IBADAH PENDALAMAN ALKITAB, 16 JANUARI 2020
KITAB RUT
(Seri: 77)
Subtema: SATU EFA UNTUK MEMELIHARA
JEMAAT.
Shalom.
Pertama-tama
saya mengucapkan puji syukur kepada Tuhan dan berterima kasih atas kasih dan
kemurahan-Nya yang telah memperkenankan kita untuk mengusahakan Ibadah
Pendalaman Alkitab yang disertai dengan perjamuan suci.
Saya juga
tidak lupa menyapa umat Tuhan, anak-anak Tuhan dan hamba-hamba Tuhan yang
sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming video internet Youtube, Facebook di manapun anda
berada.
Mari kita
sambut firman penggembalaan untuk Ibadah Pendalaman Alkitab dari KITAB RUT.
Mari kita
berdoa, kita mohon dengan rendah hati supaya Tuhan membukakan firman-Nya, kita
diberkati sekaliannya, dipulihkan segala sesuatunya.
Rut 2:17
(2:17) Maka ia memungut di ladang sampai petang;
lalu ia mengirik yang dipungutnya itu, dan ada kira-kira seefa jelai
banyaknya.
Rut mengirik
jelai yang dipungutnya itu ada kira-kira seefa jelai banyaknya.
Satu efa,
sama dengan; sepuluh gomer.
Untuk bangsa
Israel, Allah hanya memberikan satu gomer manna untuk tiap-tiap orang selama
empat puluh tahun perjalanan di padang gurun.
Pendeknya:
Satu efa, menunjuk; kelimpahan kasih karunia bagi bangsa kafir.
Kita ini
adalah bangsa kafir, namun kita diijinkan untuk berada di ladang Tuhan, dan
memungut jelai, yaitu firman Allah yang telah disampaikan sebagai kemurahan
hati Tuhan bagi kita, bangsa kafir. Dan oleh karena kasih karunia itu,
kita didorong dan bahkan dimampukan untuk melayani pekerjaan Tuhan lebih keras dari
orang lain, seperti apa yang dialami oleh Rasul Paulus.
1 Korintus
15:8-9
(15:8) Dan yang paling akhir dari semuanya Ia
menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum
waktunya. (15:9) Karena aku
adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul,
sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.
Kehidupan
yang tidak layak digambarkan seperti anak
(bayi) yang lahir sebelum waktunya,
disebut dengan; bayi prematur, suatu kehidupan yang tidak berdaya. Demikianlah
keberadaan Rasul Paulus dihadapan Tuhan; tidak layak, namun kepadanya
dipercayakan jabatan rasul.
Pendeknya:
Tidak layak namun dilayakkan oleh Tuhan, sama dengan; limpah kasih karunia,
sama dengan; satu efa.
1 Korintus
15:10
(15:10) Tetapi karena kasih karunia Allah aku
adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang
dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih
keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah
yang menyertai aku.
Di sini kita
melihat; Sudut pandang Rasul Paulus terhadap kelimpahan kasih karunia Allah, ia
berkata: “Tetapi karena kasih karunia
Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang”.
Artinya;
Rasul Paulus dapat bertahan hidup dan Rasul Paulus dapat berdiri di hadapan
takhta kasih karunia -- dimampukan untuk
melayani pekerjaan Tuhan --, itu hanya oleh karena kasih karunia, hanya
oleh karena kemurahan hati Tuhan.
Demikianlah Rasul Paulus memandang kasih karunia itu.
Kalau
seseorang menyadari akan hal ini -- menyadari
bahwa hidup karena kasih karunia, berada menjadi jemaat Tuhan karena kasih
karunia, dipercaya untuk melayani karena kasih karunia --, maka ia tidak
akan mau bermegah, apalagi menyombongkan dirinya.
Sebagai pembuktian.
2 Korintus
12:1
(12:1) Aku harus bermegah, sekalipun
memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian aku hendak
memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang
kuterima dari Tuhan.
“Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu
tidak ada faedahnya”. Tidak perlu bermegah, sebab itu tidak ada artinya.
Sekalipun
dipakai Tuhan, imam-imam dipakai, saya juga -- sebagai pemberita firman -- dipakai Tuhan, tidak
perlu bermegah, apalagi dalam hal berkorban baik; tenaga, pikiran, waktu, uang,
materi, apapun yang bisa kita korbankan, tidak perlu bermegah.
Namun di
sini yang perlu untuk disampaikan Rasul Paulus adalah penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang ia terima dari
Tuhan. Apakah itu gerangan?
2 Korintus
12:2-4
(12:2) Aku tahu tentang seorang Kristen; empat
belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar
tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat
ke tingkat yang ketiga dari sorga. (12:3)
Aku juga tahu tentang orang itu, -- entah di dalam tubuh entah di luar tubuh,
aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- (12:4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar
kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
Rasul Paulus
diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga, disebut juga dengan Firdaus.
Tingkat yang
ketiga, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel terkena pada Ruangan Maha Suci.
Dengan
kerinduan yang mendalam, kiranya Tuhan mengangkat dan memberkati kita seperti
Rasul Paulus;
-
Mengangkat dan memberkati kehidupan kita.
- Mengangkat
dan memberkati hidup, nikah, serta rumah tangga kita.
- Bahkan
mengangkat dan memberkati ibadah dan pelayanan kita.
- Mengangkat
dan memberkati segala sesuatu yang berkaitan dengan GPT “BETANIA” Serang &
Cilegon.
-
Bagi pekerjaan pelayanan dan bagi pembangunan tubuh
Kristus, di mana pun kita diutus oleh Tuhan, kiranya Tuhan mengangkat dan
memberkati.
Tetapi tidak
perlu bermegah sekalipun dipakai oleh Tuhan dengan luar biasa.
2 Korintus
12:5
(12:5) Atas orang itu aku hendak bermegah, tetapi
atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku.
Ketika
diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga, dia mendapatkan penyataan-penyataan
serta penglihatan-penglihatan yang begitu hebat dari Tuhan, namun Rasul
Paulus tidak mau bermegah atas kelebihan yang dia terima dari Tuhan, selain
atas kelemahan-kelemahannya sendiri.
Pendeknya:
Rasul Paulus bermegah atas kelemahannya, yaitu menderita karena salib. Cukup
dia bermegah di situ.
Biar kita
bermegah karena salib (sengsara karena salib), bermegah karena aniaya karena
firman, bermegah karena memikul suatu tanggung jawab yang dipercayakan di atas
pundak kita, cukup. Kalau Tuhan percayakan suatu pekerjaan, suatu tanggung
jawab lalu ditaruh di atas pundak kita, pikul saja, cukup bermegah di situ.
Tidak perlu
bermegah di dalam hal-hal yang lahiriah apalagi kelebihan-kelebihan yang ada.
Cukup bermegah karena sengsara salib sebagai suatu tanggung jawab yang
dipercayakan di atas pundak kita masing-masing.
Praktek bermegah di dalam kelemahan-kelemahan.
2 Korintus
11:23-27
(11:23) Apakah mereka pelayan Kristus? --
aku berkata seperti orang gila -- aku lebih lagi! Aku lebih banyak
berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali
dalam bahaya maut. (11:24) Lima kali
aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, (11:25) tiga kali aku didera, satu kali
aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku
terkatung-katung di tengah laut. (11:26)
Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya
dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya
di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak
saudara-saudara palsu. (11:27) Aku
banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar
dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian,
Sepintas
tentang kalimat: “Apakah mereka pelayan
Kristus? -- aku berkata seperti orang gila --”. Rasul Paulus berkata
seperti orang gila dalam hal memberitakan firman Tuhan.
Pemberitaan
firman tentang salib;
-
Bagi orang Yahudi adalah suatu batu sandungan.
-
Bagi orang Yunani adalah suatu kebodohan,
gila.
Tiap hari
ibadah dianggap bodoh. Tiap hari pelayanan dianggap bodoh, seperti orang gila.
Tetapi Rasul Paulus tidak peduli, sekalipun ia dianggap seperti orang gila.
Berbeda
dengan seorang hamba Tuhan yang memberitakan firman tentang berkat-berkat,
banyak orang yang menggandrungi dan yang menggandrunginya pasti berkata: “Dia hebat. Gerejanya mewah, hebat. Gerejanya
lima lantai, hebat.” Tetapi ketika Pengajaran Salib disampaikan orang-orang
berkata: “Gila”, itulah yang dialami
oleh Rasul Paulus.
Dari apa
yang telah kita baca di dalam -- 2 Korintus 11:23-27 --, saya tidak
bisa membayangkan dengan apa yang dialami oleh Rasul Paulus ini di luar
kemampuan daging, sungguh luar biasa. Namun kiranya Tuhan memberi kemampuan
kepada kita manakala kita bermegah dalam kelemahan, bermegah atas sengsara
karena salib.
Rasul Paulus
benar-benar bermegah di dalam kelemahannya. Dengan demikian, perkataannya tadi
di dalam 2 Korintus 12:1-5 sesuai dengan perbuatannya di dalam 2 Korintus 11:23-27.
Jadi,
perkataan dan perbuatannya sama. Mulut ini sudah harus menjadi ukuran bagi
seorang hamba Tuhan. Mulut sudah harus menjadi ukuran bagi seorang pelayan
Tuhan. Mulut harus sesuai dengan perbuatan, supaya kita menjadi suatu kesaksian
yang besar, menjadi contoh teladan di mana pun kita berada, dalam situasi
kondisi apa pun, baik dalam keadaan duduk, berdiri, dalam segala perkara, kita
harus menjadi suatu kesaksian yang besar. Kalau kita dapat menggenapi
perkataan, artinya; perkataan kita sesuai dengan perbuatan, tentu kita menjadi
contoh teladan. Sebab itu, jangan suka berdusta lagi.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23-27, bermegah dalam
penderitaan (menderita karena salib Kristus) dibagi menurut pembagiannya.
-
Bagian I, ayat
23.
- Bagian II, ayat 24-25.
- Bagian III, ayat 26.
-
Bagian IV, ayat
27-28.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23-27, kita akan melihat
lebih dalam lagi tentang bermegah dalam penderitaan (menderita karena salib
Kristus), BAGIAN
I.
2 Korintus
11:23
(11:23) Apakah mereka pelayan Kristus? -- aku
berkata seperti orang gila -- aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih
lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap
kali dalam bahaya maut.
Rasul Paulus
“lebih banyak berjerih lelah” dari pada rasul-rasul yang lain.
Kalaupun
kita lebih banyak berjerih lelah dari orang lain, dari sesama imam-imam (sesama
pelayan Tuhan), tidak usah bersungut-sungut, ataupun bermegah sebab itu
merupakan kasih karunia bagi kita. Tidak usah kita iri-irian.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23, Rasul Paulus lebih
banyak berjerih lelah dari pada rasul-rasul yang lain, antara lain:
YANG PERTAMA:
“Lebih
sering di dalam penjara.”
Berbeda
dengan Petrus hanya satu kali berada di dalam penjara, namun Rasul Paulus
berkali-kali (lebih sering) di dalam penjara.
Lebih sering di dalam penjara, berarti;
umur pelayanannya lebih banyak di dalam penjara. Sejak dia dipanggil dan
menerima jabatan rasul untuk melayani pekerjaan Tuhan, waktunya lebih banyak di
dalam penjara. Setelah keluar penjara, masuk lagi hanya karena pemberitaan
Injil kasih karunia. Keluar, lalu masuk lagi, begitu saja; sehingga umur pelayanannya
lebih banyak di dalam penjara, lalu dari dalam penjara itulah Rasul Paulus
mendapat kesempatan untuk menulis surat:
1.
9 (sembilan) kali kepada jemaat-jemaat di Asia Kecil.
2. 4 (empat)
kali kepada perorangan anak-anak rohaninya, itulah; kepada Timotius sebanyak 2
(dua) kali, kepada Titus sebanyak 1 (satu) kali, kepada Filemon sebanyak 1
(satu) kali.
3.
Secara khusus Rasul Paulus menulis surat kepada orang
Ibrani.
Berarti, 9
(sembilan) + 4 (empat) + 1 (satu), semuanya ada 14 (empat belas) surat.
Suratan yang
ditulis oleh Rasul Paulus lebih banyak dari semua hamba Tuhan yang ada di dalam
Perjanjian Baru; ada 14 (empat belas) surat, sesuai dengan ketika dia
menceritakan pengalamannya kepada jemaat di Korintus setelah 14 (empat belas)
tahun dia dipanggil, barulah dia menceritakan pengalaman itu kepada jemaat di
Korintus.
Memang,
pengalaman angka 14 (empat belas) ini penting sekali. Dan saya melihat angka 14
(empat belas) ini penting sekali. Kalau kita melihat “Silsilah Lahirnya Yesus Kristus” -- pada pemberitaan firman di Kebaktian Natal Persekutuan: PENGAJARAN
PEMBANGUNAN TABERNAKEL (PPT), 27-28 Desember 2019 -- ada 3 (tiga) kali 14
(empat belas) keturunan. Jadi, angka 14 (empat belas) itu penting sekali.
Jadi,
kembali saya sampaikan: Semua surat yang dikirim oleh Rasul Paulus baik kepada
jemaat-jemaat, baik kepada perorangan, maupun kepada orang Ibrani, semuanya itu
ditulis di dalam penjara.
Makna yang dapat kita petik dalam
pengalaman ini adalah:
Kalau kita
menjadi tawanan Roh -- terikat dengan ibadah,
terikat dengan pelayanan --, maka kita akan menjadi surat Kristus, kita
menjadi surat pujian di mana pun kita dikirim oleh Tuhan -- di mana pun Tuhan layangkan dan utus kita --,
semua perkataan dan semua perbuatan, maupun perilaku dapat dibaca dan dapat
dikenal oleh setiap orang.
Ayo,
pengalaman ini harus kita petik, tidak boleh diabaikan. Jadilah tawanan Roh,
terikat dengan pelayanan, terikat dengan ibadah. Jangan bosan dengan ibadah,
dengan berkata: “Hari-hari ibadah.
Hari-hari pelayanan. Hari-hari dengar firman.” Jangan seperti itu.
Jadilah
tawanan Roh supaya menjadi surat pujian (surat Kristus) yang nanti dilayangkan
oleh Tuhan, di mana pun kita dikirim (diutus) oleh Tuhan.
Kisah Para
Rasul 20:21
(20:21) aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang
Yahudi dan orang-orang Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya
kepada Tuhan kita, Yesus Kristus.
Rasul Paulus
menjadi kesaksian bagi orang Yahudi dan bagi orang Yunani, supaya mereka
bertobat kepada Allah dan percaya kepada
Tuhan kita, Yesus Kristus.
Biarlah hal
itu juga yang menjadi doa kerinduan kita; Di mana pun kita berada, orang
bertobat. Di mana pun kita dikirim, dilayangkan, diutus oleh Tuhan, banyak
orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Kisah Para
Rasul 20:22-24
(20:22) Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku
pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ
(20:23) selain dari pada yang
dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara
menunggu aku. (20:24) Tetapi aku
tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai
garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan
Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia
Allah.
“Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh ...”,
berarti; terikat dengan pelayanan, tertawan di dalam Tuhan.
“ ... Aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas
diriku di situ ...”, artinya; tidak peduli dengan apa pun yang ada di
depan, sebab yang terpenting adalah menjadi tawanan Roh saja. Tidak usah
memikirkan bagaimana harus ke sana, bagaimana harus ke sini, bagaimana harus
begini, begitu, begono, tidak usah.
Dan tidak usah pusing soal apa yang akan dimakan, diminum, dan dipakai.
Tuhan yang
pikirkan masa depan kita masing-masing. Yang penting adalah menjadi tawanan
Roh, yang terpenting adalah terikat dengan pelayanan. Jangan lebih dan kurang
dari situ, supaya tidak mengalami kerugian di masa yang akan datang.
Tuhan sudah
pelihara kok, soal makanan, minuman,
pakaian, masa depan, jodoh, semuanya Tuhan yang pelihara, Tuhan yang pikirkan,
Tuhan yang atur.
Sebagai
tawanan Roh, penjara dan sengsara sudah menunggu Rasul Paulus, tetapi ia tidak
menghiraukan nyawanya sedikit pun.
Demikian
halnya dengan kita; soal makanan, soal pakaian, soal masa depan, soal jodoh,
Tuhan yang memelihara kita semua.
Yang
terpenting bagi Rasul Paulus -- sebagai
tawanan Roh -- adalah:
1.
Ia dapat
mencapai garis akhir.
2.
Dan
menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan kepadanya.
Itu saja
yang terpenting bagi Rasul Paulus, dan biarlah itu juga menjadi yang terpenting
bagi kita.
Sebenarnya,
2 (dua) hal ini -- mencapai garis
akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan kepadanya --
merupakan makanan Yesus, Anak Allah.
Yohanes 4:34
(4:34) Kata Yesus kepada mereka: "Makanan-Ku
ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan
pekerjaan-Nya.
Makanan
Yesus, Anak Allah:
1. Melakukan
kehendak Allah,
menunjuk; sengsara salib, sama dengan; mencapai garis akhir. Di atas kayu
salib, kehendak Allah terlaksana.
2.
Menyelesaikan
pekerjaan Allah, menunjuk; terwujudnya pembangunan tubuh Kristus,
yakni tubuh Mempelai yang sempurna.
Biarlah ini
juga yang menjadi makanan kita, demi terwujudnya pembangunan tubuh Kristus,
terwujudnya kesatuan tubuh, disebut tubuh Mempelai.
Kalau kita
satu -- anggota tubuh berbeda-beda
menjadi satu --, berarti; sempurna. Tetapi kalau perbedaan itu memisahkan,
berarti; belum sempurna. Jadi, kasih itu fungsinya sebagai pengikat yang
mempersatukan dan menyempurnakan ... Kolose
3:14.
Saya
melihat, pengalaman pribadi Rasul Paulus ini hampir mirip (hampir sama) dengan
pengalaman dari pada Yesus Kristus sendiri.
Kita kembali
memperhatikan Kisah Para Rasul 20.
Kisah Para
Rasul 20:24
(20:24) Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan
pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian
tentang Injil kasih karunia Allah.
Kedua hal di
atas -- kehendak Allah terlaksana dan
terwujudnya pembangunan tubuh -- merupakan kesaksian tentang Injil kasih
karunia Allah.
Sekali lagi
saya tandaskan: Jadilah tawanan Roh supaya baik perkataan, baik perbuatan kita
menjadi surat pujian (surat Kristus) yang dapat dibaca dan dikenal oleh setiap
orang di mana pun kita dikirim, diutus, dilayangkan oleh Tuhan. Itu merupakan
kesaksian tentang Injil kasih karunia; terwujudnya pembangunan tubuh dan
kehendak Allah terlaksana.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23, Rasul Paulus lebih
banyak berjerih lelah dari pada rasul-rasul yang lain, antara lain:
YANG KEDUA: “Didera
di luar batas”.
Didera di luar batas, sama
artinya; mendapat pukulan di luar batas.
Apa “di luar batas” ? Maksudnya; di luar
kehidupan kita, sama dengan; menanggung penderitaan yang tidak harus ia
tanggung.
Seharusnya
yang menderita adalah orang yang melakukan kesalahan, misalnya: karena si A
yang melakukan dosa, berarti si A yang harus menderita karena perbuatan dosanya
itu.
Tetapi
justru kita yang yang harus menderita karena dosa orang itu, itulah yang
disebut menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung, sama dengan; di
luar batas. Tetapi perlu untuk diketahui: menanggung penderitaan yang tidak
harus ia tanggung, itu merupakan kasih karunia, menurut 1 Petrus 2:19-20.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23, Rasul Paulus lebih
banyak berjerih lelah dari pada rasul-rasul yang lain, antara lain:
YANG KETIGA:
“Kerap
kali dalam bahaya maut”.
Berarti,
posisinya berada di ujung maut atau di ujung tanduk, sama dengan; kehidupan
yang rawan, sudah dekat dengan kematian.
2 Korintus
5:2-4
(5:2) Selama kita di dalam kemah ini, kita
mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat
kediaman kita yang sekarang ini, (5:3)
sebab dengan demikian kita berpakaian dan tidak kedapatan telanjang. (5:4) Sebab selama masih diam di dalam
kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan
pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana
itu ditelan oleh hidup.
Selama kita
tinggal di bumi ini, mendiami kemah tubuh ini, kita akan mengeluh oleh karena
banyaknya tekanan, banyaknya pergumulan-pergumulan silih berganti yang tidak
kunjung selesai, mengeluh karena beratnya tekanan, sebab itu, tentu, kita rindu
untuk masuk (berada) ke dalam Kerajaan Sorga, sama dengan; rindu mengenakan pakaian yang baru tanpa
menanggalkan yang lama.
Tujuanya:
Supaya yang fana itu ditelan oleh hidup.
Mari kita
lihat kaitannya dalam 1 Korintus 15.
1 Korintus
15:53-54
(15:53) Karena yang dapat binasa ini harus
mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan
yang tidak dapat mati. (15:54) Dan
sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat
mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang
tertulis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan.
“ ... yang dapat binasa ini harus mengenakan yang
tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat
mati ...”, berarti; mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang
lama. Kita rindu masuk sorga. Kita rindu mengenakan pakaian yang baru tanpa
menanggalkan yang lama.
Mengenakan
pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama, arti rohaninya adalah; maut telah ditelan dalam kemenangan.
1 Korintus
15:55
(15:55) Hai maut di manakah kemenanganmu?
Hai maut, di manakah sengatmu?"
Kalau maut
telah ditelan dalam kemenangan, maka dalam suasana seperti ini kita dapat
bermegah dan berkata:
1.
“Hai maut di
manakah kemenanganmu?”
2.
“Hai maut,
di manakah sengatmu?”
1 Korintus
15:56
(15:56) Sengat maut ialah dosa dan kuasa
dosa ialah hukum Taurat.
Sebetulnya:
1.
Sengat maut
ialah dosa. Berarti,
setiap orang yang berbuat dosa, ia telah disengat oleh maut.
2.
Kuasa dosa
ialah hukum Taurat. Berarti, setiap orang yang masih berada di bawah hukum
Taurat menunjukkan bahwa ia sedang dikuasai oleh dosa.
Sepintas
mengenai “Hukum Taurat”. Berarti; mata
ganti mata, gigi ganti gigi, artinya; kejahatan dibalas dengan kejahatan.
Kemudian,
ciri ibadah pelayanannya: menjalankan ibadah secara lahiriah, misalnya; mulut
memuliakan Tuhan, tetapi hatinya jauh dari Tuhan, sama dengan; mempersembahkan
tubuh jasmani di tengah ibadah, tetapi hatinya tidak dipersembahkan kepada
Tuhan.
Tetapi puji
Tuhan, kita telah mengenakan pakaian baru tanpa menanggalkan pakaian yang lama,
karena kita rindu untuk masuk dalam Kerajaan Sorga.
Selama kita
ada di bumi, mendiami tubuh kemah ini, kita mengeluh karena banyaknya tekanan
oleh karena banyaknya pergumulan, baik keuangan, ekonomi, soal penghidupan,
pekerjaan, sakit penyakit yang tidak kunjung sembuh, dan lain sebagainya.
Tetapi kita rindu masuk sorga, rindu mengenakan pakaian baru tanpa menanggalkan
pakaian yang lama.
Jadi, jangan
salah mengerti -- saya tidak bermaksud
untuk menghakimi -- karena ada suatu pemberitaan di Televisi yang salah
mengartikan pemberitaan mengenakan pakaian baru tanpa menanggalkan pakaian yang lama, tetapi kiranya Tuhan dengan kasih-Nya dan
rahmat-Nya menyempurnakan beliau.
Sekalipun kerap
kali dalam bahaya maut, namun kita rindu masuk sorga, dengan lain kata; rindu
mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan pakaian lama, sehingga puji
syukur kepada Allah yang telah memberikan kemenangan kepada kita, dan dalam
situasi berkemenangan seperti ini kita bermegah dan menantang maut, dengan
berkata: “Hai maut di manakah
kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” Kita bersyukur, Tuhan Yesus
baik.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23-27, kita akan melihat
lebih dalam lagi tentang bermegah dalam penderitaan (menderita karena salib
Kristus), BAGIAN
II.
2 Korintus
11:24-25
(11:24) Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap
kali empat puluh kurang satu pukulan, (11:25) tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari
dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari
semalam aku terkatung-katung di tengah laut.
Pengakuan
Rasul Paulus berikutnya:
-
5 (lima) kali disesah orang Yahudi, setiap kali 40
(empat puluh) – 1 (satu) pukulan, sama dengan; 39 (tiga puluh sembilan)
pukulan.
- 3 (tiga)
kali didera.
- 1 (satu)
kali dilempari dengan batu.
- 3 (tiga)
kali mengalami karam kapal.
-
1 (satu) hari 1 (satu) malam terkatung-katung di tengah
lautan.
Saya pribadi
tidak tahu berkata-kata apa lagi melihat pengalaman Rasul Paulus ini, bagaimana
pengalaman ini bisa dilalui dengan luar biasa tanpa persungutan, tidak ngomel, tidak marah, dan tidak putus asa,
bahkan tidak menyesal dipanggil dan menerima jabatan rasul.
Setelah
saudara melihat apa yang dialami oleh Rasul Paulus ini, apakah saudara menyesal
menjadi orang Kristen? Apakah saudara menyesal digembalakan oleh Pengajaran
Mempelai? Apakah saudara menyesal melayani Tuhan di dalam Pengajaran Mempelai?
Dalam 2 Korintus 11:24-25 kita menemukan
angka-angka, antara lain:
Angka 1 (SATU), menunjuk; Allah
Yang Esa. Tabiat dari Allah hanya satu, yakni kasih. Inti dari 10 (sepuluh)
hukum hanya 1 (satu), yaitu kasih.
Kegunaan
kasih: Sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan kita semua... Kolose
3:14.
Kuasa kasih
adalah:
1.
Dimampukan untuk menghadapi “pelemparan batu”, itulah hukum Taurat.
Orang yang hidup di
bawah hukum Taurat itu sadis, tidak mengenal belas kasihan, tidak mengenal
pengampunan, suka menunjuk-nunjuk dosa. Itulah kelemahan dari hukum Taurat,
sehingga terjadi pelemparan batu.
Seperti perempuan
yang kedapatan berbuat zinah di pagi hari, lalu ahli Taurat dan orang-orang
Farisi menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus:
"Rabi, perempuan ini tertangkap
basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan
kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian."
Untuk menghadapi hal
yang seperti ini;
- menghadapi
hukum Taurat yang tidak mengenal belas kasihan,
- menghadapi
hukum Taurat yang suka menunjuk-nunjuk dosa,
- menghadapi
hukum Taurat yang tidak pernah menyadari diri sebagai orang berdosa, selain
orang lain yang berdosa,
-
menghadapi hukum Taurat yang begitu sadis,
maka
Tuhan mempersiapkan Rasul Paulus untuk menghadapi hal seperti ini. Hanya dengan
angka 1 (satu) -- Allah Yang Maha Esa,
dengan tabiat-Nya yakni; kasih -- untuk menghadapi hukum Taurat (yang tidak
mengenal belas kasih dan yang menunjuk-nunjuk dosa).
Tuhan
sedang mempersiapkan kita untuk menghadapi hukum Taurat. Ukuran kebenaran
adalah firman, bukan pengertian kita. Mari kita menyerah kepada firman saja.
Dan ukuran polanya ada, itulah Tabernakel, serta tiang-tiangnya memagari
kehidupan kita ini sehingga terlepas dari tabiat dunia yang penuh dengan
kesombongan, keangkuhan, kefasikan, kejahatan, kenajisan. Jadi, jangan marah
kalau kita dipagari oleh tiang-tiang Tuhan, sebab itu merupakan kasih-Nya
kepada kita.
Tetapi
untuk menghadapi ganasnya hukum Taurat ini, Rasul Paulus dipersiapkan dengan
angka 1 (satu), itulah kasih, tabiat dari Allah Yang Esa.
Kuasa kasih
adalah:
2.
Dimampukan untuk menghadapi “satu hari satu malam terkatung-katung di tengah lautan”.
Terkatung-katung,
berarti; arah dan tujuannya tidak pasti.
Dahulu,
sebelum mengenal Pengajaran Mempelai, kita tidak mengerti arah tujuan hidup
kita, tidak terbentuk, tidak berpola, tidak tahu ke mana arah dan tujuan kita,
sehingga kehidupan kita ini seperti terkatung-katung, tidak jelas arah dan
tujuan hidup, tidak mengerti soal kompas yang benar. Tetapi kasih Tuhan melanda kehidupan yang
terkatung-katung satu hari satu malam di lautan. Tuhan Yesus baik.
Dahulu
saya tidak tahu tentang masa depan saya, sehingga hati ini sering kali menjerit dan berkata; “Ke mana saya, Tuhan? Apa
yang harus saya kerjakan, Tuhan? Bapak saya tidak mengerti saya. Pekerjaan saya
belum permanen -- walaupun sempat di Tembagapura -- ”, tetapi kasih Allah
melawat kehidupan saya yang terkatung-katung ini. Kasih Allah merawat kehidupan
kita yang terkatung-katung ini, yang belum jelas arah dan tujuan hidupnya.
Tuhan
Yesus dengan kasih-Nya adalah kompas kebenaran yang mengarahkan tujuan hidup
kita, dan kelak akan melabuhkan kita ke dalam Kerajaan Sorga yang mulia.
Pendeknya:
Hanya kasih yang dapat menjangkau mereka, yaitu;
-
Mereka yang berada di bawah hukum Taurat, yang hidupnya
tidak mengenal belas kasihan sehingga terjadi pelemparan batu.
-
Mereka yang terkatung-katung di tengah-tengah lautan dunia ini, yang tidak jelas arah dan
tujuan hidupnya.
Dalam 2 Korintus 11:24-25 kita menemukan
angka-angka, antara lain:
Angka 3 (TIGA), menunjuk;
pengalaman Yesus di dalam tanda kematian dan kebangkitan-Nya,
berarti; mati terhadap dosa dan hidup untuk kebenaran bagi Allah.
Kegunaan
pengalaman kematian dan kebangkitan Yesus Kristus:
1.
Supaya jangan goyah manakala “didera dan dipukuli”.
Memang, apabila
pukulan itu datang bertubi-tubi silih berganti membuat seseorang menjadi goyah,
itu sudah pasti, tetapi dengan pengalaman kematian dan kebangkitan Yesus, kita
kuat, tidak goyah. Saya tahu, banyak pukulan penderitaan yang kita terima
bertubi-tubi silih berganti, itu yang membuat seseorang menjadi goyah, tetapi
dengan pengalaman kematian dan kebangkitan Yesus, kita kuat, tidak goyah.
Tidak ada seorang
pun yang bisa membuat dirinya kuat, tidak goyah, dengan kekuatannya, dengan
pengertiannya, dengan kemampuannya, selain pengalaman Yesus di dalam tanda kematian
dan kebangkitan-Nya.
2. Supaya
jangan goyah manakala “mengalami kapal
karam”.
Memang ketika kapal
(bahtera) kehidupan kita ini berbeban berat, serta menghadapi angin ribut yang
kencang, maka kehidupan kita ini -- kapal
(bahtera) kehidupan kita ini -- akan mengalami karam. Itu tidak bisa
dipungkiri.
Beban berat, angin
yang kencang meniup, diombang-ambingkan sampai akhirnya kapal itu bisa karam.
Juga kehidupan kita; dalam keadaan berbeban berat, ditambah lagi angin kencang
berhembus menggoyang-goyangkan kapal bahtera kehidupan kita, suatu kali pasti
karam. Sebesar dan sekuat apapun kapal itu, pasti suatu kali akan karam.
Tetapi dengan
pengalaman kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, kita kuat dan tidak goyah,
tidak karam;
- Bahtera
nikah rumah tangga tidak karam.
- Hubungan nikah kita dengan Tuhan, nikah yang suci tidak
terputus, sehingga tidak ada penyangkalan- penyangkalan lagi.
Yang
benar dan baik tidak lagi kita sangkali, yang suci dan mulia tidak kita sangkali,
selain menyangkal yang jahat dan yang najis, menyangkal hati yang arahnya pada
tabiat daging.
Dalam 2 Korintus 11:24-25 kita menemukan
angka-angka, antara lain:
Angka 5 (LIMA), menunjuk; 5 (lima)
luka utama Yesus -- 2 (dua) di tangan, 2
(dua) di kaki, 1 (satu) di lambung --, itulah korban Kristus.
Kemudian,
yang menjadi tolak ukur di dalam seluruh aspek kehidupan manusia adalah korban
Kristus, sehingga apabila kita senantiasa mengarahkan pandangan kita kepada
Korban Kristus, maka kita kuat, tidak akan mengeluh dan tidak akan bersungut-sungut,
tidak ngomel, bahkan tidak
mempersalahkan Tuhan manakala pergumulan itu tiba.
Sama seperti
rumah yang menghadapi 3 (tiga) jenis ujian:
1.
Turunlah
hujan,
itulah ujian dari atas, menunjuk kepada; roh-roh jahat di udara dengan segala
tipu dayanya.
2. Angin melanda rumah itu, menunjuk;
angin-angin pengajaran palsu.
3. Datanglah banjir, menunjuk; dosa
kenajisan.
Lihat, dunia ini
sedang dilanda banjir, bukan saja banjir secara lahiriah, tetapi banjir secara
rohani. Dunia ini sedang dilanda banjir, baik di desa, di kota, di negara maju,
di negara tertinggal, kaya miskin, tua muda, tanpa memandang bulu, tidak
memandang muka apakah dia jelek atau cakap, ganteng atau cantik, tidak peduli,
semua dilanda habis oleh banjir.
Tetapi kalau
rumah itu dibangun di atas dasar yang teguh, itulah korban Kristus, kita kuat.
Maka yang
menjadi dasar dari seluruh kehidupan kita ini adalah korban Kristus. Biarlah
kita senantiasa mengarahkan pandangan kita hanya kepada korban Kristus dalam
segala perkara.
-
Manakala kita lemah, pandang saja korban Kristus, pasti
kita kuat kembali.
- Saat ekonomi
sudah lemah, lihat saja salib-Nya, pasti kuat.
- Merasa kita
tidak mampu lagi menghadapi segala persoalan ini, lihat saja salib-Nya, pasti
kuat.
-
Manakala kita sudah putus harap, putus asa, lihat saja
salib-Nya, pasti kita kuat.
Jangan lagi
bergantung kepada yang lain-lain, maksudnya; jangan
pandang kebenaran sendiri, jangan pandang pengertian sendiri, sebab itu yang
membuat kita lemah. Kalau rumah dibangun di atas dasar yang lain -- di atas dasar pasir --, maka ketika
hujan turun, angin melanda dan banjir datang; rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya... Matius 7:26-27.
Dasar kita
hidup adalah korban Kristus. Dalam seluruh aspek kehidupan kita, apapun yang
terkait dengan kehidupan kita ini, dasarnya adalah korban Kristus, sehingga
ketika kita lemah, kita kuat dan tidak putus asa.
Pendeknya:
Korban Kristus adalah dasar hidup kita masing-masing, itulah angka 5 (lima).
Dalam 2 Korintus 11:24-25 kita menemukan
angka-angka, antara lain:
Angka 39 (TIGA PULUH SEMBILAN), menunjuk; Perjanjian
Lama yang disebut juga dengan hukum Taurat atau kitab para nabi. Tugas
nabi ialah bernubuat, artinya; menyingkapkan segala rahasia yang terkandung
dalam hati, sama dengan; dosa dibongkar dengan tuntas.
Jabatan
rasul diterima di dalam Perjanjian Baru -- tidak
ada di dalam Perjanjian Lama --, tetapi kenyataannya, Rasul Paulus juga
telah menyerahkan dirinya untuk diperiksa oleh Tuhan, tidak ada lagi rahasia
yang terkandung dalam hatinya, dosa telah dibongkar dengan tuntas.
Rasul Paulus
5 (lima) kali disesah, dan setiap kali disesah, ia menerima pukulan sebanyak 40
(empat puluh) kurang 1 (satu), sama dengan; 39 (tiga puluh sembilan) kali.
Dengan demikian, dosa dibongkar dengan tuntas.
Pendeknya,
Rasul Paulus melayani dengan hati yang terbuka dan dengan hati yang tulus,
tidak ada sesuatu yang tersembunyi.
Sejenak kita
membaca 1 Korintus 14.
1 Korintus
14:24-25
(14:24) Tetapi kalau semua bernubuat, lalu
masuk orang yang tidak beriman atau orang baru, ia akan diyakinkan oleh semua
dan diselidiki oleh semua; (14:25)
segala rahasia yang terkandung di dalam hatinya akan menjadi nyata,
sehingga ia akan sujud menyembah Allah dan mengaku: "Sungguh, Allah ada di
tengah-tengah kamu."
Bernubuat,
berarti; terjadi pembukaan rahasia firman.
Kalau
terjadi pembukaan rahasia firman, maka segala sesuatu yang terkandung di dalam
hati akan tersingkap, dosa dibongkar dengan tuntas. Inilah kehidupan yang
transparan, luar dalam sama, tampil apa adanya, perkataan dan perbuatannya
sama.
Kalau kita
memiliki kesaksian seperti ini, keuntungannya ada 2 (dua):
1.
Orang lain akan sujud menyembah kepada Allah.
2.
Orang lain akan mengaku bahwa Allah ada di
tengah-tengah kita.
Orang-orang
mengakui bahwa kita hidup di dalam Tuhan. Kristus di dalam kita dan kita di
dalam Kristus. Itulah pribadi dari pada Rasul Paulus.
Dalam 2 Korintus 11:24-25 kita menemukan
angka-angka, antara lain:
Angka 40 (EMPAT PULUH), menunjuk; tamatnya
daging.
Perjalanan
bangsa Israel di padang gurun menamatkan atau mengakhiri ulah daging dan
tabiatnya sehingga mayat-mayat mereka bergelimpangan di padang gurun. Tidak ada
seorang pun yang sampai ke tanah Kanaan, kecuali Kaleb dan Yosua.
-
Kaleb, menunjuk; Roh Kudus.
-
Yosua, menunjuk; firman Allah.
Sedangkan
mereka yang hidup menurut daging, semuanya tamat, sebab mayat mereka
bergelimpangan di padang gurun. Sebab mereka selalu teringat dengan makanan di
Mesir; daging di Mesir, baik juga ikan, semangka, mentimun, bawang merah,
bawang putih, bawang prei, mereka makan dan terima dengan gratis. Mereka beribadah,
tetapi hanya mau yang gratisan, tidak mau bayar harga, tidak mau pikul salib,
sehingga mayat mereka bergelimpangan di padang gurun, tidak ada yang sampai ke
tanah Kanaan, kecuali Kaleb dan Yosua.
Kemudian,
apabila daging ini sudah tamat, apabila ulah dari pada daging sudah berakhir,
maka pemakaian Tuhan akan nyata dan luar biasa kepada seorang utusan, kepada
seorang hamba Tuhan, kepada seorang pelayan Tuhan, kepada seorang imamat
rajani, dia akan dipakai dengan luar biasa, bagaikan pemakaian Tuhan terhadap
Musa.
Kita lihat;
MUSA.
Musa hidup
di dunia sampai umur 120 (seratus dua puluh) tahun, yang dibagi dalam 3 (tiga)
fase:
-
40 (empat puluh) tahun yang pertama di Mesir. Musa
mendapat ilmu dan dididik dalam segala hikmat orang Mesir.
- 40 (empat
puluh) tahun yang kedua di Midian. Musa mendapat ilmu dan didikan di dalam
penggembalaan, ia menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di
Midian.
-
40 (empat puluh) tahun yang ketiga berada di padang
gurun untuk menghadapi ganasnya padang gurun pada saat ia menggembalakan bangsa
Israel.
Musa dipakai
Tuhan dengan luar biasa.
Jadi,
didikan dan pengalaman itu penting. Kita memperoleh pengertian tentang Kerajaan
Sorga, itu bagus, tetapi juga harus ada pengalaman bersama dengan salib Kristus
-- itulah di Midian --, lalu dengan
pengertian dan pengalaman bersama dengan salib ini, pasti Tuhan pakai seorang
hamba Tuhan dengan luar biasa, itulah angka 40 (empat puluh).
Berdasarkan 2 Korintus 11:23-27, kita akan melihat
lebih dalam lagi tentang bermegah dalam penderitaan (menderita karena salib
Kristus), BAGIAN
III.
2 Korintus
11:26
(11:26) Dalam perjalananku aku sering diancam
bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang
Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota,
bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari
pihak saudara-saudara palsu.
Rasul Paulus
dalam perjalanannya di tengah pelayanan untuk memberitakan Injil, sering diancam
bahaya.
1.
Bahaya banjir.
2. Bahaya
penyamun.
3. Bahaya dari
pihak orang-orang Yahudi (Israel) dan dari pihak orang-orang yang bukan Yahudi
(kafir).
4. Bahaya di
kota.
5. Bahaya di
padang gurun.
6. Bahaya di
tengah laut.
7.
Bahaya dari pihak saudara-saudara palsu.
Ini adalah 7
(tujuh) bahaya yang begitu sempurna, membuat dia sangat menderita, semua tempat
bahaya, sehingga tidak ada tempat yang nyaman bagi dia.
Tidak ada
tempat yang sempurna dan tidak ada tempat yang nyaman, selain kenyamanan yang
sempurna di dalam Tuhan, di dalam kasih karunia yang kita terima dari Tuhan.
Tidur salah,
berdiri salah, duduk salah, karena ancaman bahaya selalu menghampiri dia. Jadi,
bagaimanalah kita hidup kalau situasi dan kondisi seperti ini? Sudah tidak
terkatakan lagi, tidak bisa diomong
lagi.
Datang
kepada sesama saudara Yahudi, salah. Datang kepada yang di luar Yahudi, salah,
bahaya juga. Datang kepada sesama saudara yang palsu, juga salah. Tidak ada tempat untuk curhat, selain curhat dan datang kepada
Tuhan saja.
Tidak ada
lagi tempat perlindungan yang aman di dunia ini selain berlindung di dalam
Tuhan, di dalam sabda-Nya, di dalam naungan kasih sayang dan kasih setia-Nya.
Demikianlah Rut nanti berada di bawah naungan sayap Boas, dan ia meminta: “Kembangkanlah
kiranya sayapmu melindungi hambamu ini”, karena tidak ada lagi tempat yang
nyaman bagi dirinya, selain berlindung di bawah naungan kasih sayang dan kasih
setia Tuhan, kepak sayap Tuhan yang kuat.
Ketujuh
perkara di atas selalu mengancam dan menghambat perjalanan Rasul Paulus di
dalam hal pemberitaan Injil.
Tempat
perlindungan yang aman adalah kasih sayang dan kasih setia Tuhan. Berlindunglah
kepada sayap firman-Nya dan sayap Roh Tuhan. Jangan jauh dari tengah-tengah
ibadah pelayanan. Jangan jauh dari kasih sayang dan kasih setia Tuhan, itulah
kepak sayap Tuhan yang kuat, itulah sayap burung nasar.
Berdasarkan 2 Korintus 11:23-27, kita akan melihat
lebih dalam lagi tentang bermegah dalam penderitaan (menderita karena salib
Kristus), BAGIAN
IV.
2 Korintus
11:27-28
(11:27) Aku banyak berjerih lelah dan bekerja
berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga;
kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, (11:28) dan, dengan tidak menyebut
banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua
jemaat-jemaat.
Pergumulan
berikutnya adalah menghadapi hawa nafsu daging, antara lain;
1.
Rasul Paulus banyak berjerih lelah dan
bekerja berat.
Jelas ini tidak enak dan tidak nyaman bagi daging.
2. Kerap kali
tidak tidur.
Ini juga tidak enak bagi daging. Pekerjaan dari si pemalas adalah tidur, dan
tidur itu adalah perbuatan daging, tetapi di sini kita melihat; Rasul Paulus
kerap kali tidak tidur.
3. Dia lapar
dan dahaga atau haus.
4. Kerap kali
berpuasa.
5.
Kedinginan dan tanpa pakaian.
Saya masih
ingat waktu memulai pelayanan di Provinsi Banten, 19 (sembilan belas) tahun
yang lalu; kerap kali juga kedinginan, seringkali tidak tahu harus tidur di
mana. Kalau sudah menjelang sore, saya sudah mulai kebingungan untuk mencari
tempat tidur. Kerap kali saya mengalami kelaparan, sehingga perut keroncongan, kerap kali masuk angin.
Seringkali menangis dalam kesendirian. Belum ada kolekte, belum ada
persembahan, belum ada sidang jemaat. Saya mengalami hal itu bertahun-tahun.
Tetapi oleh
karena kasih karunia, limpah kasih karunia, oleh karena satu efa, saya
dimampukan untuk bertahan dan bertekun. Dan oleh karena kasih karunia, akhirnya kita boleh
bertatap muka.
Kalau Anak
Manusia ditinggikan di bumi ini, Allah akan menarik sebanyak mungkin orang
kepada Dia, itu sebabnya saudara ada di tempat ini, karena Allah yang menarik,
sebab Anak Manusia sudah ditinggikan. Tidak boleh lagi ada yang bermegah.
Kemudian,
hal ini juga yang sering saya alami dahulu ketika memulai pelayanan; di luar
puasa untuk mengkhususkan diri, saya juga seringkali berpuasa karena terpaksa, mengapa? Karena tidak ada lagi makanan dan minuman. Sekali waktu
tersedia makanan yang pedas -- sesuai
berkat yang diterima dari Tuhan --, tetapi akhirnya saya jatuh sakit tipes
(tifoid), dan bertahun-tahun lamanya
tidak kunjung sembuh. Saya tinggal di suatu tempat kumuh yang dikelilingi oleh septic tank kiri kanan muka belakang,
sehingga udara di tempat itu tidak segar. Penyakit tidak kunjung sembuh, tidak
diobati secara intensif, dan saya
harus berjalan kaki dalam melayani door
to door. Padahal obat bagi penderita tipes (tifoid), bukanlah obat, melainkan istirahat total yang disertai
minum obat. Oleh sebab itu, penyakit itu tidak kunjung sembuh. Tetapi oleh
karena kelimpahan kasih karunia -- satu
efa -- saya dimampukan.
Jelas, 5
(lima) perkara di atas yang dialami oleh Rasul Paulus adalah sesuatu
penderitaan yang tidak berpihak kepada daging, dan masih banyak lagi yang tidak
bisa disebut oleh Rasul Paulus.
2 Korintus
11:28
(11:28) dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain
lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat.
Tujuan Rasul Paulus bermegah di dalam
kelemahan (bermegah di dalam sengsara salib) ialah: “ ... untuk memelihara semua jemaat-jemaat”
yang dilayani.
Jadi, bukan
untuk memelihara perutnya, bukan untuk memelihara nyawanya, melainkan untuk
memelihara kehidupan dari pada jemaat-jemaat yang dipercayakan oleh Tuhan
kepadanya. Itu sebabnya dia bermegah di dalam kelemahan-kelemahan.
Tadi kita
sudah melihat begitu banyak kelemahan-kelemahan dan sengsara-sengsara yang
dideritanya, tetapi semua itu tujuannya hanya untuk memelihara iman dari semua
jemaat.
Iman jemaat
harus dipelihara dengan baik. Motor kita dalam melayani Tuhan adalah iman. Oleh
sebab itu, jemaat dan imannya harus terpelihara dengan baik. Itulah tugas
seorang hamba Tuhan, tugas dari seorang gembala sidang, tugas dari pemimpin
rumah Tuhan, tugas kami suami isteri.
Jadi, kalau
saudara melihat contoh teladan yang baik, itu bagus, tetapi jangan melihat
sesuatu yang tidak baik. Dan kami harus sadar, bahwa tujuan kami melayani Tuhan
adalah untuk memelihara sidang jemaat dan iman mereka, sebab iman inilah yang
menjadi motor penggerak untuk terus beribadah melayani Tuhan dan melayani
pekerjaan Tuhan sampai kiranya Tuhan datang pada kali yang kedua sebagai Raja
dan Mempelai Pria Sorga dalam kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.
1 Korintus
15:10
(15:10) Tetapi karena kasih karunia Allah aku
adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang
dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja
lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih
karunia Allah yang menyertai aku.
Rasul Paulus
sadar bahwa dia dapat bertahan hidup dan dapat bertahan berdiri untuk menghadap
takhta kasih karunia, semua oleh karena kasih karunia, semua oleh karena
kemurahan hati Tuhan, bukan karena gagah dan hebatnya Rasul Paulus.
Kemudian, di
sini dikatakan: “ ... kasih karunia yang
dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia ...”
Rasul Paulus
menghargai kasih karunia, menghargai kemurahan dari Tuhan. Apa buktinya? Oleh
karena kasih karunia itulah, ia bekerja lebih keras, bekerja lebih giat, lebih
sungguh-sungguh, lebih dari pada rasul-rasul yang lain.
Demikianlah
Rut berada di Betlehem, berada di tengah-tengah bangsa Israel, berada di ladang
Boas, itu adalah kemurahan Tuhan. Bangsa kafir menjadi jemaat Tuhan, berada di
ladang Tuhan, itu adalah kemurahan Tuhan. Dan kemurahan Tuhan itu tidak
disia-siakan, apa buktinya? Oleh kemurahan Tuhan itu, dia bekerja lebih keras,
lebih giat, lebih sungguh-sungguh dari yang lain.
Manfaatkan
korban Kristus. Manfaatkan kemurahan hati Tuhan. Manfaatkan kasih karunia.
Manfaatkan panjang sabar-Nya Tuhan, supaya kita berhasil, diberkati, diangkat
oleh Tuhan. Namun bukan karena “aku”, sebaliknya oleh karena kasih karunia
Allah.
Kasih Allah
memberi kemampuan untuk menghadapi ganasnya hukum Taurat sebab hukum Taurat
tidak mengenal belas kasihan. Kasih Allah memberi kemampuan kepada kita untuk
menghadapi kehidupan yang tidak menentu (terkatung-katung).
Kematian dan
kebangkitan Yesus membuat kita tidak goyah, sekalipun didera dan dipukuli, juga
mengalami kapal karam. Kalau kapal menghadapi ombak dan angin kencang, pasti
karam, tetapi pengalaman kematian dan kebangkitan membuat kita tidak goyah,
nikah tidak karam, karena pengalaman kematian dan kebangkitan Yesus memberi
kekuatan.
Korban
Kristus menjadi tolak ukur dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Kalau engkau
tidak punya uang, pandang salib-Nya. Belum dapat pekerjaan, pandang salib-Nya.
Belum dapat jodoh, pandang salib-Nya. Masih sakit, belum sembuh, pandang
salib-Nya.
Selanjutnya
dosa dibongkar dengan tuntas, sampai berakhirnya (tamatnya) tabiat daging, dan
sampai kita dibawa ke tanah Kanaan, dipakai dengan luar biasa.
Jangan cari
yang daging-daging. Melayani juga jangan untuk mencari yang daging-daging.
Bukan tubuhmu yang dilihat oleh Tuhan, tetapi hatimu. Jangan menjalankan ibadah
Taurat dan ibadah lahiriah.
Namun Rasul
Paulus berkata, "bukan karena aku,
melainkan oleh kasih karunia", dengan demikian iman dari sidang jemaat
terpelihara.
Entah
bagaimana lagi kita mengucap syukur kepada Tuhan, sebab begitu dalamnya Tuhan
berbicara kepada kita. Dia memilih kita yang kotor, Dia memilih kita yang najis ini, yang keras
hati, sombong, pongah, tidak tahu diri, hari-hari kembali kepada tabiat lama.
Lepaskan
diri dari hal-hal yang tidak suci itu, supaya kita berdiri di atas korban,
bersama-sama sehati sepikir, menjadi milik kepunyaan Tuhan. Sebelum kita
melepaskan yang kita punya, berarti kita masih menjadi milik kepunyaan orang
lain. Tetapi kalau kita sudah melepaskan yang kita punya, kita menjadi milik
Tuhan. Maka, dibutuhkan korban.
Jangan
terikat menyatu dengan kenajisan lagi. Lepaskan diri supaya kita menyatu dengan
yang benar, yang suci, pribadi Yesus, Kepala Gereja dan Mempelai Pria Sorga,
Dialah suami dalam kebenaran, Dialah suami dalam kesetiaan.
Kepada Dia,
kita membawa korban bakaran sampai hangus. Jangan bersusah-susah untuk yang
lain-lain. Apapun yang kita kerjakan, arahnya kepada Kristus sebagai Kepala,
itulah pertumbuhan rohani yang sehat; bertumbuh ke arah Dia, Kristus Kepala.
Amin.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment