IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 18 FEBRUARI 2025
SURAT YUDAS
YUDAS 1:5
(Seri 13)
Subtema: MENDIRIKAN PATUNG
BERHALA BUATAN TANGAN SENDIRI
Pertama-tama saya mengucapkan puji
dan syukur kepada TUHAN, oleh karena rahmat-Nya kita sekaliannya dihimpunkan
oleh TUHAN di atas gunung TUHAN yang kudus, sehingga kita boleh datang
menghadap kepada Dia lewat Ibadah doa penyembahan. Itu artinya sebentar kita
akan tersungkur di ujung kaki salib TUHAN, sujud menyembah kepada Dia.
Saya juga tidak lupa menyapa
anak-anak TUHAN, umat ketebusan TUHAN yang turut bergabung dengan penggembalaan
GPT “Betania” Serang & Cilegon lewat online/live streaming/video internet
baik dari Youtube maupun dari Facebook atau media sosial lainnya yang dapat dipergunakan
baik di dalam maupun di luar negeri, dimanapun saudara berada.
Selanjutnya, dari tempat ini kami
memohon dan berdoa kepada TUHAN, biarlah kiranya damai sejahtera dari Sorga
memenuhi kehidupan kita pribadi lepas pribadi untuk memberi satu sukacita dan
kebahagiaan saat kita duduk diam mendengarkan firman TUHAN dekat kaki TUHAN.
Namun, tetaplah berdoa dalam Roh, mohonlah kemurahan TUHAN supaya Firman yang
dibukakan itu memberkati dan meneguhkan hati kita pribadi lepas pribadi untuk
selanjutnya membawa kita tersungkur di ujung kaki salib TUHAN.
Mari kita sambut SURAT YUDAS sebagai
firman penggembalaan untuk Ibadah Doa
Penyembahan.
Yudas 1:5
(1:5) Tetapi,
sekalipun kamu telah mengetahui semuanya itu dan tidak meragukannya lagi, aku
ingin mengingatkan kamu bahwa memang Tuhan menyelamatkan umat-Nya dari tanah
Mesir, namun sekali lagi membinasakan mereka yang tidak percaya.
TUHAN menyelamatkan umat Israel dari tanah Mesir, namun membinasakan
mereka di padang gurun, yakni; orang-orang
yang tidak percaya.
Mesir adalah
gambaran dunia dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya, antara lain; keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup (1 Yohanes 2:15).
Saudara, kisah penyelamatan bangsa
Israel dari tanah Mesir adalah kisah yang sangat melegenda bagi bangsa Israel
turun-menurun. Dan kisah itu juga sangat melegenda bagi kita (orang Kristen) di
dunia ini. Namun, sekalipun kisah ini sudah melegenda / familiar di atas muka
bumi ini, kisah ini sengaja diangkat ke permukaan dengan lain kata sengaja
diceritakan kembali oleh Yehuda (Yudas), dengan satu tujuan: untuk memperingatkan gereja TUHAN di
hari-hari terakhir ini supaya jangan mengalami hal yang sama.
Demikian halnya dengan rasul Paulus,
ia memperingatkan jemaat di Korintus
dengan kisah yang sama dalam 1 Korintus
10. Sedangkan 1 Korintus 10:1-4
intisarinya adalah; umat Israel ditebus atau diselamatkan dari tanah Mesir
(tanah perbudakan).
1 Korintus 10:5
(10:5) Tetapi
sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari
mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.
Bagian yang terbesar
dari bangsa Israel ditewaskan di
padang gurun, meskipun mereka telah ditebus (diselamatkan) dari tanah
perbudakan, secara khusus bagian yang terbesar
Bagian yang terbesar -> generasi
pertama dari bangsa Israel yang lahir di Mesir.
TUHAN tidak berkenan kepada bagian
yang terbesar dari bangsa Israel sebab mereka tidak percaya terhadap janji TUHAN, seperti yang dijanjikan kepada
Abraham, Ishak dan Yakub, nenek moyang bangsa Israel.
1 Korintus 10:6-10
(10:6) Semuanya
ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya
jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,
(10:7) dan supaya jangan kita
menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari
mereka, seperti ada tertulis: "Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum;
kemudian bangunlah mereka dan bersukaria." (10:8) Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang
dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas
dua puluh tiga ribu orang. (10:9) Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti
yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut
ular. (10:10) Dan janganlah
bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka,
sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.
Apa yang telah terjadi dan menimpa
bangsa Israel di padang gurun, itu merupakan contoh untuk memperingatkan
gereja TUHAN di hari-hari terakhir ini. Antara lain:
1.
Jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat … (ayat
6).
2.
Jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala … (ayat 7).
3.
Janganlah kita melakukan percabulan … (ayat
8).
4.
Janganlah kita mencobai TUHAN … (ayat
9).
5.
Janganlah bersungut-sungut … (ayat
10).
Kita akan membahas kelima hal
tersebut satu persatu. Dan malam ini kita akan membahas….
Tentang: SUPAYA JANGAN KITA MENJADI PENYEMBAH-PENYEMBAH
BERHALA (BAGIAN KEDUA)
Keluaran 32:1-35
inti sarinya adalah bangsa Israel menjadi penyembah-penyembah berhala, mereka
menyembah patung anak lembu emas tuangan
Keluaran 32:8
(32:8) Segera
juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka
telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah
dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu
yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir."
Sesungguhnya, bangsa Israel telah
diselamatkan dari tanah Mesir, namun, di padang gurun bangsa Israel menyimpang
dari jalan TUHAN / menyimpang dari perintah TUHAN sebab...
a.
Mereka telah membuat anak lembu emas tuangan
b.
Kepadanya mereka sujud menyembah
c.
Kepadanya mereka mempersembahkan korban
Perlu untuk diketahui, sebenarnya,
meninggalkan jam-jam ibadah karena sesuatu, disebutlah itu penyembahan berhala.
Ketiga hal ini akan ikuti
penjelasannya, sebagai berikut:
KETERANGAN: Mereka telah membuat anak lembu emas tuangan
= mendirikan patung berhala.
Itu berarti; patung berhala itulah
anak lembu emas tuangan adalah buatan tangan manusia
Mari kita lihat patung berhala
buatan tangan manusia di dalam…
Mazmur 11:4-6 --- Perikop: Kemuliaan hanya bagi Allah
(115:4)
Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, (115:5) mempunyai mulut, tetapi
tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat,
(115:6) mempunyai telinga, tetapi
tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium,
Patung berhala buatan tangan manusia
ternyata…
1.
Mempunyai mulut
tetapi tidak dapat berkata-kata.
2.
Mempunyai mata,
tetapi tidak dapat melihat.
3.
Mempunyai telinga,
tetapi tidak dapat mendengar.
4.
Mempunyai hidung,
tetapi tidak dapat mencium.
Nampaknya, patung berhala mempunyai empat indera yaitu; mulut, mata, telinga dan hidung, Namun kenyataannya, empat indera
tersebut tidak aktif dan tidak berfungsi
karena tidak ada satu tindakan dari empat indera tersebut.
Pendeknya, keempat indera pada
patung berhala tersebut hanyalah formalitas semata.
Saudara, demikianlah kehidupan
seseorang jika ia dengan sengaja mendirikan patung berhala bagi dirinya
sendiri, dengan lain kata; beribadah hanya sebatas formalitas saja, tidak bisa
mengikuti aturan ibadah. Sebelum ibadah harusnya ikut latihan atau bernyanyi,
malah duduk di luaran sana, itu tidak baik, itu ibadah formalitas saja,
melayaninya pun formalitas saja, tidak mau ikut aturan dari Sorga, bikin aturan
sendiri / mendirikan patung berhala bagi diri sendiri.
Berkali-kali saya nasihati, begitu
sampai di gereja, kalaupun ibadah belum di mulai, segera masuk ke dalam gereja,
jangan duduk-duduk atau jajan di luaran sana. Tetapi kenyataannya, masih saja
saya temukan yang seperti itu, bahkan imam; ia masih mendirikan patung berhala
buatan tangan sendiri, sehingga ibadah itu menjadi formalitas. Sama seperti
empat indera pada patung berhala, nampaknya mempunyai pancaindera, tetapi ternyata
hanya formalitas, karena tidak aktif dan tidak berfungsi. Kalau saudara
memahami hal ini, saudara pasti ada penyesalan dan menangis, ada satu kerinduan
untuk berubah (bertobat). Bertobat itu jangan sekedar formalitas.
Jadi, sekali lagi saya sampaikan
keempat indera yang terdapat pada patung berhala buatan tangan manusia
tersebut, ternyata hanyalah formalitas. Demikianlah kehidupan seseorang jika ia
dengan sengaja mendirikan patung berhala bagi dirinya sendiri…
-
Jika ia berbicara dengan mulutnya; hanyalah sekedar formalitas.
-
Jika ia melihat (memandang) dengan matanya, hanya sekedar memandang, tanpa
memperhatikan apa yang ia lihat.
Kalau saudara mempunyai mata, gunakanlah dengan
baik. Kelebihan dari orang lain itu perlu diperhatikan.
-
Jika ia mendengar dengan telinga, hanyalah sekedar mendengar, dia tidak menanggapi apa yang
dia dengar.
-
Jika ia mencium dengan hidung, hanyalah sekedar, sehingga ia tidak peduli terhadap apapun, kecuali dirinya sendiri.
Lihat anjing, itu sangat berguna dan berfungsi
bagi kepolisian untuk mendapatkan informasi yang jelas, untuk mengetahui kejahatan dalam segala jenis
kejahatan, baik itu narkoba, pembunuh dan lain sebagainya. Karena apa? Seekor anjing mempunyai penciuman yang begitu hebat.
Maka jangan heran, kalau saudara berjumpa dengan anjing, maka anjing itu akan
datang menghampiri saudara. Dan pertama-tama anjing itu akan mencium bau daging
(tubuh) saudara. Tetapi jika mencium dengan hidung hanyalah sekedar, maka ia
tidak akan peduli siapapun kecuali terhadap dirinya sendiri.
Itulah dampak dari mempunyai empat
indera tetapi hanya bersifat formalitas.
Kalau ibadah formalitas tidak menyenangkan hati TUHAN.
Kemudian, perlu untuk diketahui: patung berhala tidak mempunyai indera
kelima yaitu; kulit pipi (perasaan).
Demikian juga seseorang, bila ia
mendirikan patung berhala bagi dirinya sendiri, ia tidak akan pernah merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain (orang yang disekitarnya). Jangan kita
seperti ini saudara, tidak bagus.
Seharusnya...
-
Jika orang lain susah, kira turut merasakannya.
Berarti; tidak membiarkan orang lain dalam
kesusahannya.
-
Jika orang lain menderita, kita juga turut
merasakannya.
Berarti; tidak membiarkan orang lain dalam
penderitaan (kesukaran) nya yang begitu hebat.
-
Jika orang lain bersukacita, maka kita pun turut
merasakannya.
Berarti; tidak ada iri, dengki, benci dan tidak
ada rasa cemburu.
Jadi indera kelima yang tidak
terdapat pada patung berhala buatan tangan manusia. Lihatlah orang yang
mendirikan patung berhala bagi dirinya
sendiri; ia tidak akan pernah memiliki indera kelima, tidak akan pernah
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, apalagi perasaan TUHAN.
Galatia 6:2-3 --- Perikop: Saling membantulah kamu
(6:2) Bertolong-tolonganlah
menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. (6:3) Sebab kalau seorang menyangka,
bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya
sendiri.
Syarat untuk memenuhi hukum Kristus
atau kemurahan-Nya:
-
Saling membantu satu dengan yang lain
-
Saling tolong menolong satu dengan yang lain
Di dalam hal menanggung beban antara
satu dengan yang lain.
Pendeknya, jika seseorang tidak memenuhi hukum Kristus; ia menipu diri sendiri. Oleh sebab itu, jangan ada orang menganggap
dirinya “berarti”, menganggap dirinya ”sudah berbuat”…
-
Hanya karena dia datang
beribadah.
-
Hanya karena seorang
imam ada di tengah-tengah ibadah tersebut untuk tugas, sesuai dengan tata cara
ibadah yang ada.
Kalau hanya sekedar datang
beribadah, lalu imam datang melayani sesuai dengan tata cara ibadah, bukan
berarti dia sudah berguna dan berarti; belum tentu, ini harus diperhatikan.
Oleh sebab itu, sekali lagi saya
sampaikan, jangan sekedar formalitas datang beribadah. Kalau sudah tiba di area
gereja, jangan lagi duduk-duduk di luaran sana. Kalau seperti itu, tujuanmu
datang beribadah hanyalah formalitas.
Sidang jemaat datang di tengah
ibadah dan menganggap dirinya “berarti”, tetapi tidak mau memperhatikan satu
dengan yang lain, belum tentu “berarti.” Jadi, kita harus tau terkait dengan
kehidupan yang berarti dihadapan TUHAN.
Bertolong-tolonganlah antara satu
dengan yang lain, saling membantulah antara satu dengan yang lain, supaya
kehidupan kita ini berarti bagi TUHAN dan sesama. Kalau beribadah dan melayani
hanya dengan tata cara liturgis, dan tidak mau memperhatikan sesamanya, belum
tentu dia “berarti” justru ia menipu dirinya sendiri.
Sekali lagi saya sampaikan; jikalau tidak merasakan apa yang dirasakan
orang lain = menipu dirinya sendiri, karena sesungguhnya ia tidak berguna
dan tidak “berarti” bagi orang lain sekalipun datang beribadah dan imam
melayani di tengah-tengah ibadah, sesuai dengan aturan-aturan liturgis yang
ada.
Itu sebabnya, bukan untuk
menonjolkan diri, saya belajar untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain, walaupun saudara tidak melihatnya. Jemaat yang belum bekerja, bagaimana
caranya supaya ia dapat pekerjaan; tentu ada usaha dalam tindakan dan doa, saya
belajar untuk tidak bermasa bodoh dan juga dalam hal yang lain. Kalau tidak,
maka dia menipu dirinya sendiri, karena dia telah menganggap dirinya beribadah
dan melayani TUHAN di tengah ibadah
sesuai dengan aturan / tata cara / liturgis yang ada.
Galatia 4:4-5
(6:4) Baiklah
tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat
keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain. (6:5) Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri.
Perlu untuk diketahui: setiap orang
akan diberikan satu tanggungjawab oleh TUHAN, maka ia boleh bermegah melihat
keadaannya sendiri (tidak lagi menipu diri sendiri).
Artinya; letak kepuasan kita adalah
manakala kita merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Seringkali saya sampaikan hal itu
kepada isteri saya, misalnya; membeli baju dengan harga murah untuk anak,
isteri saya, tetapi kelihatan mewah, hati ini rasanya puas. Kalau mahal dan
mewah, itu wajar, tetapi kalau membeli sesuatu “yang murah tetapi mewah” itu
rasanya puas. Orang lain tertolong oleh karena doa, rasanya; puas. Kemudian,
oleh hasil doa kita semua menjadi taat dan dengar-dengaran, apalagi imam-imam,
tidak bebal dan tidak susah diatur; puas rasanya.
Galatia 6:9
(6:9) Janganlah
kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan
menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Perlu untuk diketahui: apa yang kita
tabur, itu yang kita tuai.
Oleh sebab itu, jangan kita
jemu-jemu berbuat baik, karena apabila tiba waktunya, kita akan menuai apa yang
kita tabur.
Jadi, tidak rugi merasakan apa yang
dirasakn oleh orang lain. Kita harus memiliki indera yang lengkap; mata, telinga, hidung, mulut dan kulit pipi (perasaan).
Syaratnya: asal kita jangan menjadi lemah dan putus asa di
tengah jalan.
Ada kalanya kita merasa telah
berbuat baik, tetapi hasil dari perbuatan baik kok nampaknya tidak memberi
dampak positif. Akhirnya seseorang bisa lemah, putus asa dan berhenti berbuat
untuk baik dan tidak mau lagi merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Tetapi untuk menuai apa yang kita tabur, syaratnya; asal jangan kita menjadi
lemah dan berputus asa.
Galatia 6:10
(6:10) Karena
itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada
semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
Marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi
terutama kepada kawan-kawan kita seiman, bukan
saudara dagingmu yang tidak percaya kepada TUHAN. Jadi, pemikiran saudara harus
mau diluruskan. Semoga dengan pengertian ini kita berubah.
Singkat kata, selagi masih ada
waktu, kesempatan, umur panjang, kesehatan, kekuatan, tetaplah dan berusahalah
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, terutama kawan-kawan seiman,
mula-mula dalam kandang penggembalaan, kemudian lebih besar lagi; sesama
Kristen (di luar kandang penggembalaan). Saya berharap kita mau belajar untuk
hidup sesuai dengan kebenaran Firman yang kita terima malam ini.
Ibrani 2:17
(2:17) Itulah
sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan
saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh
belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh
bangsa.
Yesus adalah Allah yang menjadi
manusia, lebih tepatnya; Ia harus
disamakan dengan saudara-saudara-Nya (kawan-kawan seiman), sehingga dengan
demikian; Ia layak menjadi Imam Besar
Agung.
Jadi, kalau Ia merasakan apa yang
dirasakan oleh kawan-kawan seiman, maka ia layak menjadi Imam Besar Agung.
Itu sebabnya….
-
Ia menaruh belas kasihan.
Ini adalah tanda bahwa Ia merasakan apa yang
dirasakan manusia (kawan-kawan seiman).
-
Setia kepada Allah untuk mengerjakan penebusan dan pendamaian atas
dosa dunia
Jadi, kalau TUHAN merasakan apa yang
dirasakan oleh manusia, maka kita juga harus belajar dengan pribadi Yesus,
Dialah Allah yang menjadi manusia, itu adalah satu contoh (teladan) yang harus
kita teladani bersama-sama. Apalagi imam-imam, melayani TUHAN tidak boleh
sekedar formalitas, melayani TUHAN harus memiliki indera kelima; merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain. Jadi, jangan melayani hanya untuk mencari
puji-pujian, jangan melayani supaya dilihat orang lain “seperti rohani”, nanti
ujung-ujungnya gagal di kemudian hari, karena kita semua diuji oleh waktu.
Ibrani 4:15
(4:15) Sebab Imam
Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai,
hanya tidak berbuat dosa.
Yesus Kristus Anak Allah adalah Imam
Besar Agung dengan bukti; Ia turut merasakan apa yang kita rasakan sekarang
ini, turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Manusia banyak ditandai dengan
kelemahan, tetapi percyalah kita mempunyai seorang Imam Besar Agung, Dia turut
merasakan apa yang kita rasakan.
Saudaraku, tentang empat indera itu
berbicara formalitas, kemudian, tentang indera kelima; kulit pipi (perasaan)
juga sudah dijabarkan. Sekarang kita kembali untuk memperhatikan patung berhala
buatan tangan manusia.
Mazmur 115:7
(115:7) mempunyai
tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak
dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya.
Patung berhala buatan tangan
manusia:
-
Mempunyai tangan tetapi tidak dapat meraba
(menjamah).
-
Mempunyai kaki tetapi tidak dapat berjalan.
-
Tidak dapat memberi
suara dengan kerongkongannya ketika memuji TUHAN.
Patung berhala buatan tangan
manusia, nampaknya mempunyai tangan, kaki
dan kerongkongan, namun
kenyataannya, baik tangan, kaki dan kerongkongannya tidak berfungsi sama
sekali, sehingga tidak nampak aktivitas (tindakan) dari ketiga hal tersebut.
Demikianlah kehidupan seseorang jika dengan sengaja mendirikan patung berhala
bagi dirinya sendiri. Perhatikanlah hal ini dengan sungguh-sungguh. Firman
Allah yang didengar harus tanggap dan dilihat serta diperhatikan.
-
Tangan tidak dapat menjamah.
Artinya; tidak dapat menyatakan suatu kebenaran
dengan perbuatan hidupnya.
Tangan = Perbuatan hidup seseorang
-
Kaki tidak dapat berjalan.
Artinya; tidak dapat melangkah sesuai dengan
ketetapan Firman Allah. Persis seperti bangsa Israel yang telah diselamatkan
(ditebus) dari tanah Mesir, tanah perbudakan, namun pada akhirnya menyimpang
dari jalan yang TUHAN perintahkan, mereka mendirikan patung lembu emas tuangan
di Padang Gurun.
Kaki -> pendirian atau
langkah-langkah hidup.
Perlu untuk diketahui: Firman Allah yang tertulis pada
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah dasar
pendirian hidup kita
- Perjanjian Lama
= kitab para nabi.
- Perjanjian Baru
= kitab para rasul.
Keduanya adalah dasar pendirian hidup kita.
Jadi, kalau seseorang tidak menghargai kitab
Perjanjian Lama yang ditulis oleh para nabi = tidak menghargai nubuat. Demikian
juga kalau tidak menghargai Perjanjian Baru yang ditulis oleh para Rasul,
menyatakan suatu penglihatan, dan membukakan rahasia kerajaan Sorga, maka ia
akan menyimpang dari jalan yang
diperintahkan oleh TUHAN.
-
Kerongkongan tidak dapat bersuara.
Artinya; tidak dapat mengeluarkan suara
puji-pujian dan suara penyembahan.
Sekarang kita akan bandingkan dengan
orang yang beribadah kepada TUHAN, sekaligus menjadi JALAN KELUARNYA.
Mazmur 68:25-27
(68:25) Orang
melihat perarakan-Mu, ya Allah, perarakan Allahku, Rajaku, ke dalam tempat
kudus. (68:26) Di depan berjalan
penyanyi-penyanyi, di belakang pemetik-pemetik kecapi, di
tengah-tengah dayang-dayang yang memalu rebana. (68:27) "Dalam jemaah pujilah Allah, yakni TUHAN, hai kamu
yang berasal dari sumber Israel!"
Di tengah-tengah ibadah, jemaat
TUHAN haruslah menaikkan pujian kepada TUHAN.
Intinya..
-
Pada barisan depan berjalan penyanyi-penyanyi.
Demikian juga di dalam hal menjalankan ibadah
(ketekunan dalam tiga macam ibadah pokok), diawali dengan nyanyian / pujian
kepada TUHAN. Sebab itu, jangan kurangi nilai (bobot) dari nyanyian, karena itu
puji-pujian bagi TUHAN.
Jadi, sebelum sampai kepada pemberitaan Firman, di depan ada penyanyi-penyanyi,
maksudnya; dalam setiap ibadah diawali dengan nyanyian sebagai puji-pujian dan
syukur kita kepada TUHAN. Nanti pasti bisa menikmati pembukaan rahasia firman Allah.
Kalau sudah waktunya ibadah, duduklah dalam gereja, jangan lagi duduk-duduk di luar
sana, itu namanya tidak tidak menghargai ibadah, tetapi sedang mendirikan
patung berhala buatan tangan sendiri.
Saya pesankan; jangan ada yang seperti itu lagi,
kalau sudah masuk rumah TUHAN jangan jajan-jajan di luaran sana.
-
Barisan belakang; pemetik-pemetik kecapi.
Hal ini menunjuk kepada doa penyembahan, sebagai akhir atau puncak dari ibadah.
Jadi, dalam arak-arakan ini, TUHAN sedang
menutun kawanan domba. Dia juga sebagai Imam Besar Agung sedang memimpin ibadah kita sampai kepada
puncak ibadah itulah doa penyembahan.
-
Di tengah-tengah barisan TUHAN; dayang-dayang
memukul rebana.
Dayang-dayang berbicara tentang penolong dan penghibur.
Saudara
masih ingat Ester? Ia terlebih dahulu
diasingkan selama satu tahun penuh, sebelum raja Ahasyweros memilih satu dari
semua perempuan-perempuan yang diasingkan. Lalu, pada semester pertama mereka
dikasih perawatan-perawatan, begitu juga semester kedua. Tetapi khusus kepada
Ester; diberi tujuh dayang-dayang (penolong dan penghibur), jelas menunjuk
kepada kuasa Roh Kudus.
Jadi, dayang itu berbicara tentang penghibur dan
penolong -> Roh Kudus dengan pekerjaan-Nya.
Saudara, ini adalah cara TUHAN
memimpin sebuah ibadah. Diawal ibadah kita menaikkan nyanyian-nyanyian untuk
memuji TUHAN. Di tengah-tengahnya TUHAN hadir (parakletos), Roh Kudus menolong
kita di tengha-tengah kita menjalankan ibadah itu. Jadi, jangan kita coba-coba
mendirikan patung berhala buatan tangan sendiri.
Saya juga demikian, dalam pelayanan pemberitaan Firman tidak akan
mampu menyampaikan Firman dengan kekuatan sendiri dan pikiran saya untuk
mengingat ayat-ayat Firman juga terbatas. Itulah perlunya dayang-dayang
(penolong).
Singkat kata, sidang jemaat harus
tekun dalam tiga macam ibadah pokok:
1.
Penyanyi-penyanyi -> Ibadah Pendalaman Alkitab.
2.
Dayang-dayang -> Ibadah
Raya Minggu.
3.
Pemetik kecapi -> Ibadah
Doa Penyembahan sebagai puncak ibadah (barisan belakang)
Dengan demikian, ketekunan dalam
tiga macam ibadah pokok adalah tanda bahwa kerongkongan
telah diberkati oleh TUHAN.
Apa kelebihan dari anak-anak TUHAN yang suka beribadah? Pita suaranya diberkati oleh Tuhan. Jadi, kalau berlomba di
Idol Indonesia, pasti yang menjadi pemenangnya selalu anak-anak TUHAN;
kerongkongannya diberkati.
Jangan kita sebagai pelayan TUHAN,
teramat lebih pemimpin pujian dan singer, tetapi malas menaikkan puji-pujian. Tetapi
mulai dari sekarang; belajarlah, itu tanda kerongkongan diberkati oleh TUHAN. Pendeknya,
tekun dalam tiga macam ibadah pokok adalah tanda kerongkongan diberkati oleh
TUHAN.
Demikian juga, TUHAN mengharapkan
puji-pujian lewat nyanyian syukur kita, sampai kepada penyembahan karena TUHAN
mau dipuji dan disembah oleh seluruh bangsa di bumi ini, sebagai mana di dalam Filipi 2:9-10 --- Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan
kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut
segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.
Kidung Agung 2:14
(2:14) Merpatiku
di celah-celah batu, di persembunyian lereng-lereng gunung, perlihatkanlah
wajahmu, perdengarkanlah suaramu! Sebab merdu suaramu dan elok wajahmu!"
Merpatiku di celah-celah batu.
Kehidupan yang diurapi oleh TUHAN,
tekun dalam tiga macam ibadah pokok = ada di dalam gunung batu, ada di dalam
TUHAN Yesus Kristus = berdiri di atas korban Kristus.
Kemudian, TUHAN Yesus berkata kepada
yang diurapi…
1.
Perlihatkanlah wajahmu, berarti telah terjadi penyucian, sampai nanti
oleh penyucian itu gereja TUHAN sempurna; bercahaya kemuliaan Allah, memancarkan cahaya kemuliaan Allah.
2.
Perdengarkanlah suaramu -> doa penyembahan
Jadi jangan malas menaikkan pujian kepada TUHAN
sampai pada akhirnya berada pada puncak ibadah, yakni; doa penyembahan.
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA MEMPELAI PRIA
SORGA MEMBERKATI
Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment