IBADAH
KAUM MUDA REMAJA, 18 JANUARI 2020
STUDY
YUSUF
(Seri: 179)
Subtema:
GUNUNG MUR TEMPAT PERLINDUNGAN YANG TEGUH
Shalom.
Pertama-tama saya mengucapkan puji
syukur kepada Tuhan karena Tuhan masih memberikan kesempatan bagi kita untuk
bersekutu dengan Dia lewat Ibadah Pemuda Remaja dan biarlah kiranya Tuhan
memberkati kehidupan kita dan rahmat kasih karunia-Nya dinyatakan pada kita
sekaliannya.
Saya juga tidak lupa menyapa
anak-anak Tuhan, umat Tuhan, bahkan hamba-hamba Tuhan yang sedang mengikuti
pemberitaan firman Tuhan lewat live
streaming, video internet, Youtube, Facebook dimanapun anda berada. Selanjutnya
mari kita berdoa dan kita mohonkan dalam doa supaya kiranya Tuhan
membukakan firman-Nya bagi kita sekaliannya.
Segera kita memperhatikan firman
penggembalaan untuk Ibadah Pemuda Remaja tentang study Yusuf.
Kejadian 41:50-52
(41:51) Yusuf memberi nama Manasye kepada anak
sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah membuat aku lupa sama
sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku." (41:52) Dan kepada anaknya yang
kedua diberinya nama Efraim, sebab katanya: "Allah membuat aku
mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku."
Sebelum datang tujuh tahun kelaparan
itu lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki-laki.
- Yang sulung
bernama: Manasye.
- Yang kedua
bernama: Efraim.
Selanjutnya mari kita menyimak arti
rohani kedua nama anak laki-laki Yusuf tersebut, dimulai dari anak yang sulung,
yakni Manasye.
MANASYE, artinya:
Allah telah membuat Yusuf lupa sama sekali terhadap dua perkara, yakni:
1. Yusuf lupa
kepada kesukarannya.
2. Yusuf lupa
kepada rumah bapanya.
Kita masih memperhatikan hal yang
pertama.
Tentang: Yusuf lupa kepada kesukarannya.
Adapun kesukaran Yusuf dibagi dalam
tiga fase:
- Fase yang
pertama: “Ketika Yusuf tinggal
bersama-sama dengan saudara-saudaranya.” (Kejadian 37).
- Fase yang
kedua: “Ketika Yusuf tinggal di rumah
Potifar” (Kejadian 39).
- Fase yang
ketiga: “Ketika Yusuf berada di dalam
penjara” (Kejadian 40).
Sekarang kita masih berada pada FASE
YANG KEDUA: KETIKA YUSUF BERADA DI RUMAH
POTIFAR.
Kejadian 39:6b
(39:6) Segala miliknya diserahkannya pada
kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apa
pun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok
parasnya.
“Adapun
Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.”
Ketentuan dari firman Allah terhadap
sidang mempelai Tuhan ialah manis
sikapnya dan elok parasnya. Mengapa
demikian? Karena mempelai perempuan Tuhan tidak boleh ada cacat dan celanya.
Pendeknya, manis sikapnya dan elok
parasnya, sama dengan: tidak bercacat dan tidak bercela.
Itulah keadaan dari mempelai Tuhan,
-- itulah gambaran dari pada Yusuf,--
mempelai Kristus.
Langsung saja kita memperhatikan
keadaan dari pada mempelai Tuhan, dalam keadaan tidak bercacat dan tidak
bercela.
Kidung agung 4:1-7
(4:1) Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh
cantik engkau! Bagaikan merpati matamu di balik telekungmu. Rambutmu
bagaikan kawanan kambing yang bergelombang turun dari pegunungan Gilead. (4:2) Gigimu bagaikan kawanan
domba yang baru saja dicukur, yang keluar dari tempat pembasuhan, yang beranak
kembar semuanya, yang tak beranak tak ada. (4:3)
Bagaikan seutas pita kirmizi bibirmu, dan elok mulutmu.
Bagaikan belahan buah delima pelipismu di balik telekungmu. (4:4) Lehermu seperti menara
Daud, dibangun untuk menyimpan senjata. Seribu perisai tergantung padanya dan
gada para pahlawan semuanya. (4:5) Seperti
dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang yang tengah makan
rumput di tengah-tengah bunga bakung. (4:6)
Sebelum angin senja berembus dan bayang-bayang menghilang, aku ingin pergi ke
gunung mur dan ke bukit kemenyan. (4:7)
Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu.
Mempelai Laki-Laki memuji mempelai
perempuan-Nya, mengapa? Karena mempelai perempuan itu cantik atau manis
sikapnya dan elok parasnya, dengan lain kata tanpa cacat dan tanpa cela.
Kita sudah melihat
kelebihan-kelebihan dari pada mempelai perempuan Tuhan, sehingga ia mendapat
pujian dari Mempelai Laki-Laki Sorga.
Yang menjadi pusat perhatian dari
Mempelai Laki-Laki terhadap mempelai perempuan antara lain:
1. Mata.
2. Rambut.
3. Gigi.
4. Bibir atau mulut.
5. Pelipis.
6. Leher.
7. Buah dada.
Pada minggu-minggu yang lalu kita
sudah mendapat pengertian tentang buah dada, dua minggu berturut-turut. Doa
saya semoga kita diberkati oleh Tuhan.
Sekarang kita akan memasuki berkat
yang baru supaya kiranya kita menjadi mempelai perempuan Tuhan tanpa cacat dan
tanpa cela, dengan lain kata manis sikapnya dan elok parasnya, itulah pribadi
Yusuf gambaran dari mempelai perempuan Tuhan.
Kidung Agung 4:6
(4:6) Sebelum angin senja berembus dan
bayang-bayang menghilang, aku ingin pergi ke gunung mur dan ke bukit kemenyan.
Sebelum angin senja berembus dan
bayang-bayang menghilang, Mempelai Laki-Laki berkata: aku ingin pergi;
1. Ke gunung mur.
2. Ke bukit kemenyan.
Ayat
ini menjelaskan kepada kita tentang kerendahan
hati dari Mempelai Laki-Laki Sorga sebagai contoh teladan yang baik bagi
sidang mempelai Tuhan.
Kalau
Tuhan lemah lembut dan rendah hati, kita juga harus lemah lembut dan rendah
hati. Maka pengikutan kita kepada Tuhan makin hari harus semakin rendah hati, harus semakin lemah lembut, tambah tahun, tambah usia, semakin lemah lembut,
semakin rendah hati. Teramat lebih saat dengar firman Tuhan di tengah-tengah
ibadah yang Tuhan percayakan.
Matius
23:10-12
(23:10) Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena
hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. (23:11) Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia
menjadi pelayanmu. (23:12) Dan
barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa
merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Penjelasan
ayat 10; hanya satu pemimpin yaitu
Mesias. Dalam himpunan Ibadah Pemuda Remaja ini yang menjadi pemimpin adalah
Mesias, tidak ada yang lain.
Barangsiapa
terbesar, hendaklah ia menjadi pelayan, berarti pemimpin itu adalah seorang pelayan.
Kalau
ia mau menjadi yang terbesar, kalau ia mau diakui oleh Tuhan menjadi seorang
pemimpin, berarti dia harus mengambil bagian dalam pelayanan,
maksudnya mengambil rupa seorang hamba bukan rupa seorang tuan, sama dengan: merendahkan diri di dalam melayani
pekerjaan Tuhan.
Tetapi
perlu untuk diketahui, barangsiapa
merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Tempat
yang tinggi hanya ada dua tercatat di dalam Alkitab, yakni:
1. Bukit
Golgota.
2. Gunung Sion.
- Bukit Golgota, menunjuk kepada: sengsara derita salib = kehendak Allah
terlaksana.
Kalau
kita menderita sengsara karena salib, kehendak Allah pasti terlaksana di tengah
ibadah dan pelayanan ini.
Tetapi
kalau mempunyai mata tapi tidak melihat, tidak perduli dengan segala
kegiatan-kegiatan dengan segala sesuatu yang ada di dalam ibadah pelayanan itu,
maka kehendak Allah tidak akan terlaksana.
- Gunung Sion, menunjuk kepada: mempelai Tuhan = gereja Tuhan yang
sempurna = dalam kemuliaan.
Berarti
kualitas rohaninya sama seperti Mempelai Laki-Laki Sorga, baik lahir maupun
batin, luar dalam. Sama seperti peti dari Tabut Perjanjian yang terbuat dari
kayu penaga, tetapi telah disalut emas luar dan dalamnya. Dengan demikian
kualitas rohaninya sederajat dengan Mempelai Laki-Laki Sorga, lahir batin, luar
dan dalam.
Itu sekilas mengenai tentang
kerendahan hati, dan itu kembali di follow
up di dalam Kidung Agung 4:6,
supaya semakin memperjelas soal dua gunung ini.
Kita kembali memperhatikan ...
Kidung Agung 4:6
(4:6) Sebelum angin senja berembus dan
bayang-bayang menghilang, aku ingin pergi ke gunung mur dan ke bukit
kemenyan.
Perhatikan kalimat: “Aku ingin pergi ke gunung mur dan ke bukit kemenyan.”
Kalimat ini dibagi menjadi dua
bagian:
Bagian pertama: AKU INGIN PERGI KE GUNUNG MUR.
Kita berdoa supaya kita dapat
menikmati berkat rohani dari gunung mur.
Gunung
mur,
menunjuk kepada: gunung Golgota,
dimana Anak Domba Allah telah disembelih, darah-Nya yang suci tercurah atas
kita.
Getah mur disebut juga getah damar, dalam
bahasa Gerika (Yunani), artinya: segala sesuatu yang menetes.
Memang getah mur yang murni itu
keluar dari batang pohonnya bagaikan air mata yang menetes.
Sedangkan getah mur atau getah damar,
dalam bahasa Ibrani, artinya: pahit.
Memang mur atau damar itu memiliki
rasa yang pahit.
Mengapa ini diartikan dalam bahasa
Ibrani dan bahasa Yunani karena Alkitab ini ditulis dalam dua bahasa:
- Perjanjian
Lama ditulis dalam bentuk bahasa Ibrani.
- Perjanjian
Baru ditulis dalam bentuk bahasa Gerika.
Sifat atau pekerjaannya: menghentikan. Kemudian selain
menghentikan, memiliki bau harum yang
kuat.
Kesimpulannya, getah mur atau getah
damar yang berbau harum keluar dari batang pohon mur dengan cara melukai kulit
batangnya terlebih dahulu.
Jelas ini merupakan bayangan dari
pada Anak Domba Allah yang disembelih di atas kayu salib, di bukit Golgota.
Seluruh tubuh-Nya terlukai dari
kepala sampai ujung kaki-Nya semua terlukai, bahkan seluruh tubuhnya pun hancur
oleh cemeti/cambuk.
Dari luka-luka itulah darah Yesus
yang suci tercurah atas kita manusia yang berdosa. Kuasa darah salib Kristus yang mengalir/tercurah ialah: menghentikan dosa.
Yesaya 53:2-3
(53:2) Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN
dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun
tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita
menginginkannya. (53:3) Ia dihina
dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita
kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan
bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.
Gambaran Yesus Anak Allah ketika
terlukai dari kepala sampai ujung kaki: Ia
tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada, sama dengan: berubah menjadi hina.
Mari kita ke bukit Golgota,
menanggung kehinaan di luar perkemahan karena dosa kejahatan dan dosa kenajisan
orang lain. Biar kita terlukai dari ujung kepala sampai ujung kaki, memang
sakit bagi daging (tidak enak bagi daging).
Jadi darah itu menetes setelah kulit
batang pohon mur itu terlukai. Air mata Tuhan menetes di atas kayu salib,
darah-Nya tercurah atas kita, Dia sudah terlukai dari ujung kepala sampai ujung
kaki karena dosa manusia.
Dia tidak tampan, semaraknya pun tak
ada, berarti berubah menajdi hina, karena siapa? Karena dosa manusia. Siapa
manusia? Saya dan kita semua.
Yesyaa 53:4-5
(53:4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah
yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal
kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (53:5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia
diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan
keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita
menjadi sembuh.
Tetapi sesungguhnya:
- Penyakit kitalah yang ditanggungnya.
- Kesengsaraan kita yang dipikulnya.
Kemudian:
- Dia tertikam oleh karena pemberontakan
kita.
- Diremukkan oleh karena kejahatan kita.
Kesimpulannya, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya.
Tidak berhenti sampai disitu, masih
ada bonus: dan oleh bilur-bilurnya --
punggungnya telah dilukai oleh cemeti -- kita semua menjadi sembuh dari segala
penyakit. Sembuh dari sakit lupus, sembuh dari sinusitis, sembuh dari
batuk, sembuh dari sakit kepala, sembuh dari segala sakit kulit, sembuh dari
sakit paru-paru, vertigo, jantung, darah tinggi, kanker, sembuh sembuh sembuh.
Agung dan mulia-lah korban Kristus,
begitu heran kasih-Nya sebab kita boleh mengalami kesembuhan.
Barulah kita menyadari betul-betul
bukit Golgota salah salah gunung yang tertinggi. Kita harus senantiasa
tinggikan korban Kristus, setinggi-tingginya. Kalau anak manusia ditinggikan di
atas muka bumi, Allah akan menarik jiwa-jiwa datang kepada Dia.
Yesaya 53:10
(53:10) Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia
dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus
salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak
TUHAN akan terlaksana olehnya.
Intinya, Yesus Anak Allah menjadi
domba yang tersembelih, dijadikan sebagai korban
penebus salah.
Berarti Yesus menjadi korban untuk
menebus segala kejahatan, untuk menebus segala jenis kesalahan-kesalahan kita.
Ini merupakan suatu contoh teladan
yang baik, suatu contoh teladan dari Yesus Krisus sebagai Imam Besar, melayani
Tuhan dengan segala kerendahan hati.
1 Petrus 1:18-19
(1:18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus
dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan
dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (1:19) melainkan dengan darah yang
mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak
bernoda dan tak bercacat.
Kita semua ditebus dari cara hidup
yang sia-sia, apa itu cara hidup yang sia-sia? Itulah dosa warisan kutuk nenek
moyang dari orang tua. Dengan apa kita ditebus? Bukan dengan barang yang fana,
bukan pula dengan emas dan perak, melainkan dengan darah yang mahal yaitu darah
Kristus, yang sama dengan darah Anak Domba yang tak bernoda dan tak
bercacat.
Pendeknya, darah Kristus adalah darah
suci, mulia, yang berharga dan mahal. Mengapa mahal? Karena darah Kristus,
darah yang suci berkuasa untuk menebus dosa kita. Mahal itu berarti berharga.
Minyak mur itu dijadikan sebagai
korban persembahan yang berharga oleh orang-orang majus, itu merupakan
persembahaan yang berharga, mahal.
Biarlah kita datang ke bukit Golgota,
membawa korban dan persembahan yang berharga, salah satunya minyak mur -- getah
mur atau getah damar --, rasanya pahit.
Jadi darah-Nya yang
menetes itu adalah hasil dari penderitaan atau sengsara yang pahit.
- Tetapi berbau harum, mengapa?
Jika menyangkut kelepasan dan penyucian terhadap dosa kita.
- Berkuasa menghentikan dosa kita, serta
berkuasa melepaskan rasa sakit, rasa derita yang disebabkan oleh dosa itu
sendiri.
Jadi darah yang menetes itu hasil
dari sengsara salib yang pahit, rasanya pahit tetapi berbau harum jika
disangkut pautkan dengan kelepasan. Kemudian berkuasa menghentikan dosa.
Mari kita ke gunung mur, mari kita ke
gunung yang tinggi, gunung Golgota, membawa korban dan persembahan yang berbau
harum, getah damar/getah mur, seperti orang-orang majus.
Kita kembali membaca ...
Kidung Agung 4:6
(4:6) Sebelum angin senja berembus dan
bayang-bayang menghilang, aku ingin pergi ke gunung mur dan ke bukit
kemenyan.
Singkatnya, tujuan pergi ke gunung
Mur ialah karena korban Kristus harus
menjadi tempat perlindungan yang teguh, disaat menghadapi masa kegelapan
yang mencekam.
Di sini Mempelai Laki-Laki berkata: Sebelum angin senja berembus, berarti sebelum
sore petang hari. Kemudian mempelai laki-laki berkata; “bayang-bayang menghilang”, pertanyaannya; saat kapan bayang-bayang itu ada? Jawabnya; saat terang ada, jadi
dia naik ke gunung mur sebelum bayang menghilang, sebelum gelap menjemput. Berarti
kita perlu berada di gunung Golgota, sebelum gelap malam tiba.
Saudaraku saya berani berkata
hari-hari ini adalah hari-hari terakhir dimana dosa sudah memuncak, kalau dosa
sudah memuncak tanda bahwa dunia sudah semakin gelap. Sebelum malam tiba ayo
kita ke gunung Golgota, untuk apa? Supaya terlepas dari kegelapan malam yang
mencekam ini.
Tidak ada seorang pun yang dapat
melepaskan diri dari gelapnya malam yang mencekam dengan kemampuannya,
kekuatannya, intelektualnya, dengan hartanya, kekayaannya, kedudukan, jabatan.
Oleh sebab itu mari kita naik ke gunung Mur (bukit Golgota), supaya kita
terhindar pada saat malam tiba, malam yang sangat mencekam.
Keadaan dunia ini sama seperti zaman
Nuh (sebelum Nuh masuk ke bahtera), orang-orang pada zaman itu sibuk dengan
dosa makan minum dan dosa kawin mengawinkan terjadi. Itu sudah jelas puncaknya
dosa.
Tiga tahun belakangan ini Pondok
Cilegon Indah (PCI) sampai Perumnas sudah banjir dengan kuliner.
Dulu saat saya memasuki perumahan
Pondok Cilegon Indah (PCI) kuliner sepi bisa dihitung jari. Tetapi
sekarang sepanjang jalan itu sudah penuh dengan kuliner, berarti jelas
menunjukkan bahwa dunia ini sudah berada dalam gelapnya malam.
Sebelum malam menjemput terlebih
dahulu kita naik ke gunung Mur (bukit Golgota).
Jadi korban Kristus harus menjadi
tempat perlindungan yang teguh, disaat menghadapi malam yang mencekam.
Saudaraku sebetulnya puncak kegelapan
itu nanti pada saat pembinasa keji berdiri di tempat kudus, yakni; pada masa
aniaya antiktris berlangsung selama tiga tahun setengah. Tetapi pengertian
lain, dari gelapnya malam, itulah dosa makan minum dan dosa kawin mengawinkan.
Besar kecil, tua muda, harus naik ke
gunung mur, itu tempat perlindungan kita semua, gunung yang tinggi, gunung batu
(korban Kristus) kota benteng yang teguh.
Mazmur 18:2-3
(18:2) Ia berkata: "Aku mengasihi Engkau, ya
TUHAN, kekuatanku! (18:3) Ya TUHAN,
bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung
batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku,
kota bentengku!
Lihat pemazmur ini berkata: Ya TUHAN, bukit batuku, artinya:
pemazmur ini menjunjung tinggi korban
Kristus. Bukit batu itu adalah korban Kristus, berarti pemazmur ini
betul-betul berada di atas gunung mur.
Kemudian tanda bahwa ia menjunjung
tinggi korban Kristus, dia mengakui bahwa korban Kristus adalah:
1.
Kubu
pertahananku.
2.
Penyelamatku.
3.
Allahku
gunung batuku.
4.
Tempat aku
berlindung.
5.
Perisaiku.
6.
Tanduk
keselamatanku.
7.
Kota
bentengku.
Ini adalah tempat perlindungan yang
sempurna, angka tujuh adalah angka yang sempurna.
Kita kembali membaca ...
Mazmur 31:3-9
(31:3) sendengkanlah telinga-Mu kepadaku,
bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan,
kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! (31:4)
Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan
menuntun dan membimbing aku. (31:5) Engkau
akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang orang terhadap aku, sebab
Engkaulah tempat perlindunganku. (31:6)
Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN,
Allah yang setia. (31:7) Engkau
benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia, tetapi aku percaya
kepada TUHAN. (31:8) Aku akan
bersorak-sorak dan bersukacita karena kasih setia-Mu, sebab Engkau telah
menilik sengsaraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku, (31:9) dan tidak menyerahkan aku ke tangan musuh, tetapi menegakkan
kakiku di tempat yang lapang.
Kembali pemazmur ini betul-betul
menjunjung tinggi korban Kristus sebagai tempat perlindungan yang tinggi, kota
benteng dan kubu pertahanan, perisai, melepaskan dirinya dari jaring-jaring
orang-orang jahat.
Jaring orang jahat itu adalah
nabi-nabi palsu, satu kali nanti nabi-nabi palsu akan bekerja sama dengan
antikris -- sesuai dengan Wahyu 13
-- itulah puncak kegelapan.
Jadi sebelum malam tiba mari kita
berlindung di atas korban Kristus, gunung batu, perisai, kota benteng.
Puncaknya malam pada saat aniaya antikris berlangsung, terlepas dari jaring,
menunjuk kepada: terlepas dari nabi-nabi palsu. Mereka (nabi-nabi palsu)
disebut penjaring juga.
Sekali lagi saya katakan dengan
tandas, puncak kegelapan itu pada masa aniaya antikris berlangsung, dengan lain
kata; pembinasa keji berdiri di bait Allah.
Matius 24:15, 28
(24:15) "Jadi apabila kamu melihat Pembinasa
keji berdiri di tempat kudus, menurut firman yang disampaikan oleh nabi Daniel
-- para pembaca hendaklah memperhatikannya -- (24:28) Di mana ada bangkai, di situ burung nazar
berkerumun."
Penjelasan ayat 15: Kalau sudah gelap malam tiba, handaklah para pembaca
memperhatikannya.
Perikopnya, siksaan yang berat dan
mesias-mesias palsu. Diawali ayat
15; pembinasa keji berdiri di tempat kudus, itulah puncak malam, gelapnya
malam. Kemudian diakhiri ayat 28; Di mana ada bangkai, di situ burung nazar
berkerumun."
Jadi yang menjadi perlindungan bagi
kita adalah bangkai, itulah korban Kristus. Supaya kehidupan kita
dilindungi seperti mereka yang sudah mendapat sayap burung nazar yang besar,
dilindungi pada masa aniaya antikris, dilindungi pada puncak gelapnya malam.
Ayo tinggikan korban Kristus, mari
kita naik ke gunung mur, bukit Golgota, itu tempat perlindungan saat malam
menjemput.
Perikopnya, siksaan yang berat dan mesias-mesias palsu, dimulai dari ayat 15; pembinasa keji berdiri di
tempat kudus (puncak malam). Kemudian ayat
28; Di mana ada bangkai, di situ
burung nazar berkerumun. Itu tempat perlindungan kita, bangkai, korban
Kristus.
Supaya mendapatkan sayap burung nazar
maka jangan tinggalkan ibadah, jangan tinggalkan pelayanan, sebab dimana ada
bangkai di situ burung nazar berkerumun, tempat perlindungan yang teduh. Amin.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment