WAHYU PASAL 12
(Seri: 2)
Subtema: JANGAN ADA UKUPAN ASING
Shalom.
Selamat malam. Salam sejahtera, bahagia
kiranya memenuhi setiap kehidupan kita, baik di pastori, di Serang, di Cilegon,
di tiap-tiap sektor, di mana pun kita berada.
Saya juga tidak lupa menyapa umat Tuhan,
anak-anak Tuhan, hamba-hamba Tuhan yang sedang mengikuti pemberitaan firman
Tuhan lewat live streaming video internet Youtube, Facebook di mana pun
anda berada. Selanjutnya, marilah kita berdoa memohon belas kasih Tuhan supaya
kiranya Tuhan membukakan firman-Nya bagi kita supaya segala yang terselubung tersingkap,
dosa dibongkar dengan tuntas, maka Tuhan menghapus air mata, Tuhan jadikan
segala sesuatu baru, ibadah dan pelayanan, nikah dan rumah tangga dipulihkan,
berkat berkelimpahan menjadi bagian kita masing-masing, di atas segalanya nama
Tuhan dipermuliakan. Yang sakit sembuh, yang susah dihibur, yang lemah
dikuatkan, Tuhan memulihkan kita masing-masing.
Segera kita sambut firman penggembalaan
untuk Ibadah Raya Minggu dari WAHYU PASAL 12. Oleh karena kemurahan hati
Tuhan, kita diijinkan untuk memasuki Wahyu 12, setelah meninggalkan
pasal 11 dan pasal-pasal sebelumnya. Dan sebagai pendahuluan, telah disampaikan
pada minggu yang lalu … Puji Tuhan.
Dengan berada pada Wahyu 12 ini,
berarti Tuhan telah membawa kita pada suatu kedudukan yang sangat tinggi atau
derajat yang tinggi, dengan lain kata; berada di dalam kemuliaan Allah,
sehingga gereja Tuhan di hari-hari ini menjadi mulia dan indah. Kalau memang
hal itu sudah menjadi suatu kenyataan, berarti pekerjaan dari korban Kristus
(darah salib Kristus) telah memuncak pada kesempurnaan-Nya, yakni 7 (tujuh)
kali percikan darah sebagai penyucian yang terakhir untuk menyempurnakan gereja
Tuhan, sesuai dengan Imamat 16:14-16.
Kalau
kita dibawa sampai kepada kemuliaan Allah, itu adalah sesuatu hal yang tidak
bisa dibayangkan oleh pikiran manusia daging, sesuatu hal yang tidak bisa
dipikirkan oleh akal manusia daging, karena itu merupakan hal yang mustahil.
Kehidupan yang hina karena dosa bagaikan tanah di bumi bisa menyatu dengan
kesempurnaan dan kemuliaan Allah, itu adalah sesuatu yang mustahil, tetapi bagi
Tuhan tidak ada yang mustahil. Terpujilah Tuhan kekal sampai selama-lamanya.
Singkatnya,
Wahyu 12 ini berbicara tentang Shekinah Glory atau terang
kemuliaan Allah. Dalam susunan Tabernakel, terang kemuliaan Allah ada di antara
dua kerubium yang di atas tutup pendamaian.
Rupanya,
malam ini kita masih memperhatikan bagian PENDAHULUAN, supaya kita bisa
mempunyai dasar yang kuat untuk berada di dalam kemuliaan Allah, sehingga
ibadah ini tidak kita kerjakan dan tidak kita jalankan dengan sembarangan.
Keluaran 25:21-22
(25:21) Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di atas tabut dan
dalam tabut itu engkau harus menaruh loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu. (25:22)
Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian
itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara
dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk
disampaikan kepada orang Israel."
Tuhan bertemu dan berbicara langsung dengan
Musa dari antara dua kerub yang di atas tutup pendamaian itu.
Lebih jauh kita melihat perkara itu di
dalam Imamat 16.
Imamat 16:1-2
(16:1) Sesudah kedua anak Harun mati, yang terjadi pada waktu mereka
mendekat ke hadapan TUHAN, berfirmanlah TUHAN kepada Musa. (16:2) Firman
TUHAN kepadanya: "Katakanlah kepada Harun, kakakmu, supaya ia jangan
sembarang waktu masuk ke dalam tempat kudus di belakang tabir, ke
depan tutup pendamaian yang di atas tabut supaya jangan ia mati; karena Aku
menampakkan diri dalam awan di atas tutup pendamaian.
Untuk berada dalam kemuliaan Allah, yaitu
masuk ke dalam tempat kudus -- yang disebut juga Ruangan Maha Suci --, tidak
boleh sembarang waktu, tidak boleh sesuka hati, tidak boleh sembarangan ketika
berada dalam kemuliaan Allah. Mengapa demikian? Sebab Tuhan menampakkan
diri-Nya dalam awan di atas tutup pendamaian itu. Jelas hal ini menunjuk Shekinah
Glory atau terang kemuliaan Allah.
Resiko yang akan terjadi apabila anak-anak
Tuhan teramat lebih seorang pelayan Tuhan “sembarang”, dengan lain kata tidak
memandang atau tidak menghargai (tidak menghormati) kemuliaan Allah ialah akan
binasa, sama seperti Nadab dan Abihu, kedua anak Harun itu.
Imamat 10:1
(10:1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya,
membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian
mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak
diperintahkan-Nya kepada mereka.
Nadab dan Abihu mengambil perbaraan berisi
penuh dengan bara api lalu menaruh ukupan di atas api itu, dengan demikian
Nadab dan Abihu ini telah mempersembahkan api asing di hadapan Tuhan, sebab
pekerjaan itu tidak diperintahkan Tuhan kepada Nadab dan Abihu.
Singkatnya, Nadab dan Abihu, kedua anak
Harun itu benar-benar tidak memandang kemuliaan Tuhan atau tidak menghargai dan
tidak menghormati kemuliaan Tuhan.
Kiranya sidang jemaat yang berada di
tiap-tiap sektor memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Juga kiranya para
pemirsa, umat Tuhan, anak-anak Tuhan, hamba-hamba Tuhan yang sedang
memperhatikan firman ini, menyimak dengan sungguh-sungguh, jangan memandang
enteng (sembarang) terhadap kemuliaan Tuhan.
Imamat 10:2
(10:2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan
keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN.
Maka, keluarlah api Tuhan menghanguskan
Nadab dan Abihu, sehingga mati di hadapan Tuhan. Jadi, bukan mati di luaran
sana, tetapi mati di hadapan Tuhan.
Sementara di tengah ibadah dan pelayanan,
mereka mati, karena tidak menghormati kemuliaan Tuhan, mereka mempersembahkan
ukupan asing, ukupan lain. Sesungguhnya, itu bukanlah pekerjaan mereka,
melainkan pekerjaan imam besar. Singkatnya, mereka memandang enteng (sembarang)
kemuliaan Tuhan, akhirnya mereka mati di hadapan Tuhan, bukan mati di luaran
sana. Sementara beribadah, mereka binasa.
Semua sidang jemaat belajar dari pengalaman
di masa lalu. Jangan memandang rendah (sembarang) kemuliaan Tuhan.
Imamat 10:3,6
(10:3) Berkatalah Musa kepada Harun: "Inilah yang difirmankan TUHAN:
Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di
muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku." Dan
Harun berdiam diri. (10:6) Kemudian berkatalah Musa kepada Harun dan
kepada Eleazar dan Itamar, anak-anak Harun: "Janganlah kamu berkabung
dan janganlah kamu berdukacita, supaya jangan kamu mati dan
jangan TUHAN memurkai segenap umat ini, tetapi saudara-saudaramu, yaitu seluruh
bangsa Israel, merekalah yang harus menangis karena api yang dinyalakan TUHAN
itu.
Selanjutnya, Musa memberitahukan firman
Tuhan untuk mengingatkan dan menyadarkan Harun.
YANG PERTAMA.
1.
Tuhan
menyatakan kekudusan-Nya kepada orang yang karib atau orang-orang yang bergaul erat dengan Tuhan. Jadi, kalau sidang
jemaat, umat Tuhan, hamba-hamba Tuhan bergaul erat dengan Tuhan, maka Tuhan
akan menyatakan kekudusan-Nya.
2.
Tuhan
memperlihatkan kemuliaan-Nya di muka seluruh bangsa Israel, sehingga setiap orang harus memandang dan menghargai kemuliaan
Tuhan itu, serta memandang dan menghormati kemuliaan Tuhan itu.
YANG KEDUA.
Musa berkata kepada Harun dan kedua
anak-anaknya yang masih hidup, supaya jangan berkabung dan berdukacita.
Tujuannya; supaya Harun jangan mati dan bangsa Israel tidak dimurkai Tuhan.
Lebih jauh lagi kita melihat tentang
KEMULIAAN ALLAH.
Imamat 16:12-13
(16:12) Dan ia harus mengambil perbaraan berisi penuh bara api dari
atas mezbah yang di hadapan TUHAN, serta serangkup penuh ukupan dari
wangi-wangian yang digiling sampai halus, lalu membawanya masuk ke
belakang tabir. (16:13) Kemudian ia harus meletakkan ukupan itu di
atas api yang di hadapan TUHAN, sehingga asap ukupan itu menutupi tutup
pendamaian yang di atas hukum Allah, supaya ia jangan mati.
Di sini kita perhatikan, untuk berada dalam
kemuliaan Allah atau berada di dalam Ruangan Maha Suci, Harun harus mengambil
perbaraan berisi penuh bara api dibawa sampai ke Ruangan Maha Suci, lalu
meletakkan ukupan wangi-wangian yang digiling halus di atas api di hadapan
Tuhan, sehingga asap ukupan itu nanti menutupi tutup pendamaian, asap ukupan
itu akan memenuhi Ruangan Maha Suci, memenuhi kemuliaan Allah.
Singkatnya, berada dalam kemuliaan Allah
harus ditandai dengan kerendahan hati sepenuh yang dilanjutkan sampai kepada
penyembahan, itu yang benar. Sebab itu, tidak boleh sembarang waktu untuk masuk
ke dalam Ruangan Maha Suci, tidak boleh menganggap ringan, tidak boleh
memandang rendah kemuliaan dari Allah itu sendiri, supaya Harun, supaya
hamba-hamba Tuhan tidak mati (binasa) di hadapan Tuhan. Tujuannya; supaya Harun
jangan mati, seperti kematian dari Nadab dan Abihu yang tidak menghormati
kemuliaan Allah, membuat api asing di hadapan Tuhan yang tidak diperintahkan
Tuhan -- berarti tidak menghormati kemuliaan Tuhan --.
Saat dalam kemuliaan, seharusnya kita
berada di dalam kerendahan hati sepenuh, lanjutkan sampai penyembahan sepenuh
di ujung kaki salib Tuhan, tidak boleh kita meninggi-ninggikan diri, apalagi
menghina kemuliaan Tuhan, seperti Nadab dan Abihu. Tetapi masih banyak di
antara kita yang bermain-main manakala ada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan,
itu yang sangat tidak habis pikir.
Saya ini sangat takut dan gentar memasuki Wahyu
12 ini, oleh sebab itu, mari kita dengan rendah hati manakala kita ada di
tengah-tengah kemuliaan Tuhan, di tengah ibadah dan pelayanan yang Tuhan
percayakan ini. Jangan sembarang waktu.
Supaya nanti sinkron dengan apa yang
terjadi menimpa Nadab dan Abihu, selanjutnya kita melihat PERATURAN MENGENAI
MEZBAH PEMBAKARAN UKUPAN.
Keluaran 30:6-8
(30:6) Haruslah kautaruh tempat pembakaran itu di depan tabir penutup
tabut hukum, di depan tutup pendamaian yang di atas loh hukum, di mana Aku akan
bertemu dengan engkau. (30:7) Di atasnya haruslah Harun membakar ukupan
dari wangi-wangian; tiap-tiap pagi, apabila ia membersihkan lampu-lampu,
haruslah ia membakarnya. (30:8) Juga apabila Harun memasang lampu-lampu
itu pada waktu senja, haruslah ia membakarnya sebagai ukupan yang tetap di
hadapan TUHAN di antara kamu turun-temurun.
Intinya: Pembakaran ukupan dari
wangi-wangian itu harus diletakkan di depan tabut perjanjian.
Kalau kita berada di dalam kemuliaan Allah,
betul-betul kedudukan kita rendah di kaki salib, sampai sujud menyembah di
hadapan Tuhan. Marilah kita membawa diri di tempat yang sudah Tuhan letakkan
itu, supaya nama Tuhan dipermuliakan, terkhusus imam-imam yang melayani
pekerjaan Tuhan.
Keluaran 30:9
(30:9) Di atas mezbah itu janganlah kamu persembahkan ukupan yang lain
ataupun korban bakaran ataupun korban sajian, juga korban curahan janganlah
kamu curahkan di atasnya.
Lihat, peraturan mengenai Mezbah Pembakaran
Ukupan: Tuhan jelas-jelas berkata kepada Musa dan Harun supaya jangan ada
ukupan lain atau ukupan asing di hadapan Tuhan.
Kalau ada dalam kemuliaan Allah yang penuh,
syaratnya; jangan ada ukupan asing, jangan ada suara daging, keinginan daging,
kepentingan-kepentingan di dalamnya. Hormati kemuliaan Allah, terkhusus
imam-imam, pelayan-pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan, datanglah dalam tahbisan
yang benar, tahbisan yang suci dan mulia, supaya tanda-tanda kedagingan atau
ukupan asing itu tidak terlihat di tengah-tengah ibadah dan pelayanan ini.
Berarti, sebelum Harun dan keempat anaknya
melayani Tuhan, sudah terlebih dahulu mereka dibekali dengan pengetahuan dan
dengan peraturan-peraturan di dalam hal melayani Tuhan dan pekerjaan Tuhan.
Sebab itu, Harun tidak boleh meratapi apalagi berdukacita dengan kematian Nadab
dan Abihu, karena Tuhan sudah terlebih dahulu memberitahukan
peraturan-peraturan-Nya.
Jadi, jangan salahkan keputusan Tuhan, oleh
sebab itu, Harun tidak boleh meratapi, tidak boleh berdukacita dengan kematian
Nadab dan Abihu. Singkatnya, Harun tidak boleh mempersalahkan
keputusan-keputusan Tuhan.
Mari kita lihat yang disebut dengan ukupan
asing atau ukupan lain.
Contoh ukupan asing, bagian A.
Yohanes 4:21-22
(4:21) Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan,
saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung
ini dan bukan juga di Yerusalem. (4:22) Kamu menyembah apa
yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab
keselamatan datang dari bangsa Yahudi.
Menyembah Allah di gunung dan di Yerusalem,
artinya; penyembahan itu bermotif atau berpangkal pada:
1.
Perkara-perkara
lahiriah. Jadi, ditentukan oleh tempat dan
ditentukan oleh perkara-perkara lahiriah, itu tidak benar. Dan memang itu
terlihat, ketika Yesus menyatakan diri sebagai air kehidupan, perempuan Samaria
itu berkata: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari
manakah Engkau memperoleh air hidup itu?” Jadi, perempuan Samaria itu sibuk
dengan soal timba, sibuk dengan seorang hamba Tuhan, sibuk dengan gedung mewah,
sibuk dengan tempat dengan segala aturan-aturan yang ada di situ.
2.
Aturan-aturan
manusia. Sesungguhnya, penyembahan yang benar
adalah tidak boleh dengan aturan-aturan manusia.
Inilah contoh ukupan asing.
Contoh ukupan asing, bagian B.
Yesaya 1:11-15
(1:11) "Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?" firman
TUHAN; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan
akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan
kambing jantan tidak Kusukai. (1:12) Apabila kamu datang untuk menghadap
di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak
pelataran Bait Suci-Ku? (1:13) Jangan lagi membawa persembahanmu yang
tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu
merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku
tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. (1:14)
Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci
melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah
menanggungnya. (1:15) Apabila
kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan
sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu
penuh dengan darah.
Beribadah di dalam rumah Tuhan serta:
-
Mempersembahkan
korban-korban kepada Tuhan, tetapi hidup penuh kejahatan.
-
Menadahkan
tangan untuk berdoa, tetapi tangan penuh dengan darah.
Inilah contoh ibadah tetapi tidak sampai
pada puncak ibadah itu sendiri, yakni penyembahan.
“Tangan penuh dengan darah”, artinya;
perbuatan yang sifatnya penuh dengan kebencian yang menyakiti orang lain.
Seringkali kita ini menyakiti orang lain, mungkin secara fisik tangan ini tidak
membunuh (berdarah-darah), tetapi hati orang lain hancur, itu sama dengan
tangan penuh dengan darah.
Contoh ukupan asing, bagian C.
Wahyu 18:12-13
(18:12) yaitu barang-barang dagangan dari emas dan perak, permata dan
mutiara, dari lenan halus dan kain ungu, dari sutera dan kain kirmizi, pelbagai
jenis barang dari kayu yang harum baunya, pelbagai jenis barang dari gading,
pelbagai jenis barang dari kayu yang mahal, dari tembaga, besi dan pualam, (18:13)
kulit manis dan rempah-rempah, wangi-wangian, mur dan kemenyan, anggur, minyak,
tepung halus dan gandum, lembu sapi, domba, kuda dan kereta, budak dan bahkan
nyawa manusia.
Yang dipersembahkan oleh Babel -- oleh
karena kenajisan percabulannya --, antara lain;
-
Emas,
perak, permata, mutiara.
-
Lenan
halus, kain ungu, sutera, kain kirmizi.
-
Pelbagai
jenis barang dari kayu yang harum baunya.
-
Pelbagai
jenis barang dari gading.
-
Pelbagai
jenis barang dari kayu yang mahal.
-
Dari
tembaga, besi dan pualam.
-
Kulit
manis, rempah-rempah, wangi-wangian, mur dan kemenyan.
-
Anggur,
minyak.
-
Tepung
halus, gandum.
-
Lembu
sapi, domba.
-
Kuda
dan kereta.
-
Budak
dan bahkan nyawa manusia.
Semuanya ini merupakan ukupan dan kemenyan
dari Babel. Inilah ukupan lain dan ukupan asing, tidak menyenangkan hati Tuhan,
justru itu merupakan kejijikan.
Di dalam Yesaya 1 dikatakan: “Aku
telah payah menanggungnya” di atas kayu salib.
-
Kaki yang
melangkah mencari jiwa kita, tetapi justru kaki itu yang terlobang paku.
-
Tuhan
memberi jalan keluar dengan pertolongan dari dua tangan-Nya, tetapi justru itu
yang kita pakukan di atas kayu salib.
-
Hati-Nya
menjangkau hati kita, tetapi justru ujung tombak menikam lambung Yesus.
-
Pikiran
dan perhatian-Nya tertuju pada kita, tetapi justru kita taruh mahkota duri di
atas kepala-Nya.
Tuhan berkata terhadap ukupan asing itu: “Aku
telah payah menanggungnya.”
Saudara harus mengerti hal ini;
-
kalau
seorang imam masih bermain-main dalam kejahatan,
-
seorang
imam masih sibuk dengan kenajisan,
-
seorang
imam lalai dengan tugas yang dipercayakan oleh Tuhan,
Tuhan berkata: “Aku telah payah
menanggungnya”. Sadarkah saudara dengan perkataan ini? Jangan kita seperti
Nadab dan Abihu yang mempersembahkan ukupan asing di hadapan Tuhan, sementara
mereka sudah tahu peraturan-peraturan tentang mempersembahkan ukupan di hadapan
Tuhan, bukan mereka tidak tahu, tetapi dengan sengaja menyakiti hati Tuhan,
dengan sengaja memilukan hati Tuhan, karena sembarang waktu mempersembahkan
ukupan asing di hadapan Tuhan. Seharusnya asap dupa itu memenuhi Ruangan Maha
Suci, kemuliaan dari Allah. Kalau kita berada di tengah kemuliaan Allah, kita
harus datang dengan segala kerendahan hati sampai tersungkur di kaki salib
Tuhan. Jangan sembarang waktu masuk ke dalamnya.
Mata batin saya masih melihat ada beberapa
orang bermain-main dalam kenajisan. Jangan engkau tidak merasa tertuduh di
dalam hal ini.
Setelah kita
melihat contoh ukupan asing bagian A, B dan C, sekarang kita akan melihat
CONTOH LAIN yang paling nyata di dalam
melayani Tuhan tentang mempersembahkan ukupan asing ini.
Kejadian 39:6B
(39:6) Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan
bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apa pun selain dari makanannya
sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.
“Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan
elok parasnya”, menunjukkan bahwa Yusuf adalah gambaran dan bayangan dari
mempelai Tuhan yang tak bercacat dan tak bercela.
Singkatnya, Yusuf berada dalam kemuliaan
Allah, Shekinah Glory atau terang kemuliaan Allah.
Tetapi lihat, di sisi yang lain ketika
gereja Tuhan sudah tampak indah dan mulia atau berada dalam kemuliaan Allah.
Kejadian 39:7
(39:7) Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan
berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku."
Tetapi di sisi lain, “Isteri Potifar
memandang Yusuf dengan berahi.” Dalam hal ini, isteri Potifar memandang
Yusuf dengan nafsu yang tak suci, memandang Yusuf dengan keinginan daging yang
tak suci = tidak menghormati kemuliaan Allah yang ada di dalam diri Yusuf.
Akibat bila memandang Yusuf dengan berahi,
isteri Potifar berkata: "Marilah tidur dengan aku." Ini adalah
contoh maupun gambaran dan bayangan dari ukupan asing atau penyembahan asing,
inilah yang disebut penyembahan dari Babel.
Hendaklah tiap-tiap orang:
-
Memandang
kemuliaan dari Firman Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel
sebagai barang yang suci.
-
Memandang
kemuliaan dari ibadah.
-
Memandang
kemuliaan dari pelayanan itu sendiri.
-
Memandang
kemuliaan dari harta rohani (karunia Roh Kudus).
Untuk semua perkara itu, jangan kita
memandang dengan berahi, bukan dengan kepentingan diri, tetapi dengan segala
kerendahan hati, hingga sampai kepada penyembahan yang benar, bagaikan asap
dari ukupan itu yang memenuhi tabut perjanjian yang di dalam Ruangan Maha Suci,
supaya tidak mati rohani dan tidak binasa pada akhirnya.
Perhatikan firman Tuhan dengan
sungguh-sungguh. Jangan sembarang waktu berada di dalam Ruangan Maha Suci.
Jangan sampai kita tidak menghormati kemuliaan Allah ketika kita berada di tengah-tengah
ibadah dan pelayanan.
Filipi 2:4
(2:4) dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Jadi, janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri. Artinya, janganlah kita memandang
kemuliaan Allah dengan berahi, yang terdapat pada:
-
Barang-barang
yang kudus, yaitu firman Allah dan Roh Kudus.
-
Ibadah dan
pelayanan.
Jangan kita memandang itu semua dengan
berahi, yaitu dengan kepentingan sendiri atau dengan hal-hal yang tak suci,
karena hal itu sama dengan tidak menghormati kemuliaan Allah.
Filipi 2:5-8
(2:5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan
perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (2:6) yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, (2:7) melainkan telah mengosongkan
diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia. (2:8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Hai, imam-imam, perhatikanlah hal ini.
Jangan biasakan diri ngantuk saat mendengar firman Tuhan. Kita ini sedang
berada di tengah-tengah ibadah pelayanan dalam kemuliaan Allah. Perhatikanlah
firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Jangan beribadah dan mendengar firman
hanya karena aturan, pikiran jangan ngelantur ke mana-mana. Perhatikan
baik-baik.
Biarlah kita menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus di dalam hal memandang kemuliaan Allah.
Berarti, merendahkan diri sampai berada di titik nol. Biarlah Tuhan menaruh
kita di tempat yang tepat. Inilah ibadah yang sudah berada pada puncaknya,
yaitu hidup dalam penyembahan, dengan kata lain; penyerahan diri sepenuh untuk
taat kepada kehendak Allah.
Filipi 2:9-11
(2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan
kepada-Nya nama di atas segala nama, (2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk
lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah
bumi, (2:11) dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah
Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!
Berada pada puncak ibadah, yakni
penyembahan = berada pada puncak rohani, yakni penyerahan diri sepenuh untuk
taat pada kehendak Allah bagi kemuliaan Allah Bapa. Itulah sebabnya Allah
sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
supaya “dalam nama Yesus” bertekuk lutut segala yang ada di langit, yang ada di
atas bumi, dan yang ada di bawah bumi.
Bertekuk lutut, berarti; dalam kemuliaan,
kita betul-betul berada di titik nol, merendahkan diri serendah-rendahnya
sampai berada dalam penyembahan sebagai posisi yang benar, supaya dengan
demikian segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi
kemuliaan Allah, Bapa!
Biarlah kita berada di titik nol, segala
lutut bertelut, segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, supaya
nama Tuhan dipermuliakan (demi kemuliaan Allah Bapa).
Jangan memandang kemuliaan dari ibadah
pelayanan, kemuliaan dari Pengajaran Mempelai (barang kudus), kemuliaan dari
harta rohani (karunia-karunia Roh Kudus) dengan berahi, dengan kepentingan
pribadi. Tetapi biarlah kita ada di tengah kemuliaan dengan segala kerendahan
hati sampai puncak ibadah (puncak rohani), itulah penyembahan, dengan penyerahan
diri sepenuhnya untuk taat pada kehendak Allah bagi kemuliaan Allah Bapa.
Kita kembali untuk memperhatikan Wahyu
12.
Pada Wahyu 12 terdapat 4 (empat)
perikop atau judul, yaitu mengenai:
1.
Perempuan
dan naga … Wahyu 12:1-6.
2.
Naga
dikalahkan … Wahyu 12:7-9.
3.
Nyanyian
kemenangan … Wahyu 12:10-12.
4.
Naga
memburu perempuan … Wahyu 12:13-18.
Sekarang, mari kita melihat tentang
PEREMPUAN DAN NAGA.
Perlahan-lahan kita akan memasuki Wahyu 12,
dan sampai akhirnya nanti kita betul-betul berada dalam kemuliaan Allah. Tetapi
biarlah kita memandang kemuliaan Allah pada ibadah, pelayanan, barang kudus,
harta yang indah dengan rendah hati. Jangan memandang dengan berahi
(kepentingan diri) supaya di atas segalanya nama Tuhan dipermuliakan, bagi
kemuliaan Allah Bapa.
Wahyu 12:1-6
(12:1) Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang
perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya
dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. (12:2) Ia
sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia
berteriak kesakitan. (12:3) Maka tampaklah suatu tanda yang lain di
langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala
tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. (12:4)
Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan
melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang
hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu
melahirkan-Nya. (12:5) Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki,
yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu
dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. (12:6) Perempuan
itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh
Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari
lamanya.
Di dalam Wahyu 12:1-6, ada beberapa
perkara yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh:
1.
Perempuan
dengan tanda yang besar di langit.
2.
Tanda
matahari, bulan dan bintang.
3.
Seekor
naga merah padam yang besar, sebagai tanda yang lain (tidak besar).
4.
Anak
laki-laki yang dilahirkan.
5.
Perempuan
itu diasingkan dan dipelihara selama 1.260 (seribu dua ratus enam puluh) hari =
3.5 (tiga setengah) tahun = 42 (empat puluh dua) bulan = 2 (dua) masa + 1
(satu) masa + ½ (setengah) masa.
Itulah lima perkara yang ada di dalam Wahyu
12:1-6.
Namun lima perkara ini adalah
kebenaran-kebenaran yang besar, bukan kebenaran-kebenaran yang kecil. Tetapi
untuk memahami kebenaran-kebenaran yang besar itu dibutuhkan:
1. Pikiran
yang positif dan fokus, dengan lain kata;
konsentrasi dengan sungguh-sungguh. Untuk berada dalam kemuliaan Allah harus
fokus, konsentrasi dengan sungguh-sungguh, tidak teledor. Perhatian kita tertuju
hanya kepada Tuhan, dengan fokus, terarah, tidak bermain-main dan tidak
terbagi-bagi.
2.
Penyerahan
diri sepenuhnya kepada Allah.
Jadi, untuk memahami perkara-perkara yang
besar itu dibutuhkan pemikiran yang positif dan fokus -- berarti konsentrasi yang
sungguh-sungguh --, juga dibutuhkan penyerahan diri sepenuh kepada Allah.
Tujuannya: Supaya akhirnya kita semua kelak
berada dalam kemuliaan yang sama pada Wahyu 12 itu. Kalau kita berada
dalam kemuliaan pada Wahyu 12, maka pengikutan, penyembahan dan pengorbanan
kita tentu tidak menjadi sia-sia. Waktu, tenaga, pikiran, uang, materi yang
sudah kita persembahkan kepada Tuhan, tentu tidak menjadi sia-sia.
Jadi, ingat sekali lagi, saya sampaikan
dengan tandas: Kalau melayani Tuhan, sungguh-sungguh melayani Tuhan. Kalau
berada di tengah-tengah ibadah, sungguh-sungguh beribadah. Pikiran jangan ngelantur
dengan berahi.
Ibadah pelayanan kita harus fokus, tidak boleh
dicampur aduk dengan berahi, dengan hal-hal yang tak suci, supaya kita
memperoleh upah sesuai dengan jerih payah di tengah ibadah pelayanan, di tengah
kemuliaan Allah.
Contoh.
Lukas 17:28-29
(17:28) Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan
dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan
membangun. (17:29) Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom
turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan
mereka semua.
Perikop ayat ini adalah “Kedatangan
Kerajaan Allah” atau sama dengan kedatangan kerajaan kekal. Berarti,
kerajaan Allah itu nanti akan turun di bumi. Kerajaan seribu tahun damai,
kemudian dilanjutkan nanti kerajaan kekal, itulah Yerusalem baru, mempelai
Tuhan yang sudah berdandan untuk suaminya.
Bukankah kita ini sekarang sedang didandani
oleh Tuhan, supaya kita layak berada dalam kemuliaan yang kekal, sepeti Wahyu
12 tadi? Sebab itu, konsentrasi kita harus dengan sungguh-sungguh tertuju
kepada Tuhan lewat ibadah pelayanan selama kita ada di bumi ini.
Lihat, orang-orang pada zaman Lot, mereka
itu sibuk:
-
Makan
dan minum, menunjuk; dosa merokok, narkoba dan
minum-minuman keras (mabuk).
-
Membeli
dan menjual, menunjuk; dosa karena dikuasai roh
antikris, sesuai dengan Wahyu 13.
-
Menanam
dan membangun, menunjuk; dosa mengandalkan manusia
dan kekuatannya.
Dan akhirnya, turunlah hujan api dan
belerang menunggangbalikkan orang itu, membinasakan orang itu.
Mereka tidak fokus untuk mencari Tuhan,
mereka tidak fokus berada di tengah ibadah dan pelayanan, melainkan mereka
sibuk “Makan dan minum, sibuk membeli dan menjual, sibuk menanam dan
membangun”, akhirnya Tuhan menunggangbalikkan Sodom dan Gomora dan membakar
habis kota itu dengan api dan belerang, mereka semua binasa.
Perhatian kita fokus tertuju kepada Tuhan.
Dalam setiap (ketika kita berada dalam) ibadah dan pelayanan; pikiran jangan ngelantur,
pikiran jangan berahi, supaya kita juga jangan binasa seperti orang-orang pada
zaman Lot.
Tentu kita mau supaya kita selamat dan
seisi rumah kita juga selamat. Orang tua, anak, adik, kakak, bahkan kerabat dan
seisi rumah diselamatkan. Mulai dari kita sekarang, mulai detik ini, fokus
mengerjakan pekerjaan yang ada di dalam kemuliaan Allah. Fokus, jangan ngelantur
lagi. Biarlah kita menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam
Kristus Yesus.
Pikiran jangan terbagi-bagi mengingat
kedatangan Tuhan sudah tidak lama lagi, kedatangan Kerajaan Allah sudah dekat.
Kesudahan dari segala sesuatunya sudah dekat, tanda-tanda zaman sudah terlihat.
Wabah Corona (Covid-19) ini melanda
seantero dunia sebagai penghukuman, bukan saja penghukuman sebagian negara,
tetapi seantero dunia, supaya hidup ini jangan sesuka hati, tetapi harus
memandang kemuliaan Allah dengan rendah hati sampai berada pada tempat yang
Tuhan sudah tentukan, yaitu; sujud menyembah di ujung kaki salib Tuhan, seperti
asap ukupan memenuhi Ruangan Maha Suci, memenuhi kemuliaan Allah.
Lukas 17:30-31
(17:30) Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan
diri-Nya. (17:31) Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan
di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun
untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah
ia kembali.
Demikian halnya kelak pada hari Tuhan
menyatakan diri-Nya. Oleh sebab itu, perlu untuk diketahui:
YANG PERTAMA.
Barangsiapa sudah di peranginan, jangan
turun mengambil barang-barang di rumahnya. Artinya,
kalau sudah berada dalam kegiatan Roh, kerohanian jangan dibiarkan menurun
hanya karena perkara-perkara lahiriah, seperti seorang pemuda yang turun dari
Yerusalem ke Yerikho hanya karena perkara-perkara lahiriah, supaya kita jangan
babak belur nanti oleh para penyamun-penyamun (Iblis atau Setan). Akhirnya,
barang-barang yang mahal itu dirampas habis, kemudian dipukuli sampai setengah
mati.
Lihat, sesungguhnya orang yang kehilangan
harta rohani (karunia-karunia Roh Kudus), sebetulnya mereka itu sedang babak
belur. Sebab itu, jangan tinggalkan Yerusalem. Jangan turun ke Yerikho hanya
karena perkara lahiriah supaya jangan babak belur di tangan para penyamun
(Iblis atau Setan). Kalau hanya babak belur, mungkin tidak mengapa, tetapi ini
juga hartanya dirampas habis, dan dibiarkan setengah mati; tidak mati, tidak
hidup = tidak berdaya. Tidak mati, tetapi tidak hidup atau sebaliknya tidak
hidup, tetapi juga tidak mati = tidak berdaya, tidak bisa apa-apa.
Kesempatan hanya datang satu kali. Jangan
seperti Esau yang sibuk berburu daging. Ketika dia mencari berkat yang satu
itu, dia ditolak, karena kesempatan sudah habis untuknya. Walaupun dicarinya dengan
cucuran air mata, meraung-raung jungkir balik, bahkan air mata dengan tetesan
darah sekalipun, namun ia tetap ditolak, sebab tidak ada lagi kesempatan.
Sekali lagi saya sampaikan: Barangsiapa
sudah di peranginan, jangan turun mengambil barang-barang di rumahnya. Artinya,
kalau sudah berada dalam kegiatan Roh, kerohanian jangan dibiarkan menurun
hanya karena perkara-perkara lahiriah.
YANG KEDUA.
“Yang sedang di ladang, jangan ia
kembali.” Maksudnya, jangan kembali di dalam hal
mengulangi kesalahan-kesalahan, dosa-dosa pada masa lalu.
Dengan demikian, kita harus:
-
Konsentrasi
sungguh-sungguh. Fokus dalam beribadah, fokus di dalam melayani pekerjaan
Tuhan.
-
Penyerahan
diri sepenuhnya untuk taat pada kehendak Allah.
Jangan diganggu dengan hal-hal yang tidak
suci dan yang tidak berkenan karena pikiran berahi.
Jangan seperti isteri Lot; tidak
konsentrasi, atau tidak sungguh-sungguh di dalam mengerjakan keselamatan yang
dari Tuhan, sementara kedua malaikat itu telah datang dan menarik tangan isteri
Lot, menarik tangan Lot, menarik tangan kedua anak Lot, tetapi perhatian dari
pada isteri Lot masih terbagi dengan apa yang ada di belakang.
Lukas 17:32
(17:32) Ingatlah akan isteri Lot!
“Ingatlah akan isteri Lot!” Belajarlah dari pengalaman isteri Lot, juga belajar dari pengalaman
hidup, sebab pengalaman hidup merupakan guru yang terbaik. Kalau kita pernah
susah hati, kalau kita pernah menderita sengsara karena kesalahan dosa
kenajisan, jangan diulangi.
Jangan memandang kemuliaan Tuhan dengan
berahi.
-
Jangan memandang
kemuliaan pada ibadah dengan berahi.
-
Jangan
memandang kemuliaan dari pelayanan dengan berahi.
-
Jangan
memandang kemuliaan dari barang yang kudus, itulah Firman Allah, dengan
berahi.
-
Jangan
memandang kemuliaan dari harta rohani, itulah karunia-karunia Roh Kudus,
dengan berahi.
Tetapi fokuslah untuk melayani Tuhan,
perhatian jangan terbagi-bagi. Jangan kembali lagi ke belakang. Jangan seperti
isteri Lot. Tetapi belajarlah dari pengalaman isteri Lot.
Kalau kita merasa tertuduh dari firman ini,
jangan keraskan hati. Belajar dengar-dengaran, supaya kelak jangan binasa.
Lukas 17:33
(17:33) Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.
“Barangsiapa berusaha memelihara
nyawanya” Artinya, menyingkir dari salib, menolak
salib Kristus, maka konsekuensinya adalah “ia akan kehilangan nyawanya”,
dengan kata lain; binasa. Oleh sebab itu, “barangsiapa kehilangan nyawanya,
ia akan menyelamatkannya.” Barangsiapa menyangkal diri dan memikul salibnya
di tengah-tengah ibadah dan pelayanan dan fokus di situ, dia hidup. Pikiran
tidak ngelantur, tidak berahi, tidak terbagi-bagi kepada apa yang di
belakang.
Ingat, sekarang ini firman malaikat, itulah
firman penggembalaan sedang memegang dua tangan kita, menarik kita dengan
kuat-kuat, tetapi syaratnya; jangan menoleh ke belakang. Pikiran jangan ngelantur,
jangan terbagi-bagi dengan berahi, tetapi fokus kepada apa yang ada di depan.
Sama seperti mimpi dari si Maria; Tuhan
sudah memegang tangannya, tetapi kalau dia mengulangi kembali kesalahan
kenajisannya, hati-hati. Saya tidak tahu mengapa saya harus mengulangi
kata-kata ini kepada dia. Dan kita semua harus berdoa untuk dia, supaya dia
jangan menoleh ke belakang kembali.
Pendeknya: Sungguh-sungguhlah di dalam
menyangkal diri dan memikul salib. Pikiran dan perasaan jangan terbagi-bagi
dengan yang tidak suci, termasuk perkara yang lahiriah. Kalau engkau mengerti
firman ini, renungkan, ijinkan hatimu menyesal dan hancur.
Lukas 17:34-36
(17:34) Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu
tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.
(17:35) Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang
seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." (17:36)
[Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang
lain akan ditinggalkan.]
Perhatikan: Praktek fokus untuk
memperhatikan kemuliaan Tuhan dengan sungguh-sungguh, ada tiga.
1. “Dua
orang perempuan di atas tempat tidur”; satu
diangkat, satu ditinggalkan.
Diangkat,
menunjuk; penyembahan yang benar.
Ditinggalkan,
menunjuk; penyembahan yang tidak masuk ukuran Tuhan.
2. “Dua
orang perempuan bersama-sama mengilang”, tetapi
lihat; satu dibawa, satu ditinggalkan.
Jadi, tidak semua nanti yang ada di tengah-tengah ibadah
pelayanan ini, tidak semua orang yang mendengar firman terangkat (dibawa)
bagaikan dua orang perempuan mengilang; satu dibawa, satu ditinggalkan. Sebab
itu, mari kita memandang kemuliaan yang ada pada barang kudus, itulah firman
Allah, dengan rendah hati. Karena ternyata, dua perempuan mengilang, namun satu
dibawa, satu ditinggalkan.
Dibawa,
menunjuk; gereja yang telah disucikan oleh firman dibawa sampai tanpa cacat dan
cela.
Ditinggal,
menunjuk; gereja yang tidak dibawa sampai sempurna = tidak sempurna.
Jadi, kesucian
oleh karena penyucian firman Allah, itu bukanlah akhir, tetapi awal dari
kesempurnaan.
3. “Dua
orang di ladang; yang seorang dibawa”, yang seorang
ditinggal.
Yang
dibawa, menunjuk; gereja yang diangkat.
Yang
ditinggalkan, menunjuk; gereja yang tertinggal.
Namun, dari tiga perkara ini, yang
pertama-tama ditunjukkan oleh Tuhan kepada kita malam ini adalah “dua orang
di atas satu tempat tidur.” Inilah puncak dari ibadah, inilah puncak
kerohanian kita, yaitu doa penyembahan.
Jadi, singkatnya nanti, di dalam kegiatan
rohani ini, di peranginan atau di ladang ini, nanti ada yang diangkat (dibawa)
dan ada yang ketinggalan. Tetapi dengan hati yang tulus, berdoa dan berharap
kepada Tuhan, supaya manakala kita ada dalam kemuliaan Allah, biarlah kita
betul-betul fokus supaya kita juga pada akhirnya diangkat oleh Tuhan. Jangan
ketinggalan, supaya jangan menjadi sia-sia apa yang telah kita korbankan, baik
tenaga, pikiran, waktu, uang, materi, semua jerih payah kita. Pikiran jangan ngelantur.
Sekarang, ADA PERTANYAAN bagi kita.
Lukas 17:37
(17:37) Kata mereka kepada Yesus: "Di mana, Tuhan?" Kata-Nya
kepada mereka: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung
nasar."
Tuhan sudah menyatakan kemuliaan-Nya, dan
dalam kemuliaan itu ada yang diangkat, ada yang ketinggalan (tidak sampai
kemuliaan). Mendengar hal itu, timbul pertanyaan: Yang diangkat itu ke mana,
yang dibawa itu ke mana?
Inilah jawaban yang pasti dari Tuhan kepada
kita untuk kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, yaitu: "Di mana ada
mayat, di situ berkerumun burung nasar." Di mana ada bangkai, di situ
berkerumun burung nasar.
Mayat atau bangkai, jelas menunjuk;
pengalaman Yesus dalam tanda kematian-Nya.
Jadi, kehidupan kita ini di dalam mengikuti
Tuhan harus dengan sungguh-sungguh, konsentrasi sungguh-sungguh, fokus, sampai
akhirnya kita diangkat dalam kemuliaan, dibawa dalam kemuliaan, dipelihara di
padang belantara, karena kepada kita diberikan sayap burung nasar yang besar.
Kalau tadi; seorang pemuda yang turun dari
Yerusalem ke Yerikho hanya karena perkara-perkara lahiriah, akhirnya dia jatuh
ke tangan penyamun, lalu dipukuli sampai setengah mati -- tidak mati, tetapi
tidak hidup --, kemudian harta rohaninya dirampas habis. Tidak mati, tidak
hidup = tidak berdaya, tetapi yang Tuhan mau adalah kita fokus sampai kita
betul-betul menikmati pengalaman kematian, menikmati bangkai (mayat) supaya
kita memperoleh sayap burung nasar yang besar, inilah yang disebut puncak
rohani, inilah yang disebut puncak ibadah, yakni penyembahan, dengan lain kata;
penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah; kepada merekalah
diberikan sayap burung nasar yang besar. Jangan bermain-main lagi.
Wahyu 11:1
(11:1) Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat
pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait
Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.
Yang masuk dalam ukuran Tuhan, antara lain:
1.
Bait
Suci Allah. Berarti, hidup dalam penyucian air dan
firman.
2.
Mezbah. Itulah pelayanan yang ditandai dengan darah. Tubuh berdarah-darah,
itulah meterai milik kepunyaan Alalh.
3.
Beribadah
di dalamnya. Puncak ibadah ialah doa penyembahan.
Tetapi lihat ayat 2, mereka yang
tidak sampai kepada puncak ibadah, tidak menikmati bangkai (mayat).
Wahyu 11:2
(11:2) Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar,
janganlah engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa
lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan
lamanya."
Tetapi pelataran Bait Suci yang di sebelah
luar, itulah halaman, telah diserahkan kepada antikris untuk selanjutnya
diinjak-injak dan dianiaya, sampai puncaknya; pemenggalan terhadap leher (leher
dipenggal) oleh pedang antikris.
Tetapi sebaliknya, lihat IBADAH YANG SUDAH
SAMPAI PADA PUNCAKNYA, itulah doa penyembahan, mereka diangkat.
Wahyu 12:6
(12:6) Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan
suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua
ratus enam puluh hari lamanya.
Diangkat, berarti; dipelihara di padang
gurun selama 1260 (seribu dua ratus enam puluh) hari = 3.5 (tiga setengah)
tahun, karena kepadanya diberikan sayap burung nasar yang besar. Mengapa?
Karena ibadahnya sudah memuncak kepada bangkai, doa penyembahan.
Tetapi lihat, kasihan kepada GEREJA YANG
TERTINGGAL tadi pada ayat 17, namun terlebih dahulu kita perhatikan ayat
14.
Wahyu 12:14
(12:14) Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari burung nasar
yang besar, supaya ia terbang ke tempatnya di padang gurun, di mana
ia dipelihara jauh dari tempat ular itu selama satu masa dan dua masa
dan setengah masa.
“Kepada perempuan itu diberikan kedua
sayap dari burung nasar yang besar …” karena ibadahnya sudah memuncak
kepada penyembahan; di mana ada bangkai, di situ burung nasar berkerumun.
“ … Supaya ia terbang ke tempatnya di
padang gurun …” itu yang terangkat, yang dibawa oleh Tuhan ke padang gurun
untuk dipelihara. Oleh sebab itu, sungguh-sungguh perhatikan firman Tuhan.
Pikiran ini jangan terbagi dengan berahi.
Wahyu 12:17
(12:17) Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi
keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki
kesaksian Yesus.
“Maka marahlah naga itu kepada perempuan
itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain”, itulah gereja yang
tertinggal.
-
“Menuruti
hukum-hukum Allah”, berarti; penuh dengan firman.
-
“Memiliki
kesaksian Yesus”, berarti; penuh dengan Roh Kudus.
Tetapi ibadahnya tidak memuncak sampai
kepada doa penyembahan. Rohaninya tidak memuncak kepada penyembahan, yakni;
penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah, inilah yang menjadi
sasaran dari pada si ular naga merah padam.
Saya menyampaikan firman Tuhan, belajar
dari kesungguhan, belajar dari ketulusan tanpa kepentingan, tanpa berahi dalam
memandang kemuliaan Allah, supaya jangan ada ukupan asing, jangan ada
penyembahan asing (penyembahan lain) yang tidak disukai oleh Tuhan.
Tadi kita sudah melihat: “Aku telah
payah menanggungnya”, Aku terlalu payah menanggung ukupan asingmu itu.
Lihat;
-
Dua kaki
untuk mencari jiwa kita masing-masing, justru itu yang kita pakukan.
-
Dua tangan
diulur untuk memberi jalan keluar dalam setiap persoalan kita, justru dua tangan
itu kita pakukan di atas kayu salib.
-
Pikiran
Tuhan tertuju kepada kita, tetapi justru kepala-Nya kita mahkotai dengan
mahkota duri.
-
Hati-Nya
ingin mencari hati kita supaya hati-Nya menyatu dengan hati kita, tetapi justru
ditusuk dengan ujung tombak.
Terlalu kejam sekali ukupan asing ini.
Terlalu kejam sekali ukupan yang tidak diperintahkan Tuhan. Tetapi malam ini,
mari kita memandang kemuliaan Allah yang terdapat pada:
-
Ibadah
pelayanan.
-
Barang
kudus (firman Allah).
-
Harta
rohani (karunia-karunia Roh Kudus).
Pandang semua kemuliaan Allah itu dengan
rendah hati sampai betul-betul memuncak sampai bangkai (penyembahan), nanti
kita mendapat dua sayap burung nasar yang besar, dan kita dipelihara oleh
Tuhan. Pikiran jangan lagi terbagi-bagi dengan berahi, tetapi pandang kemuliaan
Tuhan dengan rendah hati (Fokus). Amin
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
No comments:
Post a Comment