IBADAH
RAYA MINGGU, 16 AGUSTUS 2020
WAHYU
PASAL 12
(Seri:
18)
Subtema:
IBLIS SI PENDAKWA
Shalom.
Pertama-tama
saya mengucapkan puji syukur kepada TUHAN; oleh karena kasih dan kemurahan-Nya,
kita dimungkinkan untuk mengusahakan Ibadah Raya Minggu sebagaimana biasanya.
Dan
saya tidak lupa menyapa anak-anak TUHAN, umat TUHAN, hamba-hamba TUHAN yang
sedang mengikuti pemberitaan Firman TUHAN lewat live streaming video internet
Youtube, Facebook di mana pun anda berada. Selanjutnya, mari kita mohonkan
kemurahan hati TUHAN supaya kiranya TUHAN membukakan firman-Nya sore petang
malam ini.
Segera
kita sambut Firman Penggembalaan untuk Kebaktian Minggu dari KITAB WAHYU PASAL
12. Setelah berakhirnya Wahyu 12:7-9, maka sekarang kita akan memasuki
judul (perikop) yang ketiga, dari; Wahyu 12:10-12, dengan judul “Nyanyian
Kemenangan”, sebab naga itu dan malaikat-malaikatnya telah dikalahkah oleh
Mikhael dan malaikat-malaikatnya, sehingga mereka tidak mendapat tempat lagi di
sorga, naga besar itu dilemparkan ke bawah (ke bumi) bersama-sama dengan
malaikat-malaikatnya, sehingga dialah yang menyesatkan seluruh dunia ini.
Kita
akan memasuki ayat 10, tetapi terlebih dahulu kita membaca ayat 9,
sebab ini penting untuk kita perhatikan.
Wahyu
12:9
(12:9) Dan naga
besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan
seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke
bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.
Tentang
“penyesatan” yang dilakukan oleh Iblis atau Satan telah diterangkan pada minggu
yang lalu; semoga yang hadir pada minggu yang lalu, firman itu menjadi berkat
dan mendarah daging, menjadi praktek dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk
saya sendiri.
Kalau
pada ayat 9 dikatakan bahwa Iblislah yang menyesatkan seluruh dunia,
namun dalam “nyanyian kemenangan, Iblis disebut si pendakwa. Oleh sebab
itu, mari kita perhatikan Wahyu 12:10 ini untuk melihat tabiat Iblis
atau Satan lebih jauh lagi.
Wahyu
12:10
(12:10) Dan aku mendengar
suara yang nyaring di sorga berkata:
"Sekarang telah tiba
keselamatan dan kuasa dan
pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di
hadapan Allah kita.
Pada
ayat 10 ini dituliskan: “ ... Karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita ...”
Singkatnya:
Selain menyesatkan seluruh dunia, juga ternyata pekerjaan dari Iblis atau Satan
adalah mendakwa.
Mendakwa
sama artinya; menuduh dan menuntut untuk dihakimi.
CONTOH.
Ayub
1:8-9
(1:8) Lalu
bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku
Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh
dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi
kejahatan." (1:9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN:
"Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?
Di
sini kita melihat pengakuan langsung dari TUHAN kepada Iblis atau Satan
bahwasanya tiada seorang pun di bumi seperti Ayub, di mana Ayub adalah
seorang yang saleh, jujur, serta takut akan TUHAN, dan menjauhi kejahatan.
Mendengar
pengakuan (pernyataan) itu, Iblis atau Satan segera saja mendakwa Ayub kepada
TUHAN; hal itu terlihat dari perkataan Iblis kepada TUHAN, yaitu: “Apakah
dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?” Dalam ejaan lama
dikatakan: “Adakah dengan cuma-cuma Ayub itu takut akan Allah?”
Maksudnya ialah; menurut Setan, jika Ayub menjadi suatu kehidupan yang saleh,
jujur, serta takut akan TUHAN dan menjauhi kejahatan, tentu itu semua dilakukan
Ayub kepada TUHAN karena ada alasannya; itulah maksud Setan.
Kalau
kita menjadi suatu kehidupan yang takut akan TUHAN, janganlah karena ada
sesuatu perkara, tetapi memang karena kita harus menjadi kehidupan yang jujur,
saleh, takut akan TUHAN dan menjauhi kejahatan, dan itu semua kita lakukan
karena TUHAN, tidak boleh karena ada alasan-alasan.
Kemudian,
kita datang di tengah ibadah juga bukan karena ada alasan-alasan, melainkan
dengan hati yang murni kita datang untuk beribadah dan memuji TUHAN.
Sekarang
kita akan melihat; Apakah alasan yang dimaksud oleh Iblis atau Satan tersebut?
Ayub
1:10
(1:10) Bukankah
Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang
dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya
makin bertambah di negeri itu.
Alasan
yang dimaksud sehingga Ayub menjadi
pribadi yang jujur, saleh, takut akan TUHAN, menjauhi kejahatan:
1. TUHAN
menjadi pagar sekeliling Ayub dan rumahnya, serta segala yang dimilikinya.
2. TUHAN
sudah memberkati segala pekerjaan Ayub.
3. Segala
milik Ayub semakin bertambah-tambah lebih dari orang lain.
Inilah
yang dimaksud dari Iblis atau Satan sehingga Ayub mempunyai alasan untuk hidup
saleh, jujur, takut akan TUHAN dan benci kejahatan.
Tetapi,
TUHAN akan buktikan apakah perkataan dari pada Setan itu yang benar atau memang
pribadi dari pada Ayub itu adalah pribadi
yang benar-benar saleh, jujur, takut akan TUHAN dan benci kejahatan,
Ayub
1:11
(1:11) Tetapi ulurkanlah
tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti
mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
Setelah
Iblis atau Satan membeberkan semuanya itu -- alasan-alasan yang membuat Ayub menjadi
pribadi yang saleh, jujur, takut akan TUHAN, membenci kejahatan -- kepada
Allah, selanjutnya Iblis menuntut supaya Allah segera mengulurkan tangan-Nya
dan menjamah segala milik kepunyaan Ayub, dengan kata lain mengambil kembali
segala apa yang dipunyai oleh Ayub. Dengan demikian, Iblis yakin bahwa Ayub
pasti mengutuki Allah.
Jadi,
jelas, bahwa selain menyesatkan dunia, tugas Iblis atau Satan adalah mendakwa,
berarti menuduh dan menuntut untuk segera dihakimi. Dan itu sudah dialami oleh
Ayub atas seizin TUHAN.
Ayub
1:12
(1:12) Maka
firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam
kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap
dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.
Firman
TUHAN kepada Iblis: “Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya
janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Atas seizin TUHAN,
Ayub didakwa oleh Iblis atau Satan.
Ayub
1:13
(1:13) Pada
suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan
dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
Sejenak
kita melihat: Inilah pekerjaan dari anak-anak Ayub, baik yang lelaki maupun
yang perempuan memang suka makan minum.
Dosa
makan minum à Dosa
daging, merokok, narkoba, mabuk-mabukan, minum-minuman keras; ini adalah dosa
yang merupakan kebiasan dari orang kaya.
Ayub
1:14-19
(1:14) datanglah
seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan
keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, (1:15) datanglah orang-orang
Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul
penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang
luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." (1:16)
Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api
telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan
habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku
sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." (1:17)
Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang
Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta
dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang.
Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada
tuan." (1:18) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain
dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan
yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah
saudara mereka yang sulung, (1:19) maka tiba-tiba angin ribut
bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya
pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda
itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga
dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
Selanjutnya,
di sini kita melihat: Iblis betul-betul menuduh, menuntut untuk segera
dihakimi.
-
Iblis mendakwa Ayub sehingga Ayub harus
kehilangan segala harta miliknya, yakni lembu sapi, keledai-keledai betina,
kambing domba, unta-unta.
-
Tidak hanya sampai di situ, Ayub juga
harus kehilangan anak-anaknya, baik yang laki-laki maupun yang
perempuan.
Bayangkan,
penderitaan Ayub luar biasa; ia harus kehilangan segala miliknya, harta
bendanya, kekayaannya. Selain itu, ia juga harus kehilangan anak-anaknya, baik
laki-laki maupun perempuan, tidak ada satu pun yang hidup; ini adalah suatu
penderitaan yang hebat.
Kalau
seseorang kehilangan harta, namun jika anaknya masih ada atau masih selamat
dari maut, hal itu mungkin masih bisa ditoleransi oleh setiap orang tua, karena
masih ada suatu keberuntungan yang ia dapatkan. Tetapi kalau sudah kehilangan
hartanya, milik kepunyaannya, semua harta bendanya, ditambah lagi harus
kehilangan anaknya, saya kira ini adalah suatu penderitaan yang hebat yang
dialami oleh Ayub, ini adalah penderitaan yang tiada tara. Betul-betul segala
miliknya diambil kembali.
Tetapi,
kita akan melihat bagaimana reaksi Ayub saat ia didakwa oleh Iblis atau Satan
atas seizin TUHAN. Mari kita bersama-sama belajar dari pribadi Ayub dengan
segala kerendahan hati.
Ayub
1:20-21
(1:20) Maka
berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur
kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah,
(1:21) katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku,
dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN
yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
Reaksi
Ayub ketika ia harus kehilangan harta miliknya dan kehilangan anak-anaknya,
antara lain:
YANG
PERTAMA: Ayub mengoyak jubahnya.
Untuk
masa sekarang, bukan lagi jubah yang harus dikoyakkan, melainkan hati kita masing-masing
yang harus kita koyakkan. Hal ini juga dituntut secara khusus bagi imam-imam,
pelayan-pelayan TUHAN, hamba-hamba TUHAN teramat lebih kami, sebagai pemimpin
sidang jemaat, karena itu merupakan tanda bahwa ia adalah orang yang saleh,
jujur, takut akan TUHAN dan menjauhi kejahatan.
YANG
KEDUA: Ayub mencukur kepalanya.
Untuk
masa sekarang, kita tidak perlu mencukur rambut dari kepala kita masing-masing,
teramat lebih seorang perempuan tidak perlu mencukur rambut, jangan sampai
kepalanya tidak ada penudung. Namun, yang terpenting sekarang adalah kita harus
membuktikan bahwa segala kemuliaan, segala hormat dan kepujian hanya bagi Dia
dari sekarang sampai selama-lamanya, sebab Dia adalah Kepala Jemaat, Mempelai
Pria Sorga, sehingga manakala kita menghadapi persoalan, pergumulan, ujian yang
begitu berat, manakala kita memang harus didakwa tanpa alasan (tanpa salah),
maka kita tidak perlu mencukur rambut. Biarlah kita saling mendoakan supaya
kita saling dikuatkan oleh TUHAN Yesus.
YANG
KETIGA: Ayub sujud dan menyembah.
Sikap
yang ditunjukkan oleh Ayub ini adalah suatu tanda kerendahan hati dari Ayub di
hadapan TUHAN, sebab Dia adalah Allah yang hidup, yang patut untuk disembah,
tidak ada Allah yang lain. Jangan menyembah berhala maksudnya, jangan tinggalkan
ibadah karena pekerjaan, jangan tinggalkan ibadah karena kesibukan-kesibukan
dunia ini.
Kita
belajar dari pribadi Ayub dengan tindakannya yang ketiga ini, yaitu sujud dan
menyembah, sebagai tanda kerendahan hati dari Ayub kepada TUHAN, sebab Dia adalah
Allah yang hidup, Allah yang berkuasa, TUHAN dan Juruselamat, dan Dialah yang
patut untuk disembah dari sekarang sampai selama-lamanya, tidak ada Allah yang
lain, tidak ada berhala-berhala.
Kalau
kita bebas dari berhala itu adalah tanda kerendahan hati, tetapi kalau kita
jauh dari TUHAN, jauh dari ibadah karena segala perkara-perkara di dunia ini,
itu adalah kesombongan. Dan orang yang seperti ini biasanya bergantung pada
kekuatannya; mengandalkan apa yang dia miliki, itu adalah kesombongan; mengandalkan
uangnya, pengertiannya, hartanya, kedudukannya, jabatannya, kekuasaannya, itu
adalah kesombongan dihadapan Tuhan, tetapi Ayub tidaklah demikian. Saat Ayub
dituduh, dituntut, didakwa oleh Iblis atau Satan, justru Ayub sujud dan
menyembah kepada TUHAN, dia tetap membuktikan jati dirinya.
Banyak
orang setelah mengalami ujian justru kehilangan jati diri; mencak-mencak,
bersungut-sungut, lalu berbuat sesuatu yang tidak patut, tidak terpuji di
hadapan TUHAN, tetapi Ayub tidaklah demikian, dia tetap sujud dan menyembah
kepada TUHAN.
Yang
belum mendapat pekerjaan, biarlah tetap bersabar. Yang memiliki pergumulan soal
keuangan (ekonomi), biarlah tetap bersabar. Janganlah kita bertindak dengan
tindakan yang kurang terpuji di hadapan TUHAN, tetapi biarlah kita sujud dan
menyembah karena Allah yang harus kita sembah adalah Allah yang hidup, tidak
ada yang lain.
Kemudian,
dalam keadaan sujud menyembah, Ayub berkata: “Dengan telanjang aku keluar
dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.”
Perkataan ini menunjukkan bahwa Ayub memiliki pikiran mempelai TUHAN. Ini
bukanlah pikiran manusia daging, ini bukan pikiran manusia duniawi, ini
bukanlah pikiran dari orang Kristen yang biasa-biasa, tetapi ini adalah
pemikiran mempelai.
Manusia
daging atau manusia duniawi tidak akan pernah menerima kenyataan yang sepahit
ini. Itu sebabnya saya katakan bahwa perkataan Ayub ini menunjukkan bahwa Ayub
memiliki pikiran mempelai.
Ada
yang mau saya sampaikan sebagai tambahan: Semakin TUHAN bukakan firman-Nya,
maka semakin banyak kita dituntut, bahkan dakwaan atas seizin TUHAN pun bisa
terjadi. Percayalah akan apa yang saya sampaikan ini, tetapi saya pesankan
kepada saudara: kita harus kuat. Terkadang memang sakit rasanya, tetapi
kita harus kuat di dalam Kristus Yesus.
Saya
akan buktikan bahwa itu betul-betul PIKIRAN MEMPELAI.
Wahyu
21:1-2
(21:1) Lalu aku
melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit
yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu,
dan laut pun tidak ada lagi. (21:2) Dan aku
melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun
dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang
berdandan untuk suaminya.
Lihat,
langit yang pertama dan bumi yang pertama akan berlalu, bahkan laut pun tidak
ada lagi. Memang semua yang ada ini akan berlalu. Kemudian, tampillah kota yang
kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah yang berhias bagaikan
pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Jadi, setelah langit yang
pertama, bumi yang pertama, bahkan laut berlalu, maka tampillah mempelai TUHAN.
Berarti,
apa yang dikatakan oleh Ayub, jelas itu menunjukkan bahwa Ayub memiliki pikiran
mempelai, sebab yang ada ini akan berlalu, diganti dengan langit yang baru dan
bumi yang baru, itulah mempelai TUHAN.
Ayo,
miliki pikiran mempelai, sebab sasaran akhir dari perjalanan rohani kita di
atas muka bumi ini adalah berada dalam pesta nikah Anak Domba. Jadi, kalau
anak-anak TUHAN beribadah hanya untuk mencari berkat, itu adalah kekeliruan,
sebab sasaran akhir kita bukanlah hanya sebatas berkat, bukan hanya sebatas
mengadakan mujizat kesembuhan di dalam ibadah pelayanan, tetapi sasaran akhir
dari ibadah pelayanan di atas muka bumi ini yang harus dikerjakan oleh setiap
hamba-hamba TUHAN, terutama pemimpin sidang jemaat adalah pesta nikah Anak Domba Allah. Inilah rencana
Allah yang besar untuk penyatuan tubuh Kristus yang sempurna; kafir dan Israel
bersatu, itulah yang disebut tubuh mempelai.
Jadi,
untuk sampai kepada sasaran itu, milikilah pikiran mempelai, sebab yang ada ini
satu kali akan berlalu. Bukankah kita datang dengan tidak membawa apa-apa?
Seorang bayi lahir dengan tidak membawa apa-apa -- sama dengan telanjang --,
juga kembali kepada TUHAN, Sang Khalik, dengan tidak membawa apa-apa -- sama
dengan telanjang --. Dan Ayub sangat menyadari hal itu. Betul-betul Ayub
dikuasai sepenuhnya oleh pikiran mempelai, tidak dikuasai oleh pikiran manusia
duniawi, manusia daging.
Yang
sudah berada di tengah-tengah ibadah, apalagi imam yang sudah mengambil bagian
dalam pelayanan, di ujung Yobel yang ketiga ini, sudah saatnya sekarang ini
seluruh alam pemikirannya dikuasai oleh pikiran mempelai.
Sesudah
kita percaya, bertobat, lahir baru, penuh dengan Roh Kudus, seharusnya lanjut
untuk memberi diri di dalam penyucian dengan berada di dalam Ruangan Suci,
sebab tergembala itu adalah penyucian.
Sekarang
kita BANDINGKAN dengan PIKIRAN DUNIAWI, itulah TUBUH BABEL.
Wahyu
17:5
(17:5) Dan pada
dahinya tertulis suatu nama, suatu rahasia: "Babel besar,
ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi."
Babel
besar ini adalah ibu dari:
1.
Wanita-wanita pelacur.
2.
Kekejian bumi.
Tentang:
“Kekejian bumi”
Penyebab
terjadinya kekejian di bumi ini adalah Babel besar.
Praktek
kekejian bumi, ialah: Menghentikan korban sehari-hari, yaitu;
1. Korban Sembelihan -> Ibadah dan pelayanan.
2. Korban Santapan -> Firman Tuhan sebagai
makanan rohani.
Tentang:
“Wanita-wanita pelacur”
Babel
besar adalah ibu dari wanita-wanita pelacur, berarti; dialah yang menyebabkan
terjadinya sehingga gereja TUHAN berzinah (menduakan hati TUHAN), baik secara
jasmani maupun rohani. Wanita-wanita pelacur merupakan gambaran dari kehidupan
dari anak-anak TUHAN yang menduakan hati TUHAN, atau yang sudah meninggalkan
TUHAN karena perkara-perkara yang lain. Beralih kepada lain hati, itu adalah
pelacuran rohani.
Ada
pelacuran jasmani, ada pelacuran rohani. Pelacuran secara jasmani adalah
wanita-wanita (perempuan) tuna susila. Sedangkan pelacuran rohani ialah
menduakan hati TUHAN, meninggalkan TUHAN dan beralih kepada lain hati, baik itu
karena kesibukan, atau mungkin karena pekerjaan, atau mungkin karena bisnis,
atau mungkin karena perkara-perkara yang ada di dunia ini, itulah gereja yang
sedang melacur secara rohani. Siapa yang menyebabkan hal terjadi? Jawabnya
ialah Babel besar.
Tetapi
tubuh mempelai tidaklah demikian, sebab betul-betul pikiran dan alam sadarnya
sepenuhnya dikuasai oleh pikiran mempelai.
Tentang
pelacuran atau perzinahan secara rohani, lebih jauh kita melihat dari Wahyu
18.
Wahyu
18:3
(18:3) karena
semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja
di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang
di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya."
Lebih
terang lagi kita temukan di sini, di mana praktek berzinah atau menduakan hati
TUHAN ialah:
1.
Raja-raja di bumi telah berbuat cabul (berzinah)
dengan dia. Contohnya; Esau menjual hak kesulungannya -- itulah ibadah dan
pelayanan -- demi semangkok (sepiring) kacang merah, demi sesuap nasi = nafsu
rendah = berbuat cabul = berzinah rohani.
2.
Pedagang-pedagang di bumi telah menjadi
kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya. Ini adalah gambaran dari
anak-anak TUHAN yang pergi ke lain hati, itulah hawa nafsu dan keinginan
daging, karena keinginan untuk menjadi kaya.
Ini
adalah pemikiran dari tubuh Babel, yang jelas berbeda dengan tubuh mempelai, di
mana pemikirannya betul-betul seutuhnya dikuasai oleh pemikiran mempelai, bahwa
langit bumi, laut, semua yang ada ini akan berlalu, sama seperti anak yang
lahir ke dunia ini dengan keadaan telanjang, lalu kembali kepada TUHAN juga
dengan keadaan telanjang; itu merupakan pemikiran mempelai.
Kita
kembali membaca Ayub 1.
Ayub
1:21
(1:21)
katanya:
"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga
aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN
yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
“Dengan
telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan
kembali ke dalamnya.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa dia memiliki pikiran
mempelai. Tetapi tubuh Babel tidaklah demikian, justru ia berzinah rohani,
meninggalkan hati TUHAN karena ia telah pergi ke lain hati baik itu uang,
harta, kekayaan, dan lain sebagainya; namun Ayub tidaklah demikian saat ia
mengalami cobaan oleh karena dakwaan Iblis atas seizin TUHAN.
Selanjutnya,
Ayub berkata: “TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”
Pernyataan
Ayub ini menunjukkan bahwa Ayub hidup di dalam kehendak Allah. Biarlah kehendak
Allah yang jadi (nyata) dalam setiap kehidupan kita, sehingga dengan demikian
terpujilah nama TUHAN selalu. Tetapi kalau kehendak kita yang nyata, maka nama
TUHAN tidak akan terpuji, justru nama TUHAN dipermalukan.
Tidak
salah jika memiliki usaha, mengelola bisnis, tidak salah kuliah (menuntut
ilmu). Apa saja kesibukan di dunia ini selama itu adalah perbuatan baik, itu
tidaklah salah, dengan catatan; jangan tinggalkan TUHAN Yesus, tetap menyatu
dengan hati TUHAN Yesus, supaya nama TUHAN terpuji dalam setiap tindakan,
setiap perbuatan, setiap solah tingkah kita, setiap perkataan, bahkan
gerak-gerik sekecil apapun, biarlah nama TUHAN dipermuliakan. Terpujilah nama
TUHAN dari sekarang sampai selama-lamanya. Biarlah kehendak TUHAN yang jadi.
Silahkan
saja kuliah, tetapi kehendak TUHAN yang jadi. Silahkan saja bekerja, mengelola
bisnis, tetapi kehendak TUHAN yang jadi dalam hidup kita supaya nama TUHAN
terpuji. Jangan permalukan nama TUHAN dengan sikap yang kurang terpuji.
Ayub
1:22
(1:22) Dalam
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah
berbuat yang kurang patut.
Dalam
pergumulan yang begitu hebat dan begitu berat, Ayub tidak pernah mempersalahkan
TUHAN. Orang yang suka mempersalahkan TUHAN acap kali bersungut-sungut, ngomel,
dan lain sebagainya, disertai dengan kejengkelan di hati, tetapi Ayub tidaklah
demikian.
Namun,
pergumulan yang dialami Ayub belum berhenti sampai di situ, pergumulan Ayub
belum selesai, sebab Iblis masih menuntut Ayub kepada TUHAN. Setelah lewat
PERGUMULAN BAGIAN YANG PERTAMA -- yang sudah kita perhatikan di atas tadi --,
namun Setan tidaklah tinggal diam sebelum tuntutannya ini membuat seseorang K.O
(KnockOut), sebelum mangsanya terkapar, Setan tidak akan pernah berhenti.
Jadi,
selama kita hidup di dunia ini, jangan pernah saudara merasa bahwa pergumulan
akan berhenti, tidak, melainkan akan terus terjadi, tidak akan pernah selesai.
Selama kita tinggal di bumi ini, selama kita mendiami kemah tubuh ini,
pergumulan tidak akan pernah selesai; oleh sebab itu, saudara jangan pernah
cengeng, tetapi hadapi saja.
Kita
akan melihat UJIAN (PERGUMULAN) YANG KEDUA yang dialami oleh Ayub, karena Ayub
kembali didakwa oleh Iblis atau Satan atas seizin TUHAN.
Ayub
2:1-2
(2:1) Pada
suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka
datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN.
(2:2) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?"
Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi
dan menjelajahi bumi."
Saat
Iblis menghadap TUHAN, lalu TUHAN bertanya: "Dari mana engkau?"
Selanjutnya, Iblis menjawab: "Dari perjalanan mengelilingi dan
menjelajah bumi." Jadi, pekerjaan dari pada Iblis ini adalah
mengelilingi dan menjelajah bumi, artinya; tanpa hari perhentian. Kalau
seseorang tidak beribadah, tanpa hari perhentian (hari ketujuh), berarti ia
sedang mengikuti jejak Iblis.
Sebab
begitu pula pada saat Setan menghadap TUHAN untuk yang pertama kalinya; ketika
TUHAN bertanya: "Dari mana engkau?", lalu Setan juga menjawab:
"Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi." Jadi,
Iblis atau Setan tidak mempunyai hari perhentian.
Tetapi
bagi kita, TUHAN telah sediakan hari perhentian. Manfaatkanlah hari perhentian
yang sudah TUHAN sediakan, jangan ikuti jejak Setan. Ingat; kalau jauh dari
ibadah yang sudah TUHAN sediakan, tanpa hari perhentian, berarti ia adalah anak
Setan, ia mengikuti jejak Setan. Hal ini ayat Alkitab yang mengatakannya. Saya
tidak pernah menuduh siapapun, jangan persalahkan TUHAN.
Mulai
sekarang berjanjilah kepada TUHAN bahwa “saya adalah anak TUHAN”.
Berarti, hargai, manfaatkan hari perhentian yang sudah TUHAN sediakan; jangan
jauh dari ibadah yang sudah TUHAN percayakan.
Mungkin
saudara berpikir tidak mengapa mengabaikan firman, tetapi nanti jika sudah tiba
waktunya TUHAN datang pada kali yang kedua, barulah saudara ingat semua
pernyataan-pernyataan TUHAN ini. Oleh sebab itu, manfaatkanlah kesempatan ini.
Covid-19
ini sudah menjadi tanda. Jadi, jangan saudara berpikir dan menganggap enteng
saja. Sekarang mungkin saudara bisa anggap enteng, tetapi jangan saudara kelak
seperti orang kaya yang menyesal setelah ia mati, dengan berkata: “Bapa
Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya
ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala
api ini.” Namun karena terbentang jurang yang tak terseberangi, permintaan
orang kaya itu tidak bisa terjadi (tidak terlaksana). Lalu orang kaya itu
kembali berkata: “Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau
menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia
memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke
dalam tempat penderitaan ini” Tetapi kata Abraham: “Ada pada mereka
kesaksian Musa dan para nabi -- dengan lain kata, ada firman --; baiklah
mereka mendengarkan kesaksian (firman) itu.” Biarlah kita kembali
kepada firman dan ikuti firman; jangan ikuti jejak Setan.
Orang
tua yang bijaksana pasti berkata kepada anaknya: Jangan ikuti jejak Setan.
Kalau orang tua membiarkan anaknya jauh dari hari perhentian, berarti
pikirannya adalah pikiran Setan juga. Saya mengatakan ini bukan dalam keadaan
marah, tetapi saya hanya sedang mengingatkan saja, karena kita selalu merasa
baik dan benar dan suci, padahal banyak keburukan, banyak kejahatan, banyak
kejelekan, banyak ketidaksucian.
Jadi,
Setan tidak mau kalau akhirnya dia tidak punya hari perhentian, kalau akhirnya
dia tidak masuk sorga sendirian; oleh sebab itu, mau tidak mau Setan harus
mendakwa manusia.
Kita
akan lanjut membaca ayat 3.
Ayub
2:3
(2:3) Firman
TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?
Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur,
yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam
kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya
tanpa alasan."
Saat
Iblis atau Satan kembali menghadap untuk yang kedua kalinya, maka TUHAN kembali
bertanya: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?” TUHAN yang
mengakui Ayub sebagai hamba TUHAN. Biarlah kita semua diakui sebagai hamba
TUHAN, menjadi hamba kebenaran.
Seorang
Pendeta belum tentu menjadi hamba TUHAN, seorang Pendeta belum tentu menjadi
hamba kebenaran, tetapi hamba TUHAN adalah hamba kebenaran. Biarlah TUHAN yang
mengakui kita sebagai hamba TUHAN.
Kembali
TUHAN mengatakan kepada Iblis atau Satan: “ ... Tiada seorang pun di bumi
seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi
kejahatan.” Ini adalah pengakuan TUHAN langsung kepada Setan ketika Setan
kembali menghadap TUHAN.
Lalu
TUHAN berkata kembali kepada Setan: “Ia tetap tekun dalam kesalehannya ...”
Bagaimana dengan kita? Manakala menghadapi ujian, apakah tetap dalam kesalehan?
Manakala tidak punya uang atas dampak dari Corona yang begitu besar ini
sehingga ekonomi menjadi lemah, apakah kita justru uring-uringan, tidak ikuti
TUHAN atau tetap dalam kesalehan? Tetapi Ayub tetap bertekun dalam
kesalehannya, sekalipun Setan telah membujuk Allah untuk melawan Ayub untuk
mencelakakannya tanpa alasan, didakwa tanpa alasan.
Itu
sebabnya di atas tadi saya katakan: Setelah kita melewati satu pergumulan,
jangan kita berpikiran bahwa kita tidak akan menghadapi pergumulan yang lain.
Pergumulan akan terus silih berganti, tetapi marilah kita belajar dan kita
diajar oleh TUHAN Yesus malam ini lewat pembukaan firman, melalui pribadi Ayub.
“Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku
melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.”
Tekun
dalam kesalehan, berarti tekun juga dalam ibadah dan pelayanan. Tidak mungkin
ada orang yang bisa tekun dalam kesalehan, tekun berbuat baik, tekun dalam
kesucian, namun tidak tekun dalam ibadah; itu tidak mungkin, mustahil.
Jangan
saudara berpikir kalau seseorang berkuasa di dunia ini, memiliki jabatan tinggi
di dunia ini, memiliki uang yang banyak, lantas ia mampu untuk tekun dalam
kesalehan; bukan itu ukurannya. Hal-hal seperti berbuat baik bisa
dibuat-dibuat, bisa dimanipulasi, tetapi kesalehan yang sesungguhnya ialah
haruslah dari pengakuan TUHAN Yesus Kristus; dan hal itu harus kita buktikan di
hadapan TUHAN.
Mari
kita buktikan di hadapan TUHAN. Jangan saleh karena terlihat baik, karena suka
memberi uang, dan karena ini dan itu, melainkan oleh karena pengakuan dari
TUHAN, seperti pengakuan TUHAN kepada Setan mengenai Ayub.
Ayub
2:4-5
(2:4) Lalu
jawab Iblis kepada TUHAN: "Kulit ganti kulit! Orang akan
memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya. (2:5) Tetapi ulurkanlah
tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia
pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
Karena
melihat Ayub berkemenangan pada ujian atau dakwaan yang pertama, akhirnya Iblis
kembali menguji Ayub dan mendakwa Ayub atas seizin TUHAN.
Adapun
alasan Iblis untuk kembali menuntut Ayub ialah: “Kulit ganti kulit!”
Maksudnya ialah supaya TUHAN menjamah tulang dan daging Ayub, dengan demikian
Ayub pasti melawan TUHAN, Ayub pasti mengutuki TUHAN. Itu menurut pikiran dari
pada Iblis atau Setan, tetapi mari kita lihat pembuktian berikutnya, apakah
perkataan Setan ini benar atau tidak.
Tentu
kita berbahagia kalau TUHAN bukakan firman-Nya, bukan? Seharusnya kita lebih
bahagia kalau isi hati TUHAN yang paling dalam itu dibukakan (dinyatakan)
kepada kita, lebih dari sekedar kotbah guyon-guyon yang tidak mempunyai
pengertian apa-apa tentang sorga, sehingga tidak mendapatkan keselamatan, dan
pada akhirnya tidak sedikit anak-anak TUHAN yang beribadah namun menjadi liar.
Mengapa? Karena tidak mempunyai wahyu pembukaan firman.
Kita
harus bahagia kalau pembukaan firman terjadi, isi hati TUHAN yang paling dalam
dibukakan -- disingkapkan, dinyatakan, dipaparkan -- kepada kita, sehingga kita
bisa melihat dan mengerti rencana-rencana yang TUHAN nyatakan untuk memperoleh
keselamatan.
Tidak
bisa hanya dengan satu kali beribadah, lalu kita dapat mengetahui dan
melaksanakan semua rencana TUHAN; tidak seperti itu. Tetapi biarlah kita tekun
dalam ibadah supaya kita tekun dalam kesalehan.
Ayub
2:6
(2:6) Maka
firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan
nyawanya."
TUHAN
izinkan kembali Iblis mendakwa Ayub untuk yang kedua kali, tetapi syaratnya; jangan
ambil nyawanya. Maksudnya, biarlah nyawa tinggal dalam kandung badan Ayub.
Ayub
2:7
(2:7) Kemudian
Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang
busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.
Atas
seizin TUHAN, Iblis menimpa Ayun dengan barah yang busuk dari telapak
kakinya sampai ke batu kepalanya. “Kulit ganti kulit!”
Sekarang
kita melihat; apakah Ayub mengutuki TUHAN oleh karena barah yang busuk di
sekujur tubuhnya (dari ujung kaki sampai batu kepala), sesuai dengan perkataan
Iblis kepada TUHAN?
Ayub
2:8
(2:8) Lalu Ayub
mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya,
sambil duduk di tengah-tengah abu.
Tetapi
sebaliknya, Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya,
sambil duduk di tengah-tengah abu. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwasanya
Ayub berpikir sederhana, tidak terlalu muluk-muluk.
Biasanya,
kalau seseorang sudah berada dalam penderitaan yang hebat, ia akan mencari
jalan keluar, entah apapun itu caranya, semua bisa dihalalkan. Tetapi di dalam
ujian yang kedua ini, barah yang busuk di sekujur tubuhnya, dari ujung kaki
sampai batu kepala, namun Ayub hanya sebatas mengambil sekeping beling lalu
menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu. Jelas, hal itu
menunjukkan bahwa Ayub berpikir sederhana, tidak terlalu muluk-muluk. Ayub
tidak mengambil jalan keluar dengan cara-cara yang tidak halal seperti
kebiasaan manusia daging, di mana untuk melepaskan diri, untuk menghindari diri
dari pergumulan yang hebat, dia berusaha melepaskan diri dengan caranya
sendiri; tetapi Ayub tidaklah demikian, dia berpikir sederhana sekali. Ketika
dia merasa tubuhnya gatal, dia ambil saja satu keping beling untuk digunakan
menggaruk-garuk badannya.
Kalau
gatal, ya garuk saja. Jangan sampai lari kepada pelarian yang tidak
terpuji. Mencari jalan keluar tetapi dengan cara yang tidak benar; jangan
seperti itu.
Kalau
suami banyak bergumul dengan isteri, maka seorang suami tidak boleh lari dari
kenyataan. Kalau seorang isteri merasa kurang puas melihat kepemimpinan dari
suaminya, ya jangan lari, bertahanlah, berpikirlah sederhana. Kalau saat
ini tidak punya uang, bertahan saja. Makan atau tidak makan, yang penting
adalah kumpul bersama dengan keluarga di hadapan TUHAN. Jangan justru
berjalan-jalan di malam hari untuk mencari hal-hal yang tidak baik. Jangan kita
gunakan pergumulan sebagai alasan untuk mencari solusi, tetapi dengan cara yang
kurang terpuji, dengan cara meninggalkan ibadah, tidak bertekun dalam
kesalehan; jangan. Dijauhkanlah hal itu dari kehidupan kita masing-masing.
Haleluya..
Praktek
kesederhanaan Ayub saat menghadapi ujian oleh dakwaan Iblis atau Setan ialah:
YANG
PERTAMA: Ayub menggaruk-garuk badannya dengan sekeping beling.
Hal
ini berbicara tentang kesederhanaan, sebab biasanya orang mencari jalan keluar
atas persoalan yang sedang dia alami dengan cara pemikiran manusia duniawi,
mencari kepuasan dari dunia ini.
YANG
KEDUA: Ayub duduk di tengah-tengah abu.
Ini
bukanlah perbuatan bodoh, tetapi ini juga berbicara tentang kesederhanaan,
sebab manusia tidak lebih dan tidak kurang hanya berasal dari debu tanah,
artinya tidak ada yang pantas untuk disombongkan di atas muka bumi ini.
Kalau
punya uang, ya puji TUHAN, tetap sederhana. Tidak punya uang pun tetap
puji TUHAN. Kemudian, ditambah lagi penderitaan karena sakit, menganggur, anak
berontak, ditambah lagi banyaknya pergumulan, tetap puji TUHAN dan tetap
berpikir sederhana. Tidak ada yang perlu untuk disombongkan. Duduklah di
tengah-tengah abu.
Saya
bersyukur karena TUHAN Yesus baik, Dia selalu memperhatikan kita semua, Dia
mengerti isi hati kita yang paling dalam yang sedang hancur ini. Dia turut
merasakan apa yang kita rasakan sampai detik ini.
Roma
12:2-3
(12:2) Janganlah
kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan
kepada Allah dan yang sempurna. (12:3) Berdasarkan kasih karunia
yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah
kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada
yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir
begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan
Allah kepada kamu masing-masing.
Supaya
memiliki pikiran yang sederhana seperti Ayub, maka ada dua kali larangan
yang harus kita perhatikan:
YANG
PERTAMA: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini”
Bukankah
TUHAN sudah memanggil dan menarik kita dari dunia? TUHAN telah memanggil kita
dari dunia, melepaskan kita dari kegelapan, dan sekarang kita berada di dalam
TUHAN, di dalam terang-Nya yang ajaib, berada di tengah ibadah dan pelayanan.
Oleh sebab itu, jangan menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu. Artinya, cara berpikir, sudut pandang yang lama
harus berubah, mindset yang lama harus berubah.
Tujuannya
adalah supaya dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik,
apa yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Jangan menjadi serupa dengan
dunia.
Di
dalam dunia hanya ada keinginan mata, keinginan daging dan
keangkuhan hidup; itu semua bukan berasal dari TUHAN. Ingin kaya tetapi
untuk pamer; ingin memiliki ini itu tetapi supaya dihormati, itu semua berasal
dari dunia. Berubahlah dari cara berpikir yang seperti itu, untuk apa?
Tujuannya adalah sederhana, yaitu supaya kita dapat membedakan manakah kehendak
Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Selama kita
masih berpikir secara manusiawi, berpikir secara manusia duniawi, maka ia tidak
akan bisa menyenangkan hati TUHAN, selain hanya bisa menyenangkan hati manusia
dan diri sendiri.
Dahulu,
saya adalah salah satu korban dunia. Menyenangkan hati manusia adalah nomor
satu, tetapi hati TUHAN tidak disenangkan, melainkan memilukan hati TUHAN.
Padahal TUHAN yang menciptakan kita semua, TUHAN yang sudah memberi nafas
kehidupan, TUHAN yang sudah menyediakan segala sesuatu, TUHAN yang sudah
memberikan kesempatan untuk berkarya, untuk kuliah, untuk bekerja, untuk
mengasihi, untuk menikmati segala apa yang bisa dinikmati, tetapi kita hanya
bisa menyenangkan hati manusia, tidak berusaha untuk menyenangkan hati TUHAN.
Jangan
egois, jangan munafik di hadapan TUHAN. Ingat, kita ini adalah ciptaan TUHAN;
oleh sebab itu, puja Dia, jangan puja manusia. Janganlah kita menjadi serupa
dengan manusia. Cara berpikir harus berubah, sudut pandang harus berubah,
supaya kita bisa mengerti apa yang menjadi kehendak TUHAN, apa yang berkenan
untuk TUHAN, apa yang sempurna untuk TUHAN, apa yang mulia untuk TUHAN, itulah
yang kita kerjakan. Jangan buat hati TUHAN cemburu mulai dari sekarang.
YANG
KEDUA: “Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang
patut kamu pikirkan”
Hal
ini sama dengan berpikir sederhana, jangan muluk-muluk. Biarlah kita berpikir
sederhana saja, jangan terlalu tinggi-tinggi dalam berpikir, jangan
muluk-muluk, di luar takaran iman, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu
rupa. Tujuannya adalah supaya kita dapat mengendalikan diri, supaya kita
dapat menguasai diri.
Biasanya,
kalau pikiran seseorang sudah di luar batas kemampuan manusia daging, orang
seperti ini tidak bisa terkendali, tidak bisa menguasai diri. Biarlah mulai
dari sore malam hari ini, kita memiliki pikiran menurut takaran iman yang
datang dari sorga, dari Allah, sesuai dengan firman yang kita terima malam ini.
Berpikirlah menurut firman iman.
Kalau
seseorang sudah tidak terkendali lagi, maka akan memiliki resiko yang tinggi,
dan ujung-ujungnya bisa menjadi stress kalau apa yang dipikirkannya itu tidak
terwujud. Oleh sebab itu, berpikirlah menurut takaran iman, jangan terlalu
muluk-muluk.
Berpikirlah
sederhana sama seperti Ayub; saat ia mempunyai harta, mempunyai kekayaan,
mempunyai uang dan lain sebagainya, ia pun tetap berpikir sederhana, sehingga
ketika ia diuji (dicobai) oleh karena Setan yang mendakwa atas seizin TUHAN pun
ia tetap berpikir sederhana.
Kita
harus bisa membedakan orang yang tinggi hati dengan orang yang minder; keduanya
memiliki takaran dosa yang sama dan upah yang sama. Mungkin kita pikir, minder
adalah orang yang sederhana dan rendah hati, namun sesungguhnya tidaklah
demikian. Kalau sekali waktu orang minder mempunyai uang, maka pasti akan
sombong juga. Mengapa seseorang menjadi minder? Tentu karena tidak mempunyai
uang, tidak mempunyai harta, tidak mempunyai ini dan itu. Jadi, minder itu
adalah dosa. Maka, yang TUHAN mau adalah tetap berpikir sederhana menurut
takaran iman.
Saat
diberkati dengan limpah memiliki ini dan itu, tetap memiliki pikiran yang
sederhana. Saat dicobai, kehilangan segala sesuatu, juga tetap berpikir
sederhana. Jangan minder, melainkan yakin dan percaya dengan firman iman yang
sudah kita terima. Jangan yakin dan percaya dengan uangmu, sebab ketika uangmu
habis, maka keyakinanmu pun habis, tetapi biarlah kita yakin dengan firman
iman. Sekalipun ada uang, tetap yakin dengan firman iman bukan kepada uang;
sebaliknya walaupun tidak ada uang, juga tetap yakin dengan firman iman.
Jangan
yakin dengan iman yang dibuat-buat, tetapi dengan firman iman saja. Jangan
yakin dengan harta orang, jangan yakin dengan milik orang lain meskipun itu
saudara, tetapi yakin dan berimanlah dengan firman iman. TUHAN kita lebih
berkuasa dari uang orang lain (saudara kita). Berpikirlah sederhana,
berpikirlah menurut takaran iman saja.
Jadi,
ternyata, Ayub ini begitu rupa berpikir dengan sederhana. Oleh sebab itu,
biarlah kita juga mengikuti apa yang dilakukan Ayub ini, yaitu berpikir dengan
sederhana saja, jangan berpikir muluk-muluk.
Kita
kembali membaca Ayub 2.
Ayub
2:9
(2:9) Maka
berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam
kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"
Pada
ujian yang kedua ini, ternyata Ayub tidak terbukti melawan TUHAN seperti apa
yang dikatakan oleh Setan tadi: “Kulit ganti kulit! ... ia pasti mengutuki
Engkau di hadapan-Mu” Tetapi kenyataannya, Ayub tidak mengutuki TUHAN, Ayub
tetap dengan pemikiran yang sederhana.
Sebaliknya,
isteri Ayub berkata:
1.
“Masih bertekunkah engkau dalam
kesalehanmu?”
2.
“Kutukilah Allahmu”
3.
“Matilah!”
Bukankah
ini adalah isteri yang sangat kejam sekali? Sudah melihat suami yang penuh
dengan penderitaan, seharusnya seorang isteri dapat bertindak dengan bijaksana,
memberi suatu dukungan, memberi suatu topangan, memberi suatu kata-kata
penghiburan, bukan kata-kata yang membuat Ayub kembali semakin jatuh (drop)
terpuruk. Ini adalah isteri yang tidak bisa mengerti keadaan suami.
Pemuda-pemuda
biarlah sungguh-sungguh dalam mengikuti TUHAN, supaya kelak engkau memperoleh
isteri yang mengerti keadaanmu, baik saat susah maupun senang, karena pikiran
manusia duniawi itu aneh; saat punya uang, suami bisa didukung, tetapi saat
tidak punya uang, isteri tidak bisa mendukung.
Demikian
juga pemudi-pemudi, mulai dari sekarang harus sungguh-sungguh menyerahkan diri
kepada TUHAN, supaya engkau bisa menjadi pendukung bagi suamimu kelak, baik
saat susah maupun senang. Jangan saat senang engkau mendukung, namun saat susah
engkau justru lari dari kenyataan dan berkata dengan kata-kata yang
tidak-tidak.
Bukankah
enak kalau kita ikut TUHAN dengan sungguh-sungguh? Semuanya TUHAN berikan
pengertian supaya kita mengerti melakukan sesuatu yang baik menurut kehendak
TUHAN. Oleh sebab itu, tetaplah berpikir sederhana.
Melihat
kesederhanaan dari Ayub, isteri Ayub berkata:
1.
“Masih bertekunkah engkau dalam
kesalehanmu?”
2.
“Kutukilah Allahmu”
3.
“Matilah!”
Pendeknya,
oleh karena penderitaan yang dialami oleh Ayub, maka isteri Ayub menginginkan supaya
Ayub bertindak TIGA HAL, yaitu:
YANG
PERTAMA: Supaya Ayub jangan bertekun dalam kesalehan.
Hanya karena penderitaan yang begitu hebat yang dialami oleh Ayub, isteri Ayub
menginginkan supaya Ayub jangan bertekun dalam kesalehan, jangan bertekun dalam
perbuatan baik, jangan bertekun dalam perbuatan yang benar, jangan bertekun
dalam perbuatan yang suci; ini adalah pikiran yang sudah hancur, pikiran yang
sudah rusak, pikiran yang sudah tidak berguna lagi. Inilah pikiran isteri yang
tidak bisa menopang suami.
Pendeknya,
oleh karena penderitaan yang dialami oleh Ayub, maka isteri Ayub menginginkan
supaya Ayub bertindak TIGA HAL, yaitu:
YANG
KEDUA: Mengutuki Allah. Siapa kita kok mau mengutuki TUHAN
yang merupakan Sang Khalik, Sang Pencipta langit, bumi dan segala isinya; Dia
yang membentuk kita dari seonggok tanah liat, dibentuk untuk segambar serupa,
sama mulia dengan Dia -- tetapi kalau pada akhirnya tidak sama mulia, tentu itu
karena dosa, sehingga merusak gambar dan rupa Allah --.
Kok
manusia
mau dan bisa mengutuki TUHAN? Siapa kita? Kita ini hanya seonggok tanah liat
yang dibentuk segambar serupa dengan Dia, dan Dia adalah Sang Khalik yang
membentuk kita. Tetapi hanya karena penderitaan, isteri Ayub menginginkan
supaya Ayub mengutuki TUHAN. Ini adalah isteri yang tidak tahu diri, lupa asal
usulnya dari mana.
Jangan
lupakan asal usul kita dari mana, ingat asal usul, latar belakang. Ingat
kesusahan di masa lalu; kalau akhirnya sekarang diberkati, ya puji
TUHAN, tetapi jangan lupakan asal usul.
Semua
perhatikan Firman TUHAN supaya masa depan cerah. Jangan engkau menyesal suatu
kali kelak, pokoknya saya sudah sampaikan firman ini. Kalau ada di
antara kita yang terhilang dan binasa, jangan salahkan TUHAN; saya sudah
sampaikan itu. Saudara harus berpikir bahwa sorga dan neraka itu ada. Kita
harus memilih dari sekarang mana tempat yang kita inginkan. Saya kira kita
tidak menginginkan neraka, bukan? Jadi, sungguh-sungguhlah perhatikan Firman
TUHAN; jangan hanya simbolik, jangan hanya karena aturan, jangan hanya karena
takut manusia, tetapi biarlah karena kita betul-betul takut kepada TUHAN Yesus,
sebab Dia adalah Allah yang hidup.
Ayub
2:5
(2:5) Tetapi
ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki
Engkau di hadapan-Mu."
Mengutuki
TUHAN, sama dengan memiliki pikiran Setan. Bukankah Setan yang berkata: “ia
pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu”? Jadi, kalau seseorang mengutuki
TUHAN, berarti pikirannya itu sudah dirasuki oleh Setan.
Biarlah
kita semua bertahan di dalam pergumulan-pergumulan yang sedang kita alami saat
ini, apapun pergumulan yang sedang kita alami saat ini.
Pendeknya,
oleh karena penderitaan yang dialami oleh Ayub, maka isteri Ayub menginginkan
supaya Ayub bertindak TIGA HAL, yaitu:
YANG
KETIGA: Supaya Ayub mati.
Dengan
berkata: “ ... dan matilah!” Berarti, isteri Ayub menginginkan sang
suami mati. Isteri macam apa seperti ini, yang menginginkan kematian sang
suami? Hanya karena tidak punya uang, lalu menginginkan kematian sang suami.
Hanya karena tidak punya pekerjaan, lalu menginginkan kematian sang suami.
Hanya karena tidak mempunyai jabatan di dunia ini, lalu menginginkan kematian
sang suami. Hanya karena kehilangan harta, lalu menginginkan kematian sang
suami. Isteri macam apa yang memiliki pemikiran dan keinginan demikian rupa?
Laki-laki
meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
bukan lagi dua, melainkan satu. Artinya, apa yang sudah dipersatukan oleh
salib, apa yang sudah dikerjakan oleh TUHAN di atas kayu salib untuk mempersatukan
laki-laki dan perempuan, jangan dirusak. Menginginkan kematian sang suami hanya
karena dia tidak lagi mempunyai kesibukan-kesibukan di dunia ini, bukankah ini
adalah hal yang luar biasa?
Saya
berharap, isteri-isteri di tempat ini tidak menginginkan hal seperti itu juga
bukan? Ayo, pemuda-pemudi terima firman ini dengan baik, ingat firman ini
dengan baik, sebab kita tidak akan tahu apa yang terjadi kelak; sekali waktu
bisa saja diberkati, sekali waktu bisa saja habis semua miliknya. Seorang isteri
harus siap menjadi isteri, menjadi penopang yang baik.
Tadi
kita sudah melihat; isteri Ayub menginginkan kematian Ayub hanya karena harta
bendanya sudah habis (raib). Kita harus ketahui: Upah dosa adalah maut
(kematian), binasa tanpa kebangkitan. Kalau hanya menginginkan kematian hanya
karena tidak punya uang, berarti sama seperti apa yang dinyatakan oleh Rasul
Paulus kepada jemaat di Korintus.
1
Korintus 15:31
(15:31)
Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi
kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal
ini benar.
Ini
adalah pelayanan Rasul Paulus yang penuh dengan perjuangan, sangkal diri pikul
salib di dalam hal mengikuti TUHAN.
1
Korintus 15:32
(15:32) Kalau
hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang
melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati
tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan dan minum,
sebab besok kita mati".
Kalau
kita memiliki pemikiran seperti pikiran isteri Ayub, maka sama seperti apa yang
dikatakan oleh Rasul Paulus: "marilah kita makan dan minum, sebab besok
kita mati". Dosa makan dan minum adalah dosa merokok, dosa narkoba,
dosa mabuk-mabukan.
Kalau
memang harus mati (bunuh diri), ya sudah lakukan saja semua dosa dan
menikmati dosa, tidak usah beribadah. Tetapi Ayub itu adalah seorang nabi, dia
adalah hamba TUHAN, dia tahu soal kebangkitan.
Kalau
manusia mati hanya satu kali tanpa kebangkitan kelak, maka sia-sialah
pengorbanan Yesus di kayu salib, tetapi apa yang dipikirkan oleh isteri Ayub
ini bukanlah pikiran yang baik. Mati tanpa kebangkitan, berarti; segala
perjuangan sia-sia, segala pengorbanan sia-sia, maka lebih baik berbuat dosa
saja, "marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati". Inilah gambaran dari pada isteri Ayub.
Bukankah
jauh lebih baik kita menikmati kemurahan TUHAN dari pada berjam-jam nonton
Televisi di rumah. Sadarilah, kemuliaan yang TUHAN berikan nanti jauh lebih
besar dari penderitaan kita masa sekarang. Memang, ikut TUHAN harus pikul
salib, seperti kita saat ini duduk mendengarkan Firman TUHAN, itu pikul salib.
1
Petrus 1:3-5
(1:3)
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang
besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus
dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh
pengharapan,
Sebetulnya,
manusia sudah terjual kepada maut, karena upah dosa adalah maut, tetapi oleh
karena kematian dan kebangkitan Yesus, maka kita dilahirkan kembali kepada
suatu hidup yang penuh pengharapan.
Jadi,
kalau hari ini kita harus kehilangan harta, kalau hari ini kita harus
kehilangan segala sesuatu yang kita miliki atau harga diri, tetapi bukan
berarti kita harus bunuh diri. Jika mungkin kehidupan ini sudah sangat terpuruk
sekali, lihatlah kuasa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus sangat berkuasa
supaya kita dibawa kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, sebab masih ada
pengharapan di dalam Kristus Yesus oleh karena kematian dan kebangkitan-Nya.
Jangan
putus asa. Jangan lantas hendak bunuh diri karena kehilangan pekerjaan. Jangan
berpikir pendek seperti pikiran isteri Ayub ini. Sebab masih ada pengharapan di
dalam Kristus Yesus oleh kuasa kematian dan kebangkitan-Nya kepada suatu hidup
yang penuh pengharapan.
1
Petrus 1:4-5
(1:4) untuk
menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang
tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (1:5) Yaitu kamu,
yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan
keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.
Apa
itu pengharapan kita? Itulah suatu bagian yang tidak dapat binasa, tidak dapat
cemar, tidak dapat layu, itulah Kerajaan Sorga. Oleh sebab itu, jangan putus
asa. Jadi, orang yang bunuh diri sudah
pasti tidak masuk sorga, sebab orang yang bunuh diri tidak mempunyai
pengharapan.
Sedikit
kesaksian:
Beberapa waktu lalu saya dipanggil ke rumah bunda (orang tua kami) karena ada
satu keluarga yang sedang konseling, sedang curhat, di mana seorang suami ini
sudah putus asa, hilang jati diri, karena dia sudah habis pekerjaannya, dia di
PHK bersama dengan pesangon yang dia terima. Setelah dia di-PHK, lalu dia
berpikir: bagaimana masa depan keluarga, isteri, anak dan kuliah anak? Akhirnya,
dia mulai diintimidasi oleh Setan. Ketika intimidasi itu semakin kuat dialami
oleh sang suami (kepala rumah tangga) ini, maka mulailah ia kehilangan jati
diri, pikirannya mulai kosong. Ketika dia sudah berada di titik terendah
(kosong), akhirnya dia ambil keputusan untuk segera mengakhiri hidupnya (bunuh
diri). Demikianlah cerita yang ia sampaikan menurut pengakuannya kepada saya.
Lalu
saya berkata kepada dia: Datanglah kepada TUHAN, beribadah dengan
sungguh-sungguh. Setelah beribadah, kita akan pulang lalu mengadakan pelepasan
di rumah -- karena ternyata dia maupun isterinya suka berdukun pada masa
mudanya --. Jadi, Setan inilah yang membuat pikirannya menjadi sesat. Setelah
pikirannya kosong, tidak ada TUHAN di dalam hati dan pikirannya, akhirnya dia
mengambil keputusan untuk bunuh diri.
-
Langkah pertama yang dia lakukan ketika
mau bunuh diri ialah dia membawa motor, lalu dia bawa sampai ke arah Jakarta,
kemudian dia tunggu kendaraan mobil yang melintas untuk dia tabrakkan diri
kepada mobil yang melintas itu. Tetapi setelah dia tunggu beberapa lama, tidak
ada satu mobil (kendaraan) yang melintas, bahkan dia sendiri bingung, mengapa
di jalan besar seperti ini namun tidak ada satu pun mobil yang melintas.
-
Langkah kedua yang dia lakukan untuk bunuh
diri ialah dengan mengambil dan memegang arus listrik yang begitu hebat, namun
arus listrik itu tidak sanggup menyengat dia, dan akhirnya dia gagal bunuh
diri.
-
Langkah ketiga yang dia lakukan untuk
bunuh diri ialah dia meminum obat (racun) pembasmi nyamuk (serangga) cair,
namun racun itu pun tidak ampuh untuk membunuh dia, sebab ia memuntahkannya
sedikit. Lalu, dia putus asa karena dia tidak bisa mati. Bukankah ini adalah
hal yang aneh; banyak orang mencari hidup, tetapi dia justru mencari mati dan
banyak orang tidak menginginkan kematian, tetapi dia mencari kematian.
-
Langkah keempat yang dia lakukan untuk
bunuh diri ialah dengan mengambil pisau untuk memutuskan leher, tetapi ternyata
dia pun tidak sanggup melakukannya, karena dia merasa hal itu terlalu sakit
baginya.
Tindakan-tindakannya
ini adalah tindakan yang konyol, tidak benar.
Singkat
cerita, setelah satu minggu berlalu pertemuan kami, dia tidak datang beribadah.
Kemudian, beberapa bulan kemudian, saya mendengar berita, bahwa akhirnya
terwujudlah cita-citanya, di mana dia bunuh diri dengan cara gantung diri, lalu
mati. Siapa yang bodoh di sini? Setan sudah membuat bodoh pikiran manusia,
termasuk sang isteri.
Sudah
dengan sangat jelas saya pesankan kepada sang isteri untuk membawa suaminya
datang beribadah ke gereja. Pada saat itu sang isteri mengiyakan perkataan
saya, lalu di akhir pertemuan, dia menjabat tangan saya dengan uang seratus
ribu. Lalu saya tanya, untuk apa uang ini? Nyawa suami lebih berharga. Bawa
saja suami beribadah. Namun dia berkata bahwa uang itu sebagai tanda ucapan
syukur dan dia akan membawa suaminya beribadah kepada TUHAN.
Saya
masih ingat sekali dengan pesan saya terhadap sang isteri itu, tetapi pesan
saya ini diabaikan oleh sang isteri yang seharusnya masih memiliki pikiran
positif. Kalau suami sudah hilang kendali dan isteri tidak mau mendengar
nasihat yang baik, maka akhirnya akan berujung pada maut. Sekarang, apa yang
terjadi? Isteri dan anak yang masih hidup pun dirundung duka.
Jadi,
jangan kita anggap enteng semua perkara-perkara yang telah terjadi ini. Belajar
untuk bersikap lebih bijaksana dari sejak sekarang.
1
Petrus 1:6
(1:6) Bergembiralah
akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh
berbagai-bagai pencobaan.
Bergembiralah
saat kita menghadapi pergumulan, seperti pergumulan Ayub yang walaupun harus
kehilangan segala sesuatu miliknya. Tetaplah dalam keadaan bergembira sekalipun
mengalami ujian dan cobaan.
1
Petrus 1:7
(1:7)
Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu --
yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji
kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan
dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.
Maksud
semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu. Jadi, TUHAN
tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jahat, selain hanya untuk membuktikan
kemurnian iman. Kemurnian iman lebih tinggi harganya di hadapan TUHAN;
kemurnian iman kita lebih bernilai dibanding emas permata, harta, kekayaan,
kedudukan, jabatan, kekuasaan yang kita punya di dunia ini. TUHAN mau lihat
kemurnian iman kita.
Ayub
2:10
(2:10) Tetapi
jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah
kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang
buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Ketika
isteri Ayub menginginkan tiga hal untuk dilakukan oleh Ayub, lihatlah jawab
Ayub kepada isterinya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita
mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”
Singkatnya,
Ayub tidak setuju dengan perkataan yang diinginkan oleh isterinya, sesuai
dengan perkataan Ayub kepada isterinya, yaitu: Engkau berbicara seperti
perempuan gila! Kalau menginginkan Ayub melakukan tiga hal tadi, berarti
sama dengan isteri yang gila, tidak waras.
Kemudian,
Ayub kembali berkata: “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi
tidak mau menerima yang buruk?” Apakah kita datang memuji TUHAN hanya
karena diberkati? Apakah kita datang beribadah kepada TUHAN hanya karena
setelah punya uang, ini dan itu? Tetapi setelah berkat-berkat ini hilang begitu
saja, lantas kita mengutuki TUHAN?
Banyak
orang Kristen yang seperti itu; saat memiliki harta, begitu hebatnya dia datang
kepada TUHAN dan berkorban, tetapi saat segala sesuatu yang dimiliki hilang
lenyap, mulailah ia mengutuki TUHAN. Berbeda dengan Ayub; dalam kesemuanya itu,
Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Mulut bibirnya tidak berdosa kepada
TUHAN, tidak ada sungut-sungut, tidak ada omelan, tidak menggerutu, hatinya
tidak merongkol, tidak dongkol, sehingga nafas tidak bau jengkol. Hati-hati
dengan nafas yang bau jengkol, itu berarti sudah merongkol dan dongkol dalam
hatinya.
Ayub
2:11
(2:11) Ketika
ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia,
maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Téman,
dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk
mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia.
Begitu
hebat penderitaan yang dialami oleh Ayub ini, sehingga teman-teman dari pada
Ayub tidak lagi mengenali dia. Itu juga yang dialami oleh Yesus ketika Dia
harus menanggung penderitaan yang tidak harus Ia tanggung di atas kayu salib;
Dia tidak tampan, Dia tidak semarak... Yesaya 53:3-5.
Jadi,
begitu hebat penderitaan Ayub, tetapi bibirnya tidak bersalah kepada TUHAN.
Tidak satu kali pun dia mengucapkan kata-kata kutukan, makian, persungutan
kepada TUHAN, bibirnya bersih. Kalau bibir kita bersih, maka TUHAN akan memuji
kita, seperti mempelai laki-laki memuji mempelai perempuan, “bagaikan seutas
pita kirmizi bibirmu, dan elok mulutmu.”... Kid 4:3a. Dalam
pergumulan, biarlah bibir dan mulut ini tidak pernah bersungut-sungut, itulah
bibir merah bagaikan seutas pita kirmizi.
Wahyu
12:10-11
(12:10) Dan aku
mendengar suara yang nyaring di sorga berkata:
"Sekarang telah tiba
keselamatan dan kuasa dan
pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan
Dia yang diurapi-Nya, karena telah
dilemparkan ke bawah pendakwa
saudara-saudara kita, yang mendakwa
mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. (12:11) Dan mereka
mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian
mereka. Karena mereka tidak mengasihi
nyawa mereka sampai ke dalam maut.
Saat
kita menghadapi si pendakwa hanyalah dengan cara mengalahkan Dia oleh darah
Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian mereka, yaitu; bahwa ternyata
mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Dan akhirnya,
sekarang telah tiba keselamatan dan
kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya; itulah
tanda kemenangan.
Jangan
jauh dari darah salib Kristus. Biarlah kita andalkan darah salib Kristus supaya
kita berkemenangan. Untuk menghadapi si pendakwa tidak bisa dengan kekuatan;
jangan kita pergi ke dukun supaya kita tidak menjadi tumbalnya, tetapi biarlah
kita lawan Setan dengan darah Anak Domba. Sangkal diri dan pikul salib, maka
kita akan berkemenangan, selanjutnya TUHAN yang menjadi Raja dan memerintah
atas kehidupan kita sampai selama-lamanya; itulah pribadi Ayub yang pada
akhirnya berkemenangan dan diberkati dua kali lipat dari segala miliknya yang
pertama. Amin.
TUHAN YESUS
KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman;
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment