IBADAH
DOA PENYEMBAHAN, 04 AGUSTUS 2020
KITAB
KOLOSE
(Seri:
108)
Subtema:
MEMPELAI TUHAN TIDAK BELAT-BELIT
Shalom.
Selamat
malam, salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi kehidupan kita pribadi
lepas pribadi. Kita patut bersyukur kepada TUHAN; oleh kemurahan TUHAN, kita
dimungkinkan untuk berada di dalam rumah TUHAN. Di rumah TUHAN yang kudus ini
berada untuk menikmati segala kemurahan-Nya, karena tentu saja kalau kita
berada di dalam rumah TUHAN, jelas karena kemurahan dari hati TUHAN.
Pada
hari Minggu atau kebaktian umum minggu, kita sudah melihat di mana Setan
dilemparkan dari takhta Allah ke bawah (bumi); oleh sebab itu, biarlah kita
datang beribadah jangan dengan semau-maunya, jangan dengan sesuka hati, karena
itu merupakan tanda kesombongan dari hidup seseorang, baik sidang jemaat maupun
para imam-imam yang melayani pekerjaan TUHAN.
Saya
juga tidak lupa menyapa umat TUHAN, anak TUHAN, para hamba-hamba TUHAN yang
sedang mengikuti pemberitaan Firman TUHAN lewat live streaming video
internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada. Kiranya TUHAN memberkati
kita; oleh sebab itu, selanjutnya kita mohonkan kemurahan dari TUHAN supaya
kiranya TUHAN membukakan firman-Nya bagi kita, sehingga kehadiran kita malam
ini tidak menjadi sia-sia, tetapi betul-betul kita berada dalam penyembahan
sebagai puncak dari ibadah kita di atas muka bumi ini.
Segera
saja kita sambut Firman Penggembalaan untuk Ibadah Doa Penyembahan dari surat
yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di KOLOSE.
Kolose
3:19
(3:19) Hai suami-suami,
kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
“Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.”
Suatu pernyataan dari Allah yang ditujukan langsung kepada suami-suami, supaya
setiap suami tahu untuk mengasihi istrinya dengan benar.
Selanjutnya,
pelajaran yang baik bagi seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya dapat
ditemukan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus.
Efesus
5:25-29
(5:25) Hai
suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan
telah menyerahkan diri-Nya baginya (5:26) untuk menguduskannya, sesudah
Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (5:27)
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat
kudus dan tidak bercela. (5:28) Demikian juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya
mengasihi dirinya sendiri. (5:29) Sebab tidak pernah orang membenci
tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat,
Suami-suami
di dalam hal mengasihi isterinya, di sini dinyatakan sebanyak dua kali, yaitu:
1.
Efesus 5:25-27.
2.
Efesus 5:28-29.
Kita
kembali untuk memperhatikan bagian YANG PERTAMA, yaitu Efesus 5:25-27.
Efesus
5:25-26
(5:25) Hai
suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan
telah menyerahkan diri-Nya baginya (5:26) untuk menguduskannya,
sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman,
Kasih
dari seorang suami terhadap isterinya harus sama seperti kasih Kristus -- yang
adalah Kepala Gereja -- terhadap sidang-Nya, yang dibuktikan dengan
pengorbanan-Nya atau penyerahan diri-Nya bagi jemaat.
Tujuan
dari pengorbanan Kristus ialah untuk menguduskan sidang-Nya (gereja TUHAN)
dengan air dan firman yang limpah.
Air
dan firman yang limpah à
Sungai air kehidupan yang mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak
Domba, seperti yang tertulis dalam Wahyu 22:1.
-
Yang mengalir ke luar dari takhta Allah à Injil keselamatan
atau Injil Kerajaan yang berkuasa untuk menjadikan kita sebagai anak-anak
Allah.
-
Yang mengalir ke luar dari takhta Anak
Domba
à Cahaya Injil
tentang Kemuliaan Kristus atau Firman Pengajaran yang rahasianya dibukakan.
Singkatnya, firman yang dibukakan berkuasa;
1.
Menyingkapkan segala yang terselubung =
dosa dibongkar dengan tuntas.
2.
Memberi pengertian kepada orang-orang
bodoh, dengan tujuan supaya orang-orang bodoh jangan berbuat kesalahan sebagai
perbuatan bodoh.
Sekarang
kita akan melihat SASARAN AKHIR DARI PENGUDUSAN.
Efesus
5:26-27
(5:26) untuk
menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan
firman, (5:27) supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di
hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau
yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
Sasaran
akhir dari pengudusan adalah untuk menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya
dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu. Pendeknya, jemaat
kudus tidak bercela; inilah sasaran akhir dari sebuah pengudusan oleh air dan
firman yang limpah.
Demikian
juga ibadah di atas muka bumi ini, jelas ada sasaran akhirnya. Oleh sebab itu,
jangan sampai kita menjalankan ibadah tanpa tujuan hidup, tanpa sasaran akhir
hidup, sasaran akhir dari perjalanan rohani kita. Jangan sampai kita berjalan
tanpa tujuan akhir hidup, sebab itu sama seperti perjalanan di padang gurun,
berputar-putar, tanpa arah dan tujuan yang pasti.
Itu
sebabnya, TUHAN tidak mengenal hamba TUHAN yang dalam pelayanannya hanya sibuk
dengan mengadakan tiga perkara ajaib, yaitu;
1.
Sibuk mengadakan mujizat-mujizat
kesembuhan;
2.
Sibuk dengan tanda-tanda heran;
3.
Sibuk mengadakan pengusiran Setan.
Kalau
hamba TUHAN sibuk dengan tiga perkara tersebut di tengah ibadah dan
pelayanannya, itu bagaikan berjalan di padang gurun, berjalan di tengah-tengah
kesesatan, tanpa akhir perjalanan hidup rohani.
Sementara,
sasaran akhir dari pengudusan oleh air dan firman, jelas; kudus dan tidak
bercela di hadapan Kristus, Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga. Menjadi suatu
kehidupan yang cemerlang, tanpa cacat, tanpa cela, tanpa kerut, kudus dan tidak
bercela; TUHAN mau tempatkan kita dalam kedudukan yang seperti itu, tentu kita
patut bersyukur.
kita
akan membaca 1 Petrus 1.
1
Petrus 1:15-16,18-19
(1:15) tetapi
hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia
yang kudus, yang telah memanggil kamu, (1:16) sebab ada tertulis:
Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
(1:18) Sebab
kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu
warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan
perak atau emas, (1:19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah
Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
“
... Hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu ...” Berarti,
“menjadi kudus” itu bukan sebagian hidup, melainkan seluruh hidup. Hidup itu
terdiri dari;
1.
Tubuh, jiwa dan roh.
2.
Hati, pikiran dan perasaan.
Itulah
seluruh hidup yang benar-benar harus dalam keadaan kudus.
Penebusan
yang dikerjakan oleh darah salib Kristus di atas kayu salib, di bukit Golgota
membawa hidup gereja TUHAN kepada sebuah penebusan. Kemudian, dalam suaratan
Petrus ini, kita menemukan suatu fakta yang nyata, bahwasanya Allah sangat
mendambakan hidup gereja TUHAN untuk menjadi sama dengan Dia di dalam hal
kekudusan.
Selanjutnya,
kita akan membaca Kolose 1.
Kolose
1:21-22
(1:21) Juga kamu
yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan
pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, (1:22) sekarang
diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk
menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di
hadapan-Nya.
“Kamu
yang dahulu hidup jauh dari Allah”, berarti; dahulu tidak mengenal Allah, tidak
mengenal kebenaran, tidak mengenal kesucian, tidak mengenal pekerjaan TUHAN
(ibadah dan pelayanan). Kemudian, selain “jauh”, juga memusuhi Allah,
baik dalam hati maupun dalam pikiran. Dan itu semua terlihat dari segala tindak
tanduk, dari segala perbuatan-perbuatan bangsa kafir. Artinya, bangsa kafir
yang dahulu hidup jauh dari Allah, mereka tidak hidup dalam kekudusan, jauh
dari kekudusan di dalam hidupnya, tidak sama seperti Allah di dalam kekudusan;
itulah keberadaan dari bangsa kafir.
Singkatnya:
Bangsa kafir diperdamaikan oleh korban Kristus dan oleh kematian-Nya di atas
kayu salib. Tujuannya -- tidak lain, tidak bukan, hanya satu saja -- ialah
supaya bangsa kafir hidup kudus dan tidak bercela dan tidak bercacat di hadapan
TUHAN. TUHAN mau menempatkan keadaan kita demikian di hadapan-Nya, TUHAN mau
menempatkan kita cemerlang, tanpa cacat, tanpa cela, kudus tidak bercela di
hadapan diri-Nya. Berarti, dalam keadaan duduk dan berdiri sama dalam
kekudusannya dengan Allah. Hal ini harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh;
jangan diabaikan begitu saja tentunya.
Sekarang,
kita akan lanjut memperhatikan CIRI-CIRI KUDUS (TIDAK BERCELA).
Mazmur
18:24
(18:24) aku
berlaku tidak bercela di hadapan-Nya, dan menjaga diri terhadap
kesalahan.
Kehidupan
yang tidak bercela di hadapan TUHAN; ia akan berusaha untuk menjaga dirinya
terhadap kesalahan. Jadi, dia sangat berhati-hati di dalam hal bertindak,
berkata-kata, berpikir, baik dalam segala perkara, supaya baik dalam perkataan
maupun perbuatan tidak terdapat kesalahan-kesalahan.
Jadi,
ciri-ciri kudus (tidak bercela) adalah menjaga dirinya terhadap kesalahan.
Sebetulnya, “menjaga diri” berarti menguasai hati. Kalau hati dikuasai, maka
sudah pasti tidak terdapat kesalahan, baik perkataan maupun perbuatannya tidak
ada kesalahan; itu sudah pasti.
Mazmur
18:25-27
(18:25) Karena
itu TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan
kesucian tanganku di depan mata-Nya. (18:26) Terhadap orang yang setia
Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku
tidak bercela, (18:27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku
suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit.
Selanjutnya,
TUHAN akan membalas perbuatan dari kehidupan yang tidak bercela. Artinya, TUHAN
itu hidup, TUHAN memperhatikan segala perkara sampai kedalaman hati kita,
sehingga TUHAN membalas perbuatan dari kehidupan yang tidak bercela, yaitu;
-
Terhadap orang yang setia, TUHAN berlaku
setia.
-
Terhadap orang yang tidak bercela, TUHAN
juga berlaku tidak bercela.
-
Terhadap orang suci, TUHAN berlaku suci.
Pendeknya,
TUHAN tidak berlaku belat-belit terhadap orang yang tidak bercela, kecuali
terhadap orang yang bengkok dan serong hatinya.
Kepada
orang yang bengkok, kepada orang yang serong hatinya, TUHAN berlaku
belat-belit. Memang sangat repot sekali rasanya melihat orang yang belat-belit,
dan sangat susah rasanya hati ini melihat orang yang belat-belit (orang yang
tidak jujur). Itulah sebabnya, TUHAN tidak berlaku belat-belit kepada orang
yang tidak bercela, kecuali terhadap orang yang serong atau bengkok hatinya.
Berarti,
orang yang tidak bercela akan mengalami kelimpahan berkat-berkat, disertai
kemurahan-kemurahan TUHAN dengan mudah, untuk diperoleh (tidak belat-belit).
Berkatnya dengan limpah diperoleh, kemurahan-kemurahan dengan mudah diperoleh,
tidak belat-belit; oleh sebab itu, jangan serong hati, jangan bengkok hati,
supaya TUHAN tidak berlaku belat-belit. Jadi, TUHAN tidak berlaku belat-belit
terhadap orang yang tidak bercela (tidak belat-belit), sehingga
berkat-berkatnya diperoleh dengan limpah, kemurahan diperoleh dengan mudah,
tidak susah, tidak belat-belit. Sekali lagi saya tandaskan; jangan belat-belit.
Kalau
seandainya kita merasa bersalah dan kita menyadarinya, maka segera akui, tidak
usah belat-belit, supaya dengan mudah memperoleh segala berkat dengan limpah,
dan supaya memperoleh hidup dalam kemurahan dengan mudahnya; itu saja, titik.
Jangan persulit hidup ini. Hiduplah dengan tidak bercela, jangan bengkok
hatinya, jangan serong hatinya. Berarti hati kita masing-masing jangan serong
kepada sesuatu yang tidak suci.
Jadi,
jelas; kalau sampai hari ini TUHAN memberkati dengan limpah, itu karena
kemurahan hati TUHAN. Saya juga sedang berjuang dan belajar untuk tidak bengkok
hati, kiranya Tuhan tolong kita semua.
Ayo,
jangan bengkok, jangan serong, supaya dengan mudah memperoleh segala berkat
dengan limpah, kemurahan juga diperoleh dengan mudah.
Saya
juga menganjurkan kepada saudara-saudara yang terkasih, yang sedang
memperhatikan pemberitaan firman lewat online; ayo, hiduplah dengan tidak
bercela, jangan belat-belit, supaya berkat-berkatnya diperoleh dengan mudah dan
limpah, juga memperoleh hidup dalam kemurahan dengan mudahnya, tidak
belat-belit. Ikutlah TUHAN dengan hati yang lurus-lurus saja; itu adalah
ciri-ciri kehidupan yang tidak bercela.
Amsal
11:20
(11:20) Orang
yang serong hatinya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang
tak bercela, jalannya dikenan-Nya.
Orang
yang serong atau bengkok hatinya adalah kekejian bagi TUHAN. Jadi, saudara
jangan ukur kesucian karena banyaknya pengorbanan, jangan ukur kesucian karena
banyaknya pemberian, jangan ukur kesucian saudara karena sudah rajin bekerja;
itu salah. Ukuran kesucian adalah firman, supaya nanti penyembahan kita juga
diukur oleh Mempelai Laki-Laki Sorga, bukan menurut ukuran kita sendiri.
Tetapi
berbanding terbalik dengan orang yang tidak bercela; “Jalannya di
kenan oleh TUHAN.” Apa pun dan bagaimana pun langkah-langkah hidupnya,
tetap saja menyukakan hati TUHAN, tidak ada langkah-langkah yang salah, sebab
semua langkah-langkah hidupnya adalah sesuatu ketetapan menurut firman Allah
yang benar sehingga menyenangkan hati TUHAN.
Saya
merindu, supaya kiranya kita semua benar-benar hidup tidak bercela, berarti
hatinya lurus-lurus saja, tidak bengkok, tidak serong kepada yang tidak suci,
apalagi kepada tipu daya kenajisan. Semuanya jelas di mata TUHAN termasuk
hal-hal yang bengkok, sebab TUHAN memberi tahu dengan berbagai cara, tetapi
sekalipun demikian seorang hamba TUHAN tidak boleh berbantah-bantah,
penghakiman adalah milik Allah.
Amsal
28:10
(28:10) Siapa
menyesatkan orang jujur ke jalan yang jahat akan jatuh ke dalam lobangnya
sendiri, tetapi orang-orang yang tak bercela akan mewarisi kebahagiaan.
Siapa
menyesatkan orang jujur ke jalan yang jahat akan jatuh ke dalam lobangnya
sendiri,
tetapi TUHAN sangat membela orang yang tidak bercela, yang hatinya tidak
bengkok, yang hatinya tidak serong kepada yang tidak suci; ia dibela oleh
TUHAN. Jadi, jangan saudara berpikir bahwa tidak ada pembelaan dari TUHAN.
TUHAN itu melihat dan Mahatahu. Itu sebabnya, sampai hari ini ibadah ini dibela
oleh TUHAN, karena TUHAN melihat di antara kita masih ada terdapat hati yang
tulus-tulus. Jadi, janganlah kita bermegah.
Orang-orang
yang tak bercela akan mewarisi kebahagiaan. Perhatikan:
Kehidupan yang tidak bercela -- hati tidak serong, hati tidak bengkok -- akan
mewarisi kebahagiaan.
Milik
pusaka kita adalah TUHAN. Biarlah kebahagiaan TUHAN menjadi warisan kita. Oleh
sebab itu, biasakanlah hidup tidak bercela, baik di rumah, maupun di mana saja.
Baik di tempat bekerja, di tempat kuliah, di mana pun komunitas kita, biarlah
berjuang untuk tidak bercela, hati tidak bengkok (tidak serong) kepada yang
tidak suci, apalagi kepada tipu daya kenajisan.
Lebih
mudah menyelesaikan perkara seorang yang tertangkap basah, seperti perempuan
yang kedapatan berzinah di pagi hari daripada menyelesaikan perkara dari
seorang yang bengkok hatinya, percayalah. Biarlah kita banyak belajar dari
firman, jangan selalu merasa bahwa kita ini sudah benar, itu adalah
kesombongan.
Tadi
kita sudah melihat: Orang-orang yang tak bercela akan mewarisi kebahagiaan.
TUHAN adalah milik pusaka kita, TUHAN adalah warisan kita. Jadi, kita juga akan
mengalami kebahagiaan bersama dengan TUHAN, kelak di dalam Kerajaan Sorga.
Itu
sebabnya, di atas tadi saya sampaikan dengan tegas, bahwa sasaran akhir dari
pengikutan kita kepada TUHAN adalah dibawa kepada satu titik tertentu oleh
TUHAN. Jadi kalau perjalanan tidak berakhir, maka sama seperti berjalan di
padang gurun -- mutar sana, mutar sini --, tanpa akhir tujuan perjalanan.
Berkaitan
dengan itu, kita akan memperhatikan Mazmur 15.
Mazmur
15:1-2
(15:1) Mazmur
Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam
di gunung-Mu yang kudus? (15:2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela,
yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap
hatinya,
Yang
boleh diam di kemah (rumah TUHAN), serta diam di gunung TUHAN yang kudus ialah dia
yang berlaku tidak bercela, sama dengan; mewarisi kebahagiaan sorgawi.
Kebahagiaan
di luar TUHAN itu semu, bahkan palsu, contohnya; habis uang, habis bahagia.
Tetapi kebahagiaan sorgawi sifatnya kekal, sempurna, dan itu menjadi bagian
kita. Biarlah kiranya hal ini dapat dipahami dengan baik.
Sekali
lagi saya sampaikan dengan tandas: Yang boleh diam di gunung TUHAN, di gunung
kudus TUHAN adalah kehidupan yang tidak bercela, sama dengan; mewarisi
kebahagiaan.
Selanjutnya
kita akan melihat GUNUNG TUHAN YANG KUDUS.
Wahyu
21:9-10
(21:9) Maka
datanglah seorang dari ketujuh malaikat yang memegang ketujuh cawan, yang penuh
dengan ketujuh malapetaka terakhir itu, lalu ia berkata kepadaku, katanya:
"Marilah ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan,
mempelai Anak Domba." (21:10) Lalu, di dalam roh ia membawa aku ke
atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang
kudus itu, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah. (21:11) Kota itu
penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling
indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.
Gunung
TUHAN yang kudus, jelas menunjuk; pengantin perempuan, mempelai Anak Domba.
Kemudian, kota itu bercahaya kemuliaan Allah = tidak serong = tidak bengkok
hatinya. Kalau serong atau bengkok hatinya kepada yang tidak suci, apalagi tipu
daya kenajisan, maka tidak akan memancarkan cahaya kemuliaan Allah. Itulah kota
kudus, yang menunjuk kepada mempelai perempuan TUHAN; bercahaya kemuliaan Allah
= tidak serong atau tidak bengkok hatinya kepada yang tidak suci, hidup tidak
bercela.
Kalau
hati tidak bengkok, hati tidak serong, maka pasti memancarkan kemuliaan Allah.
Seringkali saya mengatakan kepada sidang jemaat, terkhusus kepada mereka yang
jujur: “Sudah mulai terlihat cahaya kemuliaan.” Kalau saya sudah melihat
dari sidang jemaat wajahnya bercahaya, maka saya akan cepat-cepat mengatakan: “Wajahmu
penuh dengan kemuliaan.” Saya harus mengatakan hal itu supaya dengan
demikian kita tetap menjaga hati supaya tidak ada terdapat kesalahan.
Itulah
kota kudus, tidak bercela, memancarkan cahaya kemuliaan Allah; itulah kehidupan
gereja yang sempurna atau mempelai TUHAN.
Sekarang
kita akan melihat SIAPA YANG BOLEH DIAM di gunung TUHAN yang kudus?
Wahyu
14:1,5
(14:1) Dan aku
melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama
dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka
tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya. (14:5) Dan di dalam mulut mereka tidak
terdapat dusta; mereka tidak bercela.
Anak
Domba berdiri di bukit Sion, itulah gunung TUHAN, gunung yang kudus.
Dan bersama-sama dengan Dia adalah 144.000 (seratus empat puluh empat ribu)
orang.
Sekali
lagi saya sampaikan dengan tandas: Yang berhak diam di gunung Sion (gunung
TUHAN yang kudus) adalah kehidupan yang tidak bercela, bagaikan 144.000
(seratus empat puluh empat ribu) orang yang merupakan inti dari mempelai wanita
TUHAN. Itulah yang berhak diam di gunung TUHAN yang kudus, itulah gunung Sion,
yaitu mempelai TUHAN yang tidak bercela.
144.000
(seratus empat puluh empat ribu) orang yang ditebus dari antara orang-orang di
bumi adalah inti dari mempelai. Tetapi ada kesempatan bagi kita untuk menjadi
bayangan dari mempelai, bersama-sama dalam satu jamuan yang besar, itulah pesta
nikah kawin Anak Domba. Jangan jauh-jauh dari jamuan TUHAN, tetaplah berada
dalam ibadah dan pelayanan untuk kita boleh makan dan minum (Firman dan Roh)
seperjamuan dengan TUHAN, sampai akhirnya kita dibawa kepada mahligai-mahligai
kebahagiaan yang tiada taranya lewat doa penyembahan.
Kemudian,
dua hal kelebihan dari inti mempelai wanita TUHAN ialah:
Hal
yang pertama: “Di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta.”
Perlu
untuk diketahui; apa yang keluar dari mulut itu berasal dari dalam hati. Dalam
hal ini, juga menunjukkan bahwa hati mereka tidak serong, tidak bengkok. Kalau
di mulut tidak terdapat dusta, berarti menandakan bahwa hati mereka tidak
bengkok, tidak serong kepada yang tidak suci. Itulah kehidupan yang tidak
bercela, tanpa cacat dan tanpa cela, tanpa noda atau kerut atau yang serupa itu,
kudus, tidak bercela.
Yakobus
3:2
(3:2) Sebab
kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam
perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan
seluruh tubuhnya.
“Sebab
kita semua bersalah dalam banyak hal ...” Hal ini harus kita ketahui. Apa
buktinya bahwa kita “bersalah dalam banyak hal”? Di sini dikatakan: barangsiapa
tidak bersalah dalam perkataannya -- termasuk tidak ada dusta --, ia
adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.”
Kalau
tidak salah dalam perkataan, sama dengan; sempurna. Berarti, kehidupan dari
pada mempelai TUHAN, itulah 144.000 (seratus empat puluh empat ribu) orang yang
diam di gunung TUHAN yang kudus adalah kehidupan yang sempurna, tidak bercela,
sanggup mengendalikan seluruh hidupnya, hatinya terkendali.
Kalai
hati dapat dikuasai, maka hidup ini juga terkuasai. Mari kita belajar untuk
lebih dewasa lagi, supaya nanti setibanya kita di kediaman kita masing-masing,
maka hati kita tetap lurus-lurus tertuju kepada TUHAN, itulah kehidupan yang
tidak bercela, supaya kita layak berada di gunung TUHAN yang kudus diliputi
dengan penyembahan yang besar.
TUHAN
membenci kenajisan; oleh sebab itu, janganlah hati ini bengkok ke sana. Mungkin
tubuh tidak bersetubuh, tetapi hati tidak boleh bengkok ke sana, supaya layak
berada di gunung TUHAN yang kudus, layak menjadi mempelai TUHAN yang tanpa
cacat cela, kudus, tidak bercela. Kalau hatinya bengkok, maka pasti
perkataannya dusta. Sekalipun dia membela diri dengan disertai air mata, pasti
dusta. Ini adalah perkataan Alkitab, bukan perkataan saya.
Inilah
keadaan dari mempelai TUHAN; tidak bercela, layak berada di gunung TUHAN, layak
menjadi mempelai TUHAN untuk bersanding dengan Dia. Mempelai perempuan Anak
Domba layak bersanding dengan Dia.
Kemudian,
dua hal kelebihan dari inti mempelai wanita TUHAN ialah:
Hal
yang kedua: “Mereka tidak bercela.”
Berarti;
-
Tidak serong hatinya.
-
Kehidupan yang setia.
-
Perbuatan tangannya suci.
-
Tidak belat-belit.
Biarlah
kita bahagia dalam nikah yang suci. Haleluya...
Wahyu
14:2-3
(14:2) Dan aku
mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru
guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain
kecapi yang memetik kecapinya. (14:3) Mereka menyanyikan suatu nyanyian
baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak
seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat
puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu.
Singkatnya,
suasana mempelai diliputi oleh penyembahan yang besar. Jadi, kehidupan yang
layak untuk diam di gunung TUHAN yang kudus, itulah mempelai wanita TUHAN sudah
selayaknya diliputi dengan suasana penyembahan yang besar, diliputi oleh
penyerahan diri untuk taat kepada kehendak Allah, bukan lagi taat kepada hal
yang tak suci. Sudah seperti demikian rupalah suasana dari mempelai, yaitu
diliputi dengan penyembahan.
Jadi,
menyembah itu tidak saat di tengah ibadah saja, tetapi di mana saja berada
dalam suasana penyembahan, suasana penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada
kehendak Allah, bukan lagi taat kepada yang tidak suci. Hati tidak serong lagi,
hati tidak bengkok lagi kepada yang tidak suci, apalagi tipu daya kenajisan,
sebab tidak ada kebahagiaan di situ. Jangan saudara berkamuflase di dalam hal
mengikuti TUHAN.
Sudah
seharusnyalah mempelai TUHAN (gereja TUHAN) diliputi oleh penyembahan yang
besar, itulah suasana dari mempelai TUHAN. Kehidupan yang tidak bercela di atas
gunung TUHAN yang kudus bercahaya kemuliaan mempelai.
Terlebih
dahulu kita lihat MEMPELAI TUHAN dalam suasana PENYEMBAHAN YANG BESAR.
Kidung
Agung 7:6-9A
(7:6) Betapa cantik,
betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi. (7:7)
Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan buah dadamu gugusannya. (7:8)
Kataku: "Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang
gugusan-gugusannya. Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur dan nafas
hidungmu seperti buah apel. (7:9) Kata-katamu manis bagaikan
anggur!" Ya, anggur itu mengalir kepada kekasihku dengan tak
putus-putusnya, melimpah ke bibir orang-orang yang sedang tidur!
Betapa
cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi.
Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan buah dadamu gugusannya. Kataku:
"Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan-gugusannya.
Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah
apel. Kata-katamu manis bagaikan anggur!" Inilah keadaan
dari mempelai wanita TUHAN yang berada dalam suasana yang diliputi oleh
peyembahan yang besar.
Ukuran
suasana penyembahan dari mempelai Tuhan adalah diungkapkan langsung oleh
Mempelai Laki-Laki Sorga. Jadi, ukuran penyembahan itu adalah ungkapan dari
Mempelai Laki-Laki Sorga. Kita tidak bisa mengukur penyembahan kita dengan
pengertian kita, tetapi penyembahan yang besar diukur langsung oleh pengakuan
dari Mempelai Laki-Laki Sorga, antara lain:
YANG
PERTAMA: “Betapa cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala
yang disenangi.”
Mempelai
wania tercantik dan jelita yang paling dicintai dari segala yang
disenangi, sama dengan; berharga di mata TUHAN. Jadi, kehidupan yang tidak
bercela itu adalah suatu kehidupan yang berharga di mata TUHAN. Oleh sebab itu,
jangan belat-belit.
YANG
KEDUA: “Sosok tubuhmu seumpama pohon korma.”
Tubuh
mempelai digambarkan seperti pohon korma. Artinya, berada di dalam tanda
kesatuan tubuh (penyerahan diri) untuk taat kepada kehendak Allah. Di dalam
kesatuan tubuh (penyerahan diri) itulah akhirnya TUHAN berkata: “Sosok
tubuhmu seumpama pohon korma.”
YANG
KETIGA: “Buah dadamu gugusannya.”
Buah
dada itu berbicara tentang kedewasaan yang dapat menyenangkan hati Mempelai
Laki-Laki Sorga. Sedangkan kanak-kanak rohani belum mempunyai buah dada; oleh
sebab itu, buah dada berbicara tentang kedewasaan. Kehidupan yang dewasa rohani
tentu dapat menyenangkan hati TUHAN; inilah penyembahan yang tertinggi.
YANG
KEEMPAT: “Nafas hidungmu seperti buah apel.”
Nafas
hidung, jelas menunjuk kepada; doa penyembahan, yang digambarkan seperti buah
apel yang manis rasanya. Jelas, ini juga merupakan penyembahan tertinggi dari
mempelai wanita TUHAN.
YANG
KELIMA: “Kata-katamu manis bagaikan anggur.”
Perkataan
dari Mempelai Wanita Tuhan dapat dinikmati bagaikan anggur manis. Pendeknya,
tidak ada perkataan dari Mempelai Wanita Tuhan yang mengejutkan serta
mengecutkan dan melukai hati TUHAN. Ini juga merupakan penyembahan yang
tertinggi.
Jadi,
suasana mempelai betul-betul diliputi dengan penyembahan yang tertinggi. Baik
berbicara tentang kecantikan, maupun tubuh dari mempelai, bahkan buah dada,
nafas hidung, perkataan, semua itu berbicara tentang penyembahan yang
tertinggi.
Jelas,
siapa yang layak untuk diam di gunung TUHAN yang kudus? Tentu mempelai TUHAN.
Inilah sasaran akhir dari perjalanan rohani kita. Kalau seorang hanya sibuk
untuk mengadakan mujizat kesembuhan, sibuk hanya mengadakan pengusiran Setan di
tengah ibadah dan pelayanan, itu bagaikan perjalanan yang sesat, tiada akhir,
tanpa ujung perjalanan. TUHAN tidak suka melihat hamba TUHAN yang demikian.
TUHAN tidak mengenal hamba TUHAN yang demikian, karena hamba TUHAN yang
demikian adalah pembuat kejahatan... Matius 7:22-23.
Kidung
Agung 7:10
(7:10) Kepunyaan
kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju.
Kalau
kita, melihat keadaan dari Mempelai Wanita TUHAN, betul-betul diliputi dengan
suasana penyembahan yang tertinggi, maka lihatlah pengakuan langsung dari
mempelai perempuan yang tidak ragu mengatakan: “Kepunyaan kekasihku aku,
kepadaku gairahnya tertuju.” Kalau kita ada dalam penyembahan yang
tertinggi, maka TUHAN bergairah. Ibadah dan pelayanan ini juga betul-betul
dinikmati oleh TUHAN. Kalau kita betul-betul sudah diliputi dengan penyembahan
yang tertinggi, maka apa pun yang kita kerjakan betul-betul menggairahkan
Mempelai Laki-Laki Sorga.
Jadi
tingkatan rohani kita tidak berhenti hanya sebatas memiliki Firman Allah
dan Kesaksaian Roh, namun sudah seharusnya berada pada puncaknya, yaitu:
Penyembahan, sehingga dengan demikian, hidup dan pelayanan kita
dinikmati oleh Mempelai Laki-laki Sorga.
Biarlah
di malam hari ini penyembahan kita di kaki salib TUHAN betul-betul tertuju
kepada pribadi Yesus Kristus, Kepala Jemaat, Mempelai Laki-Laki Sorga; dan
menimbulkan kegairahan itu yang memang tertuju kepada kita sekaliannya, sebab
mempelai TUHAN tidak bercela, hatinya tidak bengkok. Amin.
TUHAN YESUS
KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment