IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 27 OKTOBER 2020
KITAB KOLOSE
(Seri: 119)
Subtema: RELA MEMBAGI HIDUP (NYAWA)
Shalom.
Selamat
malam, salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi setiap kehidupan kita
masing-masing.
Segala
puji, segala hormat hanya bagi Dia yang sudah memungkinkan kita untuk
mengusahakan Ibadah Doa Penyembahan; dan biarlah oleh firman-Nya, segera
membentuk kehidupan kita, selanjutnya memimpin kehidupan rohani kita untuk
selanjutnya berada pada penyembahan yang benar.
Malam
ini, saya juga tidak lupa menyapa anak-anak TUHAN, umat TUHAN yang sedang
mengikuti pemberitaan firman TUHAN lewat live streaming video internet,
Youtube, Facebook, di mana pun anda berada; TUHAN kiranya membalaskan dan
memberkati kuota-kuota yang sedang mengikuti pemberitaan Firman TUHAN lewat
live streaming, TUHAN memberkati, itulah doa saya.
Selanjutnya,
kita mohonkan supaya kiranya firman yang dibukakan itu meneguhkan setiap hati
kita masing-masing pribadi lepas pribadi.
Dan
selanjutnya, marilah kita sambut firman penggembalaan untuk Ibadah Doa
Penyembahan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose 3, dan untuk yang kesekian
kalinya kita tetap berada pada ayat 19.
Kolose
3:19
(3:19) Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan
janganlah berlaku kasar terhadap dia.
“Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.”
Di
sini kita melihat: Nasihat Firman Allah ditujukan langsung kepada suami-suami
supaya setiap suami tahu untuk mengasihi isterinya dengan benar.
Oleh
sebab itu, nasihat yang suci ini harus diterima dengan lapang hati, harus
diterima dengan segala kerendahan hati, meskipun seorang suami adalah kepala
atau pemimpin di dalam hubungan nikah dan rumah tangganya.
Kemudian,
seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya dapat kita pelajari dari surat
yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus.
Efesus
5:25-29
(5:25) Hai suami, kasihilah isterimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya (5:26) untuk menguduskannya,
sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (5:27) supaya dengan demikian Ia
menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut
atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. (5:28) Demikian juga suami harus
mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi
isterinya mengasihi dirinya sendiri. (5:29)
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
Suami-suami
di dalam hal mengasihi isterinya dinyatakan sebanyak 2 (dua) kali, yakni:
1.
Ayat 25-27, Hai
suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya baginya. Hal yang pertama ini telah disampaikan
beberapa waktu lalu berturut-turut.
2.
Ayat 28-29, Suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri.
Suami
harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri. Pendeknya; siapa yang
mengasihi isterinya = mengasihi dirinya sendiri, mengapa demikian?
Efesus
5:31
(5:31) Sebab itu laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging.
Antara
suami dan isterinya sudah menjadi satu daging oleh karena salib di Golgota.
Sebab,
di sini dikatakan: “Laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya”, jelas hal
ini berbicara tentang; salib di Golgota.
Sebagaimana
Yesus, Anak Allah, Ia telah meninggalkan segala milik kepunyaan-Nya, antara
lain;
- Ia telah meninggalkan Bapa-Nya.
- Ia telah meninggalkan rumah-Nya di sorga.
- Ia telah meninggalkan segala kemuliaan-Nya.
Seperti
yang tertulis di dalam Filipi 2:5-8.
BUKTI
seorang suami mengasihi isterinya.
Efesus
5:29
(5:29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri,
tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat,
Di
sini dikatakan: “Tidak pernah orang
membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya
dan merawatinya”.
Lebih
rinci kita akan melihat tentang MENGASUH dan MERAWATI.
1
Tesalonika 2:7
(2:7)
Tetapi kami berlaku ramah di antara
kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati
anaknya.
Rasul
Paulus berlaku ramah terhadap sidang jemaat yang ia layani -- sidang jemaat di
Tesalonika --, sama seperti seorang ibu.
Ibu à Gembala Sidang atau pemimpin rumah TUHAN.
Adapun tugas dari gembala sidang adalah:
1. Mengasuh kerohanian dari sidang
jemaat.
2. Merawati kerohanian dari sidang
jemaat.
Sejauh
ini TUHAN telah mengasuh dan merawati hidup rohani kita semua, bukan? Mengapa
demikian? Jawabnya; sebab Ia adalah …
-
Gembala Agung yang memelihara hidup kita masing-masing
sebagai kawanan domba Allah.
-
Imam Besar Agung yang melayani berdoa dan
memperdamaikan dosa kita.
-
Kepala Gereja (Kepala rumah TUHAN) yang menyelamatkan
dan membela kita, tubuh-Nya.
1
Tesalonika 2:8
(2:8) Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan
kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup
kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.
Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang
besar akan kamu …
Rasul Paulus di tengah-tengah ibadah dan pelayanannya ditandai dengan kasih
sayang yang besar terhadap sidang jemaat di Tesalonika.
Oleh
karena kasih sayang yang besar di dalam hal mengasihi sidang jemaat di
Tesalonika -- termasuk sidang jemaat yang lain yang di Asia kecil --, Rasul
Paulus ditandai dengan 2 hal;
1. Rela membagi Injil
Allah.
2. Rela membagi
hidupnya sendiri.
Dengan
demikian, Rasul Paulus telah menunjukkan suatu tanggung jawab yang besar di
hadapan TUHAN atas sidang jemaat di Tesalonika secara khusus.
Memang
sebaiknya, sedapat-dapatnya kita semua -- tanpa terkecuali -- belajar untuk
menunjukkan suatu tanggung jawab di hadapan TUHAN, mulai dari hamba TUHAN,
gembala sidang, imam-imam, sampai kepada seluruh sidang jemaat, tanpa
terkecuali; belajar untuk meneladani tanggung jawab yang ditunjukkan oleh Rasul
Paulus di hadapan TUHAN di tengah-tengah ibadah dan pelayanannya.
Jadi,
sedapat mungkin kita semua belajar untuk bertanggung jawab. Belajar bijaksana,
belajar dewasa. Jangan bermasa bodo dengan suatu kepercayaan. Janganlah biarkan
roh kebebalan itu menguasai hati dan pikiran ini.
Kemudian,
tentang “rela membagi Injil Allah” kepada sidang jemaat di Tesalonika,
telah disampaikan pada minggu yang lalu. Tentu kita semua telah diberkati oleh
TUHAN, sebab Rasul Paulus rela membagi Injil Allah kepada sidang jemaat yang
dipercayakan oleh TUHAN. Saya berharap berkat itu jangan berlalu begitu saja;
diulang-ulang kembali, dibaca. Kalau yang merekam, supaya rekaman itu diulang
kembali, didengar, mengulang kembali; itu namanya memamah-biak sampai nanti
firman itu mendarah daging.
Kita
harus semakin berlaku bijaksana di hari-hari ini untuk menggunakan waktu dengan
baik.
Sekarang
tiba saatnya bagi kita untuk memperhatikan hal yang kedua, yaitu tentang: “RELA
MEMBAGI HIDUPNYA SENDIRI.”
Kata
“rela”, sama artinya; bersedia dengan segala keikhlasan di hati. Berarti,
melakukan segala sesuatu tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan imbalan.
Berarti,
“rela membagi hidupnya sendiri”,
artinya; mengorbankan diri tanpa mengharapkan imbalan, mengorbankan diri tanpa
mengharapkan puji-pujian dari manusia.
Hal
ini akan kita pelajari dari Injil
Yohanes 10.
Yohanes
10:11-12
(10:11) Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik
memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; (10:12) sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan
yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang,
meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan
mencerai-beraikan domba-domba itu.
Yesus
adalah Gembala yang baik; Ia bukanlah gembala upahan, Ia bukan gembala yang
mengharapkan imbalan, Ia bukan gembala yang mengharapkan puji-pujian dari
manusia.
Apa
buktinya? Buktinya; Ia rela memberikan hidup-Nya, rela memberikan nyawa-Nya
bagi domba-domba-Nya dengan sepenuhnya di hadapan TUHAN.Ini adalah teladan yang
diberikan oleh Yesus untuk segera kita hidupi.
Yohanes
10:13
(10:13) Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak
memperhatikan domba-domba itu.
Sedangkan
gembala upahan, yang suka menerima imbalan, adalah gembala yang tidak
bertanggung jawab.
Jadi,
kalau seseorang suka menerima imbalan, suka menerima pujian, suka menerima upah
di tengah ibadah dan pelayanan, adalah gambaran dari seorang imam yang tidak
bertanggung jawab. Seperti halnya gembala upahan ini; ia suka menerima imbalan,
tentu saja ini adalah gambaran dari gembala yang tidak bertanggung jawab.
Buktinya; ia tidak memperhatikan domba-dombanya = tidak peduli dengan domba-dombanya,
tidak mau tahu dengan domba-dombanya = tidak mengenal domba-dombanya.
Bantu
doa, supaya kita senantiasa saling kenal dan mengenal. Demikian juga kita
dikenal TUHAN dan kita mengenal Tuhan; saling kenal mengenal.
Yohanes
10:14-15
(10:14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku (10:15) sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan
Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.
Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku. Kalau saling
peduli, berarti saling kenal mengenal, bukan? Belajar untuk saling peduli
antara yang satu dengan yang lain, saling merasakan satu dengan yang lain; itu
artinya sudah terjadi kesatuan.
-
Yesus
Kristus adalah Kepala Gereja, sekaligus suami.
-
Dan
gereja TUHAN adalah tubuh-Nya, sekaligus isteri-Nya.
Dia
telah meninggalkan segala sesuatunya, sehingga dengan demikian antara tubuh dan
Kepala menyatu. Jadi, apa yang dialami oleh isteri-Nya (gereja TUHAN), itulah
yang dialami oleh Kristus, yang adalah Kepala; saling kenal dan mengenal,
berarti saling merasakan.
Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku ....,
itulah Gembala yang baik; mengenal domba-domba yang dipercayakan. … Dan domba-domba-Ku mengenal Aku;
sebaliknya, domba-domba mengenal Gembalanya.
… Sama seperti Bapa mengenal Aku … Apakah saudara mengenal saya? Kalau saudara
mengenal saya, maka saudara pasti tahu seperti apa saya, seperti apa yang saya
alami, apa yang saya lakukan, pasti saudara tahu. Sebaliknya, saya harus
mengenal saudara, dan saya harus merasakan apa yang saudara rasakan. Belajar
untuk memberikan nyawa kepada TUHAN, dengan demikian kita saling kenal dan
mengenal.
Yesus
adalah Gembala yang baik, sekaligus sebagai Anak, Ia mengenal Bapa dan Bapa
mengenal Dia = dikenal dan mengenal. Pendeknya: Antara Bapa dan Anak saling
kenal mengenal. Inilah dasar sehingga Yesus Anak Allah rela membagi hidup-Nya,
rela menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya.
Jadi,
dasar sehingga Yesus, Anak Allah, rela membagi hidup-Nya, rela menyerahkan
nyawa-Nya di atas kayu salib bagi domba-domba-Nya, dasarnya adalah karena
saling kenal mengenal; seperti Bapa
mengenal Anak, sebaliknya Anak
mengenal Bapa. Ini adalah dasar yang baik, sehingga Yesus menyerahkan
nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya, bagi kehidupan saya dan saudara sebagai kawanan
domba Allah.
Kiranya
hal ini diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai antara yang satu
dengan yang lain tidak mau tahu; hanya sibuk dengan keinginannya, sibuk dengan
cita-citanya, sibuk dengan keinginan di hatinya, sibuk dengan keinginan
dagingnya. Orang semacam ini tidak akan mau bertanggung jawab, apalagi
mengorbankan dirinya.
Jadi,
dasar Yesus menyerahkan nyawa-Nya bagi sidang jemaat sebagai kawanan domba
adalah karena saling kenal mengenal. Kiranya hal ini dapat dipahami dengan
sungguh-sungguh.
Dikuatkan
kembali dalam Injil Lukas 10.
Lukas
10:21
(10:21) Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh
Kudus dan berkata: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi,
karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai,
tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan
kepada-Mu.
Sejenak
kita memperhatikan kalimat: “… bergembiralah
Yesus dalam Roh Kudus …”, sebelum saya lanjutkan untuk penjabaran ayat
berikutnya.
Saudara
jangan salah mengerti dengan ayat ini. Mengapa tiba-tiba saya sampaikan ayat
ini? Karena rupa-rupanya, dengan ayat ini, Setan memasuki rumah TUHAN untuk
merongrong, merusak kehidupan gereja TUHAN, merusak pengertian dari anak-anak
TUHAN. Setelah pengertian itu dirusak, akhirnya ada istilah “ketawa dalam
Roh”, sehingga pada waktu itu, begitu banyak gereja dengan sensasi yang
demikian; ketawa dalam Roh. Lalu,
setelah jemaat itu terpancing untuk “tertawa dalam Roh”, akhirnya gembala
sidang, hamba TUHAN tersebut menyerukan: “Ayo,
lanjut, masuk lebih dalam lagi.” Akhirnya, yang pada awalnya hanya satu dua
orang yang tertawa, akhirnya ditambah lagi, ditambah lagi, sampai seluruh
ruangan itu tertawa, dan mereka berkata bahwa itu adalah “tertawa dalam Roh.”
Ini adalah pengertian yang bodoh. Jangan kita ikuti pengertian semacam ini;
tidak ada istilah “tertawa dalam Roh.”
Seharusnya,
suasana itu adalah “penyembahan.” Yang TUHAN tuntut adalah “penyembahan”,
penyerahan diri, bukan “tertawa dalam Roh.” Kalau soal “kebahagiaan”, asal kita
berpegang teguh kepada Firman Allah, maka kita akan berkemenangan dan firman
itu akan memberi kebahagiaan.
Kalau
kita hidup di dalam Roh, maka keinginan daging akan dimatikan; itulah
kebahagiaan, sehingga tanpa rasa dan tanpa sadar, mulut ini berseru: “Ya Abba, Ya Bapa”, sebab Roh TUHAN dan
roh kita bersaksi bersama-sama di dalam penyembahan yang luar biasa dan heran
itu. TUHAN Yesus memberkati kita semua.
Selanjutnya;
Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan
langit dan bumi, Allah sesembahan kita yang menciptakan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi
orang bijak dan orang pandai. Orang bijak, orang pandai, orang berilmu di
dunia ini tidak dapat melihat segala sesuatu yang dilihat oleh Allah, tidak
dapat melihat segala sesuatu yang dilihat oleh Anak.
Tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil … tetapi hal yang
tersembunyi, hal yang belum diungkapkan dinyatakan kepada orang yang kecil.
Siapa yang kecil di sini? Orang yang kecil di sini, menunjuk kepada; orang yang
mau menjadi kecil karena dia mau mengorbankan diri-Nya oleh karena sengsara
salib. Hanya orang yang kecil yang mau mengenal orang lain; hanya orang yang
kecil yang mau mengenal kasih Bapa.
Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Biarlah kita
semua menjadi kecil, karena mengorbankan diri oleh sengsara salib. Itulah yang
berkenan.
Lukas
10:22
(10:22) Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan
tidak ada seorang pun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah
Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan
menyatakan hal itu."
Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh
Bapa-Ku
… Bapa telah menyerahkan segala sesuatunya kepada Anak.
… Dan tidak ada seorang pun yang tahu
siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak … Berarti, jelas
kalimat ini menunjukkan kepada kita; saling kenal dan mengenal.
Lalu,
siapa lagi yang mengenal Bapa, selain Anak? Dan
orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu, siapakah orang
itu? Orang itu tidak lain tidak bukan adalah orang orang yang kepadanya, Yesus,
Anak Allah, berkenan menyatakan hal itu.
Kalau
kita juga turut memikul salib seperti Yesus, Anak Allah, memikul salib, maka
kita pasti mengenal Bapa.
Siapa
yang mengenal Bapa, selain Anak? Ialah kehidupan anak-anak TUHAN yang berkenan
bagi Yesus, yakni mereka yang mau menjadi kecil, karena mengorbankan dirinya
oleh sengsara salib; itulah orang yang juga turut mengenal Bapa.
Jadi,
untuk yang kesekian kali saya sampaikan: Kalau ibadah dijalankan secara
liturgis, ibadah dijalankan secara rutinitas, ibadah dijalankan secara Taurat,
maka tidak akan pernah mengenal Bapa, sekalipun dia adalah orang bijaksana, orang
pandai; sekalipun dia adalah orang yang memiliki ilmu tinggi, gelar tinggi,
namun tidak akan pernah mengenal Bapa, selain Anak.
Siapa
“Anak” ? Ialah mereka yang mau disalibkan. Yesus yang mau disalibkan di bukit
Golgota, termasuk orang-orang yang mengorbankan diri oleh karena sengsara
salib; itu saja yang mengenal Bapa.
Sebab
Anak melakukan itu sesuai apa yang Dia dengar, sesuai apa yang Dia lihat dari
Bapa, itulah yang Dia lakukan, itu yang Dia beritakan ke dunia ini. Jadi, dasar
Yesus mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib di bukit Golgota adalah atas
dasar kenal dan mengenal; saling kenal dan saling mengenal.
Orang
dunia saja tahu istilah tak kenal maka
tak sayang. Karena kenal, maka sayang; karena tak kenal, maka tak sayang.
Ayo, belajar untuk menyelami isi hati TUHAN. Ayo, belajarlah dewasa.
Jadi,
tidak ada yang tahu siapakah Anak selain
Bapa, dan sebaliknya tidak ada yang tahu
siapa Bapa selain Anak dan orang-orang
yang berkenan bagi Yesus.
Intinya:
Yesus rela membagi hidup-Nya, rela memberikan nyawa-Nya karena telah diawali
dengan saling kenal dan mengenal.
Lukas
10:23
(10:23) Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya
tersendiri dan berkata: "Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu
lihat.
Selanjutnya,
Yesus berkata kepada murid-murid: “Berbahagialah
mata yang melihat apa yang kamu lihat.”
CONTOH;
Bapa Abraham, sebagai tokoh iman.
Roma
4:10-11
(4:10) Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum
atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya. (4:11) Dan tanda sunat itu diterimanya
sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia
bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak
bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka,
Dalam keadaan manakah hal itu
diperhitungkan?
Saat kapan TUHAN memperhitungkan Abraham? Saat kapan kehidupan kita
diperhitungkan?
Abraham
disebut sebagai bapa orang-orang percaya atau tokoh iman. Abraham adalah bapa
bagi orang yang bersunat dan bapa bagi orang yang tidak bersunat. Hal ini
menunjukkan kasih Allah sungguh heran dan luar biasa.
Jadi,
kebenaran itu diperhitungkan kepada Abraham bukan sesudah disunat, tetapi
sebelum ia disunat. Abraham percaya kepada Allah bukan karena sesudah disunat,
tetapi sebelum ia disunat, sehingga hal itu diperhitungkan sebagai kebenaran.
Berbahagialah
orang yang percaya sekalipun matanya tidak melihat, supaya itu diperhitungkan
sebagai kebenaran bagi kita semua.
Sejenak
kita melihat Kejadian 15.
Kejadian
15:5-6
(15:5) Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman:
"Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat
menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya
nanti keturunanmu." (15:6) Lalu
percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya
sebagai kebenaran.
Allah
berfirman kepada Abram: “Coba lihat ke
langit, hitunglah bintang-bintang.” Selanjutnya Allah berkata: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”
Melihat ke langit, artinya; melihat
perkara sorgawi, melihat perkara rohani, bukan perkara di bawah atau perkara di
bumi. Melihat perkara di bumi atau perkara di bawah, itu menunjuk; orang-orang yang
tidak memiliki iman.
Lalu
pada ayat 6: Lalu percayalah Abram kepada TUHAN … Abram percaya kepada TUHAN
bukan sesudah ia disunat,
Allah
berfirman kepada Abram: “Coba lihat ke
langit, hitunglah bintang-bintang.” Selanjutnya Allah berkata: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”
Allah berfirman demikian bukan sesudah Abram disunat, bukan, tetapi sebelum
Abram disunat. Nanti Abram disunat pada pasal 17, bersamaan dengan
Ismael.
Oleh
sebab itu, pada ayat 6, Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka
TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Jadi, dia
percaya kepada TUHAN sebelum ia disunat, maka TUHAN memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran.
Sekali
lagi saya sampaikan dengan tandas: Berbahagialah
orang yang percaya walaupun tidak melihat.
Jangan gengsi untuk meng-Amin-kan pernyataan ini, supaya hidupmu menjadi
firman TUHAN.
Ketika
TUHAN memperlihatkan keturunannya seperti bintang-bintang di langit, waktu itu;
-
Namanya
masih Abram.
-
Kemudian,
ia belum disunat.
Tetapi
Abram percaya kepada TUHAN; oleh karena itulah, TUHAN memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran.
Jangan
tunggu diberkati dulu baru datang beribadah. Jangan tunggu dapat pekerjaan yang
bagus baru melayani TUHAN sungguh-sungguh; itu tidak benar. Ini adalah orang
Kristen yang belum mengerti apa-apa; oleh sebab itu, TUHAN mau luruskan kita,
TUHAN mau mengenal kita supaya sebaliknya kita mengenal TUHAN, sehingga langkah
selanjutnya barulah kita mau mengorbankan diri lewat sengsara salib di tengah
ibadah yang dihubungkan langsung dengan salib.
Jadi,
saling kenal mengenal, itulah dasar untuk kita boleh mengorbankan diri lewat
memikul salib di tengah ibadah dan pelayanan ini. Kenal mengenal dulu; dikenal
dan mengenal.
Kejadian
22:1
(22:1) Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia
berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya,
Tuhan."
Abraham adalah nama sesudah ia disunat,
sesudah kelahiran baru oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, barulah
diberi nama baru, di mana di tengah-tengahnya disisipkan nama Allah;
ditambahkan huruf “H”, itu adalah nama Allah.
Lalu sahutnya: "Ya, Tuhan." Ayo, kehidupan
yang sudah dilahirkan baru, hidup yang sudah lahir baru, harus dengar-dengaran
kepada TUHAN; lebih dengar-dengaran kepada TUHAN dari pada suara daging ini,
kalau kita sudah ada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan ini.
Kejadian
22:2
(22:2) Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu,
yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah
dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan
Kukatakan kepadamu."
TUHAN
meminta dan menuntut supaya Abraham mempersembahkan Ishak, anak satu-satunya
itu, anak yang tunggal itu, sebagai korban bakaran di atas gunung Moria, bagi
TUHAN. Nah, TUHAN tuntut korban
bakaran dari Abraham.
Intinya:
Kepercayaan Abraham diuji, sebab TUHAN mengharapkan iman yang teruji di atas
bumi ini.
Jangan
kita menjalankan ibadah ini tanpa iman. Motor penggerak untuk kita dapat
menjalankan ibadah ini adalah iman. Iman yang seperti apa? Iman yang teruji.
Itu sebabnya, TUHAN menuntut Abraham untuk mempersembahkan anak tunggal, anak
satu-satunya untuk dipersembahkan sebagai korban bakaran di gunung Moria. TUHAN
menuntut iman yang teruji di atas bumi ini. Jangan kita asal ibadah tetapi
tidak ada tindakan iman. Banyak orang datang beribadah; melihat dulu baru percaya, itu adalah iman Tomas, tetapi Abraham tidak
seperti itu.
Kejadian
22:3
(22:3) Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia
memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak,
anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia
dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.
Keesokan
harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, lalu berangkat ke gunung Moria bersama
dengan Ishak serta dua orang bujangnya. Menunjukkan bahwa Abraham adalah
pribadi yang senantiasa menepati janjinya, bukan orang yang suka menunda-nunda
janji, tetapi sebaliknya pribadi yang senantiasa menepati janjinya kepada
TUHAN.
Kalau
seorang imam dipercayakan suatu tugas yang mulia, jangan tunda-tunda untuk
melakukannya, juga jangan tunggu hari esok kalau memang hari ini kita bisa
kerjakan. Saya greget (gemas) melihat anak-anak TUHAN yang seperti ini, apalagi
kalau ia adalah seorang imam.
Kejadian
22:4-5
(22:4) Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan
pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh. (22:5) Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah
kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami
akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu."
Setelah
perjalanan tiga hari, Abraham melihat gunung Moria, tempat yang mereka tuju
itu, lalu berkata kepada kedua bujangnya: “Tinggallah
kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami
akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.”
Artinya,
di dalam hal menepati janjinya, Abraham tidak mau diganggu dan tidak mau
dipengaruhi oleh orang lain. Abraham sudah tahu apa yang dia kerjakan; oleh
sebab itu, dia tidak mau diganggu, tidak mau dipengaruhi orang lain di dalam
hal menepati janjinya.
Bayangkan,
kalau dia mau menepati janjinya nanti di hadapan TUHAN untuk mengorbakan
anaknya, Ishak, anak tunggalnya sebagai korban bakaran, lalu sementara dua
orang bujangnya melihat, jangan-jangan mereka itu menjadi musuh nanti.
Sementara anaknya mau disembelih, lalu dua orang bujangnya melihat, maka
pastilah dua orang bujang ini akan berkata bahwa Abraham ini adalah orang gila; padahal, pekerjaan ini adalah
pekerjaan yang harus Abraham tepati di hadapan TUHAN, tanpa diganggu, tanpa
dipengaruhi oleh manusia lain.
Itulah
setelah saya selidiki, mengapa Abraham menyuruh dua bujangnya untuk tinggal,
mengapa tidak ikut dibawa ke atas gunung, sesuai dengan hukum yang keempat,
supaya semua berhenti pada hari Sabat -- mulai ternak, pembantu, semua disuruh
berhenti pada hari Sabat --, tetapi ini lain ceritanya. Kalau kita menepati
janji, tidak usah pakai perasaan orang yang ada di sekitar kita.
Suami
jangan batasi isteri untuk datang kepada TUHAN. Isteri jangan batasi suami
untuk melayani TUHAN. Juga orang tua jangan batasi anakmu untuk melayani TUHAN.
Tidak boleh dipengaruhi untuk menepati janji.
Kejadian
22:6
(22:6) Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban
bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya
dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan
bersama-sama.
Lihat,
sebagai tokoh iman, kita dapat melihat dua hal dari tindakan Abraham, YANG PERTAMA:
-
Kayu untuk korban bakaran dipikulkan di bahu
Ishak.
-
Di
tangannya ada api dan pisau.
Api à Api Roh Kudus. Pisau à Firman Allah yang tajam.
Firman
Allah dan Roh Allah dalam penyucian-Nya, adalah sarana yang tepat, yang baik,
untuk kita dapat mengasihi Allah, sebagaimana Yesus Kristus telah memikul salib
di bukit Golgota, itulah kasih Allah kepada manusia berdosa.
-
Pisau yang di tangan Abraham itu adalah Firman
Allah dalam kuasa penyucian-Nya.
-
Api yang di tangan Abraham, itu adalah Roh
Kudus dalam kuasa penyucian-Nya.
Hal
ini adalah sarana yang paling efektif, hal ini adalah sarana yang baik untuk
kita dapat mengasihi TUHAN dengan sungguh-sungguh, sebagaimana Yesus telah
memikul salib-Nya di bukit Golgota, itu merupakan kasih Allah yang besar
terhadap manusia berdosa. Jadi,
- Sementara kita mengalami penyucian oleh kuasa
firman, terimalah penyucian itu dengan rendah hati; jangan ditolak.
- Sementara kita mengalami penyucian oleh api
Roh Kudus yang menghanguskan tabiat daging, terimalah itu.
Terimalah
kuasa penyucian oleh firman dan Roh sebagai sarana untuk kita dimampukan
memikul salib, sarana untuk mengasihi TUHAN, sebagaimana Yesus, Anak Allah,
memikul salib, dan itu merupakan kasih Allah untuk dunia ini, seantero dunia
ini, kafir dan Israel.
Lihat,
sebagai tokoh iman, kita dapat melihat dua hal dari tindakan Abraham, YANG KEDUA: “Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.”
Apa
artinya? Artinya adalah ada kesepakatan. Tidak mungkin dua orang berjalan tanpa
ada janji dan kesepakatan, sebab itu adalah ayat firman. Apa itu kesepakatan?
Sehati, sepikir, seiya dan sekata. Biarlah kiranya kita semua berjalan
bersama-sama di dalam rangka pembangunan tubuh Kristus yang sempurna.
Walaupun
di tengah-tengah pembangunan tubuh kita banyak korban, bukan hanya tenaga,
pikiran dan waktu, tetapi juga uang dan materi, namun biarlah kita berjalan
bersama-sama, berarti; ada kesepakatan, sehati sepikir, seiya sekata.
Agenda
tahunan Kebaktian Natal Persekutuan: PENGAJARAN PEMBANGUNAN TABERNAKEL (PPT)
yang akan diselenggarakan hari Senin-Selasa, tanggal 28-29 Desember 2020,
dengan tiga sesi pemberitaan firman, biarlah itu kita doakan. Itu namanya
berjalan bersama-sama, ada kesepakatan.
Kejadian
22:7-8
(22:7) Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya:
"Bapa." Sahut Abraham: "Ya, anakku." Bertanyalah ia:
"Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban
bakaran itu?" (22:8) Sahut
Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban
bakaran bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
Di sini sudah ada api dan kayu, tidak disebut
pisaunya, karena Ishak adalah Anak tunggal Bapa, itulah gambaran dari Yesus
Kristus, Dialah Firman yang menjadi manusia.
Ishak
bertanya kepada Abraham: Di sini sudah
ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?
Lalu Abraham menjawab: Allah yang akan
menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.
Asal
ada kesepakatan, asal sehati dan sepikir, seiya dan sekata, maka Allah yang
menyediakan. Inilah gambaran dari saling kenal dan mengenal; ada kesepakatan.
Tidak mungkin ada kesepakatan kalau tidak saling kenal dan mengenal, tidak
mungkin ada korban bakaran kalau tidak saling mengenal.
Kalau
kita mengenal isi hati TUHAN yang paling dalam, tentu kita mengerti rencana
Allah di dalam rangka penyelamatan terhadap manusia berdosa. Oleh sebab itu,
diakhiri dengan kalimat: Demikianlah
keduanya berjalan bersama-sama. Jadi, betul-betul saling kenal dan
mengenal; kalau tidak, tidak mungkin ada kesepakatan, tidak mungkin ada korban,
tidak mungkin anak tunggal dikorbankan, sebagaimana Yesus, Anak tunggal Bapa,
rela memberikan nyawa-Nya, mengapa? Karena Dia bukan gembala upahan, karena Dia
bukan melakukan itu untuk dipuji-puji manusia.
Inilah
yang TUHAN tuntut; maukah kita berjalan bersama-sama di tengah ibadah dan
pelayanan ini? Kalau kita mau berjalan bersama-sama, berarti saling kenal
mengenal; Bapa mengenal Anak, sebaliknya Anak mengenal Bapa, di dalam rangka
pembangunan tubuh Kristus yang sempurna lewat pengorbanan-Nya di atas kayu
salib.
Tentu
saja kita bersyukur kepada TUHAN, sebab lewat pembukaan firman ini TUHAN
memberikan suatu pengertian yang baik, pengertian yang benar, pengertian yang
suci dan mulia. Berarti, pengertian ini membuat kita berkenan kepada TUHAN
tentunya. Karena kalau kita andalkan pengertian manusia duniawi (manusia
daging), tidak mungkin kita dapat menyenangkan hati TUHAN di tengah-tengah
ibadah dan pelayanan ini.
Ayo,
kalau kita sudah tahu rencana TUHAN, rencana soal ibadah, gunakan waktu yang
ada untuk istirahat. Jangan engkau korbankan ibadah hanya demi main game. Jangan engkau korbankan ibadahmu
hanya demi nonton TV.
Biarpun
kita datang dari desa, tetapi pengertian kita harus maju. Sekalipun kita tidak
punya ijazah, tetapi pengertian kita harus maju. Biarlah kita sadari itu semua,
kita harus tahu bahwa kita ini bukan siapa-siapa, kita ini bukan orang kaya,
kita datang dari desa. Kalau kita sadari itu, seharusnyalah kita lebih maju
dengan hati yang terbuka untuk pembukaan firman.
Oleh
sebab itu, dasar kita mengorbankan diri adalah saling kenal dan mengenal,
sehingga ada kesepakatan, keduanya -- berarti, satu dengan yang lain --
berjalan bersama-sama dalam rangka pembangunan tubuh Kristus yang sempurna.
Kejadian
22:9-10
(22:9) Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah
kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu,
diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu
api. (22:10) Sesudah itu Abraham
mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.
Dua
ayat ini bukankah menyeramkan secara logika? Kalau misalnya pada saat itu dua
bujang dari Abraham ada di situ, pastilah akan muncul reaksi-reaksi dari
manusia daging dan muncul reaksi dari pengertian manusia daging, lalu
mengatakan bahwa Abraham itu bodoh.
Itu
sebabnya, supaya rencana yang mulia ini tidak terhambat oleh pikiran manusia
daging, supaya rencana Allah yang sungguh agung dan mulia ini tidak terhambat,
maka Abraham tidak mengikutsertakan pengertian manusia daging, tidak
mengikutsertakan pikiran manusia daging dan perasaan manusia daging.
Lihat
saja, perhatikan di sini: Ketika mereka sampai di tempat yang dituju,
selanjutnya Abraham bertindak:
-
Mendirikan mezbah.
-
Disusunnyalah
kayu.
-
Diikatnya Ishak,
anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah.
Bukankah
ini adalah suatu tindakan yang konyol secara pikiran manusia daging? Ini adalah
suatu tindakan yang tragis secara manusia daging; tidak masuk di akal manusia
daging.
Dan
tidak berhenti hanya sampai di situ; selanjutnya Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih
anaknya.
Kalau
kita perhatikan di sini, DARI SISI ISHAK: Ishak tunduk dan pasrah = rela
menaklukkan dirinya, inilah bayangan dari salib di Golgota. Dia tidak ngomel, dia
tidak bersungut-sungut, dia tidak menggerutu, tidak memberontak kepada Abraham.
Sebetulnya,
ayat ini kalau kita baca sungguh mengerikan, tetapi dari sisi anak (dari sisi
Ishak); ia tidak berontak, ia tidak ngomel, ia tidak menggerutu, dia
menaklukkan dirinya untuk tunduk dan pasrah.
Banyak
di antara kita yang dididik dengan baik, tetapi justru ngomel. Diajar dengan
baik oleh nasihat firman, tetapi tidak mau mengerti, justru menganggap TUHAN
salah dan dia yang paling benar. Suka menunda-nunda pekerjaan, malas dan tidur,
tetapi ketika dididik justur ngomel dan ngomel; belum sampai pada penyembelihan
namun sudah ngomel. Yang dituntut oleh TUHAN dalam imannya supaya teruji,
tetapi ngomel setiap hari; ngomel di rumah, ngomel di facebook, ngomel di
Youtube, ngomel di tempat pekerjaan.
Tetapi
lihat Ishak; dia tunduk dan pasrah, gambaran dari Yesus, Anak Allah, yang
menaklukkan diri-Nya di atas kayu salib. Tidak bersungut-sungut, tidak ngomel,
tidak menggerutu; tunduk dan pasrah.
DARI
SISI ABRAHAM: Abraham tidak menggunakan perasaan sebagai manusia, tidak
menggunakan pikiran perasaan manusia daging, itulah sebabnya ia tidak
menyertakan kedua bujangnya supaya tidak menghalangi rencana Allah yang besar
ini.
Tidak
menggunakan pikiran manusia daging, itu dari sisi Abraham. Kalau menggunakan
logika, maka tentu saja Abraham akan berkata: “TUHAN, Engkau telah berjanji bahwa aku ini akan menjadi bapa orang
beriman, keturunanku seperti bintang di langit banyaknya, tetapi kalau Ishak,
anak tunggal ini, saya sembelih, bagaimana mungkin aku bisa menjadi bapa orang
beriman?” Namun kata-kata ini tidak terucap dari mulutnya. Apa yang
dikatakan oleh TUHAN, itulah yang dia lakukan, “Ya TUHAN”; menandakan bahwa Abraham ini adalah pribadi yang
dengar-dengaran sampai terwujudlah rela
memberikan nyawa anaknya, Ishak.
Jika
kita mengenal TUHAN dan rencana-Nya, maka apapun pasti kita korbankan, bukan?
Tidak akan kita biarkan perasaan manusia daging menghalangi rencana Allah yang
besar ini.
Kejadian
22:11-12
(22:11) Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit
kepadanya: "Abraham, Abraham." Sahutnya: "Ya, Tuhan." (22:12) Lalu Ia berfirman:
"Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui
sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk
menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."
Akhirnya,
dari tindakan Abraham ini, TUHAN mengetahui, TUHAN mengenal pribadi Abraham
yang sesungguhnya sebagai pribadi yang takut akan Allah dan tidak segan-segan
menyerahkan anaknya yang tunggal kepada TUHAN.
Jadi,
pengorbanan itu terwujud karena saling kenal dan mengenal.
Ayo,
belajar untuk mengerti rencana TUHAN. Yang sudah berjanji iman untuk Kebaktian
Natal Persekutuan: PENGAJARAN PEMBANGUNAN TABERNAKEL (PPT), kerjakanlah itu,
belajarlah untuk mengerti rencana TUHAN. Saya juga sudah beri contoh itu, tidak
perlu diungkit-ungkit; apapun menjadi hak saya, namun saya harus berikan. Jadi,
tidak hanya mulut pandai bicara, tetapi saya sudah melakukan dan terus belajar
untuk melakukan.
Sekali
lagi saya sampaikan: Apa yang menjadi bagian saya, namun saya berikan untuk
TUHAN, supaya jangan hanya bisa bicara.
Kejadian
22:13-14
(22:13) Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan
di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil
domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya. (22:14) Dan Abraham menamai tempat itu:
"TUHAN menyediakan"; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang:
"Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."
Tetapi
jangan salah; satu sisi kita mengorbankan diri oleh sengsara salib, tetapi di
sisi lain; "Di atas gunung TUHAN,
akan disediakan." Supaya tergenapi; nama-Nya sesuai dengan tabiat-Nya,
“Yehova Jirreh”, Allah menyediakan.
Jadi,
TUHAN ajar kita untuk mengorbankan diri oleh sengsara salib bukanlah untuk
merugikan kita, sebab di akhirnya Allah adalah Yehova Jirreh, Allah menyediakan segala sesuatu; di atas gunung
TUHAN, di atas rumah TUHAN, di tengah ibadah dan pelayanan, Allah menyediakan
segala sesuatu, sebab tanduk anak domba itu sudah tersangkut ke semak
belukar, artinya; Yesus sudah menanggung penderitaan itu di atas kayu
salib.
Allah
menyediakan segala sesuatu; oleh sebab itu, tidak usah merasa rugi. Apa yang
menjadi hakmu, lalu hakmu itu engkau persembahkan, ingat; Allah yang menyediakan segala sesuatu.
Kita
bersyukur, karena ternyata Rasul Paulus ini telah meneladani apa yang
dikerjakan oleh Yesus, sehingga apa yang ia katakan kepada jemaat di
Tesalonika, pada 1 Tesalonika 2:7-8
itu terbukti; rela memberikan nyawanya kepada jemaat di Tesalonika, dan itu sangat
terbukti. Marilah kita masing-masing membuktikan diri bahwa kita rela
mengorbankan diri karena sengsara salib sebagai korban bakaran di hadapan
TUHAN.
Korban
bakaran itu berarti potongan daging yang dipersembahkan di atas mezbah itu
dibiarkan sampai pagi… Imamat 6:8-13, sementara kayu dan apinya
menyala-nyala. Berarti, korban bakaran itu sampai hangus, itulah penyerahan
diri sepenuh untuk taat kepada TUHAN.
Penyembahan kita malam ini adalah penyerahan diri sepenuh untuk TUHAN.
Amin.
TUHAN YESUS
KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita Firman:
Gembala Sidang;
Pdt. Daniel U. Sitohang