IBADAH
RAYA MINGGU, 16 FEBRUARI 2020
WAHYU
PASAL 11
(Seri: 24)
Subtema: TUNTUTAN
FIRMAN TERKAIT 1/10 DAN HARI KE-7
Pertama-tama saya mengucapkan puji syukur
kepada Tuhan; oleh karena kasih dan kemurahan-Nya, kita dimungkinkan untuk
mengusahakan Ibadah Raya Minggu yang disertai dengan kesaksian dari zangkoor.
Saya juga tidak lupa menyapa anak-anak Tuhan,
hamba-hamba Tuhan yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live
streaming video internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada.
Selanjutnya mari kita berdoa, kita mohonkan
kemurahan Tuhan supaya kiranya Tuhan membukakan firman-Nya sore ini, dan
kehidupan kita dipulihkan oleh Tuhan; ibadah, pelayanan, nikah dan rumah tangga
dipulihkan oleh Tuhan, yang sakit disembuhkan, yang susah dihibur, yang lemah
dikuatkan. Di atas segalanya, nama Tuhan dipermuliakan.
Kita sambut firman penggembalaan untuk Ibadah
Raya Minggu dari WAHYU PASAL 11.
Sebetulnya sore ini kita akan fokus pada ayat
13, namun kita akan review kembali ayat 12 untuk sesaat saja.
Wahyu 11:12
(11:12) Dan orang-orang itu mendengar suatu suara yang nyaring dari sorga
berkata kepada mereka: "Naiklah ke mari!" Lalu naiklah mereka ke
langit, diselubungi awan, disaksikan oleh musuh-musuh
mereka.
Lalu, naiklah mereka -- yaitu Musa dan Elia --
ke langit.
Kalau Musa dan Elia naik ke langit, berarti;
tugas mereka untuk menjadi kesaksian yang besar selama 1260 (seribu dua ratus
enam puluh hari) -- sama dengan 42 (empat puluh dua) bulan, sama dengan 3.5
(tiga setengah) tahun -- sudah selesai.
Kemudian, ketika Musa dan Elia -- saksi yang
besar itu -- naik ke langit, ditandai dengan dua hal:
1.
Diselubungi awan.
2. Disaksikan
oleh musuh-musuh mereka.
Mari kita simak arti dari dua perkara tersebut.
YANG PERTAMA: “Diselubungi awan.”
Diselubungi awan, menunjukkan bahwa; mereka itu
adalah manusia rohani, bukan manusia daging. Kalau manusia daging tidak bisa
terangkat. Yang terangkat naik ke sorga adalah manusia rohani.
Ciri (tanda-tanda) manusia rohani, yaitu;
terlepas dari daya tarik bumi, sama dengan; tidak terikat dengan segala
perkara-perkara di bumi ini. Itu yang disebut manusia rohani. Sedangkan manusia
daging (manusia lahiriah); terikat dengan perkara lahiriah, pikirannya sibuk
dengan perkara lahiriah.
Sekali lagi saya tandaskan, ciri manusia
rohani: Terlepas dari daya tarik bumi = tidak terikat dengan perkara-perkara di
bumi ini, bagaikan asap dupa (kabut) kemenyan naik di hadirat Allah. Pendeknya:
Manusia rohani hidup dalam doa penyembahan.
YANG KEDUA: “Disaksikan oleh musuh-musuh
mereka.”
Ketika Musa dan Elia naik ke sorga, hal itu
disaksikan oleh musuh-musuh mereka, tujuannya -- tidak lain tidak bukan --
ialah supaya musuh-musuh mereka tahu dengan pasti, bahwa:
1.
Kerajaan Sorga atau kemuliaan kekal itu nyata
dan benar, bukan hanya sekedar cerita di Alkitab.
2.
Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya.
3. Kerajaan Sorga
adalah upah bagi orang yang sungguh-sungguh mengikuti Tuhan. Mengikut Tuhan itu
tidak boleh suam-suam, melainkan harus sungguh-sungguh, itulah manusia rohani.
Hal ini telah diterangkan pada dua minggu yang
lalu -- Ibadah Raya Minggu, 02 Februari 2020 dengan alamat https://gptserangcilegon.blogspot.com/2020/02/ibadah-raya-minggu-02-februari-2020.html --. Selanjutnya, mari kita memasuki ayat 13.
Wahyu 11:13
(11:13) Pada saat itu terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan sepersepuluh
bagian dari kota itu rubuh, dan tujuh ribu orang mati oleh gempa bumi
itu dan orang-orang lain sangat ketakutan, lalu memuliakan Allah yang di sorga.
Setelah dua saksi Allah besar -- Musa dan Elia
-- naik ke langit; terjadilah gempa bumi yang dahsyat.
Gempa bumi yang dahsyat ini akan terjadi
(berlaku) baik secara jasmani (fisik) dan juga secara rohani. Kedua-duanya akan
sama-sama berlangsung (terjadi) untuk menggenapi apa yang telah dinubuatkan
oleh para nabi atau apa yang tertulis di dalam Kitab Suci ini.
GEMPA BUMI YANG DAHSYAT SECARA JASMANI (FISIK)
itu sumbernya dari bumi, dengan jenis (penyebab) yang berbeda-beda, misalnya:
-
Terjadinya pergeseran lempengan-lempengan di
dasar laut.
-
Longsor, banjir, banjir bandang.
-
Gunung meletus, dan seterusnya.
Itulah gempa bumi yang dahsyat, yang sumbernya
dari bumi.
Sedangkan GEMPA BUMI YANG DAHSYAT SECARA ROHANI
ialah berasal dari suara Allah karena Allah berfirman dari sorga -- dengan lain
kata; terjadi pembukaan firman secara besar-besaran -- namun ditolak oleh
manusia.
Firman Tuhan yang benar, firman Tuhan yang
suci, firman Tuhan yang mulia disampaikan secara besar-besaran, tetapi manusia
menolaknya. Namun sekalipun demikian, Firman Allah tersebut akan semakin jelas
diperdengarkan dan semakin menggema, sampai mengguncang bumi ini.
Inilah gempa bumi yang dahsyat baik secara
jasmani (fisik), maupun secara rohani.
Berbahagialah kalau sore ini kita diberi
pengertian soal kesaksian Musa dan Elia, supaya kita juga diselamatkan. Kita
ini harus sama seperti Musa dan Elia menjadi manusia rohani. Jangan terikat di
bumi, jangan terlena dengan berkat di bumi, jangan terikat dengan perkara
lahiriah, itu yang memberatkan seseorang sehingga tidak terangkat naik ke
sorga.
Gempa bumi yang dahsyat akan terjadi baik
secara jasmani maupun secara rohani, dan mari kita lihat hal itu yang juga
pernah terjadi ketika bangsa Israel berada di gunung Sinai. Tetapi untuk kita
dapat mengerti hal ini, kita harus rendah hati dalam mendengar firman Tuhan,
jangan ditolak.
Keluaran 19:16-20
(19:16) Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan
kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang
sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan. (19:17)
Lalu Musa membawa bangsa itu keluar dari perkemahan untuk menjumpai Allah dan
berdirilah mereka pada kaki gunung. (19:18) Gunung Sinai ditutupi
seluruhnya dengan asap, karena TUHAN turun ke atasnya dalam api; asapnya
membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat. (19:19)
Bunyi sangkakala kian lama kian keras. Berbicaralah Musa, lalu Allah
menjawabnya dalam guruh. (19:20) Lalu turunlah TUHAN ke atas gunung
Sinai, ke atas puncak gunung itu, maka TUHAN memanggil Musa ke puncak gunung
itu, dan naiklah Musa ke atas.
Menjelang kedatangan Tuhan kembali untuk yang
kedua kalinya, persis seperti Tuhan turun ke atas gunung Sinai, lalu
menampakkan diri-Nya kepada bangsa Israel. Peristiwa yang besar ini disertai
dengan:
1.
“Kilat” sabung menyabung dan “awan padat” di atas gunung Sinai.
2.
“Bunyi sangkakala yang sangat keras”, bahkan pada ayat 19 dikatakan: “Bunyi sangkakala kian lama
kian keras”, demikian juga firman Allah yang disampaikan, makin lama harus
makin keras diperdengarkan, bukan makin lama makin dilembutkan, bukan makin
lama makin meninabobokan sidang jemaat, tetapi firman Allah, firman Pengajaran
Mempelai itu makin lama makin keras. Tidak boleh meninabobokan, tidak boleh
semakin lembut, tetapi harus semakin keras, supaya kita betul-betul mengalami
penyucian terhadap dosa.
Jadi, saudara jangan kaget dan berkata: “Kok, di gereja ini keras
sekali firman-Nya.” Loh, memang itulah firman Tuhan. Untuk menjelang
kedatangan Tuhan, firman itu harus diperdengarkan kian lama kian keras.
Walaupun manusia menolak, tetapi firman harus tetap diperdengarkan sampai
menggema, sampai mengguncang bumi, untuk mempersiapkan diri di dalam hal
menantikan kedatangan Tuhan kembali pada kali yang kedua.
Keluaran 19:16
(19:16) Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan
kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras,
sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan.
“… Sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada
di perkemahan.” Berarti, hati mereka diguncang
bagaikan gempa bumi yang dahsyat.
Keluaran 20:18
(20:18) Seluruh bangsa itu menyaksikan guruh mengguntur, kilat
sabung-menyabung, sangkakala berbunyi dan gunung berasap. Maka
bangsa itu takut dan gemetar dan mereka berdiri jauh-jauh.
Bangsa Israel menyaksikan, antara lain:
1.
Guruh mengguntur dan kilat sabung menyabung.
2.
Sangkakala berbunyi kian lama kian keras.
3. Gunung
berasap.
Akibatnya; bangsa Israel menjadi takut dan
gemetar, kemudian mereka berdiri jauh-jauh dari Tuhan. Bagaikan gempa bumi yang
dahsyat.
Keluaran 20:19
(20:19) Mereka berkata kepada Musa: "Engkaulah berbicara dengan
kami, maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara
dengan kami, nanti kami mati."
Dalam keadaan takut dan gemetar, bangsa Israel
berkata kepada Musa: “Engkaulah berbicara dengan kami, maka kami akan
mendengarkan …” Jauh lebih baik hari ini hati kita digoncang oleh pembukaan
firman Allah daripada -- setelah Musa dan Elia naik ke langit -- goncangan
gempa bumi yang dahsyat yang akan terjadi nanti.
Memang, ketika sangkakala ditiup kian lama kian
keras itu sakit bagi daging karena menusuk di hati. Ketika dosa disingkapkan,
sakit rasanya, tetapi itu jauh lebih baik daripada gempa bumi yang dahsyat yang
akan terjadi nanti. Oleh sebab itu, relakanlah hatimu, sebab Tuhan sedang
menunggu hati kita, bukan harta kita.
Sebenarnya, goncangan-goncangan sekarang ini
pun sedang terjadi di bumi, baik dalam bidang ekonomi, maupun bidang politik, sampai
pada akhirnya terjadi peperangan, bangsa bangkit melawan bangsa, kerajaan
melawan kerajaan.
Matius 24:3-7
(24:3) Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya
kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka:
"Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda
kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?" (24:4) Jawab Yesus kepada
mereka: "Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! (24:5)
Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan
berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.
(24:6) Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang.
Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi,
tetapi itu belum kesudahannya. (24:7) Sebab bangsa akan bangkit
melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan
dan gempa bumi di berbagai tempat.
Sejenak tentang: “Ketika Yesus duduk di atas
Bukit Zaitun …” Biarlah kita menantikan Tuhan di atas gunung. Janganlah
kita memboroskan harta rohani di luaran sana. Nantikanlah Tuhan seperti bangsa
Israel menantikan kedatangan Tuhan di atas gunung Sinai; apapun goncangan yang
terjadi tetap berada di atas gunung Tuhan, dengan lain kata; tetap ada di dalam
rumah Tuhan.
“… Datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya
untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia …” Berarti, pembicaraan ini
adalah pembicaraan khusus, hanya Yesus dan 12 (dua belas) murid, itu arti bercakap-cakap
sendirian.
“… Bilamanakah itu akan terjadi dan apakah
tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?" Langit dan bumi ini
akan berlalu, harta, kekayaan, kedudukan, jabatan, ijazah, segala yang ada ini
akan berlalu.
“Waspadalah supaya jangan ada orang yang
menyesatkan kamu!” Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan karena
kita telah menerima Pengajaran Mempelai sehingga kita tidak disesatkan lagi.
Jangan memberi diri disesatkan oleh ajaran-ajaran yang lain.
Tanda kedatangan Tuhan dan tanda kesudahan
dunia ini ialah:
YANG PERTAMA: Banyak orang memakai nama
Tuhan dan berkata: “Akulah Mesias.”
Pendeknya: Nanti banyak orang akan mengaku sebagai utusan Tuhan, sebagai
orang-orang yang diurapi Tuhan, sehingga nanti banyak orang yang disesatkan.
Sidang jemaat berdoa, supaya Tuhan tolong penggembalaan ini lewat
pengajaran firman Allah yang benar dan murni, tidak ditambahkan dan tidak
dikurangkan. Berdoa, supaya perjalanan rohani kita tiba pada tujuan. Kalau
ajarannya sesat, sampai kapan pun ia tidak akan tiba (sampai) di tujuan, sebab
ia sesat di jalan; mutar-mutar berbicara soal berkat, mutar-mutar bicara soal
mujizat-mujizat, tetapi salib tidak ditegakkan di tengah ibadah pelayanan,
mutar-mutar di situ saja = sesat.
Tanda kedatangan Tuhan dan tanda kesudahan
dunia ini ialah:
YANG KEDUA: Bangsa bangkit melawan bangsa,
kerajaan melawan kerajaan.
Tanda kedatangan Tuhan dan tanda kesudahan
dunia ini ialah:
YANG KETIGA.
Matius 24:9-10
(24:9) Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan
dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku, (24:10) dan
banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling
membenci.
“Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya
disiksa …” Nanti, anak-anak Tuhan akan diserahkan dan banyak mengalami
penderitaan karena harus disiksa. Jadi, belajar untuk memikul salib supaya
jangan ngomel-ngomel pada saat penderitaan itu tiba.
Kalau seorang pemimpin rumah Tuhan, gembala
sidang (pendeta) sibuk berbicara hanya soal berkat-berkat secara jasmani,
tetapi tidak mempersiapkan sidang jemaat untuk memikul salib, maka celaka dua
belas -- seperti orang yang sesat; mutar-mutar saja di situ --.
“… Dan banyak orang akan murtad …” Oleh
karena penderitaan itu, banyak orang akan murtad, bagaimana tidak? Karena
selama dia berada dalam satu penggembalaan, dia selalu dicekoki dengan
ajaran-ajaran theologi kemakmuran, hanya berbicara soal berkat dan mujizat
secara jasmani, tetapi salib tidak ditegakkan, sehingga tidak mengerti untuk
menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung, tidak mengerti tentang
sengsara salib Kristus. Akhirnya, tiba hari penderitaan, tiba hari pencobaan,
tiba hari kesusahan; ia menjadi murtad karena tidak sanggup.
Mulai dari sekarang belajar untuk memikul salibnya,
menyangkal dirinya, dan mengikut Tuhan.
Kemudian, pada waktu itu, anak-anak Tuhan
akan diserahkan supaya disiksa, dibunuh dan dibenci semua bangsa karena nama
Tuhan. Inilah tanda kedatangan Tuhan dan tanda kesudahan dunia yang ketiga.
Akibat tiga perkara di atas: Banyak orang akan
murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci karena kasih
sudah semakin dingin.
Oleh sebab itu, dengan tegas saya menyampaikan
kembali: Bahwasanya, setelah Musa dan Elia naik ke langit, terjadilah gempa
bumi yang dahsyat. Artinya, terjadi goncangan di bumi oleh karena suara Allah
sebab Tuhan berfirman dari sorga, itulah pembukaan firman yang dinyatakan.
Sekalipun ditolak oleh manusia, namun Tuhan akan terus memperdengarkan
firman-Nya, menggemakannya sampai bumi digoncangkan.
Saat ini kita berbahagia tentunya, setelah
menerima pengertian dari sorga, dari Allah. Kebahagiaan dari sorga sifatnya
kekal.
Berbeda dengan kebahagiaan di bumi yang hanya
bersifat sementara; uang habis maka kebahagiaan juga habis, kedudukan jabatan
habis maka kebahagiaan juga habis. Tetapi kebahagiaan dari sorga kekal; seperti
yang tertulis di dalam kitab Wahyu; Berbahagialah
mereka yang membaca, yang mendengar dan yang menurutinya,
sesuai dengan Wahyu 1:3.
Tuhan tidak berkata: “Berbahagialah mereka
yang banyak uangnya. Berbahagialah mereka yang memiliki kedudukan jabatan yang
tinggi. Berbahagialah mereka yang menjadi pengusaha besar. Berbahagialah mereka
yang memiliki ijazah yang tinggi.”
Dalam Wahyu 1:3, Tuhan hanya berkata: “Berbahagialah
ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang
menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya.” Berbahagialah orang yang (1)
membaca, (2) mendengar, (3) menuruti firman Allah.
Tadi kita sudah memperhatikan; terjadi gempa
bumi yang dahsyat, goncangan yang hebat karena suara Allah, firman
diperdengarkan sampai mengguncang bumi. Hal ini dijelaskan oleh nabi Amos dan
nubuatannya.
Amos 3:4
(3:4) Mengaumkah seekor singa di hutan, apabila tidak mendapat mangsa?
Bersuarakah singa muda dari sarangnya, jika belum menangkap apa-apa?
“Mengaumkah seekor singa di hutan, apabila
tidak mendapat mangsa?” Berarti, seekor singa mengaum kalau ia sudah
mendapat mangsa.
“Bersuarakah singa muda dari sarangnya, jika
belum menangkap apa-apa?” Berarti, singa muda bersuara kalau ia sudah
menangkap buruannya.
Pendeknya: Singa mengaum terkait dengan mangsa.
Yesus Kristus adalah Singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, Dia berfirman
untuk mengguncang bumi, mengguncang orang-orang yang menolak firman Tuhan.
Amos 3:8
(3:8) Singa telah mengaum, siapakah yang tidak takut? Tuhan ALLAH
telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat?"
Sebenarnya, kalau Allah berfirman, dua hal
terjadi:
1.
Orang-orang menjadi takut.
2. Dosa
disingkapkan, sama dengan; dosa dibongkar dengan tuntas.
Sebab, tugas dari seorang nabi adalah
bernubuat. Bernubuat, artinya; menyingkapkan segala dosa yang terselubung.
Kalau dosa yang terselubung (tersembunyi) sudah
tersingkap, sama dengan; dosa dibongkar dengan tuntas.
Yesus adalah Singa dari suku Yehuda sudah
mengaum dan mengguncang hati kita di sore ini. Apa tandanya? Tentu kita menjadi
takut, kemudian dosa dibongkar dengan tuntas, sebab segala dosa yang
terselubung disingkapkan.
Tetapi biarkanlah itu terjadi kalau memang hal
itu terjadi sore ini, sebab itu jauh lebih baik daripada nanti gempa bumi yang
dahsyat menimpa kehidupan kita masing-masing.
Menurut saudara (sidang jemaat), Pengajaran
Firman Allah yang kita terima dan kita dengar sore ini, apakah itu maksud jahat
atau bermaksud mulia? Tentu Tuhan bermaksud mulia, supaya kehidupan kita
selamat. Tetapi banyak orang yang tidak mengerti sehingga banyak orang mencari
firman yang enak-enak, dagingnya dielus-elus, tetapi kelak apabila hari
pencobaan tiba (celaka besar terjadi), ia tidak akan mampu menghadapinya.
Sekarang ini kita tidak sedang dininabobokan
oleh Tuhan Yesus, justru Dia sedang memperhatikan kita.
Kemudian saya tegaskan, sekalipun ditolak,
Tuhan akan tetap memperdengarkan firman-Nya seperti Singa dari suku Yehuda
telah mengaum sampai menggoncang bumi, menggoncang hati kita. Tetapi itu jauh
lebih baik supaya kita menjadi suatu kehidupan yang takut akan Tuhan, kemudian dosa
kita dibongkar dengan tuntas, karena tugas seorang nabi adalah bernubuat.
Bernubuat, berarti menyingkapkan segala dosa yang terselubung. Tugas nabi itu
menunjuk dosa: semua dosa sampai dosa itu dibongkar dengan tuntas. Memang hati
kita terasa tergoncang sekarang, tetapi itu jauh lebih baik, supaya dosa
dibongkar dengan tuntas.
Kita kembali membaca Keluaran 20.
Keluaran 20:19-20
(20:19) Mereka berkata kepada Musa: "Engkaulah berbicara dengan kami, maka
kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan kami, nanti
kami mati." (20:20) Tetapi Musa berkata kepada bangsa itu:
"Janganlah takut, sebab Allah telah datang dengan maksud untuk mencoba
kamu dan dengan maksud supaya takut akan Dia ada padamu, agar kamu
jangan berbuat dosa."
“… Tetapi janganlah Allah berbicara dengan
kami, nanti kami mati.” Kalau Tuhan yang bersuara dari sorga -- itulah
gempa bumi yang dahsyat -- mematikan, oleh sebab itu, lebih baik hati kita
digoncang sekarang ini.
Lebih baik hari ini kita dengan rela ditegur
oleh firman Allah yang disampaikan, dengan satu tujuan; supaya kita menjadi
suatu kehidupan yang takut akan Tuhan.
Tanda takut akan Tuhan ialah tidak lagi berani
berbuat dosa. Kalau masih berani (nekat) berbuat dosa, berarti ia tidak takut
Tuhan, tetapi tanda orang yang takut Tuhan ialah tidak berani, tidak nekat
berbuat dosa, tidak nekat meninggalkan Tuhan.
Pendeknya: Takut akan Tuhan membenci dosa
kejahatan, juga membenci dosa kenajisan.
Akibat gempa bumi yang dahsyat.
Wahyu 11:13
(11:13) Pada saat itu terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan sepersepuluh
bagian dari kota itu rubuh, dan tujuh ribu orang mati oleh gempa bumi itu
dan orang-orang lain sangat ketakutan, lalu memuliakan Allah yang di sorga.
Akibat gempa bumi yang dahsyat:
1.
Sepersepuluh bagian dari kota itu rubuh.
2. Tujuh ribu
orang mati.
Sebetulnya, angka-angka ini -- 1/10 dan 7000 --
adalah angka-angka yang dikhususkan oleh Tuhan, baik sepersepuluh -- itu
merupakan milik-Nya Tuhan --, maupun
tujuh ribu -- adalah angka sempurna --. Tetapi justru, akibat gempa bumi yang
dahsyat ini, angka-angka tersebut mengalami suatu musibah besar, yaitu sepersepuluh
bagian dari kota itu rubuh dan tujuh ribu orang mati.
Sewaktu membaca ini, saya renungkan dan
bertanya-tanya: Tuhan, apa maksudnya ini semua? Bukankah angka-angka ini
adalah angka-angka yang dikhususkan? Baik sepersepuluh -- miliknya
Tuhan -- maupun tujuh ribu -- angka sempurna atau angka hari perhentian
bagi Tuhan --, tetapi justru mengalami musibah besar, celaka besar.
Mari kita berdoa, supaya kita bisa melihat
perkara ini. Dengan rendah hati kita datang memohon kepada Tuhan supaya Tuhan menyatakan
kemurahan-Nya bagi kita.
Akibat gempa bumi yang dahsyat,
YANG PERTAMA: SEPERSEPULUH BAGIAN DARI
KOTA ITU RUBUH.
Akibat gempa bumi yang dahsyat ini, nanti
sepersepuluh bagian dari kota suci rubuh, dan kerubuhan atau kejatuhan dari
anak-anak Tuhan ini tidak dapat dibangunkan kembali. Pendeknya, binasa untuk
selama-lamanya.
Jika Tuhan memberikan pengertian, Tuhan bukakan
firman-Nya, itu adalah kemurahan, supaya kita mengerti semua rencana Tuhan.
Jangan kita hanya menantikan dua tiga ayat lalu ditambahkan dengan cerita si
kancil, si kura-kura, tidak jelas arahnya, sebab si kancil dan si kura-kura
tidak mungkin membawa kita masuk sorga.
Mari kita lihat lebih dulu tentang
SEPERSEPULUH.
Maleakhi 3:8-10
(3:8) Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata:
"Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan
persepuluhan dan persembahan khusus! (3:9) Kamu telah kena kutuk, tetapi
kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! (3:10) Bawalah seluruh
persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
“Bolehkah manusia menipu Allah?” Tentu tidak, tetapi Tuhan berkata; “Namun kamu menipu Aku.”
Tetapi kamu berkata: "Dengan cara
bagaimanakah kami menipu Engkau?", Kalimat ini
menunjukkan bahwa manusia suka berdalih dan mengelak. Kebanyakan manusia memang
seperti itu; tidak mudah mengaku dosanya, susah untuk disucikan. Tidak mau
datang kepada Tuhan dengan rendah hati dan berkata: “Ya, aku berdosa, aku
sudah menipu Engkau.”
“Mengenai persembahan persepuluhan dan
persembahan khusus!” Siapa yang mau datang dengan rendah
hati mengakui kesalahannya, mengakui bahwa dia pernah mencuri sepersepuluh –
milik-Nya Tuhan -- ?
Resiko yang akan dialami apabila menolak untuk
mengembalikan 1/10 (milik-Nya Tuhan) ialah “kamu telah kena kutuk, tetapi
kamu masih menipu Aku.”
“Bawalah seluruh persembahan persepuluhan
itu …” Seluruh persembahan persepuluhan, misalnya;
-
Entah ditraktir makan bakso, kalau harganya Rp
15.000 (lima belas ribu), berarti ambil Rp 1.500 (seribu lima ratus) untuk
persepuluhan.
-
Entah dibayar ongkos naik ojek kemana-mana,
kalau harganya Rp 10.000 (sepuluh ribu), berarti ambil Rp 1.000 (seribu)
sebagai milik-Nya Tuhan.
Seluruh persembahan persepuluhan bawalah itu “…
Ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku …” Jadi, persepuluhan itu terkait dengan firman Tuhan
sebagai makanan rohani.
Perhatikan baik-baik:
Maleakhi 3:8-10, ayat ini jelas berbicara tentang persembahan persepuluhan. Kita memang
harus membawa persembahan persepuluhan kepada Tuhan, tetapi persembahan
persepuluhan yang kita bawa itu semata-mata bukan berbicara soal uang saja,
sebab Tuhan kita tidak pernah kekurangan uang.
Jadi, sudah sangat jelas, bahwa; persembahan
persepuluhan yang kita bawa itu berbicara soal kasih Allah dinyatakan kepada
milik-Nya (umat-Nya) -- dinyatakan kepada saya dan saudara -- berdasarkan
tuntutan firman Allah (makanan rohani) yang akan kita lakukan di hadapan Tuhan.
Itulah yang mau Tuhan nyatakan sore hari ini kepada kita masing-masing.
Ayo, jangan menipu Tuhan lagi, tetapi jujurlah
dalam hal persembahan persepuluhan, supaya kita diberkati Tuhan, dan Tuhan akan
membuka tingkap-tingkap langit lebih dari berkat yang sebelumnya. Haleluya..
Yohanes 15:10
(15:10) Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku,
seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Jikalau kita melakukan apa yang dituntut oleh
Firman Allah dari kehidupan kita masing-masing, tanda bahwa kita tinggal di
dalam kasih Allah.
Oleh sebab itu, kita tidak boleh menipu Tuhan,
supaya bebas dari kutuk nenek moyang, sebab kutuk nenek moyang itu berlaku
sampai pada keturunan yang keempat. Kutuk nenek moyang itu merupakan dosa
warisan, misalnya;
-
Kalau bapanya penjudi, nanti anaknya turut
penjudi.
-
Kalau bapanya pendusta, nanti anaknya pendusta.
Sebab itu, kita tidak boleh menipu Tuhan. Apa
yang Tuhan tuntut kepada kita, biarlah itu kita lakukan, tanda bahwa kita
betul-betul tinggal dalam kasih Allah yang besar, kasih yang heran itu.
Sebenarnya firman Allah menuntut kita untuk
melakukan banyak hal, tetapi marilah kita fokus dengan apa yang kita terima
sore hari ini.
Inilah tuntutan firman kepada kita untuk segera
kita lakukan kepada Tuhan, yaitu …
Yohanes 15:12
(15:12) Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku
telah mengasihi kamu.
Tuntutan yang utama dari firman Tuhan ialah
supaya kita saling mengasihi, supaya antara seorang dengan yang lain -- saya
dan saudara -- saling mengasihi dengan kasih Agape, bukan dengan kasih Fileo –
daging --, bukan dengan kasih Eros --
kenajisan (lawan jenis) --. Dan contoh teladan dari kasih itu ialah
seperti pengorbanan Yesus, yang telah Dia buktikan di atas kayu salib.
Yang dituntut oleh firman Tuhan dari kita
adalah untuk saling mengasihi antara seorang dengan yang lain, dimulai dalam
nikah rumah tangga, makin berkembang dalam penggembalaan, makin berkembang di
luar penggembalaan, menjadi suatu kesaksian yang hidup baik dalam situasi
kondisi apapun, baik saat berdiri, duduk dan berjalan, saling mengasihi satu
dengan yang lain.
Persembahan persepuluhan atau satu dari sepuluh
(1/10), itu merupakan kasih Allah, bagaikan sepuluh hukum yang tertulis dalam
dua loh batu, intinya hanya satu, yaitu kasih.
-
Hukum yang pertama sampai hukum yang keempat =
kasih kepada Allah.
-
Hukum yang kelima sampai hukum yang kesepuluh =
kasih kepada sesama.
Jadi, sepuluh hukum yang tertulis pada dua loh
batu, intinya hanya satu, yaitu kasih. Satu dari sepuluh adalah kasih. Sepersepuluh
itulah kasih. Itulah tuntutan firman yang harus kita lakukan untuk segera
saling mengasihi satu dengan yang lain, bukan dengan kasih Eros, bukan dengan
kasih Fileo, tetapi dengan kasih Agape, seperti Yesus telah menunjukkan kasih-Nya,
Dia rela berkorban untuk kita di atas kayu salib dua ribu tahun yang lalu.
Jadi, persembahan persepuluhan itu bukan saja
berbicara soal uang. Seolah-olah Tuhan kita kekurangan uang sehingga kita
ketakutan mengembalikan milik Tuhan, sehingga kita tidak jujur dalam hal mengembalikan
sepersepuluh (milik-Nya Tuhan). Bagaimana mungkin kita bisa mengasihi satu
dengan yang lain kalau kita tidak jujur dalam mengembalikan sepersepuluh
(milik-Nya Tuhan)? Kalau kita sudah tidak jujur dalam hal sepersepuluh, maka
kita tidak mungkin bisa melakukan apa yang dituntut oleh firman kepada kita,
yaitu untuk saling mengasihi satu dengan yang lain.
Saya masih ingat: Tahun 2001 saya sudah menjadi
hamba Tuhan. Sejak tahun 2003 sampai tahun 2020, sampai hari ini, saya belajar
untuk setia mengembalikan persembahan persepuluhan kepada Tuhan melalui Gereja
Pantekosta Tabernakel (GPT) berpusat di Surabaya. Dari semua persembahan
persepuluhan saya kembalikan kepada Tuhan, sebab itu merupakan milik-Nya Tuhan.
Entah sekali waktu saya mendapat berkat, contohnya;
seperti kemarin saudara Kaleb bawa kado ulang tahun dalam bentuk celana.
Setelah saya mengetahui harganya, selanjutnya saya hitung persembahan
persepuluhannya. Saya tidak mau mencuri milik-Nya Tuhan.
Belajar untuk melakukan saat orang tidak tahu
apa yang harus saya lakukan, saat orang tidak tahu dalam ketulusan saya
melakukan tuntutan firman. Kalau melakukan saat dilihat mata manusia, oohh
tentu orang dunia jagonya.
Ayo, belajar jujur mengembalikan persepuluhan.
Saudara David juga harus jujur dalam bisnisnya; begitu dapat tender proyek
kecil ataupun besar-besaran, langsung ingat miliknya Tuhan (1/10).
Apakah susah masuk sorga? Jawabnya; tidak
susah. Yang membuat susah ialah; logika manusia (pikiran manusia daging).
Mulai dari sejak tahun 2003, saya tidak pakai
logika, saya kosongkan diri di dalam hal untuk mengembalikan milik Tuhan. Dan
tidak ada yang tahu seberapa besar persepuluhan yang saya kembalikan kepada
Tuhan, kecuali isteri saya dan Tuhan. Tetapi saya harus jujur dalam
mengembalikan persembahan persepuluhan ini, tidak boleh menipu Tuhan, sebab
tuntutan firman terkait sepersepuluh adalah untuk saling mengasihi.
Sekarang kita akan melihat …
Kesimpulan dari tuntutan firman
Allah terkait persepuluhan (10 hukum) kepada kita ialah:
Yang Pertama: MEMIKUL SALIB di
tengah-tengah kegiatan Roh, bagaikan dua loh batu yang pertama telah dipecahkan
oleh Musa sebagai gambaran dari sengsara salib, sebab Yesus telah
memecah-mecahkan segenap hidup-Nya di atas kayu salib.
Mengapa Musa memecahkan dua loh batu yang
pertama itu? Karena bangsa Israel telah jatuh dalam dosa. Yesus memecah
mecahkan segenap hidup-Nya di atas kayu salib karena dosa umat Tuhan.
Itulah tuntutan yang pertama terkait dengan
persepuluhan (= 2 loh batu), sebab inti dari dua loh batu (sepuluh hukum) hanya
satu, yaitu kasih; memikul salib.
Keluaran 32:15-16,19
(32:15) Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh
hukum Allah dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya; bertulis
sebelah-menyebelah. (32:16) Kedua loh itu ialah pekerjaan Allah dan
tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu. (32:19) Dan
ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang
menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari
tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.
Dua loh batu yang berisikan sepuluh hukum yang
ditulis oleh ujung jari Tuhan itu telah dipecahkan oleh Musa karena bangsa
Israel telah jatuh dalam dosa.
Musa memecahkan dua loh batu yang pertama, itu
berbicara tentang sengsara salib, sebab Yesus telah memecahkan segenap
hidup-Nya di atas kayu salib.
Tuntutan firman terkait dengan sepersepuluh,
yang pertama adalah sangkal diri, memikul salib. Memang setiap orang
harus memikul salibnya.
-
Saya sebagai seorang suami mempunyai
tanggung jawab yang harus dipikul di atas pundak, yaitu; mengasihi isteri,
mengayomi keluarga, nikah dan rumah tangga.
-
Saya juga sebagai pemimpin rumah Tuhan
(gembala sidang) harus memperhatikan kawanan domba dalam kandang penggembalaan
ini satu per satu. Dalam keadaan susah, dalam keadaan memberontak, dalam
keadaan liar, seorang gembala harus terus memperhatikan kawanan dombanya,
memberinya makan dan minum.
-
Juga seorang isteri harus memikul salib,
memikul tanggung jawab di atas pundak, yaitu tunduk kepada suaminya (menjadi
penopang) dan memperhatikan keluarganya.
-
Tanggung jawab seorang anak yang harus
dipikul di atas pundak, yaitu hormat kepada orang tuanya.
-
Tanggung jawab dari seorang hamba Tuhan,
yaitu sungguh-sungguh melayani dalam kesucian.
-
Tanggung jawab seorang tuan, yaitu
memperhatikan hamba-hambanya. Yesus Kristus adalah Tuan dari hamba-hamba Tuhan,
Dia sangat memperhatikan kita, Dia telah memikul tanggung jawabnya dengan luar
biasa, sekalipun menderita sangat di atas kayu salib.
Itulah tuntutan firman terkait persepuluhan
(satu dari sepuluh) yang tertulis pada dua loh batu, yang pertama ialah
sengsara salib.
Kesimpulan dari tuntutan firman
Allah terkait persepuluhan (10 hukum) kepada kita ialah:
Yang Kedua: SUPAYA KITA SEMUA MENJADI SATU,
ini merupakan kerinduan Yesus, Anak Allah yang terbesar. Walaupun berbeda suku,
kaum, bahasa, dan bangsa, tetapi kerinduan Tuhan adalah supaya kita menjadi
satu.
Itulah tuntutan firman yang kedua, terkait
dengan persepuluhan, terkait dengan dua loh batu yang berisikan sepuluh hukum.
Jangan sampai karena sakitnya firman ini, lalu
kita terpisah-pisah, sidang jemaat tidak mau lagi beribadah besok. Biarlah kita
berlaku bijaksana terhadap pemberitaan firman Tuhan di sore ini. Jadilah
bijaksana dan dewasa secara rohani.
Yohanes 17:4
(17:4) Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan
pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.
Bapa telah dipermuliakan di bumi, sebab Anak
telah menyelesaikan pekerjaan Bapa. Atau pekerjaan Bapa sudah selesai maka Bapa
dipermuliakan.
Dalam Yohanes 19:30, sesudah minum
anggur asam, Yesus berkata: “Sudah selesai”, lalu Ia menyerahkan
nyawa-Nya, Ia mati sehingga prajurit-prajurit (tentara Romawi) tidak mematahkan
kaki-Nya (tulang-tulang-Nya). Tetapi penjahat yang disalibkan di sebelah kanan
dan kiri Yesus, kaki mereka dipatah-patahkan karena mereka masih hidup.
Berarti kesimpulannya, Yesus telah
menyelesaikan pekerjaan Bapa sehingga terwujudlah kesatuan tubuh Kristus yang
berbeda-beda, tulang-tulang-Nya tidak terpisah, anggota tubuh-Nya tidak
terpisah karena Yesus sudah mati di atas kayu salib.
“Sudah selesai”, Dia sudah menyelesaikan
pekerjaan Allah Bapa, sehingga Bapa dipermuliakan di atas muka bumi ini.
Selanjutnya, karena Yesus sudah mati, prajurit
(tentara Romawi) tidak mematahkan kaki-Nya, melainkan menombak
lambung-Nya, maka segera keluar mengalir darah dan air, tanda kelahiran
baru. Ketika seorang bayi lahir, tandanya ialah; darah dan air ketuban,
artinya; gereja -- bangsa kafir – dilahirkan kembali.
Tulang-tulang-Nya tidak dipatah-patahkan,
artinya; terwujudnya kesatuan tubuh. Ini adalah kerinduan Tuhan. Dia sudah
melakukan-Nya di atas kayu salib, barulah kerinduan itu Dia sampaikan
(diomong).
Yohanes 17:21
(17:21) supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa,
di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya
dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Inilah kerinduan Anak: Supaya dari setiap suku,
dan kaum, dan bahasa, dan bangsa di bumi menjadi satu.
Terbuktilah pernyataan Yesus yang berkata: “Aku
telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang
Engkau berikan kepada-Ku.” Jadi, perkataan-Nya sesuai dengan perbuatan-Nya.
- Ayat 4 merupakan perbuatan (Yesus menyelesaikan pekerjaan Bapa).
-
Ayat 21 merupakan pengakuan, perkataan.
Kalau pengakuan (perkataan) singkron dengan
perbuatan, maka kesaksian kita benar di mata Tuhan, kesaksian kita benar di
mata manusia.
Yohanes 17:22-23
(17:22) Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau
berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah
satu: (17:23) Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna
menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan
bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.
“… Supaya mereka menjadi satu …”, inilah
kerinduan Yesus, Anak Allah. Kerinduan-Nya yang terbesar bukan soal uang,
bukan, Tuhan itu kaya. Tetapi kerinduan Tuhan adalah supaya kita menjadi satu,
sama seperti Anak dan Bapa adalah satu.
Kita harus satu, oleh sebab itu, jangan turuti
kejahatan dan kenajisan, sebab itulah yang menimbulkan perpecahan.
PERHATIKAN: Menjadi satu, sama dengan; sempurna.
Kalau sudah sempurna, maka kelak berada dalam kemuliaan (dipermuliakan).
Kalau kita satu, berarti sempurna, dan kalau
kita sempurna, kelak kita berada dalam kemuliaan apabila Dia datang sebagai
Raja dan Mempelai Pria Sorga di dalam kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.
Kalau kita satu, sempurna, dipermuliakan.
Tetapi kalau terpisah-pisah, mengambil jalannya masing-masing, menuruti kata
hati dan keinginan daging, menuruti kata kenajisan, menuruti kata kejahatan,
maka tidak akan menjadi satu.
Kalau kita mengambil jalannya masing-masing,
itu artinya sedang menggagalkan rencana Allah, menggagalkan kerinduan yang
terbesar dari Anak Allah. Hati-hati, jangan lagi mengambil jalannya
masing-masing, khususnya imam-imam belajar taat, setia, dengar-dengaran, supaya
kerinduan Tuhan terwujud.
Inti dari tuntutan firman terkait dengan
sepersepuluh, yang kedua ialah supaya kita menjadi satu.
Jadi, jangan mengambil jalannya masing-masing,
jangan menuruti kata hati, jangan menuruti keinginan di hati, supaya kita
menjadi satu.
Satu = sempurna. Kalau sudah sempurna, kelak
berada dalam kemuliaan apabila Dia datang pada kali yang kedua sebagai Raja dan
Mempelai Pria Sorga.
Seberapa besar (beratnya) firman yang kita
dengar, jangan terpisah, jangan takut untuk terus digembalakan oleh Pengajaran
Mempelai. Satu-satunya pengajaran yang mempersatukan gereja Tuhan ialah
Pengajaran Mempelai.
Apa arti Mempelai? Satu. Suami isteri berbicara
mempelai, berarti satu. Dua tetapi satu, itu Roh Mempelai. Miliki Roh Mempelai.
Kolose 3:14
(3:14) Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang
mempersatukan dan menyempurnakan.
“… Kenakanlah kasih …” Tadi persembahan
persepuluhan berbicara soal kasih, itulah tuntutan firman.
Kasih berguna sebagai pengikat yang mempersatukan
dan menyempurnakan. Jadi, tali kasih mengikat kita menjadi satu dan sempurna.
Memang, untuk mempersatukan dua pribadi yang
berbeda, untuk mempersatukan dua pikiran yang berbeda, untuk mempersatukan dua
hati yang berbeda, untuk mempersatukan dua keinginan yang berbeda itu susah,
hanya bisa dipersatukan di dalam kasih Allah, sebagaimana Yesus telah mengasihi
kita di atas kayu salib.
Biarlah pikiran Allah terpatri di dalam pikiran
kita. Kita tidak boleh mengikuti Tuhan dengan pikiran manusia. Oleh sebab itu,
terimalah firman Tuhan dengan rendah hati dan lemah lembut, itu adalah pikiran
Tuhan.
Kembali saya sampaikan: Kalau kita sempurna,
maka kelak berada dalam kemuliaan, BAGAIKAN DUA LOH BATU YANG KEDUA DISIMPAN
DI DALAM TABUT PERJANJIAN.
Terlebih dahulu kita melihat dua loh batu yang
kedua.
Keluaran 34:4-5
(34:4) Lalu Musa memahat dua loh batu sama dengan yang mula-mula;
bangunlah ia pagi-pagi dan naiklah ia ke atas gunung Sinai, seperti yang
diperintahkan TUHAN kepadanya, dan membawa kedua loh batu itu di tangannya. (34:5)
Turunlah TUHAN dalam awan, lalu berdiri di sana dekat Musa serta
menyerukan nama TUHAN.
Dua loh batu yang pertama yang berisikan
sepuluh hukum Allah, itu ditulis oleh ujung jari Tuhan. Tetapi dua loh batu
yang kedua -- walaupun sama dengan dua loh batu yang pertama -- itu dipahat
oleh Musa.
Saat ini hati kita sedang dipahat firman, sebab
tidak mungkin Tuhan datang langsung menunjuk-nunjuk dosa di hati. Doakan terus
supaya saya tetap menjadi gembala yang setia memahat, sehingga firman itu
tertukik di hati kita masing-masing.
Setelah dua loh batu yang kedua selesai
dipahat, selanjutnya turunlah Tuhan dalam awan (Tuhan turun dalam
kemuliaan), menyatu dengan Musa.
Jadi jelas sekali, bahwa; tuntutan firman
terkait persembahan persepuluhan, yang kedua adalah supaya kita menjadi satu.
Kalau kita sudah menjadi satu, maka sempurna. Kalau sempurna, maka kelak
dipermuliakan, seperti Musa dipermuliakan bersama dengan Tuhan di atas gunung
Sinai.
Jangan terpecah-pecah lagi. Jangan malas-malas
beribadah. Biarlah kita sungguh-sungguh menjadi satu dalam kandang
penggembalaan ini walaupun kita ini adalah himpunan kecil. Yang penting masuk
sorga. Untuk apa kita memiliki semua yang ada di dunia ini, namun kehilangan
kasih yang mempersatukan -- sama dengan; binasa --
Biarlah kita memperhatikan kerinduan Tuhan ini.
Tuhan himpunkan kita dari latar belakang yang berbeda-beda dan memiliki masa
lalu yang berbeda-beda, tetapi Tuhan tidak lihat itu. Tuhan tidak lihat orang
kaya atau miskin, Tuhan tidak lihat apakah engkau punya kedudukan jabatan atau
tidak. Hal itu terlalu kecil bagi Tuhan. Tuhan itu hebat, Dia tidak melihat
hal-hal yang seperti itu.
Yang Tuhan mau bukan soal uangnya, sebab Tuhan
kita kaya. Yang Tuhan mau -- dari inti tentang ketentuan persembahan
persepuluhan -- adalah supaya kita satu, sempurna, dipermuliakan.
Keluaran 34:6-7
(34:6) Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN,
Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,
(34:7) yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang,
yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali
membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa
kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan
keempat."
Tuhan berjalan di depan Musa, sekaligus
berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah”, selanjutnya terdengarlah seruan:
-
Seruan yang pertama: Penyayang.
-
Seruan yang kedua: Pengasih.
-
Seruan yang ketiga: Panjang sabar.
-
Seruan yang keempat: Berlimpah kasih-Nya.
-
Seruan yang kelima: Berlimpah setia-Nya.
Sampai pada akhirnya, Tuhan meneguhkan kasih
setia-Nya kepada beribu-ribu orang, juga mengampuni kesalahan dan pelanggaran
dosa kita. Apa tujuannya? Supaya kerinduan Tuhan ini terwujud.
Tuntutan firman terkait persembahan
persepuluhan yang kedua adalah supaya kita menjadi satu, itulah kerinduan Tuhan
yang terbesar.
Selanjutnya kita akan melihat: DI MANA KEDUA
LOH BATU YANG KEDUA ITU DILETAKKAN?
Keluaran 25:21-22
(25:21) Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di atas tabut dan dalam tabut
itu engkau harus menaruh loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu. (25:22)
Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian
itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara
dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan
kepada orang Israel."
“Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di
atas tabut dan dalam tabut itu engkau harus menaruh loh hukum”, sudah pasti yang ditaruh adalah dua loh batu yang baru, yang dipahat
oleh Musa.
Karena, loh batu yang pertama sudah dipecahkan,
itu berbicara tentang sengsara salib, itulah tuntutan yang pertama dari firman
terkait sepersepuluh, supaya kita masing-masing memikul salib di dalam
mengikuti Tuhan.
Tuntutan firman yang kedua terkait sepersepuluh
adalah supaya kita menjadi satu.
Sekarang, satu = sempurna. Kalau
sempurna, maka kelak dipermuliakan. Orang berdosa tidak mungkin
dipermuliakan. Hanya orang sempurna yang dipermuliakan. Oleh sebab itu, dua loh
batu yang kedua itu ditaruh di dalam Tabut Allah.
Sesudah dua loh batu yang kedua ditaruh di
dalam Tabut Allah itu, maka di situ ada suatu pertemuan yang indah antara Musa
dan Allah. Lalu kemudian Allah membicarakan tentang masa depan, yaitu pesta
nikah Anak Domba, sebab Tabut Perjanjian itu berbicara tentang hubungan nikah
antara tubuh dengan Kepala.
-
Peti tabut perjanjian, menunjuk kepada;
mempelai Tuhan, gereja yang sempurna.
-
Tutup pendamaian dengan dua kerub di atasnya,
itu berbicara tentang Allah Trinitas.
Ø Tutup
pendamaian yang terbuat dari emas, itulah pribadi Yesus, Kepala Gereja,
Mempelai Pria Sorga.
Ø Kerub yang
pertama, menunjuk; Allah Bapa.
Ø Kerub yang
kedua, menunjuk; Allah Roh Kudus.
Jadi, tutup pendamaian dengan dua
kerub di atasnya seluruhnya seiras terbuat dari emas murni, itu berbicara
tentang Allah Trinitas, Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja, Mempelai Pria
Sorga.
Bagaimana saudara melihat rencana Allah dalam
kehidupan kita? Bukankah luar biasa?
Wujud dari Tabut Perjanjian.
Wahyu 19:6-8
(19:6) Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti
desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: "Haleluya!
Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. (19:7)
Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari
perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. (19:8)
Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang
berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" [Lenan halus itu adalah
perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.]
Sampai pada akhirnya, berada dalam pesta nikah
Anak Domba atau perjamuan kawin Anak Domba. Mempelai perempuan bersanding
dengan Mempelai Laki-Laki Sorga, sama dengan; berada di dalam kemuliaan-Nya dan
kesempurnaan-Nya sebagai Raja dan Mempelai Pria Sorga.
Dua loh batu yang kedua yang berisikan sepuluh
hukum -- yang sama dengan dua loh batu yang pertama -- ditaruh di dalam Tabut
Perjanjian. Sementara Tabut Perjanjian terdiri dari dua bagian;
-
Peti dari tabut,
menunjuk kepada; gereja atau sidang mempelai Tuhan.
-
Tutup peti dengan dua kerub di atasnya, itu menunjuk kepada; Allah Trinitas, Tuhan
Yesus Kristus, Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga.
Maka benar, bahwa: Kalau kita satu, sama
dengan; sempurna. Kalau kita sempurna, maka kelak dipermuliakan, berada dalam
perjamuan kawin Anak Domba, berada dalam pesta kawin Anak Domba, mempelai Tuhan
bersanding dengan Mempelai Laki-Laki Sorga. Inilah kerinduan Tuhan yang kedua.
Jadi, kita beribadah semata-mata bukan hanya
untuk mencari berkat-berkat dan mujizat secara lahiriah, tetapi kita beribadah
adalah untuk melakukan tuntutan firman yang terkait dengan persepuluhan:
-
Yang pertama; memikul salib.
-
Yang kedua; supaya kita masuk dalam pesta nikah
Anak Domba (menjadi satu = sempurna).
Uang dan berkat-berkat serta perkara-perkara
lahiriah lain terlalu kecil bagi Tuhan. Yang terpenting adalah turuti tuntutan
yang pertama terkait dengan persepuluhan, yaitu MEMIKUL SALIB, selanjutnya
turuti tuntutan firman terkait persepuluhan yang kedua, yaitu supaya kita SATU.
Tuhan sangat memperhatikan kehidupan kita ini,
tentu supaya kita tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Tetapi kenyataannya tadi: Sepersepuluh
bagian dari kota itu rubuh oleh karena gempa bumi yang dahsyat. Hal ini
menjadi pertanyaan, mengapa sepersepuluh bagian dari kota itu dirubuhkan?
Matius 23:23
(23:23) Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan
kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan,
yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu
harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.
Persepuluhan dari selasih, persepuluhan dari
adas manis, persepuluhan dari jintan, persepuluhan dari berkat-berkat,
persepuluhan ditraktir dan sebagainya, dipersembahkan (dikembalikan) kepada
Tuhan, itu bagus.
Tetapi yang terpenting dari tuntutan firman
terkait sepersepuluh, yaitu:
1.
Keadilan diabaikan.
2.
Belas kasihan diabaikan.
3. Kesetiaan diabaikan.
Inilah sepersepuluh bagian dari kota suci yang
nanti rubuh oleh karena gempa bumi yang dahsyat.
Tadi kita sudah melihat: Setelah Musa selesai
memahat dua loh batu yang baru -- yang sama dengan dua loh batu pertama --
barulah Allah turun dalam kemuliaan. Sesudah itu, Allah berseru: “TUHAN,
TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan
setia-Nya”.
Tetapi di sini kita melihat; ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi mengembalikan sepersepuluh, tetapi tuntutan firman
terkait dengan sepersepuluh diabaikan, yaitu; keadilan diabaikan, belas kasihan
diabaikan -- tidak ada pengampunan --, kesetiaan diabaikan. Untuk apa
mengembalikan sepersepuluh, tetapi jika tuntutan firman terkait dengan
sepersepuluh diabaikan?
Hati-hati. Saya sudah sampaikan. Jika nanti bumi
digoncang oleh gempa bumi yang dahsyat, jangan sampai kita mempersalahkan
Tuhan, jangan ada tuntutan kepada Tuhan, sebab saya sudah menyampaikannya sore
ini. Tuhan tidak bisa berhutang kepada kita, justru kitalah yang berhutang
banyak.
Perhatikan keluarga masing-masing,
perhatikanlah suami, isteri dan anak. Apalah jadinya nanti kalau keluarga kita
binasa oleh karena gempa bumi yang dahsyat? Pokoknya saya sudah sampaikan, maka
saya tidak berdosa lagi kepada Tuhan.
Cintailah Tuhan dengan segenap hatimu,
perasaanmu dan pikiranmu. Jangan engkau memikirkan yang tidak perlu dipikirkan.
Akibat gempa bumi yang dahsyat, YANG KEDUA: TUJUH RIBU ORANG MATI.
-
Angka 7 (tujuh), artinya; sempurna, juga
menunjuk hari perhentian.
-
Angka 1000 (seribu) adalah angka
pelipatgandaan.
2 Petrus 3:8
(3:8) Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh
kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu
tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.
Satu hari = seribu tahun. Seribu tahun = satu
hari di hadapan Tuhan.
Jadi, jelas bahwa, angka 1000 (seribu) adalah
angka pelipatgandaan.
Berarti, kerajaan 1000 (seribu) tahun damai
yang terdapat dalam Wahyu 20:2,4, itu menunjuk; hari ketujuh, hari
perhentian, sama dengan; sempurna.
Kita lihat HARI PERHENTIAN.
Ibrani 4:4
(4:4) Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas:
"Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala
pekerjaan-Nya."
“… Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala
pekerjaan-Nya."
Angka tujuh adalah angka sempurna, juga disebut
hari perhentian.
Selanjutnya, kita akan memperhatikan, siapakah
tujuh ribu orang yang mati oleh karena gempa bumi yang dahsyat itu?
Ibrani 4:5-7
(4:5) Dan dalam nas itu kita baca: "Mereka takkan masuk ke tempat
perhentian-Ku." (4:6) Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang
akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih
dahulu diberitakan kabar kesukaan itu, tidak masuk karena ketidaktaatan
mereka. (4:7) Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu "hari
ini", ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud
seperti dikatakan di atas: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah
keraskan hatimu!"
Siapa mereka yang tidak masuk pada hari
perhentian? Siapakah tujuh ribu yang mati oleh karena gempa bumi yang dahsyat
itu?
Mereka itu adalah orang yang tidak taat
kepada firman, tidak taat, setia, dan dengar-dengaran, tidak tunduk kepada
firman.
Banyak orang Kristen yang hanya tunduk (taat)
kepada kehendak manusia, taat kepada aturan, situasi, dan kondisi yang ada, sehingga
tidak sedikit anak-anak Tuhan tunduk kepada peraturan-peraturan di dunia ini,
misalnya; tinggalkan ibadah hanya karena overtime. Inilah tujuh ribu
orang yang mati karena gempa bumi yang dahsyat.
Tadi saya sudah katakan di atas: Angka tujuh
ini bukankah angka sempurna, angka yang dikhususkan oleh Tuhan? Tetapi mengapa
justru angka ini tidak sampai pada hari perhentian?
Barulah Tuhan beri pengertian ini kepada saya,
untuk saya sampaikan sore ini, dan kita semua mengerti. Oleh sebab itu, mari
kita belajar untuk taat, setia, dan dengar-dengaran. Kalau hari ini kita dengar
firman, janganlah keraskan hati.
Hal ini pun sudah saya sampaikan, berarti
tanggung jawab sudah saya kerjakan. Jadi kalau nanti akhirnya ditimpa oleh
gempa bumi yang dahsyat, jangan salahkan Tuhan. Oleh sebab itu, JANGAN KERASKAN
HATI. Belajar untuk TAAT, SETIA, DENGAR-DENGARAN kepada Tuhan.
Inilah tujuh ribu orang yang mati karena gempa
bumi yang dahsyat. Bagaimana sekarang status kerohanian kita? Masihkah keras
hati atau sudah taat, setia, dengar-dengaran? Apakah sudah tunduk pada kehendak
Tuhan, atau tunduk pada kehendak manusia, kehendak aturan di dunia ini?
Orang yang keras hati, tunduk pada kehendak
sendiri, tunduk pada kehendak aturan di dunia, orang semacam ini tidak akan masuk
pada hari perhentian, berarti akan mati oleh karena gempa bumi yang dahsyat.
Tetapi saya berdoa, semoga satu pun dari antara
keluarga Allah, sidang jemaat GPT "BETANIA" Serang dan Cilegon tidak ada
satu pun yang binasa, tidak ada yang tertinggal, semua masuk pada hari
perhentian. Amin.
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI
PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment