IBADAH
DOA PENYEMBAHAN, 18 AGUSTUS 2020
KITAB
KOLOSE
(Seri:
109)
Subtema:
MENGOSONGKAN DIRI
Shalom.
Selamat
malam. Salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi setiap kehidupan kita
pribadi lepas pribadi.
Saya
tidak lupa menyapa anak-anak TUHAN, umat TUHAN, bahkan hamba-hamba TUHAN yang
sedang mengikuti pemberitaan firman TUHAN lewat live streaming video
internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada.
Selanjutnya,
mari kita mohonkan kemurahan hati TUHAN supaya kiranya TUHAN membukakan
firman-Nya bagi kita malam ini, dan selanjutnya rendah di ujung kaki salib,
tersungkur di hadapan takhta-Nya, sujud menyembah Allah yang hidup. Berikanlah
diri kita masing-masing untuk dipimpin sampai kepada penyembahan yang
tertinggi.
Segera
saja kita menyambut Firman Penggembalaan untuk Ibadah Doa Penyembahan dari
surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat yang di KOLOSE.
Kolose
3:19
(3:19) Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
“Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.”
Suatu pernyataan dari Allah yang ditujukan langsung kepada suami-suami supaya
setiap suami tahu untuk mengasihi isterinya dengan benar. Inilah nasihat firman
yang harus diterima oleh seorang suami dengan segala kerendahan hatinya,
sekalipun suami adalah seorang kepala dalam hubungan nikah rumah tangganya.
Kemudian,
pelajaran yang baik bagi seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya dapat
kita temukan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus.
Efesus
5:25-29
(5:25) Hai
suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan
telah menyerahkan diri-Nya baginya (5:26) untuk menguduskannya, sesudah
Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (5:27)
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat
kudus dan tidak bercela. (5:28) Demikian juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya
mengasihi dirinya sendiri. (5:29) Sebab tidak pernah orang membenci
tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus
terhadap jemaat,
Suami-suami
di dalam hal mengasihi isterinya dinyatakan sebanyak dua kali;
-
Yang pertama, ayat 25-27.
-
Yang kedua, ayat 28-29.
Hal
yang pertama, yaitu ayat 25-27, telah saya sampaikan untuk beberapa
seri. Dan selanjutnya, mari kita melihat dan belajar dari HAL YANG KEDUA, yaitu
ayat 28-29. Untuk itu, kita kembali membaca ayat 28-29.
Efesus
5:28-29
(5:28) Demikian
juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri:
Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (5:29) Sebab
tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
Seorang
suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri. Berarti, kalau
seorang suami mengasihi isterinya sama dengan mengasihi dirinya sendiri.
Mengapa demikian?
Efesus
5:31
(5:31) Sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Alasannya
ialah karena antara suami dengan isteri sudah menjadi satu daging, sudah
menjadi satu tubuh. Oleh sebab itu, di dalam hal mengasihi isterinya; apa yang
dirasakan oleh isteri, itu juga yang dirasakan oleh sang suami.
Karena
antara suami dan isteri sudah menjadi satu daging (satu tubuh), maka sekarang
pertanyaannya: APA ALAT DIGUNAKAN SEBAGAI SARANA YANG MEMPERSATUKAN? Mari kita
perhatikan jawabannya, namun sesungguhnya alat pemersatu ini sudah digunakan
dari sejak semula, dari sejak ada nikah di Taman Eden.
Kejadian
2:22-24
(2:22) Dan dari
rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang
perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. (2:23) Lalu berkatalah
manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari
dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
(2:24) Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Sarana
yang digunakan sehingga antara suami dan isteri menjadi satu daging adalah
salib Kristus, salib di Golgota, sebab perempuan itu dibentuk dari salah satu
tulang rusuk Adam. Ini adalah gambaran dan bayangan ketika Yesus disalibkan di
atas bukit Golgota, sehingga setelah perempuan itu pun dibentuk, lalu
berkatalah Adam: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku”.
Sementara Yesus Kristus adalah Adam yang akhir menjadi Roh yang menghidupkan.
Jadi,
alat yang digunakan sebagai pemersatu antara tubuh dengan kepala, antara suami
dengan isteri, tidak lain tidak bukan adalah salib Kristus, salib di Golgota.
Kemudian,
kalau hal itu sudah terwujud, salib juga digunakan sebagai sarana untuk
mempersatukan antara anggota tubuh yang satu dengan anggota tubuh yang lain,
semuanya menjadi satu. Demikian juga di dalam nikah dan rumah tangga.
Matius
19:5-6
(19:5) Dan firman-Nya:
Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (19:6)
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu,
apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Apa
yang dipersatukan Allah di atas kayu salib, tidak boleh diceraikan manusia,
apapun alasannya, sebab mereka bukan lagi dua melainkan satu daging oleh kuasa
salib di Golgota.
Jadi,
sengsara salib tidak boleh asing bagi kita semua. Seharusnya kita bersyukur
dengan sengsara salib ini, karena itu merupakan sarana yang sangat efektif
sekali untuk mempersatukan tubuh dengan kepala, juga mempersatukan
anggota-anggota tubuh yang lain.
Syarat
untuk memikul salib -- atau SYARAT UNTUK BERSATU DENGAN ISTERINYA -- ialah
laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya.
Kita
kembali memperhatikan Efesus 5.
Efesus
5:31
(5:31) Sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Di
sini juga kembali dinyatakan: “laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan isterinya” Artinya, laki-laki harus meninggalkan
segala milik kepunyaannya, dengan demikian seorang suami dapat mengasihi
isterinya seperti dirinya sendiri. Jadi, sudah terlebih dahulu harus
meninggalkan segala sesuatu yang dia miliki, barulah dia bisa bersatu dengan
isterinya, barulah dia bisa mengasihi isterinya seperti mengasihi dirinya
sendiri.
Bukan
hanya kepada seorang suami, tetapi hal ini juga dituntut kepada seorang imam;
untuk bisa mengasihi sesama lewat ibadah dan pelayanannya, harus terlebih
dahulu meninggalkan segala sesuatu yang dia miliki, termasuk harga dirinya.
Kalau belum bisa meninggalkan segala sesuatu yang dia miliki, termasuk harga
dirinya, ia tidak akan pernah bisa bersatu dengan yang lain, tidak akan bisa
mengerti untuk mengasihi orang lain seperti dirinya sendiri. Hal itu telah kita
lihat, di mana hal itu telah diwujudkan oleh pribadi Yesus Kristus di atas kayu
salib.
Jangan
lupakan firman yang sudah kita terima supaya jangan sebentar nangis, sebentar
lupa; sebentar rendah hati, sebentar tinggi hati. Ingat terus Firman TUHAN.
Mari
kita melihat WUJUD YANG TELAH DIKERJAKAN OLEH YESUS KRISTUS 2.000 (dua ribu)
tahun yang lalu.
Filipi
2:5-6
(2:5) Hendaklah
kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat
juga dalam Kristus Yesus, (2:6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan,
Yesus,
Anak Allah, rela meninggalkan Bapa-Nya dan rela meninggalkan rumah-Nya di
sorga. Singkatnya, Yesus, Anak Allah, telah meninggalkan segala sesuatu yang
berharga, segala sesuatu yang Dia miliki. Inilah pikiran dan perasaan yang
terdapat di dalam Kristus Yesus yang harus dimiliki oleh seorang suami.
Demikian
juga hendaklah kita dalam hidup bersama menaruh pikiran yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang paling berharga,
itulah harga diri-Nya, segala sesuatu yang dimiliki-Nya, supaya kita bisa hidup
bersama-sama, supaya kita bisa rukun bersama-sama.
Filipi
2:7-8
(2:7) melainkan
telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba,
dan menjadi sama dengan manusia. (2:8) Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib.
Kemudian,
Yesus Kristus turun ke dunia dan menjadi sama dengan manusia. Singkatnya, Yesus
Kristus merasakan apa yang telah dirasakan oleh manusia. Dalam keadaan sebagai
manusia, Ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di atas kayu salib. Jadi, Dia
sudah merasakan apa yang dirasakan oleh manusia; jelas sekali Dia mengasihi
kita, seperti Dia mengasihi diri-Nya sendiri.
Dengan
demikian, saya tidak ragu untuk mengatakan, bahwa: Salib adalah sarana yang
paling efektif -- tidak ada lagi sarana yang lain selain salib -- untuk
mempersatukan antara suami dengan isterinya, antara Kristus dengan jemaat, juga
antara yang satu dengan yang lain. Salib adalah sarana yang digunakan sebagai
alat pemersatu untuk mempersatukan kita (satu dengan yang lain), supaya kita
hidup rukun bersama-sama di tengah ibadah dalam pelayanan dalam penggembalaan
GPT “BETANIA” Serang dan
Cilegon, juga rukun bersama-sama dengan saudara-saudara kita di mana pun
komunitas kita berada, baik dengan tetangga, baik di tempat bekerja, di mana
saja kita berada.
Singkatnya,
kalau kita satu dengan TUHAN, maka kita juga satu dengan yang lain, asal kita
tetap memikul salibnya.
Selanjutnya,
kita akan memperhatikan LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENUJU SENGSARA SALIB.
Langkah-langkah
untuk menuju sengsara salib, YANG PERTAMA: “Mengosongkan diri-Nya sendiri”
Kosong
= nol = tidak berisi. Arti rohaninya; tidak bermegah terhadap segala sesuatu
yang dia miliki. Maksudnya, sekalipun memiliki, tetapi seolah-olah tidak
memiliki; itu sama dengan kosong atau mengosongkan diri, menghampakan diri.
1
Korintus 7:29-31
(7:29)
Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena
itu dalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku
seolah-olah mereka tidak beristeri; (7:30) dan orang-orang yang menangis
seolah-olah tidak menangis; dan orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak
bergembira; dan orang-orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang
mereka beli; (7:31) pendeknya orang-orang yang mempergunakan
barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab
dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.
Rasul
Paulus berkata: “waktu telah singkat!” Berarti, waktu yang tersisa ini
tinggal sedikit. Kalau kita menyadari hal itu, maka gunakan dan manfaatkan
waktu yang tinggal sedikit ini sebaik mungkin.
Orang-orang
yang beristeri atau seorang suami harus berlaku seolah-olah tidak beristeri,
tetapi bukan berarti seorang suami menolak (tidak mengakui) isterinya.
Persamaannya adalah:
1.
Orang-orang yang menangis seolah-olah
tidak menangis. Biasanya, kesusahan itu menimbulkan air mata, tetapi
di sini dikatakan: orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis,
berarti; kuat terhadap penderitaan. Inilah orang yang menghampakan diri.
2.
Orang-orang yang bergembira seolah-olah
tidak bergembira.
3.
Orang-orang yang membeli seolah-olah tidak
memiliki apa yang mereka beli.
Pendeknya:
Orang yang mempergunakan barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak
mempergunakannya, sama artinya; mengosongkan diri, dengan kata lain; tidak
bermegah dengan segala apa yang dia miliki. Jadi, apapun yang kita miliki tidak
perlu untuk disombongkan.
Pertanyaannya: Mengapa
seorang suami harus mengosongkan diri atau tidak bermegah?
Jawabnya ialah
sebab dunia yang kita kenal sekarang ini suatu kali kelak akan berlalu, dengan
demikian kita tidak perlu bermegah sebab tidak ada sesuatu yang pantas untuk
disombongkan dari apa yang ada ini, karena yang ada ini -- dunia dengan segala
isinya -- akan berlalu, lalu untuk apa semua itu harus disombongkan?
TUJUAN
MENGOSONGKAN DIRI.
1
Korintus 7:32-34
(7:32) Aku
ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri
memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya.
(7:33) Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara
duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, (7:34) dan dengan
demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak
gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa
mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada
perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya.
Mengosongkan
diri adalah suatu tanda yang nyata bahwa seorang suami hidup tanpa
kekuatiran.
Ciri-ciri
hidup tanda kekuatiran ialah seorang suami dapat memusatkan perhatiannya kepada
perkara TUHAN, yakni ibadah dan pelayanannya kepada TUHAN dengan baik, dengan
benar, tanpa gangguan-gangguan. Dengan demikian, seorang suami dapat mengasihi
isterinya sama seperti dirinya sendiri. Jadi, kalau seorang suami sudah
terlebih dahulu memusatkan perhatiannya kepada perkara TUHAN, memusatkan
perhatiannya kepada ibadah dan pelayanan yang TUHAN percayakan ini, maka secara
otomatis seorang suami sanggup mengasihi isterinya sama seperti mengasihi
dirinya sendiri.
Jadi,
sudah sangat jelas sekali, bahwa; sengsara salib ini adalah sarana yang sangat
efektif, sebagai alat yang berfungsi untuk mempersatukan antara tubuh dengan
kepala, suami dengan isteri, juga antara anggota tubuh yang satu dengan anggota
tubuh yang lain. Maka, jangan abaikan sengsara salib, itulah ibadah dan
pelayanan, di mana di tengah-tengahnya kita harus membawa korban dan
persembahan untuk dipersembahkan di atas mezbah TUHAN.
Kalau
melayani tetapi tidak mempunyai pengertian tentang mezbah, tidak mempunyai
pengertian tentang korban yang memang harus
dipersembahkan di atas mezbah; orang seperti ini tidak akan bisa
mengasihi TUHAN dan mengasihi sesama. Walaupun dia berkata “aku mengasihi
TUHAN”, namun itu hanya di mulut saja yang mengaku mengasihi TUHAN, tetapi
prakteknya tidaklah demikian.
1
Korintus 7:33
(7:33) Orang
yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana
ia dapat menyenangkan isterinya,
“Orang
yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat
menyenangkan isterinya” Demikian juga kalau seorang yang beristeri (seorang
suami) memusatkan perhatiannya kepada perkara duniawi, dengan lain kata tidak
memusatkan perhatiannya kepada perkara TUHAN -- itulah ibadah dan pelayanan
disertai dengan sangkal diri pikul salib --, maka ia tidak akan bisa mengasihi
isterinya seperti dirinya sendiri.
Oleh
sebab itu, janganlah kita melayani tanpa pengertian. Kalau seorang melayani
tanpa pengertian, maka ia tidak akan bisa menyenangkan hati TUHAN dalam setiap
ibadah-ibadah dan pelayanannya kepada TUHAN. Hal ini harus dipahami dengan
baik; jangan diabaikan begitu saja.
Mari
kita lihat PRIBADI YANG MENGOSONGKAN DIRI, contohnya adalah RASUL PAULUS di
dalam 2 Korintus 12.
2
Korintus 12:1-4
(12:1) Aku harus
bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian aku
hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan
yang kuterima dari Tuhan. (12:2) Aku tahu tentang seorang Kristen; empat
belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar
tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat
ke tingkat yang ketiga dari sorga. (12:3) Aku juga tahu tentang orang
itu, -- entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang
mengetahuinya -- (12:4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia
mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
Mari
kita perhatikan, lebih jauh tentang mengosongkan diri, dimulai dari: Rasul
Paulus menerima penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan
dari TUHAN.
Supaya
akhirnya kita tahu tentang mengosongkan diri, kita terlebih dahulu melihat ...
Tentang:
PENGLIHATAN-PENGLIHATAN yang diterima oleh Rasul Paulus.
2
Korintus 12:2-3
(12:2) Aku tahu
tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh,
aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya
-- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. (12:3)
Aku juga tahu tentang orang itu, -- entah di dalam tubuh entah di luar tubuh,
aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya --
Pendeknya,
Rasul Paulus dapat melihat suasana yang ada di dalam Kerajaan Sorga
ketika ia diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga, yang disebut juga
Firdaus.
Hal
itu ia ceritakan langsung kepada jemaat di Efesus setelah empat belas tahun
melayani TUHAN. Ini adalah suatu kebahagiaan yang besar tentunya yang telah
diterima dan dirasakan oleh sidang jemaat di Efesus.
Kita
berdoa, kiranya hal yang senada juga kita terima dari TUHAN, supaya kita juga
dapat melihat potret dari Kerajaan Sorga sehingga kita tidak percuma beribadah,
tidak percuma melayani TUHAN.
Kalau
seseorang belum mengerti suasana sorga, potret atau bayangan (gambaran) suasana
sorga, ia tidak akan bisa melayani dengan sungguh-sungguh (serius) mengasihi
TUHAN. Oleh sebab itu, kita berdoa supaya TUHAN juga menyatakan kasih-Nya,
TUHAN juga memperlihatkan suasana sorga kepada kita.
Mari
kita melihat peristiwa waktu Rasul Paulus diangkat ke tingkat yang ketiga dari
sorga, sekaligus kita akan memperhatikan apa saja yang ia lihat pada waktu itu.
Ibrani
9:1-4
(9:1) Memang
perjanjian yang pertama juga mempunyai peraturan-peraturan untuk ibadah dan
untuk tempat kudus buatan tangan manusia. (9:2) Sebab ada dipersiapkan
suatu kemah, yaitu bagian yang paling depan dan di situ terdapat kaki
dian dan meja dengan roti sajian. Bagian ini disebut tempat yang
kudus. (9:3) Di belakang tirai yang kedua terdapat suatu kemah lagi yang
disebut tempat yang maha kudus. (9:4) Di situ terdapat mezbah pembakaran
ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di
dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun
yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian,
Ketika
Rasul Paulus diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga, ia dapat melihat
suasana yang ada di dalam Kerajaan Sorga itu sendiri, yakni:
Yang
Pertama: Kemah yang paling depan, disebut RUANGAN SUCI, di mana di dalamnya
terdapat dua alat, yakni;
1.
Kaki dian atau pelita emas.
2.
Meja Roti Sajian.
Yang
Kedua: Di belakang tirai yang kedua, disebut juga RUANGAN MAHA KUDUS, di mana
di situ terdapat;
1.
Mezbah pembakaran ukupan.
2.
Tabut perjanjian yang disalut dengan emas.
Itulah
yang dilihat oleh Rasul Paulus, lalu semua perkara itu diceritakan secara
gamblang kepada jemaat di Efesus sebagai tanda pernyataan kasih TUHAN kepada
jemaat di Efesus.
Tetapi
malam ini, TUHAN juga menyatakan kasih-Nya sesuai dengan apa yang dilihat oleh
Rasul Paulus yang juga turut kita baca dan kita terima malam ini.
Sejenak
kita bandingkan dengan TABERNAKEL MUSA.
Pada
kemah bagian depan atau RUANGAN SUCI terdapat tiga alat, yakni:
1.
Meja Roti Sajian, berbicara
tentang persekutuan yang mendalam dengan Yesus, Anak Allah, lewat firman-Nya
dan perjamuan suci. Wadahnya ialah Ibadah Pendalaman Alkitab.
2.
Kaki dian atau Pelita Emas, artinya;
persekutuan kita dengan Roh-El Kudus. Wadahnya ialah Ibadah Raya Minggu.
Jadi, supaya karunia-karunia dan jabatan-jabatan Roh-El Kudus yang diterima
oleh setiap hamba-hamba TUHAN (pelayan-pelayan TUHAN) semakin dipertajam, maka
wadahnya adalah Ibadah Raya Minggu.
3.
Mezbah Dupa, artinya;
persekutuan kita dengan Kasih Allah. Wadahnya ialah ibadah doa
penyembahan, seperti yang kita kerjakan malam ini.
Sedangkan
pada RUANGAN MAHA SUCI hanya terdapat satu alat, yaitu Tabut Perjanjian yang
telah disalut dengan emas.
Itulah
perbandingan antara Tabernakel Musa di bumi dengan Tabernakel Sorgawi,
sesuai dengan apa yang dilihat oleh Rasul Paulus dan dinyatakan kepada sidang
jemaat di Efesus, dan hal itu juga dinyatakan kepada kita malam ini, kita
bersyukur tentunya. Haleluya..
Setelah
kita bandingkan antara apa yang dilihat oleh Rasul Paulus ketika ia diangkat ke
tingkat yang ketiga dari sorga dengan Tabernakel Musa, maka dapatlah kita
menarik kesimpulannya bahwa puncak dari ibadah yang kita kerjakan di atas muka
bumi ini adalah doa penyembahan. Mengapa demikian? Sebab Rasul Paulus melihat
bahwa mezbah pembakaran ukupan emas itu sudah berada di dalam Ruangan
Maha Suci.
Ibadah
merupakan penyembahan, sebab di tengah-tengah ibadah kita harus membawa korban
dan persembahan untuk selanjutnya dipersembahkan di atas mezbah TUHAN, tetapi ibadah
yang tertinggi adalah doa penyembahan.
“Di
belakang tirai yang kedua terdapat suatu kemah lagi yang disebut tempat yang
maha kudus. Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas” Ternyata,
mezbah pembakaran ukupan emas (cawan emas) yang berisi kemenyan, itu sudah ada
di dalam Ruangan Maha Suci, di belakang tirai yang kedua.
Memang,
ibadah adalah penyembahan, setiap kita beribadah adalah penyembahan. Mengapa?
Karena kita memang harus membawa korban dan persembahan untuk selanjutnya
dipersembahkan di atas mezbah TUHAN, tetapi ibadah yang tertinggi adalah Ibadah
Doa Penyembahan.
Biarlah
sekarang ini di waktu-waktu yang tersisa (yang singkat ini), ibadah kita sudah
seharusnya berada pada ibadah yang tertinggi, yaitu doa penyembahan, juga
kerohanian kita harus dipimpin sampai kepada penyembahan yang tertinggi. Jangan
rohani jalan di tempat; sebentar menangis, sebentar menggerutu, sebentar
ketawa, sebentar memberontak. Perhatikan waktu yang singkat ini, manfaatkan
dengan baik.
Wahyu
5:8
(5:8) Ketika Ia
mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua
puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu
kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa
orang-orang kudus.
“
... Tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di
hadapan Anak Domba itu” Jelas ini berbicara tentang doa penyembahan yang
berlangsung di dalam Kerajaan Sorga, baik empat makhluk maupun dua puluh empat
tua-tua. Tetapi, selama kita masih hidup di atas muka bumi ini, ibadah kita
juga sudah seharusnya berada pada ibadah yang tertinggi, itulah doa
penyembahan.
Cawan
emas yang berisi kemenyan lalu dibakar, asapnya itu sudah naik di hadirat
TUHAN, itulah doa, itulah penyembahan dari pada orang-orang kudus di bumi ini.
Kemudian,
hal ini dilengkapi juga di dalam Wahyu 8:3-4.
Wahyu
8:3-4
(8:3) Maka
datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah
dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan
untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di
atas mezbah emas di hadapan takhta itu. (8:4) Maka naiklah asap
kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan
malaikat itu ke hadapan Allah.
“
... datanglah seorang malaikat lain ...” Satu malaikat ini jelas adalah
pribadi Yesus Kristus, Dia adalah Imam Besar yang membawa korban dan
persembahan kepada TUHAN, mempersembahkan pedupaan emas yang berisikan banyak
kemenyan untuk dipersembahkan bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas
mezbah emas di hadapan takhta.
Asap
dupa kemenyan itu naik sampai ke hadapan Allah, artinya; penyembahan dari
orang-orang kudus tembus sampai ke takhta Allah. Sedangkan dua ibadah lain
tetap ada di bumi, tidak sampai dan tidak berada di Ruangan Maha Suci, artinya;
kedua ibadah tersebut tidak membawa hidup rohani kita sampai tembus ke takhta
Allah.
Banyak
anak TUHAN, banyak orang Kristen lebih mengutamakan Kebaktian Minggu Umum lalu
mengabaikan dua kebaktian yang lain, itulah Ibadah Pendalaman Alkitab dan
Ibadah Doa Penyembahan karena menolak Pengajaran Tabernakel. Padahal, ibadah
yang tertinggi puncaknya adalah Ibadah Doa Penyembahan. Tetapi untuk kita
mengerti sampai kepada ibadah yang tertinggi, jangan juga abaikan Ibadah
Pendalaman Alkitab yang disertai dengan perjamuan suci, sebab dari situlah kita
mendalami apa yang menjadi kehendak Allah, mendalami untuk kita mengerti
menjadi suatu kehidupan doa penyembahan di hadapan TUHAN, itulah yang membawa
kita tembus ke takhta Allah.
Ingat;
dua ibadah lain tinggal di bumi, tidak membawa kita sampai ke takhta Allah.
Biarlah kiranya hal itu dapat dipahami dengan baik.
Maka,
kalau kita perhatikan Injil Lukas 13, di situ dapat kita lihat dengan
jelas pernyataan Yesus mengenai siapakah orang yang berhak masuk dalam Kerajaan
Sorga; Yesus tetap mengatakan harus melewati pintu yang sesak dan jalan yang
sempit, jelas itu adalah penyembahan. Ibadah yang sudah berada pada
kerohanian yang tertinggi adalah doa penyembahan.
Hari-hari
ini sungguh TUHAN membawa saya kepada suatu keadaan yang sangat-sangat saya
nikmati, itulah doa penyembahan. Tidak terasa doa penyembahan sudah berlangsung
tiga sampai empat jam; dan saya menikmati betul-betul penyembahan itu. Ini
bukan omong kosong dan saya menceritakan hal ini, tidak bermaksud supaya
saudara puji saya, tidak, tetapi betul-betul saya nikmati hubungan itu dengan
TUHAN lewat penyembahan.
Oleh
sebab itu, dalam Injil Lukas, Yesus juga berkata: Sekalipun kamu sudah makan
dan minum bersama dengan Aku, namun engkau tidak layak masuk dalam
Kerajaan Sorga.
-
Makan itulah Firman
Allah à Ibadah
Pendalaman Alkitab.
-
Minum itulah Roh-El
Kudus à Ibadah
Raya Minggu.
Tetapi
dia lupa puncak ibadah, itulah Ibadah Doa Penyembahan, sehingga tidak layak
untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Kalau
kita bandingkan lagi dalam Wahyu 12, kepada mempelai perempuan diberikan
sayap burung nasar yang besar supaya ia diterbangkan di tempatnya di padang
belantara dan dipelihara selama 3.5 (tiga setengah) tahun, jauh dari mata ular,
jauh dari masa aniaya antikris yang berlangsung selama 3.5 (tiga setengah)
tahun. Tetapi, karena naga itu tidak bisa memburu mempelai TUHAN, dia sangat
marah, akhirnya dia memburu gereja atau keturunan yang tertinggal, itulah
gereja yang ibadahnya hanya memiliki hukum-hukum -- sama dengan Ibadah
Pendalaman Alkitab -- juga kesaksian-kesakian Yesus -- sama dengan
Ibadah Raya Minggu --, tetapi ibadahnya tidak memuncak sampai kepada Doa
Penyembahan; inilah sasaran dari naga besar itu.
Jadi,
mau tidak mau ibadah ini harus membawa kita sampai berada kepada ibadah yang
tertinggi, yakni; doa penyembahan yang berkuasa menembusi takhta Allah.
Tadi
kita sudah melihat “penglihatan-penglihatan yang diterima oleh Rasul Paulus”,
sekarang kita akan melihat “penyataan-penyataan yang diterima oleh Rasul
Paulus” ketika ia diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.
Tetapi
sebelum kita lanjut memperhatikan “penyataan-penyataan yang diterima oleh Rasul
Paulus”, saya sampaikan kepada saudara: Bagus kalau sudah hidup dalam doa
penyembahan, tetapi jangan hanya sekedar berlutut, tetapi juga harus ditandai
dengan penyerahan diri, tidak ada lagi keakuan, tidak ada lagi kekerasan di
hati, tidak ada iri, tidak ada dengki, supaya nyata pemakaian TUHAN.
Tentang:
PENYATAAN-PENYATAAN yang diterima oleh Rasul Paulus.
2
Korintus 12:1,4
(12:1) Aku harus
bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya, namun demikian aku
hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang
kuterima dari Tuhan. (12:4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar
kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
Rasul
Paulus mendengarkan kata-kata yang tak terkatakan yang tidak boleh diucapkan
oleh manusia; inilah penyataan yang dterima oleh Rasul Paulus ketika diangkat
ke tingkat yang ketiga dari sorga atau disebut dengan Firdaus.
Rasul
Paulus mendengarkan kata-kata yang tak terkatakan yang tidak boleh diucapkan
oleh manusia, arti rohaninya Rasul Paulus dibawa kepada suatu kedudukan yang
sangat istimewa, yakni berada dalam hubungannya dengan TUHAN, berada dalam
persekutuan yang indah dengan TUHAN; ia dibawa dengan sebuah hubungannya dengan
TUHAN yaitu hubungan dengan hubungan yang sangat intim sekali, atau disebut
juga terjadi persekutuan yang indah dengan TUHAN.
Ada
banyak persekutuan, tetapi tidak semua persekutuan itu indah, tetapi Rasul
Paulus berada dalam suatu persekutuan yang indah dengan TUHAN. Itu sebabnya,
kalau menyembah jangan hanya sekedar berlutut, harus ditandai dengan penyerahan
diri, tidak ego, tidak ada keakuan, tidak mempertahankan harga diri, tidak
sombong, tidak dengki, mengakui pemakaian TUHAN terhadap orang lain.
Sekali
lagi saya sampaikan: Rasul Paulus dibawa kepada suatu kedudukan yang sangat
istimewa, yakni berada dalam hubungan intim, atau berada dalam persekutuan yang
indah dengan TUHAN. Biarlah kiranya itu juga nyata di dalam kehidupan kita
masing-masing, di tengah ibadah dan pelayanan kita dengan TUHAN supaya
persekutuan kita indah dengan sesama, tidak ada iri, tidak ada dengki, tidak
ada marah, tidak ada dendam antara yang satu dengan yang lain. Apalagi seorang
pelayan TUHAN tidak layak untuk iri, benci, dengki dan dendam.
Yesaya
28:11-12
(28:11) Sungguh,
oleh orang-orang yang berlogat ganjil dan oleh orang-orang yang
berbahasa asing akan berbicara kepada bangsa ini (28:12) Dia yang telah
berfirman kepada mereka: "Inilah tempat perhentian, berilah
perhentian kepada orang yang lelah; inilah tempat peristirahatan!"
Tetapi mereka tidak mau mendengarkan.
Logat
ganjil atau bahasa lidah atau bahasa Roh merupakan hasil dari persekutuan yang
indah dengan TUHAN. Oleh sebab itu, biarlah kita senantiasa berada dalam
persekutuan yang indah dengan TUHAN, supaya lewat persekutuan yang indah ini
menghasilkan logat ganjil, menghasilkan bahasa lidah, menghasilkan bahasa Roh.
Sedangkan bahasa Roh adalah kata-kata yang tak terkatakan yang tidak bisa
diucapkan atau tidak bisa dipahami oleh siapapun kecuali orang itu dengan
TUHAN. Tidak ada orang yang mengerti bahasa lidah kecuali orang itu dengan
TUHAN sendiri.
Kalau
saudara mendengarkan firman ini lalu berpegang teguh, kemudian ada suatu
kerinduan untuk melakukannya, ada suatu kerinduan untuk hidup di dalamnya, maka
pasti hal itu akan terjadi.
Wahyu
14:3
(14:3) Mereka
menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk
dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu
selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari
bumi itu.
144.000
(seratus empat puluh empat ribu) orang menyanyikan suatu nyanyian baru di
hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak ada
seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain 144.000 (seratus empat
puluh empat ribu) orang dan TUHAN. Menunjukkan bahwa 144.000 (seratus empat
puluh empat ribu) orang tersebut berada dalam hubungan intim dengan TUHAN, ada
di dalam suatu persekutuan yang indah dengan TUHAN.
Kemudian,
tidak ada seorang pun yang dapat mempelajari logat ganjil, bahasa lidah, bahasa
Roh atau yang disebut juga nyanyian baru selain orang itu dengan TUHAN.
Itulah
secara singkat mengenai penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan yang
diterima oleh Rasul Paulus yang telah diceritakan kepada jemaat di Efesus, namun
juga dinyatakan kepada kita, supaya kita hidup di dalamnya.
Kita
akan lanjut memperhatikan: Bagaimana Rasul Paulus menyikapi segala sesuatu
yang berharga ini, yang sudah ia terima dan lihat dari TUHAN?
2
Korintus 12:5-6
(12:5) Atas
orang itu aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan
bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku. (12:6) Sebab sekiranya aku
hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan
kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang
menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang
mereka dengar dari padaku.
Sekalipun
telah menerima penglihatan-penglihatan dan menerima penyataan-penyataan yang
heran dari TUHAN, namun Rasul Paulus tidak bermegah, sama dengan mengosongkan
diri. Sekalipun ia memiliki, sekalipun ia menerima, namun ia tidak bermegah,
berarti sama dengan mengosongkan diri.
Mempunyai
seolah-olah tidak mempunyai, memiliki seolah-olah tidak memiliki, beristeri
seolah-olah tidak beristeri, sama dengan; megosongkan diri. Supaya apa? Supaya
kita bisa memfokuskan (memusatkan) perhatian kita kepada perkara TUHAN, itulah
ibadah dan pelayanan, perkara-perkara di sorga, perkara rohani.
Kalau
kita sudah bisa memusatkan perkara TUHAN, memusatkan perhatian kita untuk
melayani pekerjaan TUHAN, maka seorang suami tentu saja dimampukan untuk
mengasihi isterinya seperti mengasihi dirinya sendiri.
Rasul
Paulus tetap tidak bermegah dengan segala keistimewaan-keistimewaan yang dia
miliki, dengan lain kata; mengosongkan diri. Dia hanya bermegah atas
kelemahan-kelemahannya saja.
Kemudian,
saya tambahkan: Bagi Rasul Paulus, bermegah adalah sikap yang ditunjukkan oleh
orang bodoh saja; oleh sebab itu, dia tidak mau bermegah.
2
Korintus 12:9-10
(12:9) Tetapi
jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru
dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku
bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (12:10)
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan,
di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan
oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Rasul
Paulus terlebih suka bermegah atas kelemahan-kelemahannya, yakni bermegah
di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam
penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus, sama artinya; mengosongkan
diri atau tidak bermegah.
Dengan
demikian, Rasul Paulus kembali berkata: “kuasa Kristus turun menaungi aku”
Dan biarlah kiranya kuasa Kristus itu juga menjadi naungan atas kita semua,
sehingga ketita kita mengosongkan diri, maka kita kuat.
Sebab
jika aku lemah, maka aku kuat. Kalau kita bermegah dalam kelemahan
(mengosongkan diri), maka kita kuat. Tetapi kalau kita bermegah, justru kita
akan lemah, karena kesombongan adalah awal dari kejatuhan.
Mari
kita bersama-sama mengosongkan diri; mempunyai seolah-olah tidak mempunyai,
mengapa? Supaya kita fokus atas perkara TUHAN; beribadah dengan baik, dengan
benar, dengan suci, berkenan, menyenangkan hati TUHAN, sehingga dengan demikian
kita mampu mengasihi TUHAN dan juga mengasihi sesama seperti diri sendiri.
Biarlah
kita memiliki kekuatan dari Allah, dari sorga, karena kekuatan manusia
terbatas, segala yang dimiliki manusia terbatas sifatnya.
Gambaran
dari kekuatan Allah yang kita miliki.
Roma
8:35-36
(8:35) Siapakah
yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau
kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya,
atau pedang? (8:36) Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami
ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba
sembelihan."
Rasul
Paulus tidak terpisahkan dari kasih Kristus, itu sama dengan “kuat.”
Sama artinya; seorang suami tidak terceraikan dari isterinya, sama dengan
“kuat”, sekalipun menghadapi tujuh perkara, yaitu (1) penindasan , (2)
kesesakan, (3) penganiayaan, (4) kelaparan, (5) ketelanjangan, (5) bahaya, (7)
pedang.
Mengapa
Rasul Paulus kuat, tidak terpisahkan dan tidak terceraikan dari kasih Allah?
Sebab ia telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Apa domba-domba
sembelihan? Berarti, tidak bermegah selain dalam kelemahan, sama artinya
mengosongkan diri.
Inilah
langkah yang pertama sehingga seorang suami tidak terceraikan dari isterinya,
sebaliknya mengasihi isterinya seperti tubuhnya sendiri.
Saya
sangat diberkati dengan pemberitaan firman malam ini supaya saya semakin
mengasihi isteri saya, demikian juga suami-suami. Malam ini kita akan menikmati
hubungan intim dengan TUHAN di ujung kaki salib Kristus, namun bukan hanya
sekedar berlutut, supaya kita kuat, berarti tidak terceraikan. Amin.
TUHAN YESUS
KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment