Kristus telah meninggalkan segala milik kepunyaan-Nya, antara lain;
-
Yesus sebagai Anak telah meninggalkan Bapa-Nya;
-
Yesus telah meninggalkan rumah-Nya di sorga;
-
Yesus telah meninggalkan segala milik kepunyaan-Nya;
dengan
satu tujuan; supaya Kristus -- yang adalah Kepala dan Suami -- secepatnya
menyatu dengan sidang jemaat-Nya sebagai tubuh-Nya (diri-Nya) sendiri; dan itu
dilakukan di atas kayu salib. Penyatuan itu terjadi terhadap sidang jemaat di
atas kayu salib.
Jadi,
supaya seorang laki-laki bersatu dengan isteri-Nya, maka dia harus meninggalkan
ayahnya dan ibunya, itu berbicara tentang “sengsara salib”. Bukan semata-mata
meninggalkan ayah dan ibunya secara hurufiah, tetapi pengertian rohaninya ialah
dia harus mau mengalami sengsara salib.
Sentral
(dasar) dari nikah adalah kasih, itulah salib. Sentral dari ibadah pelayanan
kita juga adalah kasih. Dasar dari ibadah dan pelayanan kita adalah kasih.
Jadi, semuanya berpusat kepada kasih, kepada salib di Golgota, supaya
secepatnya terjadi penyatuan. Manakala kita masuk dalam pengalaman sengsara
salib, penderitaan oleh karena salib, di situlah kita harus meninggalkan segala
sesuatunya, meninggalkan keakuannya, meninggalkan segala sesuatu yang paling berharga.
Demikian
juga Rut di hadapan TUHAN; dia telah meninggalkan orang tuanya, meninggalkan
bangsanya, dan meninggalkan berhalanya (berhala-berhala Moab). Jadi, yang lama
itu dianggap “sampah”, supaya kita memiliki Kristus.
Demikian
juga seorang perempuan muda (gadis) bernama Leli sudah berada di tempat ini;
dia sudah meninggalkan sukunya, dia telah meninggalkan orang tuanya, supaya
secepatnya bersatu dengan Kristus sebagai Kepala. Hendaklah kita dalam hidup
bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus.
Efesus
1:22
(1:22) Dan
segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah
diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.
Allah
telah memberikan Kristus kepada jemaat, sebagai Kepala dari segala yang ada.
Tentu saja kita patut bersyukur, karena segala sesuatu telah diletakkan Allah
di bawah kaki Kristus, sebagaimana kepala ular sudah diremukkan oleh tumit
Yesus 2.000 (dua ribu) tahun yang lalu di atas kayu salib, di bukit Golgota.
Kalau
kita (sidang jemaat) menempatkan Kristus sebagai Kepala, itu adalah suatu
kemurahan bagi kita, sehingga kita berkemenangan dalam segala perkara.
Segala
sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Kristus telah diberikan
Allah kepada sidang jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Kalimat
ini menunjukkan bahwa tubuh adalah tempat untuk meletakkan Kepala, yaitu
Kristus. Tubuh adalah wadah dari Kristus, bukan wadah dari hal-hal yang lain.
Dengan
demikian, serigala dan burung tidak menjadi kepala atas tubuh; itu adalah
pengikutan yang salah, seperti yang dikatakan oleh Yesus kepada salah seorang --
ahli Taurat, orang Farisi, atau pun murid-muridnya -- yang hendak mengikuti Dia,
di dalam Matius 8:19-20. Menempatkan serigala dan burung adalah pengikutan
yang salah.
-
Burung à Roh-roh
najis, itulah antikris. Oleh karena antikris, kita menjadi najis, melacur
kepada perkara-perkara lahiriah.
-
Serigala à Guru-guru
palsu, nabi-nabi palsu, pemimpin-pemimpin palsu di dalam rumah TUHAN.
Dengan
ajaran palsu ini, kita menjadi sesat, tidak sampai pada tujuan hidup, yaitu
menjadi pengantin perempuan mempelai Anak Domba, sesuai dengan 1 Timotius 4:1-6.
Bahkan, pada 1 Timotius 4:3 dikatakan, bahwa; nabi-nabi palsu melarang orang
kawin, selain itu mereka juga melarang orang makan makanan yang diciptakan
Allah.
Pengajaran
Mempelai dalam Terangnya Tabernakel adalah makanan yang diciptakan Allah, yang
berkuasa membawa kita masuk dalam pesta kawin Anak Domba; tetapi nabi-nabi
palsu melarang kawin dan melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah.
Efesus 1:23
(1:23) Jemaat
yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi
semua dan segala sesuatu.
Pendeknya:
Sidang jemaat atau “tubuh”, jelas itu berbicara kepenuhan Dia (kepenuhan
Kristus) yang memenuhi semua dan segala sesuatu, yang datangnya dari Kristus
Kepala.
Supaya
segala sesuatunya dipenuhkan di dalam diri kita, maka tempatkan Kristus sebagai
Kepala. Jangan tempatkan burung dan serigala menjadi kepala, supaya kita diperkaya
di dalam melayani pekerjaan TUHAN oleh karena kelimpahan kasih karunia-Nya;
kaya dalam pembukaan rahasia Firman, kaya dalam kebajikan, kaya dalam
karunia-karunia dan jabatan-jabatan Roh-El Kudus. Mengapa? Karena
Kristus adalah Kepala; Dia yang memenuhkan semuanya dan segala sesuatu
dipenuhkan oleh Dia di dalam tubuh-Nya.
1
Korintus 11:10
(11:10) Sebab
itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para
malaikat.
Karena
Kristus memenuhi segala sesuatu di dalam tubuh, maka gereja TUHAN harus memakai
tanda wibawa, harus memiliki rambut panjang, tunduk kepada Kristus Kepala.
Mengapa
harus ada tanda ketundukan kepada Kristus Kepala? Jawabnya; oleh karena para
malaikat. Malaikat itu menimbulkan kecemburuan yang besar; sebab kalau malaikat salah, dia langsung berubah menjadi Setan, karena dia
tidak bisa menjadi wadah, tidak bisa menjadi kepenuhan Dia.
Sedangkan
manusia, ketika dia berbuat dosa, maka darah Kristus dapat ditampung di dalam
dirinya, dengan kata lain; kalau kita berdosa saat ini dan masih ada kesempatan
untuk diampuni, maka darah Yesus berkuasa untuk mengampuni, menyucikan dan
membenarkan kita semua.
Oleh
karena itu, gereja TUHAN harus menempatkan Kristus sebagai Kepala, harus ada
tanda wibawa di kepala, harus memiliki rambut panjang (tudung kepala), tunduk
kepada Kristus sebagai Kepala, mengapa? Karena para malaikat. Jangan
kita menimbulkan kecemburuan kepada para malaikat, sebab mereka itu bukan tubuh
dan darah, tetapi malaikat itu adalah roh, yang tidak bisa menampung darah
Kristus, tidak bisa menjadi wadah atas darah Kristus, sehingga begitu berdosa,
maka ia akan berubah menjadi Setan, seperti Lucifer,
lalu dilemparkan ke dalam lautan api untuk selama-lamanya.
Sementara
menantikan hari penghakiman itu, mereka ditempatkan di gua-gua. Oleh sebab itu,
jangan kita menyembunyikan dosa di gua-gua.
Itulah
alasannya mengapa kita harus menempatkan Kristus sebagai kepala, mengapa kita
harus tunduk kepada Kristus sebagai Kepala, ada tanda wibawa, memiliki tudung kepala,
teramat lebih di tengah ibadah dan pelayanan, mengapa? Karena para
malaikat. Jangan kita membuat malaikat cemburu.
Kita
kembali untuk membaca Rut 3.
Rut
3:15A
(3:15) Lagi
katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah
itu." Lalu ditadahkannya selendang itu. Kemudian ditakarnyalah enam
takar jelai ke dalam selendang itu. Sesudah itu pergilah Boas ke kota.
Lagi
katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah
itu."
Pendeknya: Ketundukan itu memang wajib dimiliki oleh gereja TUHAN, dan harus
nyata di hadapan Kristus sebagai Kepala.
Oleh
sebab itu, tadahkanlah itu, artinya; ketundukan gereja TUHAN dapat
dijadikan sebagai wadah = kepenuhan Kristus, supaya kita diperkaya oleh
kelimpahan kasih karunia-Nya.
Rut
3:15B
(3:15) Lagi
katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah
itu." Lalu ditadahkannya selendang itu. Kemudian ditakarnyalah enam
takar jelai ke dalam selendang itu. Sesudah itu pergilah Boas ke kota.
Lalu
ditadahkannya selendang itu. Pendeknya: Rut memberikan selendangnya
itu kepada Boas; itu adalah sifat tunduk dari Rut yang dia tunjukkan kepada
Boas. Dan kita juga, gereja TUHAN, harus menunjukkan sifat tunduk itu kepada
Kristus Kepala, apalagi mereka yang datang menghadap TUHAN; bernubuat dan
berdoa kepada TUHAN.
Rut
melakukan tepat seperti apa yang diinginkan oleh Boas rohani, itulah Kristus
Kepala, Dia suami, Mempelai Laki-Laki Sorga, yaitu menjadi wadah, sebab memang
tubuh adalah kepenuhan Dia (Kristus Kepala).
Mulai
sekarang, belajarlah untuk menempatkan Kristus sebagai Kepala, sebab itu adalah
tanda wibawa di kepala, dan hal itu harus nyata atas kita, supaya menyinarkan
kemuliaan Kristus.
Kalau
memang itu nyata, maka pelayanan pekerjaan TUHAN dalam penggembalaan GPT “BETANIA” pasti nyata. Kalau seorang isteri
meremehkan suaminya, maka pelayanan tidak akan maju. Mungkin isteri merasa diri
lebih hebat, lebih pandai, lebih pintar, penghasilannya lebih banyak, tetapi
ingat; buah nikah itu tidak akan maju, baik jasmani maupun rohani -- itu
Alkitab yang mengatakannya --. Biar bagaimanapun seorang isteri berkorban,
tetapi kalau dia meremehkan suaminya, maka pelayanannya tidak akan maju,
nikahnya tidak akan maju, buah nikahnya pun tidak maju-maju.
Jangan
melihat bahwa Firman ini menyakiti karena hanya mempersalahkan mempelai
perempuan, tidak; tetapi ini sudah dibuktikan oleh Rut di hadapan Boas. Firman
TUHAN tidak mendiskreditkan seorang perempuan (seorang isteri), tidak; tetapi TUHAN
Yesus Kristus, Kepala Gereja sudah terlebih dahulu membuktikannya di atas kayu
salib. Demikian halnya gereja Rut; dia mengikuti teladan dari Kristus Kepala.
DAMPAK
POSITIF KETUNDUKAN GEREJA TUHAN.
Rut
3:15C
(3:15) Lagi
katanya: "Berikanlah selendang yang engkau pakai itu dan tadahkanlah
itu." Lalu ditadahkannya selendang itu. Kemudian ditakarnyalah enam
takar jelai ke dalam selendang itu. Sesudah itu pergilah Boas ke kota.
Boas
memberikan 6 (enam) takar jelai ke dalam selendang Rut. Berarti, ketundukan dan
penaklukan diri gereja Rut menghasilkan (menyediakan) persediaan makanan selama
6.000 (enam ribu) tahun di atas muka bumi ini.
Dengan
demikian, Rut tidak lagi memikirkan pemeliharaan untuk hidup sehari-hari,
bahkan selama-lamanya, sebab Boas rohani -- yakni TUHAN Yesus Kristus -- sudah menjamin
hidup rohani gereja Rut, menjamin hidup gereja TUHAN selama 6.000 (enam ribu)
tahun selama-lamanya, selama kita hidup di atas muka bumi ini.
6
(enam) takar à
Pemeliharaan selama 6.000 (enam) ribu tahun, yang dimulai dari:
-
Zaman Adam sampai Abraham, itu 2.000 (dua
ribu) tahun yang pertama.
-
Ditambah zaman Abraham sampai Yesus naik, itu
2.000 (dua ribu) tahun yang kedua.
-
Dari Yesus naik sampai sekarang, itu 2.000
(dua ribu) tahun yang ketiga.
Sampai
akhirnya, kita dibawa masuk pada hari ketujuh, itulah Sabat dari TUHAN Yesus
Kristus, hari perhentian kekal.
Sabat
Yahudi adalah hari Sabtu, tetapi sabat TUHAN Yesus Kristus adalah hari ketujuh,
hari perhentian kekal. Jadi, kita tidak mengikuti sabat Yahudi, tetapi yang
kita ikuti adalah Sabat Kristus, hari ketujuh.
Kalau
berbicara hari ketujuh, itu bukan berbicara tentang hari Sabtu, tetapi
berbicara soal Sabatnya TUHAN, hari ketujuh, hari perhentian kekal, Yerusalem
baru.
Kemudian,
kita akan melihat PENGERTIAN SELENDANG berikutnya, supaya kita bisa tabah (bisa
sabar) di dalam menanggung segala pergumulan, segala penderitaan sengsara salib
(aniaya karena Firman) selama kita hidup di bumi ini.
Dalam
Rut 3:15 memang kita tidak melihat bahwa Rut ada dalam penderitaan
secara fisik atau secara nyata. Tetapi jangan salah, setiap orang yang
mengikuti TUHAN, syaratnya adalah menyangkal diri, memikul salib, mengikut TUHAN.
-
Menyangkal diri, berarti; tidak
bermegah atas kelebihan-kelebihan.
-
Memikul salib, berarti; menanggung
penderitaan yang tidak harus ia tanggung à Orang yang
memikul tanggung jawab di atas kedua pundak, bukan sebelah pundak.
-
Barulah mengikut TUHAN, jelas itu
berbicara tentang; jatuh ke dalam tanah (merendahkan diri) dan mati, dan
selanjutnya hidup dan berbuah-buah.
Sekalipun
memang tidak ada diceritakan mengenai penderitaan secara fisik yang dialami
oleh Rut pada Rut 3:15, namun Rut sudah harus siap menderita dari sejak semula;
ia memang telah banyak mengorbankan segala sesuatunya, antara lain:
1.
Rut telah meninggalkan orang tuanya (ayah
dan ibunya).
2.
Rut telah meninggalkan bangsanya, itulah
bangsa Moab, bangsa kafir.
3.
Kemudian, Rut telah meninggalkan allah Moab,
berhala-berhala di bumi ini.
Kalau
kita mengikuti TUHAN, maka kita harus meninggalkan berhala, karena Rasul Paulus
berkata: Tidak ada sangkut pautnya antara Bait Allah dan berhala, sesuai
dengan 2 Korintus 6.
Memang,
bangsa Moab, bangsa kafir, bangsa yang belum mengenal TUHAN, Rasul Paulus
berkata kepada jemaat di Korintus; tanpa sadar diseret kepada berhala-berhala
bisu. Jadi, yang menajiskan bangsa kafir adalah berhalanya sendiri, sesuai
dengan 1 Korintus 12:2, Kamu tahu, bahwa pada waktu kamu masih belum
mengenal Allah -- itulah bangsa Moab, bangsa kafir, bangsa dari Rut --,
kamu tanpa berpikir ditarik kepada berhala-berhala yang bisu. Itulah yang
menajiskan bangsa kafir; bangsa yang tidak mengenal Allah mudah terikat kepada
berhala, mudah masuk dalam pelacuran-pelacuran, yaitu karena keinginan untuk
kaya.
Nampaknya,
mereka memang beribadah, tetapi kalau di tengah ibadah motifnya adalah untuk
mencari uang, mencari untung, loba, serakah, tamak, itu adalah pelacuran
(kenajisan percabulan), dan itulah yang menajiskan gereja TUHAN, apalagi bangsa
kafir.
Namun,
kita sudah melihat pada pasal pertama, Rut telah meninggalkan noda
kekafirannya, dan itu dikatakan ketika Naomi mendesak Rut untuk segera kembali
kepada orang tuanya dan bangsanya. Namun Rut berkata: “Ke mana engkau
pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah
aku bermalam” Kalau dikaitkan
dengan pelajaran Tabernakel, itu terkena kepada HALAMAN, berarti sudah ada
tanda kelahiran.
Kemudian,
Rut juga berkata: “Bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku”
Berarti, bergabung dengan bangsa pilihan untuk selanjutnya menyembah Allah
Israel, Allah yang hidup, bukan Allah yang mati, bukan berhala-berhala bisu.
Kalau dikaitkan dengan Pengajaran Tabernakel, terkena pada RUANGAN SUCI, dengan
3 (tiga) alat di dalamnya, yaitu:
1.
Meja Roti Sajian à Ketekunan dalam
Ibadah Pendalaman Alkitab disertai perjamuan suci = Iman.
2.
Pelita Emas à Ketekunan dalam Ibadah
Raya Minggu disertai dengan kesaksian Roh = Pengharapan.
3.
Mezbah Dupa à Ketekunan dalam Ibadah
Doa Penyembahan = Kasih; itulah puncak dari ibadah di atas muka bumi ini, yang
sudah sangat dekat dengan pintu tirai.
Pintu
tirai itu berbicara tentang daging yang harus dirobek, sebagaimana Yesus telah
mengalami perobekan daging di atas Kalvari, sehingga dengan demikian, Ia telah
membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita untuk selama-lamanya; Dialah
Kepala Gereja, Dialah Imam Besar Agung, sesuai dengan Ibrani 10:20-21.
Mari
kita lihat; SELENDANG (TUDUNG KEPALA), dengan demikian; gereja TUHAN sudah
harus siap menerima (mengalami) sengsara dan penderitaan karena salib, yang
akan kita kaitkan dengan Kidung Agung 5.
Sebetulnya,
fokus kita hanyalah pada ayat 7, tetapi untuk mengetahui apa yang melatar-belakangi
ayat 7, tentu saja kita akan membaca dari ayat 2, dengan perikop: “Kerinduan
mempelai perempuan”, yang berbeda dengan kerinduan dari manusia duniawi,
bangsa-bangsa di dunia ini.
Kidung
Agung 5:2
(5:2) Aku tidur,
tetapi hatiku bangun. Dengarlah, kekasihku mengetuk. "Bukalah
pintu, dinda, manisku, merpatiku, idam-idamanku, karena kepalaku penuh embun,
dan rambutku penuh tetesan embun malam!"
Di
sini kita akan melihat dua sisi:
Sisi
YANG PERTAMA, itulah keadaan dari mempelai perempuan TUHAN, yang berkata: Aku
tidur, tetapi hatiku bangun. Jelas ini menunjuk kepada; keadaan rohani yang
suam. Tidur, tetapi hatinya bangun; tidur tidak tidur, bangun tidak bangun. Apa
artinya kalau bukan suam? Ini adalah kehidupan yang suam dari mempelai
perempuan TUHAN.
Keadaan
suam ini menunjukkan bahwasanya mempelai perempuan belum sempurna, masih di
dalam kelemahan. Tidak ada yang sempurna, hanya TUHAN Yesus Kristus yang
sempurna, Dialah pribadi yang kekal dalam kekekalan-Nya.
Sisi
YANG KEDUA: Mempelai Laki-Laki dalam pengorbanan penuh, sebab kasih akan dunia
ini sudah menjadi dingin, itu bagaikan kepala atau rambut penuh dengan tetesan
embun malam. Yesus telah menanggung penderitaan di atas kayu salib, karena
kasih itu sudah semakin dingin atas dunia ini; itulah sisi yang kedua dari
Mempelai Laki-Laki Sorga, yang menanggung banyak penderitaan untuk mempelai
perempuan-Nya.
Lalu,
pada ayat 3, mari kita lihat kembali dari sisi mempelai perempuan.
Kidung
Agung 5:3
(5:3)
"Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi? Kakiku
telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?"
Mempelai
perempuan berkata: “Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya
lagi?” Lalu, kemudian mempelai perempuan kembali berkata kepada Mempelai
Laki-Laki: “Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?”
Jadi,
keadaan yang suam itu suka mencari alasan.
Kesimpulannya,
Kidung Agung 5:3 ini berbicara
tentang 2 (dua) hal:
1.
Pakaian atau baju.
Jelas, itu berbicara tentang tabiat dan pelayanan gereja TUHAN.
2.
Kaki telah
dibasuh.
Jelas, itu berbicara tentang pembasuhan, berarti; kebangkitan.
Tetapi
kenyataannya, mempelai perempuan tidak hidup di dalam kuasa kebangkitan. Dia
berkata “Kakiku telah kubasuh”, tetapi pada kenyataannya, mempelai
perempuan tidak hidup dalam kuasa kebangkitan, hal itu dibuktikan dengan hati
yang berat disertai dengan alasan-alasan.
Terlalu
banyak, terlalu sering, bahkan seringkali gereja TUHAN mencari alasan-alasan karena
begitu berat bagi dia untuk membuka hatinya di dalam melayani
TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN.
Hal
ini sangat berbanding terbalik dengan pelayanan Yesus Kristus, Mempelai
Laki-Laki Sorga, yang akan kita lihat di dalam Injil Yohanes 13, dengan perikop:
“Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya”
Yohanes
13:1A
(13:1) Sementara
itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya
sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia
senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka
sampai kepada kesudahannya.
Sementara
itu sebelum hari raya Paskah mulai ... Paskah itu berbicara tentang
kelepasan oleh darah salib. Dan kelanjutan dari darah salib: Yesus telah
tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Kelanjutan
dari penebusan (pembebasan) oleh darah salib ialah dilanjutkan dengan kematian
dan kebangkitan, sebagai pembasuhan atas perjalanan hidup rohani kita
masing-masing.
Yohanes
13:1B
(13:1) Sementara
itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba
untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa
mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai
kepada kesudahannya.
Jadi,
sengsara -- itulah Paskah --, kemudian pembasuhan kaki -- itulah baptisan air
(suasana kebangkitan) -- telah dikerjakan oleh Yesus Kristus; itu sebabnya,
pada bagian B, di sini dikatakan: Ia
senantiasa mengasihi murid-murid-Nya sampai pada kesudahan dunia ini.
Lalu,
perhatikanlah ayat 3-4.
Yohanes
13:3-4
(13:3) Yesus
tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan
bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. (13:4) Lalu
bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain
lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya,
Yesus
tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia
datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Peristiwa
pembasuhan kaki atas murid-murid ini terjadi saat detik-detik terakhir Yesus
kembali ke sorga.
Kemudian,
apa yang terjadi pada saat itu? Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan
jubah-Nya (menanggalkan pakaian-Nya). Sesudah menanggalkan jubah-Nya,
pakaian kebesaran-Nya, selanjutnya, tindakan berikutnya dari Yesus Kristus,
Mempelai Laki-Laki ialah Dia berikat-pinggang dengan sehelai kain lenan halus.
Itu jelas menunjukkan bahwa Yesus Kristus telah menampilkan diri-Nya sebagai
hamba dalam pelayanan, dengan segala kerendahan di hati, tanpa pamrih dan tanpa
imbalan.
Kemudian,
dalam pelayanan Yesus Kristus sebagai hamba yang merendahkan diri-Nya, selanjutnya
mari kita perhatikan ayat 5.
Yohanes
13:5
(13:5) kemudian
Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki
murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada
pinggang-Nya itu.
Bagian
berikutnya adalah Yesus mencuci kaki murid-murid-Nya, bahkan Ia pun mencuci
kaki Yudas, orang yang mengkhianati Yesus sendiri.
Jadi,
sangat berbanding terbalik dengan apa yang dikerjakan oleh mempelai perempuan
dalam Kidung Agung 5:2 tadi, Aku tidur, tetapi hatiku bangun.
Dengarlah, kekasihku mengetuk. "Bukalah pintu, dinda, manisku, merpatiku,
idam-idamanku, karena kepalaku penuh embun, dan rambutku penuh tetesan embun
malam!"
Kemudian,
pada ayat 3, “Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan
mengenakannya lagi?” Selanjutnya, pernyataan kedua dari mempelai
perempuan ialah “Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?”
Lihatlah,
sungguh sangat berbanding terbalik dengan apa yang dikerjakan oleh Kristus Kepala,
Mempelai Laki-Laki Sorga; setelah Dia menanggalkan jubah-Nya, secepatnya Dia
berikat-pinggang dengan sehelai kain lenan halus, lalu selanjutnya membasuh
kaki murid-murid-Nya tanpa terkecuali; Ia pun membasuh kaki Yudas Iskariot. Ia
telah turun serendah-rendahnya di dunia orang mati, supaya kelak kita boleh
mengalami suasana kebangkitan.
Jadi,
orang yang suka mencari alasan memang sukar sekali meninggikan Kristus Kepala,
sukar untuk meninggikan korban Kristus, sebab terlalu berat bagi dia untuk
melayani pekerjaan TUHAN, sehingga banyaklah alasan ini dan itu, mulutnya dolak-dalik.
Mulut yang baik digunakan untuk memuliakan TUHAN, tetapi bagi mereka sangat berat
untuk membuka hatinya bagi pekerjaan TUHAN, pada saat Yesus mengetuk pintu hati
kita, maka ia akan suka mencari alasan, sampai akhirnya berada dalam kondisi
yang tidak diinginkan oleh TUHAN, itulah kondisi yang suam.
Tetapi,
tidaklah demikian dengan Kristus Kepala, Mempelai Laki-Laki Sorga; setelah
menanggalkan jubah-Nya, lihatlah, secepatnya Ia berikat pinggang. Dia tidak
berkata kepada Bapa: “Bapa, cawan ini isinya anggur, terlalu berat bagi-Ku”
Tidak. Tetapi Yesus, sebagai Anak, berkata: Cawan ini tidak mungkin berlalu,
kecuali apabila Aku meminumnya, dengan demikian kehendak Allah terlaksana;
jadilah kehendak Allah.
Pada
saat hukum Taurat dieksekusi di atas kayu salib, maka semua kehendak Allah
terlaksana, sehingga manusia berdosa pun limpah dalam kasih karunia. Kalau kita
menyadari kelimpahan kasih karunia semacam ini, maka seharusnya kita tidak ada
dalam keadaan suam; tidak berat untuk mengerjakan pekerjaan TUHAN dan tidak suka
mencari alasan.
TUHAN
Yesus sudah terlebih dahulu menunjukkan pribadi-Nya dalam segala
penderitaan-Nya di atas kayu salib; maka, marilah kita ikuti teladan yang
demikian.
Jadi,
Kidung Agung 5:3 bertolak-belakang dengan Injil Yohanes 13.
Kita
kembali untuk membaca Kidung Agung 5.
Kidung
Agung 5:4
(5:4) Kekasihku
memasukkan tangannya melalui lobang pintu, berdebar-debarlah hatiku.
Mempelai
Laki-Laki Sorga mengetuk pintu; selanjutnya, Ia memasukkan tangan-Nya melalui
lobang pintu. Berarti, Mempelai Laki-Laki Sorga mengetuk pintu dengan tidak
memaksa, Ia tidak berlaku kasar; Dia hanya mengetuk pintu kepada kehidupan yang
suam, yang sangat berat untuk mengerjakan pekerjaan TUHAN sehingga suka mencari
alasan.
TUHAN
tidak memaksa; TUHAN, Mempelai Laki-Laki Sorga, Dia suami yang bijaksana, Dia tidak
berlaku kasar. Demikianlah Mempelai Laki-Laki Sorga memperlakukan mempelai
perempuan-Nya demikian rupa.
Sungguh
luar biasa; kasih Mempelai Laki-Laki melebih kasih di dunia ini. Tidak ada sistem
paksa, apalagi sistem romusha. Sekalipun berat hati di dalam hal
mengerjakan pekerjaan TUHAN, tetapi semuanya dinyatakan dalam sistem kemurahan.
Dia
tidak terlalu berat membuka jubah-Nya untuk secepatnya mengambil rupa sebagai
seorang hamba, dengan lain kata; secepatnya mengikat pinggang dengan sehelai
kain lenan halus. Dengan demikian, setelah mengambil rupa seorang hamba,
barulah Dia membasuh kaki murid-murid. Tidak terlalu berat untuk merendahkan
diri, bahkan berada di kaki murid-murid.
Kidung
Agung 5:5-6
(5:5) Aku
bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku, tanganku bertetesan mur; bertetesan
cairan mur jari-jariku pada pegangan kancing pintu. (5:6) Kekasihku
kubukakan pintu, tetapi kekasihku sudah pergi, lenyap. Seperti
pingsan aku ketika ia menghilang. Kucari dia, tetapi tak kutemui, kupanggil,
tetapi tak disahutnya.
Mempelai
perempuan bangun, lalu selanjutnya membuka pintu bagi Mempelai Laki-Laki. Kemudian,
perhatikan di sini: Kekasihku kubukakan pintu, tetapi kekasihku sudah pergi,
lenyap. Apabila tidak ada reaksi dari mempelai perempuan atas perhatian
Mempelai Laki-Laki Sorga, maka Ia pun menarik diri.
Namun,
kita lihat di sini; saat Mempelai Laki-Laki menarik diri, saat Mempelai
Laki-Laki meninggalkan dunia ini, maka secepatnya mempelai perempuan mengalami
kekosongan yang luar biasa, mengalami kehampaan yang luar biasa.
Bayangkan,
Mempelai Laki-Laki biasanya berdampingan dengan mempelai perempuan. Demikian
juga mempelai perempuan biasa berdampingan dengan Sang Mempelai Laki-Laki
Sorga, sehingga manakala Mempelai Laki-Laki meninggalkan mempelai perempuan,
dengan kata lain; Mempelai Laki-Laki tidak ada di samping dari mempelai
perempuan, maka di situlah mempelai perempuan akan mengalami kekosongan,
mengalami kehampaan yang luar biasa.
Suatu
kali, di awal pernikahan, isteri saya pergi ke Semarang; pada saat itu, saya
betul-betul mengalami kehampaan. Demikianlah hal itu dilukiskan di dalam Kidung Agung 5:5-6A,
betul-betul mengalami kehampaan.
Jadi,
karena mempelai perempuan mengabaikan perhatikan dari Mempelai Laki-Laki, maka
tentu sajalah Mempelai Laki-Laki menarik diri, meninggalkan mempelai perempuan.
Tetapi pada saat itu, mempelai perempuan betul-betul mengalami kekosongan yang
heran, mengalami kehampaan dalam hidupnya. Bayangkan, kalau kita kehilangan
Dia, maka betul-betul kita mengalami kehampaan.
Barangkali
kita sudah pernah mengalami kehampaan, mengalami kekosongan, sepertinya
ditinggalkan begitu saja; jangan sampai kekosongan ini terus menerus terjadi.
Oleh
sebab itu, di sini kita perhatikan: Pada saat mengalami kehampaan, ada suatu upaya
dari mempelai perempuan untuk mencari Mempelai Laki-Laki Sorga, sebab pada ayat
5 dikatakan: “Aku bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku, tanganku
bertetesan mur; bertetesan cairan mur jari-jariku pada pegangan kancing pintu.”
Singkat
kata: Pada ayat 5 ini, mempelai
perempuan mencari pada MEZBAH DUPA.
Mur atau getah damar à Pengorbanan Yesus
Kristus, setelah Ia dilukai di atas kayu salib, di bukit Golgota.
Artinya,
segala dosa sudah diperdamaikan oleh darah salib, tetapi
keadaan suam dari Mempelai Perempuan belum diperdamaikan
(masih dalam keadaan suam).
Sedangkan
pada ayat 6, mempelai perempuan mencari pada MEJA ROTI SAJIAN, tetapi
dia pun tidak mendapatinya, karena masih tetap dalam keadaan suam. Dosa memang
sudah diperdamaikan, tetapi hati kita masih tetap dalam keadaan suam, maka
tetap TUHAN tidak ditemukan, Mempelai Laki-Laki tetap tidak ditemukan.
Pada
ayat 6, di sini dikatakan: “Kekasihku kubukakan pintu.”
Berarti, mempelai perempuan mencari Mempelai Laki-Laki pada Meja Roti Sajian, apa
buktinya? Buktinya ialah pintu hati dibuka, tetapi tetap tidak ditemukan,
sebab di dalam hati tidak ada Firman Allah; maka, keadaan semacam ini akan
menjadi “pingsan.”
Oleh
sebab itu, pada saat pemecahan roti pertama, Yesus berkata kepada murid-murid
tentang orang-orang banyak yang mengikuti Yesus: “Aku tidak mau menyuruh
mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan
di jalan.” Oleh sebab itu, terjadilah pemecahan roti yang pertama, yaitu
lima roti dan duka ikan untuk lima ribu orang laki-laki, tidak terhitung
anak-anak dan perempuan-perempuan (isteri-isteri).
Berarti,
dengan demikian; mempelai perempuan mencari Mempelai Laki-Laki kepada Meja Roti Sajian, tetapi tetap tidak
dijumpai, sebab masih tetap dalam keadaan suam.
Kidung
Agung 5:6
(5:6) Kekasihku
kubukakan pintu, tetapi kekasihku sudah pergi, lenyap. Seperti pingsan aku
ketika ia menghilang. Kucari dia, tetapi tak kutemui, kupanggil, tetapi tak
disahutnya.
Kekasihku
kubukakan pintu, tetapi kekasihku sudah pergi, lenyap. Pintu = hati,
dan hati harus menjadi tempatnya Firman. Kalau hati tidak menjadi tempatnya Firman,
kalau hati tidak menjadi Meja Roti Sajian emas, maka seperti pingsan aku
ketika ia menghilang, mempelai perempuan akan mengalami pingsan rohani.
Namun,
Mempelai Laki-Laki tidak ditemui, bahkan sekalipun seruan itu pun sudah
disampaikan, tetapi tetap tidak ada jawaban, masih tetap dalam keadaan suam.
Memang dosa sudah diperdamaikan; yang dahulu najis, dosa najis sudah
diperdamaikan oleh karena luka-luka. Pohon mur sudah dilukai, sehingga getah
mur yang pahit itu mengalir deras dari atas kayu salib.
Tetapi
lihatlah; kucari dia, tetapi tak kutemui, kupanggil, seruan pun
disampaikan, namun tetap tak disahutnya. Pendeknya: Mempelai Laki-Laki
menyembunyikan diri-Nya untuk sesaat lamanya.
Dan
itu sudah dinubuatkan oleh para nabi, secara khusus Yesaya 54:7, Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, namun
tujuannya adalah untuk mengajar, mendidik mempelai perempuan-Nya, dan akhirnya
supaya menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Mempelai Laki-Laki, seperti Yesus
Kristus telah melakukannya di atas kayu salib di bukit Golgota, seluruhnya
diserahkan untuk mempelai perempuan-Nya.
Mempelai
Laki-Laki (Suami) berkata: “Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau”,
selanjutnya sang Suami, Mempelai Laki-Laki berkata: “Tetapi karena kasih
sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali.” Jadi, sesaat lamanya
ditinggalkan untuk mengajar; dalam ajaran (didikan) itu nanti, maka kita bisa
mengerti dan sangat paham untuk selanjutnya menyerahkan diri mempelai perempuan
kepada Mempelai Laki-Laki Sorga, sebagai milik kepunyaan dari Mempelai
Laki-Laki Sorga.
Kidung
Agung 5:7
(5:7) Aku ditemui
peronda-peronda kota, dipukulinya aku, dilukainya, selendangku
dirampas oleh penjaga-penjaga tembok.
Tadi,
kita sudah memperhatikan:
-
pada ayat
5, mempelai perempuan mencari di Mezbah
Dupa, namun tidak ditemui juga. Darah salib memang sudah mengampuni dosa,
tetapi masih tetap dalam keadaan suam, bukan?
-
Lalu, pada ayat 6, dicari pada Meja
Roti, tetapi hatinya hampa, sehingga akan terasa pingsan.
Lalu,
karena tidak menemui Mempelai Laki-Laki, usaha yang terakhir dari mempelai
perempuan pun mencari ke mana-mana, termasuk lorong-lorong kota. Dalam usaha
mencari Mempelai Laki-Laki, yang terjadi adalah;
-
mempelai
perempuan ditemui oleh peronda-peronda kota,
-
mempelai
perempuan dipukuli oleh peronda-peronda kota,
-
mempelai
perempuan dilukai oleh peronda-peronda kota,
-
dan yang
terakhir; selendang dari mempelai perempuan dirampas oleh penjaga-penjaga
tembok.
Selendang
(tudung kepala), kalau dikaitkan dengan Pengajaran Tabernakel, secara khusus
Ruangan Suci, terkena pada kaki dian emas. Inilah yang dialami kalau
sungguh-sungguh mencari Mempelai Laki-Laki Sorga.
Pendeknya:
Kesungguhan hati kita akan diuji di dalam hal mencari Mempelai Laki-Laki Sorga.
Dia telah naik ke sorga, Dia telah meninggalkan kita untuk sesaat lamanya,
namun karena kasih sayang yang begitu besar -- seperti yang tertulis dalam
Yesaya 54:7 --, Dia akan kembali ke dunia ini, hanya untuk mempelai
perempuan-Nya. Tetapi manakala mempelai perempuan ditinggalkan oleh Mempelai
Laki-Laki, maka kesungguhan hati kita diuji bagaikan emas yang dimurnikan dalam
api.
Jadi,
saat kita ditinggalkan untuk sesaat lamanya, bagaikan emas yang dilemparkan ke
dalam api, untuk selanjutnya masuk dalam ujian yang begitu berat. Tetapi, kalau
kita sudah mengalami ujian seperti emas yang dilemparkan ke dalam api, maka
akan tampil kemurnian, untuk selanjutnya menjadi milik
kepunyaan Allah sendiri.
Kemurnian
itulah yang dicari dari seorang mempelai perempuan. Ketundukan kepada Kepala
yang murni, bukan karena embel-embel, bukan karena ini dan itu, itulah yang
dicari dari seorang mempelai perempuan.
Ketika
Mempelai Laki-Laki meninggalkan mempelai perempuan, bukan berarti TUHAN tidak
mau tahu, bukan berarti TUHAN tidak peduli, tetapi saat ini TUHAN sedang
mengajar kita semua, saat ini TUHAN sedang mendidik kita semua, supaya ketundukan
itu betul-betul murni kepada Mempelai Laki-Laki Sorga, sama seperti emas yang
dilemparkan dalam api, sehingga keluar dalam kemurniannya, itulah milik
kepunyaan Allah sendiri.
Lihatlah
Yerusalem baru, semuanya dihiasi oleh emas murni. Jalan-jalannya juga dihiasi
dengan emas murni, semuanya dihiasi dengan emas murni. Yerusalem baru,
pengantin perempuan Anak Domba adalah milik kepunyaan Allah sendiri. TUHAN
sedang mengajar kita, bagaikan emas dilemparkan ke dalam api, supaya keluar
(tampil) kemurnian.
Mari
sejenak kita memperhatikan Wahyu 21. Pada Wahyu 21, terdapat 2 (dua) perikop:
-
Perikop yang pertama: “Langit yang baru
dan bumi yang baru”, jelas itu berbicara tentang Yerusalem yang baru,
pengantin perempuan mempelai Anak Domba.
-
Perikop yang kedua: “Yerusalem yang
baru”
Wahyu
21:9
(21:9) Maka
datanglah seorang dari ketujuh malaikat yang memegang ketujuh cawan, yang penuh
dengan ketujuh malapetaka terakhir itu, lalu ia berkata kepadaku, katanya:
"Marilah ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan,
mempelai Anak Domba."
Pengantin
perempuan, mempelai Anak Domba, itulah Yerusalem baru.
Kemudian,
dalam ayat 10, Yerusalem baru digambarkan seperti ...
Wahyu
21:10
(21:10) Lalu, di
dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi
dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem, turun
dari sorga, dari Allah.
Yerusalem
baru disebut juga dengan gunung yang besar, lagi tinggi, jelas itulah Gunung
Sion.
Wahyu
21:11
(21:11) Kota itu
penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling
indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.
Yang
ketiga, mempelai perempuan disebut juga permata yaspis, permata yang paling
indah = bercahaya kemuliaan Allah, memancarkan sinar kemuliaan. Tidak ada lagi
dosa yang ditutup-tutupi, sehingga memancarkan kemuliaan Allah, Shekinah
Glory.
Wahyu
21:16-18,21
(21:16) Kota itu
bentuknya empat persegi, panjangnya sama dengan lebarnya. Dan ia mengukur kota
itu dengan tongkat itu: dua belas ribu stadia; panjangnya dan lebarnya dan
tingginya sama. (21:17) Lalu ia mengukur temboknya: seratus empat puluh
empat hasta, menurut ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat. (21:18)
Tembok itu terbuat dari permata yaspis; dan kota itu sendiri dari emas tulen,
bagaikan kaca murni. (21:21) Dan kedua
belas pintu gerbang itu adalah dua belas mutiara: setiap pintu gerbang terdiri
dari satu mutiara dan jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca
bening.
Kota
Yerusalem baru jelas terdiri dari emas
tulen (emas murni), bagaikan kaca murni.
Ketika
TUHAN naik ke sorga, sesaat meninggalkan kita, bukan berarti TUHAN tidak
peduli, tetapi TUHAN sedang mengajar kita, mendidik kita, bagaikan emas yang
dilemparkan dalam api, maka nanti tampil menjadi emas murni, milik kepunyaan
Allah sendiri. Jadi, janganlah kita bersungut-sungut dalam pemurnian ini.
TUHAN
mau melihat kesungguhan hati kita, maka TUHAN izinkan kita masuk dalam pemurnian
dapur api.
Kembali
kita memperhatikan Kidung Agung 5:7,
“Aku ditemui peronda-peronda kota, dipukulinya aku, dilukainya, selendangku
dirampas oleh penjaga-penjaga tembok.”
Peronda-peronda
kota à
Pemimpin-pemimpin bangsa. Oleh sebab itu, jangan berat hati untuk melayani
TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN.
Jangan
kita berkata seperti si pemalas: "Ada singa di jalan! Ada singa di
lorong!", sesuai Amsal 26:13.
Mengapa dia berkata seperti itu? Karena terlalu berat bagi dia untuk melayani
TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN, sehingga ia berkata: “Ada singa di
jalan! Ada singa di lorong!” Inilah orang yang dalam keadaan suam; terlalu
berat bagi dia untuk melayani TUHAN, akhirnya benar-benar dia ditemui oleh peronda-peronda
kota, itulah pemimpin-pemimpin bangsa, itulah antikris.
Hati-hati,
jangan berat hati di dalam melayani TUHAN, kalau engkau tidak mau dijumpai oleh
peronda-peronda kota, pemimpin-pemimpin bangsa, itulah antikris, penguasa
kegelapan.
Sedangkan
“tudung” yang dirampas à Ketundukan,
kesucian atau hak kita beribadah yang dirampas oleh peronda-peronda kota.
Jadi,
kesucian, ketundukan, hak ibadah, seolah-olah dirampas, sehingga antikris
mempunyai alasan untuk mempersalahkan gereja TUHAN. Sama seperti Wahyu 13,
di mana nabi-nabi palsu itu mengerjakan kuasa dari binatang pertama yang keluar
dari dalam laut, itulah antikris, bahkan nanti akhirnya dunia ini pun akan
menyoroti kegiatan dari gereja TUHAN di hari-hari terakhir ini.
Jadi,
“tudung yang dirampas” memang itu berbicara tentang pelita emas atau
karunia-karunia jabatan Roh-El Kudus, tetapi itu juga berbicara tentang kesucian
dan ketundukan -- itulah ibadah pelayanan kita kepada TUHAN -- yang seolah-olah
dirampas, sehingga antikris mempunyai alasan untuk mempersalahkan kita.
CONTOH:
-
Yusuf dimasukkan ke dalam penjara, karena
tidak mau digoda oleh isteri Pofitar. Hal ini menunjukkan bahwa kesucian dan
ketundukan seolah-olah dirampas.
-
Kemudian, Daniel dimasukkan dan
dilemparkan ke dalam gua singa, karena Daniel memiliki pendirian yang teguh,
bahwa dia tidak mau menyembah kepada berhala, tidak mau menyembah kepada yang
lain-lain, selain menyembah Allah yang hidup, Allah Abraham Ishak Yakub. Daniel
biasa menyembah Allah yang hidup itu tiga kali sehari; oleh karena itulah,
haknya, kesuciannya, ketundukannya, karunia-karunia Roh Kudus (pelita emas)
dirampas oleh mereka.
Tetapi
TUHAN membela kedua hamba TUHAN yang luar biasa ini:
-
Yusuf dibela TUHAN, dan akhirnya menjadi
mangku bumi, kepala pemerintahan atas seluruh Mesir dan istana Firaun.
-
Kemudian, Daniel juga demikian; ia
diangkat oleh raja Darius.
Sehingga
jelaslah apa yang dinyatakan oleh Daud: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah
kekelaman, aku tidak takut bahaya” Suatu kali kelak, dunia ini akan digambarkan
bagaikan lembah kekelaman, dunia ini kelak akan digambarkan bagaikan gua singa;
tetapi kalau kita tergembala dengan baik, maka kita tidak takut bahaya,
sekalipun melewati lemah kekelaman (gua singa antikris).
Itulah
pengertian tentang “tudung selendang” yang dimiliki oleh Rut. Memang di situ
tidak diceritakan penderitaan (sengsara) secara fisik, tetapi di dalam melayani
TUHAN, melayani pekerjaan TUHAN, sudah seharusnya kita siap sedia untuk
menanggung banyak penderitaan, dan hati kita tidak terlalu berat untuk melayani
TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN, supaya kita tidak didapati dalam keadaan
suam dan tidak banyak menggunakan alasan-alasan untuk melayani TUHAN.
Lihatlah
pribadi Rut; jadilah gereja Rut di hari-hari terakhir ini, supaya mendapatkan
pemeliharaan dan perlindungan dari TUHAN.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment