IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 08 JUNI 2021
KITAB KOLOSE
(Seri:146)
Subtema: DUA LOH BATU DIPECAHKAN; TANDA PENEBUSAN
Segala puji, segala hormat selayaknyalah kita sampaikan
hanya kepada Dia yang sekarang berada duduk di atas takhta-Nya dalam kemuliaan
kekal yang menjadi doa kerinduan kita sekaliannya.
Kita bersyukur, malam ini kita dihimpunkan di tengah
ibadah doa penyembahan. Dan kita berdoa, supaya kiranya TUHAN bukakan Firman-Nya
dan sekaligus meneguhkan kehidupan kita. Selain membawa kita masuk dalam
kesatuan tubuh, kita juga dibawa untuk rendah di ujung kaki salib TUHAN,
tersungkur di hadapan TUHAN, sujud menyembah Dia, Allah yang hidup, Allah
Abraham Ishak Yakub.
Saya tidak lupa menyapa sidang jemaat di Bandung, di Malaysia,
bahkan simpatisan yang senantiasa setia di tanah air ini, bahkan umat TUHAN yang
setia tekun digembalakan oleh GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, lewat live
streaming video internet Youtube, Facebook, baik di dalam negeri, di luar
negeri, TUHAN juga memberkati kita sekaliannya.
Selanjutnyalah kita sambut Firman Penggembalaan untuk
Ibadah Doa Penyembahan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat
di Kolose 3, sekarang kita masih memperhatikan ayat 19.
Kolose
3:19
(3:19) Hai suami-suami,
kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
Intinya: Seorang suami
harus tahu untuk mengasihi isterinya dengan benar. Kemudian, sikap dari seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya ialah janganlah berlaku kasar terhadap dia.
Kita
lebih rinci melihat seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya di dalam 1 Petrus 3, dengan perikop: “Hidup bersama suami
isteri”.
1
Petrus 3:7
(3:7) Demikian juga
kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum
yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia,
yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.
Di sini kita melihat: Seorang
suami dihimbau untuk berlaku bijaksana terhadap isterinya.
Sidang jemaat juga perlu
mendoakan saya, supaya saya betul-betul menjadi seorang suami yang tahu untuk
mengasihi isterinya dengan baik dan benar, supaya layak untuk menjadi hamba
TUHAN yang menerima jabatan gembala, menjadi penilik yang berkenan kepada
TUHAN, itulah yang tertulis di dalam suratan tahbisan Timotius dan Titus, di
mana seorang penilik harus tahu untuk mengasihi isterinya dengan baik, sehingga
dengan demikian, dia layak untuk menggembalakan sidang jemaat yang dipercayakan
oleh TUHAN.
Yesus Kristus adalah Kepala
Gereja dan Mempelai Laki-Laki Sorga, berarti Dialah Suami dalam keadilan dan
kebenaran; Dialah Suami yang bijaksana.
Terkait dengan hal yang
“bijaksana” kita lanjut membaca Daniel 12.
Daniel
12:3
(12:3) Dan
orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala,
dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti
bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.
Orang-orang yang bijaksana sama seperti bintang-bintang yang bercahaya di
cakrawala. Adapun tugas dari orang yang bijaksana adalah menuntun banyak orang kepada kebenaran.
Demikian
halnya pernah terjadi, ketika bintang Timur menuntun orang-orang majus,
betul-betul bintang Timur yang bercahaya di cakrawala menuntun orang majus
kepada kebenaran. Demikianlah kiranya akal budi dan kebijaksanaan itu TUHAN
kirim di tengah ibadah dan pelayanan dalam penggembalaan GPT “BETANIA” untuk
menuntun kehidupan gereja TUHAN, keluarga besar GPT “BETANIA” kepada kebenaran.
Demikian
halnya dengan Rasul Paulus terhadap sidang jemaat di Korintus, yang tertulis
pada 1 Korintus 10, dengan perikop:
“Israel sebagai
suatu peringatan”.
1
Korintus 10:14-15
(10:14)
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan berhala!
(10:15) Aku berbicara kepadamu sebagai
orang-orang yang bijaksana. Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan!
Sebagai
seorang hamba TUHAN yang bijaksana, di sini kita melihat: Rasul Paulus
menghimbau sidang jemaat di Korintus supaya menjauhkan diri mereka dari
penyembahan berhala.
Selanjutnya,
di sini kita perhatikan, Rasul Paulus berkata: “Pertimbangkanlah
sendiri apa yang aku katakan!” Mari kita pertimbangkan.
1
Korintus 10:19-20
(10:19)
Apakah yang kumaksudkan dengan perkataan itu? Bahwa persembahan berhala adalah
sesuatu? Atau bahwa berhala adalah sesuatu? (10:20) Bukan! Apa yang
kumaksudkan ialah, bahwa persembahan mereka adalah persembahan kepada
roh-roh jahat, bukan kepada Allah. Dan aku tidak mau, bahwa kamu bersekutu
dengan roh-roh jahat.
Di
atas tadi, tepatnya pada ayat 14,
Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Korintus: “Jauhilah penyembahan berhala.” Setelah kita
pertimbangkan ayat 19-20, maksudnya di
sini ialah agar jemaat di Korintus janganlah bersekutu dengan roh-roh jahat, sama seperti perjalanan bangsa Israel
selama 40 (empat puluh) tahun di padang gurun. Sekalipun mereka menjadi barisan yang dipimpin
oleh Musa, atau pun menjadi rombongan jemaat yang nampaknya beribadah kepada
TUHAN; namun kenyataannya, persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh
jahat, persembahan mereka bukan kepada Allah.
1
Korintus 10:21
(10:21)
Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh
jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan
juga dalam perjamuan roh-roh jahat.
Oleh
sebab itu, kita tidak boleh bersekutu dengan TUHAN dalam setiap
pertemuan-pertemuan ibadah kita, namun dalam kesempatan yang lain bersekutu juga
dengan roh-roh jahat. Mengapa? Supaya segala sesuatu yang
kita persembahkan bukan kepada roh-roh jahat, tetapi betul-betul sampai kepada
TUHAN, sampai kepada Allah di sorga.
Selanjutnya,
marilah kita melihat yang dimaksud PERSEKUTUAN BANGSA ISRAEL KEPADA ROH-ROH
JAHAT, yang dituliskan dengan lengkap di dalam 1 Korintus 10.
1 Korintus 10:5
(10:5) Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang
terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.
Tetapi sungguhpun demikian Allah
tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, bagian dari yang nampaknya beribadah kepada TUHAN, rombongan yang
nampaknya beribadah kepada TUHAN, barisan yang menjadi pengikut Musa, karena mereka ditewaskan di padang gurun.
Sekalipun nampaknya beribadah, namun rupanya mereka ditewaskan di padang gurun.
1
Korintus 10:6-10
(10:6) Semuanya ini
telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan
kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, (10:7)
dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti
beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: "Maka duduklah bangsa
itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria." (10:8)
Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh
beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga
ribu orang. (10:9) Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti
yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut
ular. (10:10) Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang
dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan
oleh malaikat maut.
Semuanya
ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita. Apa yang terjadi, apa yang dialami oleh bangsa Israel itu merupakan
contoh bagi kita untuk memperingatkan kita di hari-hari terakhir ini, supaya
kehidupan kita jangan seperti pengikutan bangsa Israel selama 40 (empat puluh)
tahun di padang gurun. Jadilah bijaksana.
Singkat kata: Bangsa Israel
bersekutu dengan roh-roh jahat, antara lain:
1.
Pada
ayat 6: Bangsa Israel menginginkan hal-hal yang jahat.
2.
Pada
ayat 7: Bangsa Israel menyembah berhala.
3.
Pada
ayat 8: Bangsa Israel melakukan percabulan.
4.
Pada
ayat 9: Bangsa Israel mencobai TUHAN.
5.
Pada
ayat 10: Bangsa Israel bersungut-sungut di hadapan TUHAN.
Akhirnya, mereka semua
dibinasakan oleh malaikat maut.
Sangat disayangkan; beribadah
tetapi ujungnya binasa, melayani tetapi ujungnya binasa, maka tentu saja segala
korban, tenaga, pikiran, waktu, uang, harta, materi yang sudah kita bawa dan
kita persembahkan di atas mezbah, semuanya menjadi sia-sia.
Malam ini kita masih mengikuti
penjelasan dari hal yang kedua.
Keterangan:
BANGSA ISRAEL MENYEMBAH BERHALA.
Peristiwa tersebut ditulis di dalam kitab Musa yang kedua, yakni Keluaran
32:1-35, menurut pembagiannya, antara lain:
A.
Ayat 1-6 tentang lembu
emas.
B.
Ayat 7-14 tentang murka
Allah kepada bangsa Israel.
C.
Ayat 15-20 tentang 2 (dua)
loh batu yang dipecahkan.
D.
Ayat 21-29 tentang Musa
marah kepada Harun, abangnya.
E.
Ayat 30-35 tentang Musa
berdoa untuk bangsa Israel.
Pada minggu yang lalu, kita sudah
mengikuti penjelasan tentang “murka Allah” pada ayat 7-14. Kembali saya
sampaikan untuk mengingatkan kembali: Orang yang dimurkai Allah ...
YANG PERTAMA: Telah rusak
lakunya = Berkarakter yang tidak baik ... Keluaran 32:7. Persamaannya
telah diuraikan.
YANG KEDUA: Tegar tengkuk
atau keras hati ... Keluaran 32:9. Juga telah diuraikan persamaannya
yang dikaitkan dengan Firaun; biar sepuluh kali terjadi tulah, namun Firaun
tetap tegar tengkuk. Tentang hal ini, saya tambahkan sedikit lagi, perlu untuk
diketahui: TUHAN turut menegarkan hati orang yang tegar hati. Jadi, jangan
biasakan keras hati, jangan biasakan tegar tengkuk, karena TUHAN turut
mengeraskan (turut menegarkan) hati orang yang tegar hati.
YANG KETIGA: Api neraka ...
Keluaran 32:10. Dan penguraian tentang api neraka yang dikaitkan dengan Sodom
dan Gomora dibakar oleh api neraka.
Kiranya semua yang telah
dijelaskan pada minggu yang lalu, saya berharap dalam doa memohon supaya itu
menjadi berkat yang besar bagi kita semua.
Sekarang kita akan mengikuti penjelasan tentang “dua loh
batu yang dipecahkan”. Kita berdoa, kiranya ini menjadi berkat yang besar,
berkat yang heran, berkat yang baru yang akan kita terima malam ini.
Tentang:
DUA LOH BATU YANG DIPECAHKAN (KELUARAN 32:15-20)
Kita akan memperhatikan Keluaran 32:15-20, dengan
perikop: “Anak lembu emas”. Tampilnya anak lembu emas menunjukkan bahwa
bangsa Israel tidak taat, tidak setia, tidak dengar-dengaran kepada TUHAN.
Sementara telinga ini sudah ditindik dengan anting-anting emas, tetapi pada akhirnya dilepaskan kembali, itu artinya mereka tidak
dengar-dengaran. Jadi, permulaan dari kejatuhan itu adalah tidak
dengar-dengaran; percayalah. Maka, jangan biasakan dengan tidak
dengar-dengaran.
Keluaran 32:15-16
(32:15) Setelah itu
berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh hukum
Allah dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya; bertulis
sebelah-menyebelah. (32:16) Kedua loh itu
ialah pekerjaan Allah dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik
pada loh-loh itu.
Setelah Musa
selesai melunakkan hati TUHAN, saatnyalah Musa untuk turun
dari atas gunung itu, serta membawa kedua loh batu di tangannya
yang bertuliskan 10 (sepuluh) hukum bagian luar dan bagian dalamnya.
Sepuluh hukum yang
tertulis pada dua loh batu itu, jelas adalah pekerjaan Allah, dan
tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu. Sepuluh Hukum Allah ditulis oleh ujung jari Allah, bahkan
ditukik atau diukir pada kedua loh batu itu bagian dalam dan bagian luar.
Supaya menjadi bermakna, ayat ini kita hubungkan dengan 2
Korintus 3, dengan perikop: “Pelayan-pelayan pada perjanjian yang baru”
2 Korintus 3:1-3
(3:1) Adakah kami
mulai lagi memujikan diri kami? Atau perlukah kami seperti orang-orang lain
menunjukkan surat pujian kepada kamu atau dari kamu? (3:2) Kamu
adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal
dan yang dapat dibaca oleh semua orang. (3:3) Karena telah
ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh
pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah
yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu
di dalam hati manusia.
Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati
kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang, baik perbuatan maupun perkataan. Karena telah ternyata, bahwa kamu
adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan
tinta, ditulis bukan dengan pena, tetapi ditulis dengan Roh dari
Allah yang hidup -- berarti sama dengan; Firman itu dimeteraikan oleh Roh
Kudus --, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di
dalam hati manusia.
Dahulu, sepuluh Hukum Allah ditulis pada dua loh batu, tetapi
hari-hari terakhir ini, biarlah kiranya Firman Allah sudah seharusnya dimeteraikan
oleh Roh Kudus pada loh-loh daging kita, ditukik (terukir)
dalam hati kita = Firman menjadi daging =
Firman menjadi praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Firman itu sudah harus menjadi praktek dalam kehidupan
sehari-hari, dengan
demikian;
kita menjadi surat pujian, kita semua menjadi surat Kristus,
yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang;
-
baik perkataan kita dikenal
dan dapat dibaca oleh orang,
-
baik perbuatan kita
dikenal dan dapat dibaca oleh orang,
-
baik gerak-gerik,
baik solah tingkah kita, segala sesuatu yang terkait di dalam diri kita dapat
dikenal dan dapat dibaca oleh orang,
intinya; kita semua menjadi kesaksian yang besar. Dengan
demikian, kita semua menjadi surat Kristus, surat pujian yang dapat dikenal dan
dibaca oleh semua orang di mana pun kita ada.
Berarti,
tujuan kita beribadah dan melayani di atas bumi ini adalah supaya Firman Allah itu mendarah
daging, seperti yang tertulis pada ayat 3: Karena telah
ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami.
Sekali lagi saya sampaikan: Tujuan kita beribadah dan
melayani di atas bumi ini adalah supaya Firman Allah itu mendarah
daging. Kalau Firman sudah mendarah daging, berarti Firman itu
sudah menjadi praktek dalam hidup sehari-hari. Mengapa Firman
mendarah daging? Sebab
hati manusia adalah tempatnya Firman Allah, sesuai dengan
Amsal 3:1-3 dan Amsal 7:1-3,
Kita sudah temukan penjelasan Keluaran 32:15-16, sekarang
kita maju kembali memperhatikan Keluaran 32.
Keluaran 32:17-18
(32:17) Ketika Yosua
mendengar suara bangsa itu bersorak, berkatalah ia kepada Musa: "Ada bunyi
sorak peperangan kedengaran di perkemahan." (32:18) Tetapi jawab
Musa: "Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan --
bunyi orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar."
Ketika
Yosua mendengar suara bangsa itu bersorak, berkatalah ia kepada Musa: "Ada bunyi sorak peperangan
kedengaran di perkemahan." Tetapi jawab Musa: "Bukan bunyi
nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan--bunyi orang menyanyi
berbalas-balasan, itulah yang kudengar."
Kira-kira, perkataan siapa yang benar? Perkataan Yosua
atau Musa? Tentu perkataan Musa yang benar. Mengapa saya katakan perkataan Musa
yang benar? Musa ini adalah hamba TUHAN yang sudah berpengalaman, sedangkan
Yosua adalah hamba dari pada Musa yang sedang dididik dalam perjalanan mereka
di padang gurun.
Lagi pula, TUHAN sudah memberitahukan segala perkara yang
sedang terjadi dalam perkemahan bangsa Israel kepada Musa, waktu Musa
berhadap-hadapan dengan TUHAN di atas gunung TUHAN. Dan TUHAN sangat marah
sekali dengan peristiwa lembu emas itu, karena mereka tidak taat, tidak setia,
tidak dengar-dengaran. Dan hal itu sangat diketahui oleh Musa; dan oleh karena
kemarahan itu, TUHAN sudah berencana dan berkata kepada Musa bahwa bangsa Israel
harus dibinasakan.
Tetapi puji TUHAN, Musa adalah seorang hamba TUHAN yang
rendah hati, Musa adalah seorang hamba TUHAN yang setia. Bukti kerendahan hati dan kesetiaan Musa adalah dia berusaha
menaikkan syafaatnya kepada TUHAN; di tengah-tengah
dia bersyafaat, dia melunakkan hati TUHAN. Seperti yang tertulis pada Keluaran 32:10-13, di situ Musa
berusaha melunakkan hati TUHAN agar jangan membinasakan bangsa Israel dengan
berbagai alasan dalam permohonan itu.
Lalu pada Keluaran
32:14, menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas
umat-Nya. Berarti, selama kita ada di atas muka bumi ini, maka kita harus
tergembala, karena kita butuh doa Imam Besar untuk menggembalakan kita masing-masing.
Beribadah dengan tergembala itu berbeda. Kalau “tergembala”,
sudah pasti beribadah kepada TUHAN, tetapi kalau hanya datang “beribadah” belum
tentu “tergembala”, belum tentu dengar-dengaran, belum tentu mengikuti aturan penggembalaan.
Kalau tergembala, maka domba-domba harus melewati dari bawah tongkat gembala,
harus mengikuti segala aturan yang ada di dalam penggembalaan. Kalau hanya
sekedar beribadah, belum tentu tergembala; tetapi kalau tergembala, sudah pasti
ia beribadah, sudah pasti berbakti dan ujung-ujungnya menyerahkan dirinya hanya
kepada Allah yang hidup.
Kembali kita perhatikan Keluaran 32:17-18, singkat
kata: Sementara
Musa dan Yosua turun dari atas gunung itu, berkatalah terlebih dahulu Yosua
kepada Musa, yaitu: "Ada bunyi sorak peperangan kedengaran di
perkemahan." Tetapi jawab Musa:
"Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan--bunyi
orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar." Pendeknya: Menyanyi berbalas-balasan, artinya; tidak
menang dan tidak kalah.
Saya beri contoh soal berbalas-balasan: Kalau si A
menyakiti si B, itu namanya si B sudah tersakiti, dengan lain kata; si B sudah
kalah. Tetapi kalau kita memiliki pemikiran manusiawi, akhirnya dia balas; itulah yang disebut berbalas-balasan. Jadi, tidak ada
yang menang dan tidak ada yang kalah.
Itulah nyanyian berbalas-balasan; tidak menang dan tidak
kalah. Demikianlah
kondisi dari bangsa Israel saat itu; tidak menang dan tidak kalah.
Tidak menang dan tidak kalah” dikaitkan dengan 2 (dua) perkara lain, berarti:
YANG PERTAMA: Tidak hidup dan tidak mati = Setengah
mati à Orang yang tidak
sadar diri bahwasanya kita ada sebagaimana kita ada saat ini adalah hidup
karena kasih karunia; inilah orang yang setengah
mati, tidak sadar diri.
Tidak hidup tetapi tidak mati, apa namanya? Ya
setengah mati, menunjuk kepada orang yang tidak sadar. Lihatlah orang yang
tidak sadar; dia tidak mati, dia tidak hidup, dia tidak sadar bahwa hidupnya
itu hanya karena kasih karunia. Sedangkan Rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 10: Kita ada sebagaimana
ada karena kasih karunia.
Tetapi inilah kehidupan yang “menang dan tidak kalah”,
kalau dikaitkan dengan “tidak hidup dan tidak mati”, berarti; tidak sadar.
Jika kondisi semacam ini “tidak menang
dan tidak kalah” dikaitkan
dengan 2 (dua) perkara lain, berarti:
YANG KEDUA: Tidak panas dan tidak dingin = Suam
à Orang
yang tidak bisa maju rohaninya.
Sebagai contoh, dapat kita perhatikan dalam Wahyu 3,
dengan perikop: “Kepada jemaat di Laodikia”
Wahyu 3:15-16
(3:15) Aku tahu
segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah
baiknya jika engkau dingin atau panas! (3:16) Jadi karena engkau suam-suam
kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari
mulut-Ku.
TUHAN
berkata kepada jemaat di Laodikia: “Aku
tahu segala pekerjaanmu”. Jadi, TUHAN tahu segala
pekerjaan dari sidang jemaat; TUHAN tahu
segala kondisi rohani kita, TUHAN tahu apa motif kita datang menghadap TUHAN.
Jadi, jangan saudara merasa: Oh, gembala saya tidak
tahu. Yang pasti adalah TUHAN tahu segala sesuatu. Mana yang saudara pilih;
kita mau diperhatikan TUHAN atau diperhatikan manusia (gembala sidang)? Kita
memang butuh gembala sidang, tetapi jauh lebih baik, kita butuh perhatian dari
Gembala Agung.
Lalu, selanjutnya TUHAN berkata: “Engkau tidak dingin
dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena
engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau
dari mulut-Ku.”
Singkatnya, di sini kita perhatikan kondisi rohani dari
sidang jemaat di Laodikia di dalam pengikutan
mereka adalah tidak
dingin dan tidak panas = suam. Inilah gambaran dari kerohanian
yang tidak maju.
Kalau “suam” sudah pasti rohaninya tidak maju; dari tahun
ke tahun begitu saja. Oleh sebab itu, TUHAN berkata kepada jemaat di Laodikia: “Alangkah
baiknya jika engkau dingin atau panas!” Kalau dingin ya dingin
betul; kalau panas ya panas betul. Kalau suam, maka kerohanian semacam
ini tidak akan maju.
Coba saudara kaitkan dengan hati saudara, coba saudara
renungkan pengikutan saudara kepada TUHAN dalam keadaan suam, pasti tidak
mengalami kemajuan rohani. Kalau ada pemberitaan semacam ini sampai kepada hati
kita, langsung simpan. Jangan bertahan dengan keras hati supaya TUHAN jangan
turut keraskan hatimu.
Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau
berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan
apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang,
miskin, buta dan telanjang,
Lihatlah perkataan dari orang yang suam, tidak maju
rohaninya: “Aku kaya” Menurutnya, dia kaya, tetapi bagaimana menurut
TUHAN?
Sama seperti nyanyian berbalas-balasan tadi; dia merasa
menang -- hanya karena dia dapat mengalahkan orang yang lemah --, padahal dia sudah
kalah. Tetapi sayangnya, kalau orang lemah juga mau membalas -- karena dia
tidak mau dikalahkan, ingin menang juga --, akhirnya berbalas-balasan. Jadi,
tergantung dari sisi mana kita mau mencari kemenangan; kemenangan oleh TUHAN
atau kemenangan oleh daging?
Angkau berkata: Aku kaya ... Itu kan menurut perkataan mereka, bukan? Dan aku telah
memperkayakan diriku ... karena memang sudah memperkayakan diri; siang
malam bekerja, lupa TUHAN, lupa ibadah, lupa pelayanan, lupa mengasihi sesama.
Akhirnya, mereka pun berkata: dan aku tidak kekurangan apa-apa ...
Mereka memperkayakan diri sampai tidak kekurangan apa-apa.
Namun, itu semua menurut pemikiran jemaat di Laodikia.
Tetapi bagi TUHAN, di hadapan TUHAN, keadaan jemaat di Laodikia: melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang.
Ciri-ciri tidak maju rohaninya adalah
merasa tidak kekurangan, karena memiliki kelebihan secara materi
(jasmani). Sebaliknya,
kehidupan semacam ini di mata TUHAN:
A. Jemaat di
Laodikia
MELARAT,
dan MALANG, MISKIN.
Seandainya
kita mau menjadi miskin, rela memikul salibnya, tentu saja ia menjadi kaya
dalam Kerajaan Sorga, sesuai dengan yang tertulis di
dalam Matius
5:3, Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga.
Sebagai contoh: Jemaat di Makedonia.
2 Korintus 8:1-2
(8:1)
Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih
karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. (8:2)
Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita
mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya
dalam kemurahan.
Saudara-saudara, keluarga Allah, sidang jemaat GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, Malaysia,
Bandung, simpatisan di tanah air, di Sumatera, di Jawa, di Kalimantan, di
Sulawesi, di pulau Papua, di kepulauan Riau, daratan lautan, di mana pun anda
berada di seantero Nusantara, perhatikanlah Firman ini: Kami hendak
memberitahukan kepada kamu ... Malam ini, oleh karena kemurahan TUHAN, saya
dipercaya untuk memberitahukan suatu perkara yang luar biasa yang harus kita
perhatikan dengan sungguh-sungguh: tentang kasih karunia, tentang
kemurahan TUHAN yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia,
dan juga kalau kita terima dengan rendah hati akan juga dianugerahkan kepada jemaat
keluarga besar GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, Banten, Indonesia, baik di
dalam maupun di luar negeri.
Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan,
sukacita mereka tetap meluap dan meskipun
mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Lihat, jemaat di
Laodikia: Miskin secara lahiriah, namun mereka kaya dalam kemurahan, kaya dalam
Kerajaan Sorga, karena mau memikul salibnya, karena mau menderita di dalam
mengikuti TUHAN. Mau memikul salibnya, mau menjadi miskin, tetapi kaya dalam
kasih karunia dan kemurahan, kaya di dalam Kerajaan Sorga.
Jadi, tergantung dari sudut mana kekayaan yang kita peroleh;
kaya dari sorga atau kaya menurut pemikiran manusiawi? Kalau kaya menurut
pemikiran manusiawi, maka samalah seperti jemaat di Laodikia. Oleh sebab itu,
jemaat di Laodikia berbangga, selalu bermegah dengan kekayaan mereka, tetapi
tidak bermegah dengan sorga, tidak bermegah dengan Kerajaan Sorga, serta segala
sesuatu yang ada di dalamnya, tidak bermegah dengan kasih karunia, tidak
bermegah dengan kemurahan TUHAN; akhirnya, terlalu sombong jadinya.
2 Korintus 8:3
(8:3) Aku bersaksi,
bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui
kemampuan mereka.
Aku bersaksi ... Ini adalah
kesaksian yang jujur dari Rasul Paulus: Jemaat di Makedonia telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan
mereka.
Singkat kata: Jemaat di Makedonia ini memberi
(berkorban) dari kekurangan, bukan dari kelebihan yang
ada, bukan berkorban karena mereka kaya. Kalau memberi karena punya, memberi karena kaya, semua orang bisa, dan orang kaya di luar
TUHAN pun bisa melakukannya; tetapi belum tentu disebut “kaya dalam kemurahan”.
Tetapi di sini kita melihat: Jemaat di Makedonia ini memberi dari kekurangan.
2 Korintus 8:4
(8:4) Dengan
kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya
mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada
orang-orang kudus.
Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak
kepada kami, kepada rasul-rasul, supaya mereka juga beroleh kasih
karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.
Singkat kata: Kalau kita berkorban, tidak perlu harus
dihimbau, sebaliknya memohonlah untuk mendapat kesempatan untuk
berkorban, itulah yang dipraktekkan oleh jemaat di Makedonia, di mana mereka
mendesak Rasul Paulus supaya mereka mendapat kesempatan di dalam hal membawa
korban kepada TUHAN.
Jadi, kalau berkorban, tidak perlu harus dihimbau, tidak perlu harus
diatur-atur, justru kita yang harus mendesak: “TUHAN, beri aku
kesempatan, saya ingin memberi dari kekurangan, dengan satu tujuan; supaya aku
hidup dalam kasih karunia”. Kalau
hanya memberi karena kemampuan, memberi karena kelebihan, itu bukan kasih
karunia, tetapi kalau kita diberi kesempatan oleh TUHAN menunaikan tugas
pelayanan pekerjaan TUHAN di luar kemampuan, tetapi kita berusaha, itulah kasih
karunia.
2 Korintus 8:5
(8:5) Mereka memberikan
lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka,
pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada
kami.
Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami
harapkan; perhatikanlah jemaat di Makedonia ini. Mereka
memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah ...
Seandainya saya bertanya: Mau menikmati kemurahan
TUHAN atau menikmati daging dengan segala tabiatnya? Pasti anda berkata
kepada saya: Menikmati kemurahan, tetapi pada hakekatnya kemurahan itu
dipungkiri, dengan praktek; berhitung-hitung di dalam melayani TUHAN dan
melayani pekerjaan TUHAN, menggunakan “apa untungnya” dan “apa ruginya”. Jangan
selalu begitu dalam melayani TUHAN; apa untung, apa ruginya bagi saya,
tidak boleh seperti itu. Hilangkan pemikiran yang begitu.
Kembali kita perhatikan ayat 5: Mereka memberikan
lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Jemaat di Laodikia berkorban,
dan korban mereka lebih banyak dari yang diharapkan oleh Rasul Paulus.
Kemudian, mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian
oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.
Selain
mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya jemaat di
Laodikia ini mengerti
untuk menghormati hamba TUHAN, teristimewa gembala sidang. Dia sudah memberi kepada TUHAN, juga kepada rasul-rasul (hamba TUHAN);
itulah kelanjutannya.
Jadi, setelah mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya
adalah mengerti hamba TUHAN, teristimewa yang sudah mengajari kita dengan Firman
TUHAN; dan itu juga dituliskan di dalam kitab yang lain juga, di dalam 1
Timotius 5:17, Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua
kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar.
Kepada orang-orang yang sudah berjerih lelah, hormati dia dua kali lipat.
Jangan sampai engkau salah menghormati dua kali lipat; yang tidak perlu dihormati
justru engkau hormati hanya karena dagingmu.
Biarlah kita mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya
mengerti untuk menghormati gembala sidang (hamba TUHAN); ini bukan kata saya, ini
adalah kata Firman TUHAN. Jadi, jangan saudara berpikir “gila hormat”, tidak;
tidak gila hormat. Biar saudara jungkir balik menghormati saya, namun saya
tidak akan gila hormat; tetapi sebaliknya saya akan menggendong saudara, saya peluk saudara, dan saya mau membuktikan hal itu. Itu
artinya saya tidak gila hormat, dan itu sudah saya buktikan. Saya tahu saya
dihormati, tetapi saya tidak gila hormat, saya bukan TUHAN Yesus, dan saya
sadar itu. Masing-masing ada Firman TUHAN yang harus kita lakukan.
Tadi kita sudah melihat: Setelah mengerti pekerjaan
TUHAN, selanjutnya adalah mengerti untuk menghormati hamba TUHAN, bukan?
Kita kembali membaca Wahyu 3:17, untuk memeriksa
pengikutan jemaat di Laodikia yang suam, rohaninya tidak maju.
Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau
berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan
apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang,
miskin, buta dan telanjang,
Ciri-ciri tidak maju rohaninya adalah
merasa tidak kekurangan, karena memiliki kelebihan secara materi
(jasmani). Sebaliknya,
kehidupan semacam ini di mata TUHAN:
B. Jemaat di
Laodikia
BUTA.
Selain
melarat, malang dan miskin, jemaat di Laodikia juga buta di hadapan TUHAN.
Kita lihat mengenai buta di dalam Injil Matius 6.
Matius 6:21
(6:21) Karena di
mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.
Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Hal ini tidak bisa dipungkiri sama seperti jemaat di Laodikia tadi: di
mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Sekali lagi saya sampaikan: Hal itu tidak bisa
dipungkiri, seperti jemaat di Laodikia dalam Wahyu 3:15-17 tadi.
Sebaliknya, jikalau Kerajaan Sorga serta segala sesuatu
yang ada di dalamnya menjadi harta bagi kita, maka di situ juga hati kita
berada. Contoh:
1.
Jika Firman Allah
menjadi harta kita, maka hati sudah menjadi tempat untuk menyimpan Firman
Allah = menghidupi Firman Allah. Mengapa kita
hidupi Firman? Karena hati kita di situ.
2.
Jika Roh Allah
menjadi harta kita, maka kita pasti hidup dalam
pimpinan Roh Allah. Mengapa kita hidup di dalam
Roh Allah? Karena hati kita di situ.
Mengapa kita harus menjadi dengar-dengaran? Karena hati kita di situ. Mengapa kita tidak dengar-dengaran? Karena
hati kita tidak di situ. Anting-anting emas di telinga itu adalah salah satu
perhiasan rohani yang paling berharga di mata TUHAN; dengar-dengaran.
Tentang “mata” yang buta, kita akan perhatikan ayat 22-23.
Matius 6:22-23
(6:22) Mata
adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; (6:23)
jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu
gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
Perlu untuk kita ketahui bersama-sama: Mata adalah pelita
tubuh.
Apa
buktinya? Mata adalah salah satu anggota tubuh yang kedudukannya jauh lebih
tinggi dari anggota tubuh yang lain, bahkan dari telinga
pun lebih tinggi.
Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu. Jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi, jika terang yang ada padamu gelap atau buta, maka
betapa gelapnya kegelapan itu.
Singkat kata: Kondisi atau kedudukan orang
buta adalah berada dalam
kegelapan yang paling gelap = Jatuh ke tangan antikris. Suatu kali nanti akan datang masanya, masa yang sangat sukar, itu adalah
waktu gelap, masa kegelapan, puncak kegelapan, yaitu pada masa aniaya antikris.
Jadi, jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu,
pendeknya; kondisi atau kedudukan orang buta adalah berada dalam
kegelapan yang paling gelap, dengan lain kata; jatuh
ke tangan antikris, karena puncak kegelapan adalah pada saat antikris
berkuasa di atas muka bumi ini selama 3.5 (tiga
setengah) tahun. Sebetulnya adalah selama 7 (tujuh) masa atau 7 (tujuh) tahun, tetapi
secara khusus mulai dari pertengahan 7 (tujuh) masa, yakni 3.5
(tiga setengah) tahun
yang kedua; itu puncak kegelapan nanti.
Maka, jangan biasakan menuruti keinginan mata ini,
karena apabila matamu jahat, maka gelaplah seluruh tubuhmu.
Selanjutnya, jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu, dengan lain kata; jatuh ke tangan antikris.
Biarlah kita senantiasa berada di dalam terang ajaib. Bukankah
kehidupan kita yang dipanggil dan dipilih ini dipindahkan dari kegelapan untuk selanjutnya
berada dalam terang yang ajaib? Oleh sebab itu, jangan biasakan menuruti keinginan
mata, supaya kita jangan jatuh dalam kegelapan.
Doakan, supaya TUHAN jangan mengambil kaki dian emas itu
dari kehidupan saya, karena ada ayat berkata: Orang buta menuntun orang buta,
maka jatuh ke dalam kubangan yang sama. Jadi, berbahagialah anggota tubuh yang
lain, kalau tubuh itu memiliki terang yang ajaib.
Kita kembali membawa Wahyu 3:17.
Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau
berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan
apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang,
miskin, buta dan telanjang,
Ciri-ciri tidak maju rohaninya adalah
merasa tidak kekurangan, karena memiliki kelebihan secara materi
(jasmani). Sebaliknya,
kehidupan semacam ini di mata TUHAN:
C. Jemaat di
Laodikia
TELANJANG.
Ternyata, di hadapan TUHAN, jemaat Laodikia ini telanjang. Telanjang
= Tidak mengenakan pakaian.
Lihat, keadaan suami isteri dalam keadaan telanjang, di
dalam Kejadian 3.
Kejadian 3:7
(3:7) Maka
terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang;
lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.
Singkat kata: Setelah melanggar hukum Allah, Adam dan
Hawa menyadari bahwa mereka telanjang, berarti;
kehilangan kemuliaan Allah.
Ciri-ciri
kehilangan kemuliaan Allah ialah mereka berdua
menyemat daun pohon ara = Hidup menurut kebenaran diri sendiri.
Kalau manusia telanjang karena
dosa
(karena melanggar hukum Allah), maka TUHAN akan
membenarkan kita. Tetapi di sini kita melihat; untuk
menutupi kekurangan mereka, segera saja mereka menyemat daun pohon ara, lalu membuat
cawat. Berarti, ciri-ciri dari kehilangan kemuliaan Allah adalah menyemat daun
pohon ara = Hidup menurut kebenaran diri sendiri. Kalau hidup menurut kebenaran
diri sendiri, sama artinya dia sudah kehilangan kemuliaan Allah.
Kejadian 3:8-10
(3:8) Ketika mereka
mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada
waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap
TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (3:9) Tetapi TUHAN
Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?"
(3:10) Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam
taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku
bersembunyi."
Bersembunyilah
manusia dan isterinya terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohon dalam taman. Berarti; kehilangan
damai sejahtera. Ciri-cirinya adalah
suka
menyembunyikan dosa dan juga akan mengalami
ketakutan.
Oleh karena telanjang, berikutnya adalah kehilangan
damai sejahtera, ciri-cirinya adalah suka menyembunyikan dosa dan mengalami
ketakutan; kuatir tentang masa depan, itu adalah akibat dari telanjang.
Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman
kepadanya: "Di manakah engkau?" Singkatnya; kehilangan persekutuan kasih dengan TUHAN. Bukan TUHAN tidak
tahu, tentu TUHAN tahu, tetapi TUHAN perlu bertanya: “Di manakah engkau?”
Singkatnya: Kehilangan
persekutuan kasih dengan TUHAN.
Itu adalah akibat telanjang. Dan kalau itu terus
dipertahankan, kalau kita kehilangan kemuliaan Allah dipertahankan, maka sudah
pasti kehilangan damai sejahtera, kemudian kehilangan kasih persekutuan dengan
TUHAN, dan lama-lama akhirnya terhilang, binasa.
Demikianlah
keberadaan sidang jemaat di Laodikia di hadapan TUHAN walaupun mereka kaya karena memang memiliki kelebihan secara materi, bahkan tidak kekurangan
apapun, tetapi sebaliknya, justru di hadapan TUHAN, jemaat di Laodikia;
1.
Melarat,
malang, miskin.
2.
Buta.
3.
Telanjang.
Dan 3 (tiga) hal ini sudah diuraikan; kiranya kita
memahami dengan baik.
Sekarang kita akan melihat, AKIBAT SUAM.
Kembali kita memperhatikan Wahyu 3.
Wahyu 3:16
(3:16) Jadi karena
engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan
engkau dari mulut-Ku.
Akibat tidak dingin dan tidak panas -- atau suam, atau
tidak maju rohani -- adalah seharga dengan muntahan. Itulah kerohanian suam, tidak maju rohani.
Tentu saudara tahu muntahan, bukan? Yang keluar dari mulut, itulah muntahan
atau ludahan.
Dan
seseorang akan menjadi najis, kalau muntahan itu dijilat kembali. Anjing kembali menjilat muntahan,
kembali mengulangi kesalahan yang sama; itu yang membuat
seseorang menjadi najis.
Saya berharap; Firman ini langsung dipraktekkan, Firman
menjadi daging, menunjukkan bahwa Firman itu kita simpan di dalam hati kita.
Tidak perlu saya memohon supaya saudara melakukan pekerjaan yang baik, sebab
saudara tahu kok yang baik; di situlah TUHAN melihat hati kita
masing-masing.
Supaya kita jangan binasa, maka kita perhatikan; JALAN KELUARNYA.
Wahyu 3:18
(3:18) maka Aku
menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah
dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih,
supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan;
dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
TUHAN
menghimbau supaya jemaat di Laodikia membeli ...
1.
Membeli emas yang dimurnikan dalam api,
tujuannya; agar jemaat di Laodikia menjadi kaya. Miliki kemurnian itu.
2.
Membeli pakaian putih, untuk
selanjutnya dipakai, tujuannya; supaya jangan kelihatan ketelanjangan yang
memalukan itu, sebab bahaya kalau kita telanjang.
3.
Membeli minyak untuk melumas
mata, tujuannya; supaya dapat melihat.
Berarti; jangan lagi miskin, jangan lagi buta, jangan
lagi telanjang, maka harus membeli 3 (tiga) perkara ini.
Membeli, sama artinya; bayar
harga. Kalau ikut TUHAN, maka harus bayar harga. Tidak boleh
ikut TUHAN dengan tidak bayar harga.
Hal yang senada bisa kita temukan dalam Keluaran 32.
Tadi, pada ayat 17-18 terjadi nyanyian berbalas-balasan, tidak menang tidak
kalah, tidak dingin tidak panas, suam, tidak maju rohani. Selanjutnya, kita
perhatikan ayat 19.
Keluaran 32:19
(32:19) Dan ketika ia
dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari,
maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari
tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.
Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak
lembu ... Jadi, tepat seperti apa yang TUHAN beritahukan
kepada Musa ketika ia di atas gunung. Kemudian, di samping lembu emas, Musa melihat
orang menari-nari, umat itu menari-nari karena lembu emas, bukan
menari-nari karena Roh Allah yang memberi sukacita, bukan karena kasih damai
sejahtera, tetapi menari-nari, bersukaria karena lembu emas, karena berhala,
menunjukkan mereka tidak taat, tidak setia, tidak dengar-dengaran.
Di ayat 7-15 pun dikatakan; laku mereka rusak, kemudian
mereka juga tegar tengkuk, dan inilah yang disebut suasana api neraka, sudah
dekat dengan kebinasaan.
Melihat situasi itu, maka bangkitlah amarah Musa;
dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki
gunung itu.
Bangsa Israel bangsa yang telah rusak lakunya, bangsa
yang tegar tengkuk (keras hati), kemudian sudah berada di dalam ancaman api
neraka, namun mereka berada di hadapan lembu emas itu dan mereka menari-nari,
mereka tidak tahu bahwa mereka akan dimurkai. Supaya mereka
jangan binasa karena ulah mereka yang salah itu, hanya ada satu
cara Allah untuk melepaskan mereka dari kebinasaan, yaitu lewat penebusan.
Prakteknya:
Dua loh batu harus dipecahkan, dari pada bangsa Israel harus binasa. Inilah satu-satunya cara Allah untuk menebus.
Sebab, pada dua loh batu sudah sangat jelas tertulis
hukum Allah “jangan membuat patung berhala, jangan menyembah berhala”, kalau
hal ini dipertahankan oleh Musa di hadapan bangsa Israel yang sedang menyembah
berhala itu, maka Israel binasa. Tetapi supaya Israel jangan binasa, maka dua
loh batu (hukum) itu harus dipecahkan, lewat penebusan.
Satu-satunya
cara supaya bangsa itu jangan binasa ialah dua
loh batu harus dipecahkan. Kalau hukum Taurat dipertahankan, maka Israel akan
mati, karena di dalam dua loh batu itu tertulis hukum yang
mengatakan “jangan mendirikan patung berhala, jangan menyembah berhala”, dan
kalau itu dilanggar, maka upah dosa adalah maut.
Supaya jangan binasa, maka mau tidak mau, dua loh batu
harus dipecahkan, Yesus harus mati di kayu salib; inilah penebusan itu. Oleh karena dosa,
Yesus harus menjadi korban, mengerjakan penebusan; kalau
tidak, maka manusia sudah dekat dengan
ancaman maut.
Mulai sekarang, belajar untuk bayar harga. Dalam
mengikuti TUHAN, bayar harganya. Jangan bertahan dengan harga dirimu. Jangan
bertahan dengan egoismu. Sudah tahu yang baik, tetapi kok malas-malasan
melakukan yang baik hanya karena harga diri, egois, kepentingan diri, tidak
peduli dengan pekerjaan TUHAN. Mulai
sekarang, bayar harganya; itu adalah penebusan, sampai hancur berkeping-keping,
itulah pribadi Yesus yang sudah dipecahkan di atas kayu salib. Amin..
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA
MEMBERKATI
Pemberita Firman
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment