IBADAH
KAUM MUDA REMAJA, 25 APRIL 2020
STUDY
YUSUF
(Seri: 188)
Subtema:
KESETIAAN SEORANG HAMBA
Shalom.
Selamat malam, salam sejahtera, bahagia kiranya memenuhi setiap kehidupan kita dan tempat perhimpunan Ibadah Kaum Muda Remaja di tiap-tiap sektor; di Pastori, di Perumnas, di BCA, di Serang, biarlah kiranya Tuhan melawat kehidupan kita pribadi lepas pribadi. Sehingga kehidupan pemuda remaja GPT “BETANIA”, juga anak-anak Tuhan, yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan menjadi biji mata Tuhan, dipelihara oleh Tuhan, dibela, dilindungi sampai pada masa puncak kesesakan, akhirnya bahagia bersama dengan Dia di dalam kerajaan yang kekal.
Selamat malam, salam sejahtera, bahagia kiranya memenuhi setiap kehidupan kita dan tempat perhimpunan Ibadah Kaum Muda Remaja di tiap-tiap sektor; di Pastori, di Perumnas, di BCA, di Serang, biarlah kiranya Tuhan melawat kehidupan kita pribadi lepas pribadi. Sehingga kehidupan pemuda remaja GPT “BETANIA”, juga anak-anak Tuhan, yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan menjadi biji mata Tuhan, dipelihara oleh Tuhan, dibela, dilindungi sampai pada masa puncak kesesakan, akhirnya bahagia bersama dengan Dia di dalam kerajaan yang kekal.
Saya juga tidak lupa menyapa anak
Tuhan, umat Tuhan, pemuda remaja yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan
lewat live streaming, video internet,
Youtube, Facebook, di mana pun
anda berada kiranya Tuhan memberkati kita sekaliannya.
Selanjutnya,
mari kita berdoa dan memohon berkat kepada Tuhan supaya Tuhan kiranya
membukakan firman-Nya bagi kita, sehingga kita dapat merasakan pertolongan
Tuhan sedang berlangsung dalam setiap kehidupan kita masing-masing.
Segera saja kita sambut firman
penggembalaan untuk Ibadah Kaum Muda Remaja, tentang study Yusuf.
Kejadian 41:50-52
(41:50) Sebelum datang tahun kelaparan itu, lahirlah bagi Yusuf dua orang anak
laki-laki, yang dilahirkan oleh Asnat, anak Potifera, imam di On. (41:51) Yusuf memberi nama Manasye
kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah membuat aku
lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku." (41:52) Dan kepada anaknya yang
kedua diberinya nama Efraim, sebab katanya: "Allah membuat aku
mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku."
Sebelum datang tujuh tahun kelaparan
itu lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki-laki.
- Yang
sulung bernama: Manasye.
- Yang
kedua bernama: Efraim.
Selanjutnya mari kita simak arti rohani
kedua nama anak laki-laki Yusuf tersebut, dimulai dari anak yang sulung, yakni
Manasye.
MANASYE, artinya:
Allah telah membuat Yusuf lupa sama sekali terhadap dua perkara, yakni:
1. Yusuf
lupa kepada kesukarannya.
2. Yusuf
lupa kepada rumah bapanya.
Selanjutnya kita akan menyimak arti
kedua hal di atas, dimulai dari: Yusuf
Lupa Kepada Kesukarannya.
Adapun kesukaran Yusuf dibagi dalam
tiga fase:
- Fase
yang pertama: “Ketika Yusuf tinggal
bersama-sama dengan saudara-saudaranya” (Kejadian 37). -- Hal ini telah
disampaikan beberapa tahun yang lalu --.
- Fase
yang kedua: “Ketika Yusuf tinggal di
rumah Potifar” (Kejadian 39). -- Hal ini sekarang masih kita perhatikan --.
- Fase
yang ketiga: “Ketika Yusuf berada di
dalam penjara” (Kejadian 40).
Namun
kita
masih berada pada FASE YANG KEDUA, yaitu: KETIKA YUSUF TINGGAL DI RUMAH POTIFAR.
Kejadian 39:6B
(39:6) Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan
Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apa pun selain
dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.
“Adapun
Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya”, menunjukkan bahwa; Yusuf adalah gambaran dari mempelai Tuhan, yakni gereja Tuhan yang sempurna, yang tidak bercacat dan tidak bercela. Berarti, Yusuf telah mencapai derajat yang tinggi yakni mulia dan
indah, dengan demikian keindahan dari mempelai wanita Tuhan dinyatakan di
tengah-tengah bangsa kafir, bagaikan Yusuf ada di tanah Mesir.
Singkatnya,
Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya di tengah-tengah bangsa kafir, bagaikan Yusuf
berada di tanah Mesir. Berarti, Tuhan kita itu adil, Tuhan kita itu tidak hanya
peduli kepada bangsa Yahudi tetapi juga peduli kepada kita bangsa kafir.
Kejadian
39:7
(39:7) Selang beberapa waktu isteri tuannya
memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur
dengan aku."
Ketika keindahan dari mempelai wanita
Tuhan ditampilkan, maka di sisi lain
musuh atau lawan yang dibenci oleh Tuhan, yaitu dosa
kenajisan akan berusaha untuk menjatuhkan gereja Tuhan ke dalam perzinahan,
seperti isteri Potifar; dia memandang
Yusuf dengan berahi lalu berkata: "Marilah
tidur dengan aku." Walaupun
demikian, kehidupan anak-anak Tuhan (pemuda remaja)
tidak perlu takut, memang hal itu harus terjadi.
Demikian halnya dalam Wahyu 17
dan Wahyu 18, di mana Babel besar ibu
dari wanita-wanita pelacur berusaha untuk menjatuhkan sekaligus menggagalkan
pesta nikah Anak Domba, yang merupakan puncak keindahan dari
mempelai wanita Tuhan … Wahyu 19:6-9.
Perlu untuk diketahui bersama-sama:
kalau kita berada dalam kemuliaan Allah,
maka
secepatnyalah kita merendahkan diri dan tersungkur di ujung kaki salib Tuhan,
sebab itu merupakan tempat yang terindah. Oleh sebab itu, jangan kita
memandang:
- Kemuliaan
dari ibadah dengan berahi.
- Kemuliaan
dari pelayanan itu dengan berahi.
- Kemuliaan
dari Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel dengan berahi, supaya
jangan kita sombong.
Sadar
atau tidak sadar, banyak hamba-hamba Tuhan terkhusus kepada hamba Tuhan yang
dipercayakan Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel menjadi sombong,
jelas itu karena dia memandang Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel
dengan berahi.
- Kemuliaan
dari harta yang indah atau karunia-karunia Roh Kudus dengan berahi.
- Kemuliaan
dari segala sesuatu yang ada di dalam kerajaan Allah dengan berahi.
Sebab memandang kemuliaan Allah dengan
berahi atau kepentingan diri itu setara dengan perzinahan rohani.
Mari kita melihat tentang hal itu lebih
jauh lagi.
Imamat 16:1-2
(16:1) Sesudah kedua anak Harun mati, yang terjadi
pada waktu mereka mendekat ke hadapan TUHAN, berfirmanlah TUHAN kepada Musa. (16:2) Firman TUHAN kepadanya:
"Katakanlah kepada Harun, kakakmu, supaya ia jangan sembarang waktu masuk
ke dalam tempat kudus di belakang tabir, ke depan tutup pendamaian yang
di atas tabut supaya jangan ia mati; karena Aku menampakkan diri dalam awan di
atas tutup pendamaian.
Untuk hari raya pendamaian,
sebagai seorang imam besar, Harun jangan sembarang waktu masuk ke dalam tempat
kudus atau Ruangan Maha Suci. Tidak
boleh sembarang waktu untuk berada di
tengah-tengah kemuliaan Allah, maka Harun harus
menunggu kehadiran Tuhan dalam awan di atas tutup pendamaian, supaya dia jangan
mati seperti kedua anaknya yaitu Nadab dan Abihu.
Mari kita lihat peristiwa itu.
Imamat 10:1
(10:1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan
Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta
menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan
ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya
kepada mereka.
Nadab dan Abihu mempersembahkan kepada
Tuhan api asing yang tidak diperintahkan Tuhan kepada mereka.
Mereka
mengambil perbaraan, lalu diisi dengan api
yang ada di Mezbah Korban Bakaran,
selanjutnya menaruh ukupan di atas perbaraan itu, dengan kata
lain; Nadab dan Abihu mempersembahkan api asing
yang tidak diperintahkan kepada mereka. Singkatnya,
Nadab dan Abihu memandang kemuliaan Allah dengan berahi atau dengan kepentingan
diri, dan itu merupakan api asing atau perzinahan
rohani.
Jangan
memandang kemuliaan Allah dengan berahi atau dengan kepentingan diri karena hal
itu merupakan api asing atau yang disebut dengan perzinahan rohani.
Imamat 10:2
(10:2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan
keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN.
Akhirnya, keluarlah api
Tuhan, lalu menghanguskan Nadab dan Abihu, sehingga
mereka mati di hadapan Tuhan. Berarti, binasa walaupun ia adalah seorang
pelayan Tuhan.
Itu sebabnya di atas tadi saya
kemukakan; kalau kita berada di tengah-tengah kemuliaan
Tuhan, biarlah kita segera membawa diri ini
secepatnya merendahkan diri di ujung kaki salib Tuhan, tersungkur di hadapan
Tuhan. Jangan kita
memandang ringan dan jangan menganggap
enteng kemuliaan Tuhan, berarti;
jangan memandang berahi kemuliaan Tuhan, sebab itu setara dengan perzinahan
rohani.
Itu sedikit saja tentang Kejadian
39:7,
di mana isteri Potifar memandang Yusuf dengan berahi.
Selanjutnya kita kembali membaca Kejadian
39:8-9.
Kejadian 39:8-9
(39:8) Tetapi Yusuf menolak dan berkata
kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi
mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya
pada kekuasaanku, (39:9) bahkan di
rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak
diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya.
Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat
dosa terhadap Allah?"
Yusuf menolak untuk tidur dengan isteri
Potifar, sebab hal itu merupakan ukupan asing yang membinasakan.
Yusuf menolak tidur dengan isteri
Potifar, menunjukkan
keberadaan
Yusuf dalam dua hal:
1. Yusuf
setia memikul sebuah tanggung jawab yang dipercayakan
oleh
tuannya kepadanya. Sebab, pada ayat
8 Yusuf berkata: “Dengan
bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah
menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku.”
2. Hidup
dalam kekudusan karena ia takut akan Tuhan.
Hal
itu bisa kita lihat dalam pengakuan Yusuf sendiri pada ayat 9: “Bagaimanakah mungkin
aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”
Saya berharap, baik yang di
sektor Serang, maupun yang di sektor BCA, maupun yang di Perumnas;
belajar untuk memperhatikan firman Allah yang disampaikan, sebab
sekarang ini kita sedang berada di tengah-tengah kemuliaan
Allah, oleh sebab itu, jangan kita memandang
berahi kemuliaan Allah, sebab itu setara dengan perzinahan rohani.
Selanjutnya kita melihat penjelasan
tentang: YUSUF SETIA MEMIKUL TANGGUNG JAWAB YANG DIPERCAYAKAN TUANNYA.
Contohnya,
kita akan memperhatikan Matius 25.
Matius 25:24-25
(25:14) "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti
seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan
mempercayakan hartanya kepada mereka. (25:15)
Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan
yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya,
lalu ia berangkat.
Perlu untuk diketahui:
Bahwasanya, hal Kerajaan
Sorga itu sama seperti seorang yang mau
bepergian ke luar negeri, lalu mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya.
Di sini kita melihat:
- Kepada
hamba yang pertama dipercayakan lima talenta.
- Kepada
hamba yang kedua dipercayakan dua talenta.
- Kepada
hamba yang ketiga dipercayakan satu talenta.
Talenta-talenta
tersebut dipercayakan kepada hamba-hambanya
masing-masing menurut kesanggupannya. Jadi, tuan
dari hamba-hamba tersebut tidak memaksakan lebih dari kesanggupan
hamba-hambanya.
Tuhan juga tidak memaksa kita untuk
mengikuti Dia, tetapi lewat pemberitaan firman malam ini,
Tuhan memberi suatu pengertian yang baik supaya
kita semua menjadi hamba yang setia, bertanggung jawab melakukan apa yang
dipercayakan tuannya. Yesus Kristus adalah Tuan dari semua
hamba-hamba Tuhan.
Matius 25:16-18
(25:16) Segera pergilah hamba yang menerima lima
talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. (25:17) Hamba yang menerima dua talenta
itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. (25:18) Tetapi hamba yang menerima satu
talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan
uang tuannya.
Namun,
di sini
kita melihat;
- Pergilah hamba yang pertama untuk mengusahakan
talenta yang dipercayakan kepadanya, sehingga ia
pun mendapat laba lima talenta.
- Demikian
juga hamba yang kedua yang mendapat laba
dua talenta.
- Tetapi hamba yang ketiga itu segera mengubur
satu talenta yang dipercayakan kepadanya.
Matius 25:20-23
(25:20) Hamba yang menerima lima talenta itu datang
dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan
kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. (25:21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu
itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (25:22) Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu,
katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh
laba dua talenta. (25:23) Maka kata
tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Singkatnya, hamba yang pertama dan hamba yang kedua
setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, sehingga mereka disebut
sebagai hamba yang baik dan setia. Kalau kita setia memikul tanggung jawab yang
dipercayakan oleh Tuhan (tuan), maka disebutlah hamba yang baik dan setia.
Jadi, tidak hanya baik, tetapi juga disebut hamba yang setia. Mengapa demikian?
Amsal 20:6
(20:6) Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang
yang setia, siapakah menemukannya?
Banyak orang menyebut dirinya baik hati, tetapi
orang yang setia, siapakah menemukannya? Berarti, orang yang baik belum tentu
setia, tetapi orang yang setia sudah pasti baik.
Memang, Tuhan menuntut perbuatan baik, tetapi juga
harus setia. Dengan kita berada di tengah-tengah ibadah pelayanan, itu
menunjukkan bahwa kita sedang melakukan perbuatan yang baik, tetapi Tuhan juga
menuntut kesetiaan kita. Perbuatan yang baik bukan akhir dari segala sesuatu,
itu sebabnya Tuhan menuntut kesetiaan dari seorang hamba Tuhan, pelayan Tuhan,
imam-imam.
Titus 2:9-10
(2:9) Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya
dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, (2:10)
jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia,
supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah,
Juruselamat kita.
Seorang hamba “hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal”, jangan membawa kebenaran sendiri, berarti:
-
Jangan membantah dalam segala hal.
-
Jangan curang dalam segala hal.
Melainkan seorang hamba harus tulus dan setia,
sebab kesetiaan seorang hamba menunjukkan bahwa dia memuliakan atau menghormati
ajaran Allah.
Untuk memuliakan atau menghormati (menghargai)
ajaran, tidak cukup dari pernyataan yang keluar dari mulut saja, tetapi
dibutuhkan pembuktian-pembuktian dari seorang hamba Tuhan, yaitu;
- Selain jangan membantah dan
jangan curang,
- Juga harus tulus dan setia.
Jangan kita berkata: Tuhan Yesus dengan pengajaran-Nya luar biasa, tetapi kita tidak tulus dan tidak setia.
Jadi, marilah kita belajar untuk memuliakan atau menghormati ajaran Allah
dengan cara yang tulus dan setia.
Perbuatan baik memang dituntut oleh Tuhan, tetapi
kita juga harus setia, sebab orang yang baik belum tentu setia. Hari ini
mungkin bisa berbuat baik, tetapi besok belum tentu setia. Setia menunjukkan
bahwa dia memuliakan, dia menghormati, dia meninggikan ajaran Allah.
Sebagai bukti seorang hamba betul-betul memuliakan
ajaran Allah (ajaran yang sehat).
Ibrani 2:16-17
(2:16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia
kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (2:17)
Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan
saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan
dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.
Sebagai Imam Besar, Yesus Anak Allah telah
memperdamaikan dosa seluruh bangsa, memperdamaikan dosa kita, menunjukkan
bahwa; Ia telah menaruh belas kasihan kepada kita. Sesungguhnya, bukan para
malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani.
Namun, hal itu terjadi (terwujud atau tergenapi)
karena Ia telah setia kepada Allah Bapa. Tidak mungkin Dia dipercayakan tugas
yang mulia -- yaitu mengadakan pendamaian terhadap dosa seluruh bangsa -- kalau
Dia tidak dianggap setia kepada Bapa, tetapi karena Dia telah dianggap setia,
maka Dia percayakan suatu tugas yang mulia. Dia betul-betul memuliakan,
menghormati, meninggikan setinggi-tingginya ajaran Allah, ini ajaran yang
sehat.
Jadi, Dia menaruh belas kasihan kepada saya dan
kita semua karena Dia telah setia kepada Allah Bapa. Kalau Dia tidak setia,
tidak mungkin dipercayakan tugas yang mulia, yaitu mengadakan pendamaian dosa.
Sebab itu, belajarlah untuk setia, dengan lain kata belajar untuk memuliakan
ajaran Allah kita, ajaran yang sehat.
2 Timotius 2:11-12
(2:11) Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati
dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; (2:12) jika kita bertekun,
kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal
Dia, Dia pun akan menyangkal kita;
Beberapa hal penting untuk diperhatikan, yaitu:
-
“Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan
Dia.” Yesus telah mati di atas
kayu salib pada hari yang ketiga Dia bangkit.
- Kemudian, “Jika kita bertekun,
kita pun akan ikut memerintah dengan Dia.” Oleh sebab itu, bertekunlah di dalam melayani
pekerjaan Tuhan, bertekunlah di tengah-tengah ibadah yang dipercayakan oleh
Tuhan, supaya kita juga ikut memerintah dengan Dia.
Tetapi perhatikan hal yang harus diwaspadai: “Jika kita menyangkal
Dia, Dia pun akan menyangkal kita.”
2 Timotius 2:13
(2:13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia,
karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."
“Jika kita tidak setia, Dia tetap setia.” Mengapa demikian? Mengapa Dia tetap setia?
Karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya, dengan lain kata; Dia harus
melakukan kehendak Allah Bapa. Berarti, sebagai Anak, sebagai Imam Besar, Dia
telah memuliakan ajaran Allah Bapa (ajaran sehat) = setia.
Sesungguhnya, ajaran Tuhan itu baik, tetapi tidak
cukup dengan pengakuan dari mulut, harus dibuktikan dengan kesetiaan.
1 Korintus 1:8-9
(1:8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada
kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (1:9)
Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus,
Tuhan kita, adalah setia.
Allah yang memanggil kita semua adalah setia. Kita
patut bersyukur, sebab Allah kita setia, Dia telah memanggil kita kepada
persekutuan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita.
Dengan tandas kembali saya sampaikan: Allah kita
itu setia dan Dia telah memanggil kita kepada persekutuan yang indah dengan
Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita
Coba bayangkan; kalau kita dipanggil untuk
melakukan suatu ajaran yang sesat, dipanggil kepada persekutuan yang sesat,
dipanggil kepada persekutuan yang tidak baik (tidak benar), ini sangat mengerikan.
Terlalu banyak persekutuan yang tidak baik dan tidak benar di atas muka bumi
ini, terlihat baik tetapi sebetulnya tidak baik.
Saya beri contoh perbuatan yang baik:
-
Berulang kali menyebut: “Tuhan Tuhan”, itu sepintas perbuatan baik.
-
Lalu sibuk mengadakan tiga perkara ajaib, antara
lain:
1.
Bernubuat demi nama Tuhan.
2.
Mengusir setan demi nama Tuhan.
3.
Mengadakan banyak mujizat demi nama Tuhan.
Kalau hanya berseru menyebut nama Tuhan dan sibuk
mengadakan tiga perkara ajaib, tetapi jika tidak melakukan kehendak Allah Bapa
-- dengan kata lain mengabaikan ajaran sehat Allah Bapa kita --, maka pada hari
Tuhan, Dia akan berterus terang dan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari
pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"… Mat 7:21-23.
Tetapi kita patut bersyukur kepada Allah kita yang
setia yang telah memanggil kita kepada persekutuan yang indah dengan Anak-Nya,
Yesus Kristus, Tuhan kita, yang adalah setia kepada Dia, sehingga kita boleh
layak menerima ajaran yang sehat dan memperoleh belas kasih-Nya. Dia mengadakan
pendamaian karena Dia menaruh belas kasih kepada kita.
Singkatnya, sebagai Anak, sebagai Imam Besar,
sebagai kepala rumah Tuhan, Ia setia. Biarlah kita belajar untuk setia di
hadapan Tuhan.
Ibrani 3:1-2
(3:1) Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang
mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul
dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus, (3:2) yang setia
kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagaimana Musa pun setia dalam
segenap rumah-Nya.
Yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi,
pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus, yang setia
kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagai Kepala rumah Tuhan.
Ibrani 3:5-6
(3:5) Dan Musa memang setia dalam segenap rumah Allah sebagai
pelayan untuk memberi kesaksian tentang apa yang akan diberitakan kemudian, (3:6)
tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan
rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang
pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan.
Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai
rumah-Nya, Dia setia sebagai Kepala atas tubuh-Nya. Kristus yang adalah Kepala,
Dia setia mengepalai kita, sidang jemaat yang adalah tubuh-Nya.
Jadi, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi,
pandanglah kepada Rasul, pandanglah kepada Imam Besar yang kita akui, yaitu
Yesus Kristus, yang setia kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagai Kepala
rumah Tuhan. Singkatnya, sebagai Anak, sebagai Rasul, sebagai Imam Besar,
sebagai Kepala rumah Tuhan, Ia setia. Oleh sebab itu, biarlah kita memandang
kepada Dia yang setia kepada Allah Bapa.
Tadi kita sudah melihat pribadi Yusuf; dia seorang
hamba yang setia. Yusuf tidak hanya berbuat baik, tetapi juga sebagai seorang
hamba yang bertanggung jawab; dia setia. Kepada Yusuf dipercayakan sebuah
tanggung jawab, dan dia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipercayakan
oleh tuannya kepadanya. Yusuf bertanggung jawab dan dia setia.
DAMPAK
POSITIF SETIA.
Matius 25:21,23
(25:21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam
perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara
yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (25:23)
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Kalau kita setia memikul tanggung jawab dalam
perkara yang kecil, maka kepadanya akan dipercayakan tanggung jawab dalam
perkara yang lebih besar lagi. Jadi, setialah dalam perkara yang kecil, supaya
kepada kita dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar.
SERINGKALI
KITA MENGABAIKAN PERKARA YANG KECIL, LEBIH MEMPERHATIKAN HAL YANG BESAR,
PADAHAL PERKARA YANG KECIL SAJA KITA BELUM SETIA. SEBETULNYA, INI ADALAH
PENGERTIAN YANG SALAH, PENGERTIAN YANG KELIRU.
KALAU
SESEORANG MEMPERHATIKAN PERKARA YANG BESAR, TETAPI TIDAK SETIA DALAM PERKARA
YANG KECIL, INILAH YANG DISEBUT DENGAN AMBISI. KALAU SAJA DIA TIDAK AMBISI, IA
AKAN IKUTI ATURAN-ATURAN (AJARAN) YANG BAIK DAN YANG BENAR, YAITU SETIA DALAM
PERKARA YANG KECIL, MAKA KEPADANYA AKAN DIPERCAYAKAN TANGGUNG JAWAB YANG BESAR.
Kiranya pemuda remaja GPT “BETANIA”, serta pemuda remaja yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan
lewat live
streaming, belajarlah setia memikul
tanggung jawab dalam perkara yang kecil supaya kepada kita dipercayakan
tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Jangan menginginkan suatu
perkara yang besar tetapi tidak setia dalam perkara yang kecil, itu adalah
pemikiran yang keliru.
Contoh; “Hamba yang tidak setia dalam perkara
yang kecil.”
Matius 25:18
(25:18) Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu
pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang
tuannya.
Kepada hamba yang ketiga dipercayakan satu talenta.
Karena itulah kesanggupannya, sehingga dia hanya dipercayakan satu talenta
saja, tetapi justru dia pergi dan mengubur satu talenta itu, menunjukkan bahwa
hamba yang ketiga tidak setia dalam perkara yang kecil.
Ciri-ciri; “Hamba yang tidak setia dalam perkara
yang kecil.”
Matius 25:24
(25:24) Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta
itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang
menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di
mana tuan tidak menanam.
Kalau tidak setia dalam perkara yang kecil:
-
Suka mempersalahkan Tuhan.
-
Suka mempersalahkan situasi kondisi yang ada.
Ketika hamba yang ketiga ini mempersalahkan
tuannya, dia berkata: “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di
tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan
tidak menanam.” Sebetulnya,
ini adalah perkataan yang keliru. Dia berkata-kata, tetapi dia tidak tahu apa
yang dia bicarakan.
Padahal, kalau kita perhatikan dalam Matius
25:15, tuan itu mempercayakan talenta kepada hambanya masing-masing menurut
kesanggupannya, lalu ia berangkat. Masing-masing menurut kesanggupannya, berarti tidak
ada paksaan. Tetapi ketika hamba yang ketiga mempersalahkan Tuhan, dia justru
mengucapkan kata-kata yang dia sendiri tidak tau apa yang dia ucapkan. Biasanya kalau seseorang sudah marah,
seringkali ia mengucapkan kata-kata yang dia sendiri tidak tau apa yang
diucapkannya.
Sebagai kelanjutan dari ayat 24 mengenai
hamba yang ketiga ini, mari kita perhatikan ayat 25.
Matius 25:25
(25:25) Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan
talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
Hamba yang ketiga mempersalahkan Tuhan untuk
membenarkan kejahatannya, sebab dia bukanlah hamba yang setia, melainkan hamba
yang tidak setia dalam perkara yang kecil. Jadi, hamba yang ketiga ini berusaha
mencari alasan untuk membenarkan perbuatannya yang salah -- yaitu tidak setia
dalam perkara yang kecil --, itu sebabnya dia berkata: “Karena itu aku takut
dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah
kepunyaan tuan!”
Matius 25:26-27
(25:26) Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat
dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku
tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? (25:27)
Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang
menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
Akhirnya, tuan dari hamba-hamba itu berkata: “Hai kamu, hamba yang
jahat dan malas.”
Jadi, ciri hamba yang jahat dan malas adalah suka
mempersalahkan tuannya dan mencari alasan-alasan yang tidak masuk akal.
Jika ada di antara pemuda remaja yang pernah
melakukan hal seperti ini, yaitu;
- Tidak setia dalam perkara
kecil.
- Kemudian mempersalahkan
tuannya.
- Lalu mencari alasan-alasan
yang tidak masuk akal.
Biarlah kita mengaku kepada Tuhan, jangan berdusta
-- sebab pendusta adalah anak setan, sesuai dengan Yohanes 8:44 --,
tetapi marilah kita datang di kaki Tuhan, memohon ampun kepada-Nya.
Kalau seorang hamba tidak setia dalam perkara yang
kecil, maka disebutlah ia; hamba yang jahat dan malas. Berarti, orang malas
identik dengan perbuatan jahat, dan sebaliknya, orang jahat pasti malas.
Sebagai contoh; orang yang suka tidur menunjukkan
bahwa ia adalah seorang yang malas, dan orang yang malas pasti jahat, tidak
bisa tidak, sebab Alkitab yang mengatakannya. Kita satu dengan yang lain, harus
bisa mengetahui bagaimana keadaan (kondisi) teman kita yang ada di sekitar
kita; kalau kita melihat ada yang lebih suka (banyak) tidur, biarlah kita
mengingatkan dia, sebab kalau dia banyak tidur pasti dia jahat. Jangan kita
biarkan orang lain berada dalam kemalasan dan kejahatan.
Itulah ciri hamba yang tidak setia memikul tanggung
jawab dalam perkara yang kecil.
Tetapi, puji Tuhan;
-
Hamba yang pertama dipercayakan lima talenta, lalu
memperoleh laba lima talenta, karena dia mengusahakannya menunjukkan bahwa dia
tidak malas, dia tidak jahat, melainkan dia adalah hamba yang rajin, baik, dan
setia.
-
Kemudian, juga hamba yang kedua dipercayakan dua
talenta, lalu dia pun mengusahakannya, sehingga dia memperoleh laba dua
talenta.
Oleh sebab itu, hamba yang pertama dan hamba yang
kedua ini disebut hamba yang baik dan setia, sehingga kepada mereka dipercayakan
tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Sebab itu, ayo, setia
memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, jangan bernafsu memandang
perkara yang lebih besar, tetapi tidak setia dalam perkara yang kecil.
Biarlah kita belajar kepada Yesus, Anak Allah,
sebagai Imam Besar, sebagai Rasul, sebagai Kepala rumah Tuhan, Dia setia kepada
Dia, sehingga Dia dipandang layak untuk mengadakan pendamaian terhadap dosa,
dengan demikian Dia menghargai, Dia memuliakan ajaran Allah Bapa, menghormati
ajaran sehat setinggi-tingginya.
Jadi, intinya, dampak positif setia ialah
dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Setialah,
jangan kita sama seperti hamba yang ketiga; di mana kepadanya dipercayakan satu
talenta, tetapi satu talenta itu dikubur di dalam tanah, berarti ia tidak
setia, ini adalah tanda dia jahat dan malas. Orang jahat pasti malas, dan orang
malas pasti jahat.
Marilah kita, secara khusus pemuda remaja belajar
menghargai pelajaran yang kita terima dari Tuhan pada malam hari ini sebagai
pelajaran yang baik, benar, suci, dan mulia. Kita belajar untuk menghargai,
memuliakan, dan menghormati ajaran Allah Bapa (ajaran sehat)
setinggi-tingginya.
1 Timotius 1:12-14
(1:12) Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu
Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan
pelayanan ini kepadaku -- (1:13) aku yang tadinya seorang penghujat
dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah
dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di
luar iman. (1:14) Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah
dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus
Yesus.
Perikop pada ayat ini adalah “Ucapan syukur atas
kasih karunia Allah.” Mengapa hal itu dinyatakan Rasul Paulus kepada Timotius anak
rohaninya?
Kepada Paulus dipercayakan pelayanan yang mulia
karena dia dianggap setia oleh Kristus Yesus, Tuhan kita, bahkan ia limpah
kasih karunia. Berarti, tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar
dipercayakan kepada Rasul Paulus. Mengapa demikian? Karena Rasul Paulus
dianggap setia.
Jadi, kalau kita setia dalam perkara kecil, maka
Tuhan akan mempercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi,
yaitu limpah kasih karunia. Padahal, kalau kita perhatikan, dahulu Rasul Paulus
ini adalah:
-
Seorang
penghujat.
-
Seorang
penganiaya.
-
Seorang
ganas.
Tetapi kepadanya dipercayakan tanggung jawab dalam
perkara yang lebih besar, karena dia dianggap setia memikul tanggung jawab
dalam perkara yang kecil. Rasul Paulus terlebih dahulu setia memikul tanggung
jawab dalam perkara yang kecil, sehingga kepadanya dipercayakan tanggung jawab
dalam perkara yang lebih besar, ia limpah kasih karunia, dan hal itu diajarkan
kepada Timotius, anak rohaninya.
Pemuda remaja GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon yang sekarang mengikuti pemberitaan firman Tuhan
lewat live
streaming, video internet, Youtube,
Facebook, kalian semua adalah anak rohani saya, maka hal ini sepatutnya saya
sampaikan dengan baik: Setialah memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, supaya pada
akhirnya, Tuhan percayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar karena
kita dianggap layak oleh-Nya, dianggap setia kepada Dia yang telah memanggil
kita kepada persekutuan yaitu Anak-Nya yang tunggal.
1 Timotius 1:16
(1:16) Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam
diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan
seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka
yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.
Dengan demikian, Rasul Paulus menjadi contoh bagi
mereka yang kemudian percaya kepada Tuhan dan mendapat hidup yang kekal. Dia layak menjadi contoh, menjadi teladan,
bagi mereka yang percaya di kemudian hari, supaya pada akhirnya ia memperoleh
hidup yang kekal. Dia pantas menjadi contoh, menjadi teladan, menjadi panutan,
bukan saja bagi Timotius melainkan juga kepada sidang jemaat yang ada di Asia
kecil.
Sekarang, mari kita perhatikan; KELEBIHAN DARI
SEORANG HAMBA YANG SETIA.
Yang pertama.
Mazmur 31:24
(31:24) Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya! TUHAN
menjaga orang-orang yang setiawan, tetapi orang-orang yang berbuat congkak
diganjar-Nya dengan tidak tanggung-tanggung.
Setiawan, itu menunjuk kepada; pribadi yang
betul-betul setia, dan Tuhan menjaga orang-orang yang setiawan. Sebagai seorang
imam, setialah memikul tanggung jawab yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus
Kristus, sebagai Tuan dari hamba-hamba Tuhan, juga seorang pemimpin pujian,
seorang pembaca firman Tuhan, singer, kolektan, pemain musik, guru sekolah
minggu, multimedia, infokus, dan yang mengelola live streaming, video internet,
Youtube, Facebook, baik bagian pengetikan kotbah, pengeditan kotbah, bahkan apa
saja yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus Kristus, sebagai tuan dari semua
hamba-hamba Tuhan.
Setialah, karena kalau kita setia, rupanya Tuhan
menjaga orang-orang yang setiawan; dijaga, dibela, dilindungi oleh Tuhan Yesus.
Kalau Tuhan yang menjaga, maka kita tidak perlu ragu terhadap penjagaan Tuhan,
tetapi ragulah terhadap pengawal-pengawal kota yang bukan datang dari Tuhan.
Jadi, kesetiaan itu terkait dengan kasih dari
sorga, dari Allah, itu sudah pasti, tidak mungkin tidak. Kalau kita betul-betul
mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, pasti kita
setia kepada Dia.
Yang kedua.
Mazmur 101:6
(101:6) Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di
negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan
cara yang tak bercela, akan melayani aku.
Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang yang setiawan di
negeri. Bukankah Tuhan membawa
kita kepada tanah Kanaan rohani sebagai milik pusaka yang Tuhan wariskan kepada
kita? Ibadah pelayanan adalah sebuah negeri yang diwariskan oleh Tuhan kepada
kita, itulah milik pusaka yang Tuhan wariskan kepada kita.
Setialah di tengah-tengah ibadah pelayanan yang
Tuhan percayakan ini, sebab mata Tuhan tertuju kepada kita. “Mata Tuhan
tertuju”, berarti; orang yang setia menjadi perhatian Tuhan, diperhatikan
oleh Tuhan dalam segala perkara.
Kalau kita sudah memperoleh suatu pengertian yang
mengandung pengharapan yang suci dan mulia, lantas, apa yang membuat kita
menjadi ragu untuk setia di dalam hal memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil?
Sebagai contoh yang baik; Yusuf tidak ragu lagi, karena
dia sudah memperoleh pengertian yang suci dan mulia, sehingga membuat ia
memiliki pengharapan yang suci dan mulia. Dan apa pun tawarannya, termasuk
ketika isteri Potifar memandang Yusuf dengan berahi, dia tidak peduli, dia
benar-benar menolak. Yusuf tetap setia dan mata Tuhan tertuju kepada mereka
yang setia. Sebab Tuhan memperhatikan orang-orang yang setia.
Setia di negeri yang diwariskan oleh Tuhan sebagai
milik pusaka, jelas itu menunjuk kepada ibadah dan pelayanan. Jangan jual milik
pusakamu apa pun yang terjadi. Jangan jual milik pusakamu hanya karena harta,
uang, kekayaan, perasaan dengan saudara saudari, sebab mata Tuhan tertuju
kepada mereka yang setia di negeri.
Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang yang setiawan di
negeri, tujuannya: supaya mereka
(hamba-hamba Tuhan yang setia) diam bersama-sama dengan Tuhan. Berarti, Tuhan
diam di antara kita = Allah bertabernakel.
Sejenak kita melihat ALLAH BERTABERNAKEL di dalam Wahyu
21.
Wahyu 21:3
(21:3) Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu
berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan
diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia
akan menjadi Allah mereka.
Perhatikan: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan
Ia akan diam bersama-sama dengan mereka.”
Diam bersama-sama dengan mereka, berarti; Allah
bertabernakel. Selanjutnya, ketika Allah bertabernakel;
-
Mereka akan menjadi umat-Nya.
-
Dan Ia akan menjadi Allah mereka.
Wahyu 21:4
(21:4) Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata
mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau
ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah
berlalu."
Inilah tujuan kalau Tuhan diam bersama-sama dengan
kita, yaitu “segala
sesuatu yang lama itu telah berlalu”, berarti;
-
Ia akan menghapus segala air mata.
-
Maut tidak akan ada lagi.
-
Tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis,
atau dukacita.
Demikian juga kalau kita perhatikan di dalam Yohanes
1:14, dikatakan dengan jelas: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”, berarti; Allah bertabernakel. Kemudian,
kalau Allah bertabernakel, diam di antara kita, maka kita akan melihat kemuliaan
Allah yang terdapat di dalam diri Yesus Kristus, karena Yesus, Anak Tunggal
Bapa; penuh kasih karunia dan kebenaran.
Selanjutnya kita membaca Mazmur 101:6.
Mazmur 101:6
(101:6) Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di
negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan
cara yang tak bercela, akan melayani aku.
“Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di
negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku.” Tadi kita sudah melihat ketika Allah diam
bersama-sama di antara kita, selanjutnya kita akan memperhatikan “Orang yang hidup
dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku.”
Orang yang setia, maka dia tidak bercela di dalam
hidupnya, dan orang yang seperti ini layak untuk melayani Tuhan.
-
Persis seperti yang diakui oleh Rasul Paulus, baik
kepada jemaat di Korintus maupun kepada Timotius. Rasul Paulus dianggap layak,
sehingga kepadanya dipercayakan tugas yang mulia, suatu pelayanan yang indah.
-
Baik juga Yesus, Anak Allah, dipercayakan untuk
mengadakan pendamaian dosa karena Dia setia.
Kita kembali membaca Matius 25.
Matius 25:21,23B
(25:21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam
perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang
besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (25:23)
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah
dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Dan akhirnya, tuan dari hamba-hamba itu berkata: “Masuklah dan
turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Suatu kali nanti kita akan masuk dalam kota
Yerusalem baru, suatu kebahagiaan yang tidak pernah berkesudahan.
Amsal 19:22
(19:22) Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;
lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.
“Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah
kesetiaannya.” Jadi,
yang dituntut oleh Tuhan dari seorang hamba Tuhan, seorang pelayan Tuhan adalah
kesetiaannya. Ini adalah sifat yang hakiki, sifat yang sejati dari seorang
hamba Tuhan yaitu kesetiaan, inilah yang dituntut oleh Tuhan, supaya kita
dipandang layak untuk melayani Tuhan.
Sebab itu, supaya hal ini terwujud di dalam
kehidupan kita, perhatikan syaratnya: “… Lebih baik orang miskin
dari pada seorang pembohong.”
Lihat;
-
Yesus agung dan mulia, tetapi ketika Dia turun ke
dunia rela menjadi hina di atas kayu salib.
-
Kemudian, Dia kaya namun Dia rela menjadi miskin di
atas kayu salib.
Jadi, bagi seorang hamba Tuhan yang setia, dia
lebih baik memikul salib dari pada banyak dusta, bohong sana, bohong sini,
umbar kata yang tidak baik.
Jadilah hamba yang setia, sebab itu merupakan tabiat
yang hakiki yang dituntut oleh Tuhan dari seorang hamba Tuhan, dari seorang
pelayan Tuhan. Hal ini perlu dicamkan dengan baik, tidak boleh diabaikan begitu
saja, sebab Tuhan betul-betul menuntut kesetiaan dari seorang hamba Tuhan.
Kalau tidak setia, jangan melayani Tuhan, biarlah kita memperhatikan hal itu,
baik yang di sektor Serang, sektor Perumnas, sektor BCA. Jangan memandang
berahi kemuliaan Tuhan.
Setelah kita memperoleh dan mengerti pengenalan
tentang kesetiaan yang dituntut oleh Tuhan, saya akan memberikan tambahan
sedikit supaya benar-benar menjadi seorang hamba yang bertanggung jawab. Kalau
kita sudah memperoleh pengertian yang baik tentang hamba, maka kita akan
memperoleh pengharapan yang suci dan mulia, sehingga menjadi sauh yang kuat
dan aman bagi jiwa kita yang akan melabuhkan kita sampai ke belakang Tabir,
yakni; Ruangan Maha Suci.
Lukas 17:7-8
(17:7) "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang
hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada
hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! (17:8)
Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah
pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan
sesudah itu engkau boleh makan dan minum.
Seorang hamba, seperti apa pun kita bekerja di
ladang Tuhan, kita tetap harus mengutamakan Tuhan. Ini adalah dasar untuk
setia; tetap mengutamakan Tuhan, mengutamakan pekerjaan Tuhan.
Seorang hamba Tuhan, dia harus tetap mendahulukan
tuannya, mendahulukan Tuhan, mendahulukan pekerjaan Tuhan. Apa ciri seorang
hamba Tuhan yang mendahulukan pekerjaan Tuhan? Cirinya ialah melayani dengan
berikat pinggang.
Lukas 17:9-10
(17:9) Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena
hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? (17:10)
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Sewajarnya hamba Tuhan berkata: “Kami adalah
hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan." Jadi,
seorang hamba jangan menganggap dirinya penting di tengah ibadah dan pelayanan
ini, tetapi seorang hamba hanya melakukan apa yang dia harus lakukan. Jadi,
jangan menganggap diri penting, sebab itu kita berkata: “Kami adalah
hamba-hamba yang tidak berguna”, buktinya:
“Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Biarlah pemuda remaja, pelayan Tuhan, hamba-hamba
Tuhan, mengatakan:
-
“Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna”, berarti; jangan menganggap diri penting di
tengah ibadah dan pelayanan.
- “Kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan", berarti;
lakukanlah apa yang harus dilakukan di tengah ibadah pelayanan.
Kita boleh datang dari latar belakang yang
berbeda-beda, seperti Rasul Paulus yang adalah seorang penganiaya, seorang
ganas, seorang penghujat, tetapi akhirnya, dia dipercaya dalam tanggung jawab
yang lebih besar lagi. Ini adalah contoh teladan yang baik, yang perlu kita
ikuti.
Kita boleh datang dari kampung, tetapi jangan
kampungan dalam hal berpikir setelah memperoleh pengertian yang benar. Sebab
dari pengertian yang benar ini barulah kita memperoleh pengharapan yang suci
dan mulia, dan pengharapan itu bagaikan sauh yang kuat dan nyaman bagi jiwa
kita, berkuasa melabuhkan hidup kita sampai Ruangan Maha Suci menjadi mempelai
perempuan Tuhan, seperti Yusuf berada pada derajat yang tinggi -- berarti mulia
dan indah --. Tetapi di sisi lain nanti akan muncul lawan dan musuh, namun
jangan heran karena Tuhan telah memberitahukan hal itu terlebih dahulu.
Ingatlah firman ini: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya
melakukan apa yang kami harus lakukan." Berarti, tidak menganggap diri penting walaupun
dipercaya. Amin.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment