IBADAH DOA
PENYEMBAHAN, 23 JUNI 2020
KITAB KOLOSE
(Seri: 102)
Subtema: KRISTUS MENGASIHI SIDANG
JEMAAT
Shalom.
Pertama-tama
saya mengucapkan puji syukur kepada TUHAN; oleh karena kasih dan kemurahan-Nya,
kita dimungkinkan untuk berada di tengah perhimpunan Ibadah Doa Penyembahan.
Saya juga
tidak lupa menyapa umat TUHAN, anak-anak TUHAN, hamba-hamba TUHAN yang sedang
mengikuti pemberitaan Firman TUHAN lewat live streaming video internet
Youtube, Facebook di mana pun anda berada; secara khusus sidang jemaat yang di
Serang Residence, di Cilegon, di Bumi Cilegon Asri (BCA), di Taman Krakatau
(TK), di Perumnas, kiranya kita boleh merasakan hadirat TUHAN lewat pembukaan
Firman TUHAN yang sebentar akan kita terima.
Segera kita
sambut surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada sidang jemaat di Kolose,
sebagai firman penggembalaan untuk Ibadah Doa Penyembahan.
Kolose 3:19
(3:19) Hai suami-suami, kasihilah
isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
“Hai
suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia”
Sebelum
penjelasan ini disampaikan lebih dalam (lebih jauh), terlebih dahulu saya
sampaikan, bahwa: Allah, itulah pribadi dari TUHAN Yesus Kristus,
merupakan Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga, disebut juga dengan “Suami”.
Dan hal ini juga dituliskan;
-
Oleh Yesaya dalam nubuatannya, secara khusus (Yesaya
54:5).
-
Kemudian, dalam kitab Hosea dengan nubuatannya (Hosea
2:15).
-
Bahkan di dalam Perjanjian Baru, baik di dalam Injil
Matius, maupun Korintus, Efesus, Kolose dan lain sebagainya.
Allah, yang
adalah TUHAN Yesus Kristus merupakan Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga, Dialah
Suami yang kita kasihi; namun, di sini dikatakan: “Hai suami-suami,
kasihilah isterimu”
Suatu
pernyataan dari Allah yang ditujukan langsung kepada suami-suami, supaya setiap
suami-suami tahu untuk mengasihi isterinya dengan baik dan benar, tentu menurut
ukuran TUHAN, bukan menurut ukuran manusia.
Berkaitan
dengan hal itu, kita belajar dari KASIH KRISTUS yang ditulis langsung oleh
Rasul Paulus kepada sidang jemaat di Efesus.
Efesus
5:25-29
(5:25) Hai suami, kasihilah isterimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan
diri-Nya baginya (5:26) untuk menguduskannya, sesudah Ia
menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (5:27) supaya
dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan
tidak bercela. (5:28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama
seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya
sendiri. (5:29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri,
tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
Tentang
“suami-suami mengasihi isterinya”, hal itu dinyatakan di sini sebanyak dua
kali, YANG PERTAMA:
Ayat 25-27, di mana seorang suami harus
mengasihi isterinya, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat, dengan jalan
menyerahkan diri-Nya bagi jemaat.
Pendeknya:
Kasih seorang suami terhadap isterinya harus sama seperti kasih Kristus
terhadap sidang jemaat-Nya yang dibuktikan dengan pengorbanan-Nya. Jadi, korban
Kristus merupakan tolak ukur dari kasih seorang suami terhadap isterinya.
Singkatnya,
korban Kristus adalah jalan atau cara satu-satunya -- tidak ada yang lain --
yang dijadikan sebagai bukti untuk mengasihi sidang jemaat, yang adalah
tubuh-Nya. Jadi, tidak ada cara lain, tidak ada jalan lain yang menjadi bukti
bahwa suami mengasihi isterinya, selain korban Kristus.
Berkaitan
dengan hal itu, kita lanjutkan pembacaan dalam Efesus 5:30-31.
Efesus
5:30-31
(5:30) karena kita adalah anggota tubuh-Nya. (5:31)
Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Kita akan
bertitik tolak dari ayat 31, yang mengatakan: “ … Laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi
satu daging.”
Mula-mula
hal ini dinyatakan Allah sebagai suatu ketetapan yang ditulis oleh nabi Musa di
dalam Kejadian 2:24, setelah Allah selesai membangun (membentuk)
perempuan itu -- itulah Hawa -- dari tulang rusuk Adam. Jelas, hal ini menunjuk
kepada; korban Kristus yang merupakan Adam yang terakhir.
Setelah
TUHAN Allah membuat Adam tidur nyenyak, lalu TUHAN Allah mengambil salah satu
rusuk dari padanya, selanjutnya dari rusuk itu TUHAN Allah membangun
(membentuk) seorang perempuan, lalu dibawa kepada Adam … Kejadian 2:21-23.
Barulah pada Kejadian 2:24, Allah menentukan suatu ketetapan (perintah)
kepada laki-laki, yaitu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Kemudian,
hal yang senada kembali ditegaskan oleh Rasul Paulus kepada sidang jemaat di
Filipi .
Filipi 2:5-8
(2:5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama,
menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus, (2:6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (2:7)
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (2:8) Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib.
Seorang
suami harus memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat di dalam Kristus Yesus,
yakni tidak mempertahankan hak sebagai milik yang harus dipertahankan.
Mengapa? Sebab Yesus Kristus, sebagai Mempelai Laki-Laki Sorga, telah
meninggalkan Bapa dan meninggalkan rumah-Nya di dalam sorga; dengan tujuan
untuk menyatukan diri-Nya dengan sidang jemaat, sebagai tubuh-Nya, di dalam
dunia ini; dengan jalan (cara) mengorbankan diri-Nya sendiri di atas kayu
salib. Dan apa yang Yesus kerjakan ini, diawali dengan:
-
Yang Pertama: “Mengosongkan diri-Nya”, sama
dengan; berada di titik nol atau di titik terendah. Perlu untuk diketahui;
jikalau titik nol (kosong) menjadi ruang lingkup dari seorang hamba TUHAN, maka
ia tidak akan lupa melayani TUHAN, tidak lupa melayani pekerjaan TUHAN.
Pendeknya, seorang hamba TUHAN yang rendah hati akan sungguh-sungguh di dalam hal
memperhatikan pekerjaan TUHAN. Itulah yang disebut mengosongkan diri;
menghampakan diri.
-
Yang Kedua: “Mengambil rupa seorang hamba” Hal
ini diceritakan langsung oleh Injil Matius 20:28, yang berkata: “Anak
Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” Intinya, Ia telah
merendahkan diri-Nya di dalam dunia ini.
Kemudian,
Salomo sebagai seorang raja, ia memiliki hikmat Allah yang besar untuk
melukiskan peristiwa itu.
Amsal
8:30-31
(8:30) aku ada serta-Nya sebagai anak
kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa
bermain-main di hadapan-Nya; (8:31) aku bermain-main di atas muka
bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku.
Pada ayat
30 ini, jelas menceritakan tentang suasana di dalam Kerajaan Sorga; betapa
Anak bahagia menikmati suasana sorga bersama dengan kasih Bapa di sorga, sebab
di sini dikatakan: “aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari
aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya.”
Inilah suasana sorga penuh kebahagiaan yang dialami oleh Anak.
Tetapi
lihat, pada ayat 31, menjelaskan tentang keberadaan Anak Allah yang
telah turun ke dalam dunia ini, sebab di sini dikatakan: “aku bermain-main
di atas muka bumi-Nya”, tempat manusia berdosa tinggal (berdomisili).
Kemudian, di sini kembali dikatakan: “dan anak-anak manusia menjadi
kesenanganku”.
Pendeknya:
Ia telah meninggalkan Bapa, meninggalkan rumah-Nya di dalam sorga, dan menyerahkan
diri-Nya sebagai korban dengan segala kerelaan hati, bukan terpaksa.
Sebab pada ayat
31 dengan jelas dikatakan: “dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku”,
menunjukkan bahwa Ia meninggalkan Bapa, meninggalkan rumah-Nya di dalam sorga,
dan menyerahkan diri-Nya sebagai korban dengan segala kerelaan hati-Nya,
tidak terpaksa. Maka, kita pun tidak boleh terpaksa untuk melayani TUHAN, tidak
boleh terpaksa untuk melayani pekerjaan TUHAN, kita tidak boleh terpaksa untuk
datang di tengah-tengah ibadah pelayanan ini. Apapun alasannya, apapun
resikonya, jangan kita berkata: “capek” karena bekerja -- di dunia --,
tetapi untuk TUHAN, kita justru tidak mau capek.
Lihatlah,
sekali lagi saya sampaikan dengan tandas: anak-anak manusia menjadi
kesenangan-Nya. Berarti, ketika Dia menyerahkan diri-Nya sebagai korban di
atas kayu salib, dilakukan-Nya tidak dengan terpaksa, tetapi dengan kerelaan
hati-Nya.
Jadi,
suasana di bumi berbanding terbalik dengan suasana di sorga, sebab “suasana di
sorga” penuh dengan kebahagiaan, suasana yang penuh dengan sukacita, tetapi Ia
rela tinggalkan Bapa, Ia rela tinggalkan rumah-Nya di dalam sorga, untuk turun
ke bumi, ke dunia ini, tempat manusia berdosa berdomisili; dan Ia menyerahkan
diri-Nya sebagai korban dengan segala kerelaan hati, sebab sebagai Anak dan
sebagai Mempelai Laki-Laki Sorga, Yesus berkata: “anak-anak manusia menjadi
kesenanganku”.
Ibadah dan
pelayanan ini harus menjadi kesenangan kita, lebih dari uang, lebih dari
pekerjaan kita, lebih dari segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini.
Kita harus
bijaksana menjalankan roda hidup rohani kita di hadapan TUHAN. Kalau kita
datang beribadah tanpa pengertian, kita datang beribadah dalam kebodohan, maka
kita tidak akan bisa menyenangkan hati TUHAN. Biarlah kiranya kita dapat memahami
hal ini dengan sungguh-sungguh.
1 Korintus
6:20
(6:20) Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Perhatikan: Kamu
telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar oleh korban Kristus, oleh
penyerahan diri-Nya sebagai korban penebusan di atas kayu salib; telah lunas
dibayar dengan harga yang mahal.
Ukuran “harga
yang mahal” bisa kita temukan di dalam 1 Petrus 1:18-19. Biarlah hal
ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh supaya kita mengerti dan menyadari
betapa mahalnya ibadah pelayanan yang ditandai dengan darah Yesus ini.
1 Petrus
1:18-19
(1:18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus
dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu
bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (1:19)
melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti
darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
“ … Kamu
telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek
moyangmu itu …” Perbuatan
sia-sia itu adalah dosa warisan dari orang tua. Itu sebabnya, perilaku anak
persis (bisa) diadopsi dari orang tuanya; hal ini tidak bisa dipungkiri.
Di sini
dengan jelas dikatakan: Kita semua telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia,
itulah dosa warisan nenek moyang, bukan dengan barang fana, bukan pula dengan
perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, lebih mahal dari barang
fana, antara lain; harta, kekayaan, uang, kedudukan, jabatan, bahkan kekuasaan
yang besar di atas muak bumi ini; itu belum cukup untuk menebus dosa kita yang
banyak itu; bahkan dengan batangan perak atau batangan emas yang begitu banyak
sekalipun, atau bahkan segudang batangan perak atau segudang batangan emas, itu
semua tidak cukup untuk menebus dosa kita. Tidak ada yang bisa dan tidak ada
yang cukup untuk menebus dosa kita, selain oleh darah yang mahal.
Apapun yang
kita punya, termasuk kepandaian yang luar biasa pun tidak cukup untuk menebus
dosa kita, selain oleh darah yang mahal. Oleh sebab itu, jangan sia-siakan
penyerahan Yesus untuk menebus kehidupan kita masing-masing.
Jadi, jangan
saudara memiliki pemikiran bahwa pekerjaan saudara lebih mahal dari ibadah
pelayanan. Jangan saudara berpikir bahwa uang dan kedudukan saudara lebih mahal
dari darah Yesus. Sekarang, saudara harus belajar untuk merubah paradigma yang
lama, merubah cara berpikir yang lama, supaya kita mengerti harga dari
sebuah ketebusan lebih mulia dari yang ada ini, dari segala-galanya.
Lebih lanjut
kita perhatikan terkait dengan HARGA YANG MAHAL ini di dalam Injil Yohanes 3.
Yohanes 3:13
(3:13) Tidak ada seorang pun yang telah naik ke
sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak
Manusia.
“Tidak ada
seorang pun yang telah naik ke sorga” Jadi, sidang jemaat jangan salah mengerti manakala
seorang hamba TUHAN mengaku bahwa dia seringkali naik turun sorga, jangan keliru.
Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga selain dari pada Anak Manusia,
itulah Yesus Kristus yang telah turun dari sorga untuk menyerahkan diri-Nya
sebagai korban penebusan bagi sidang jemaat, sebagai mempelai perempuan-Nya,
sebagai isteri-Nya (tubuh-Nya).
Yohanes
3:14-15
(3:14) Dan sama seperti Musa meninggikan ular di
padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, (3:15)
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
Ayat 14 ini berbicara tentang korban Kristus yang
harus ditinggikan. Ibadah ini harus melebihi dari pekerjaan yang kita punya.
Mungkin dalam pekerjaan, kita sudah memiliki jabatan kedudukan yang tinggi;
atau mungkin dalam hal mengelola bisnis, kita mempunyai saham yang besar;
tetapi ingat, kita harus meninggikan korban Kristus, kita harus meninggikan
ibadah, meninggikan pelayanan ini melebihi dari segala yang ada ini, melebihi
dari rasa lelah, melebihi dari rasa capek kita, dan segala sesuatu yang telah
kita korbankan di tengah ibadah pelayanan ini.
Mengapa
demikian? Tentu supaya beroleh hidup yang kekal, sebab yang ada ini
tidak memberi jaminan untuk hidup kekal; hal ini harus dipikirkan dengan
sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, bijaksanalah dalam bersikap, dewasalah; jangan
kita datang beribadah dengan terpaksa, jangan kita terpaksa untuk melayani
TUHAN.
Ingat: yang
ada ini tidak memberi jaminan untuk hidup kekal, tetapi yang memberi jaminan
hidup kekal adalah darah salib Kristus di tengah ibadah pelayanan kita kepada
TUHAN.
Yohanes 3:16
(3:16) Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal.
“Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini …” Seperti apa ukuran besar kasih
Allah kepada dunia, kepada bumi tempat manusia berdosa berdomisili?
Ukuran
besaran kasih dari Allah kepada manusia -- atau bumi-Nya tempat manusia
berdomisili -- adalah mengorbankan segala sesuatu yang Dia miliki, melepaskan segala
sesuatu yang dimiliki, itulah Anak-Nya yang tunggal. Bayangkan, melepaskan
segala sesuatu yang paling berharga di dalam diri-Nya, yaitu mengorbankan
Anak-Nya yang tunggal, Anak satu-satunya, itulah Yesus Kristus, Kepala Gereja,
Mempelai Pria Sorga yang mengasihi kita.
Itulah
ukuran besaran kasih Allah; segala sesuatunya dikorbankan, segala sesuatu
milik-Nya diserahkan, bahkan yang paling berharga Dia lepaskan, itulah Anak
Tunggal, Anak satu-satunya, Yesus Kristus, Dialah Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga;
yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai korban tebusan bagi sidang jemaat --
yang merupakan tubuh-Nya atau isteri-Nya --.
Jadi, sekali
lagi saya tandaskan: Allah telah menyerahkan (mengorbankan) segala sesuatu
untuk dunia atau bumi tempat manusia berdosa yang terhilang dan terbelenggu
oleh dosa. Yesus Kristus telah menyerahkan diri-Nya; dan oleh karena kehendak
Allah Bapa, Ia rela meninggalkan segala sesuatunya, Ia rela direndahkan menjadi
manusia; tidak berhenti sampai di situ, dalam keadaan sebagai manusia yang
rendah, selanjutnya Ia mati di atas kayu salib. Jadi, sangat jelas sekali bahwa
pengorbanan yang dilakukan itu “sepenuhnya”, tidak “setengah-tengah”, dengan
lain kata; sampai tuntas.
Inilah
teladan Ilahi untuk membuktikan kasih Allah kepada sidang jemaat sebagai
tubuh-Nya, sebagai isteri-Nya.
Saya sangat
bersyukur sekali di dalam hal memberitakan Firman TUHAN lewat Ibadah Doa
Penyembahan malam ini. Bagaimana Kristus Yesus, Anak Tunggal Bapa, menyerahkan
diri-Nya sebagai korban penebusan untuk membuktikan Ia sangat mengasihi sidang
jemaat -- yang merupakan tubuh-Nya atau isteri-Nya --. Oleh sebab itu, saya
sebagai hamba TUHAN, yang sudah menerima jabatan gembala -- dengan meterainya
adalah sidang jemaat -- bertanggung jawab untuk hidup rohani sidang jemaat
supaya sidang jemaat memperoleh pengertian yang baik, yang benar, yang suci,
yang mulia; sehingga dengan pengertian ini, ada jaminan keselamatan, sebab
tiada cara (jalan) selain Yesus harus rela mati mengorbankan diri-Nya sebagai
korban tebusan bagi sidang jemaat, sebagai isteri-Nya.
Kita akan
menemukan gambaran keberadaan Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa saat Ia mengasihi
isteri-Nya (tubuh-Nya) di dalam nubuatan Yesaya 53.
Yesus
bermain-main di muka bumi Allah -- tempat manusia berdomisili -- dan anak
manusia menjadi kesenangan-Nya; kemudian, pada saat itu Dia mengorbankan
diri-Nya dengan segala kerelaan hati. Di dalam hal mengorbankan diri, pada Yesaya
53:1-6, kita dapat melihat suatu gambaran yang sangat memilukan hati kita;
di situ terdapat suatu bayangan yang sudah pernah dilalui dan dialami Yesus,
yang akan membuat hati kita hancur -- jika kita merenungkannya --. Kalau kita
renungkan kasih Allah, itu yang membuat hati kita betul-betul hancur.
Yesaya
53:1-6
(53:1) Siapakah yang percaya kepada berita yang
kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan? (53:2)
Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering.
Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan
rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. (53:3) Ia dihina dan
dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita
kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan
bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. (53:4) Tetapi sesungguhnya,
penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,
padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (53:5)
Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena
kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan
kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (53:6) Kita
sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,
tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.
“Siapakah
yang percaya kepada berita yang kami dengar” Mengapa nabi Yesaya menubuatkan hal ini? Tentu ada
alasannya.
“Ia tidak
tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia … ” Inilah
keadaan Yesus di dalam hal mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib, tetapi
justru kita memandang Dia, kita memandang salib.
“ … Dan
rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya” Rupa-Nya pun (sudah hancur)
tidak bisa lagi dilukiskan. Tetapi Ia mengorbankan diri-Nya demi isteri-Nya,
yakni; sidang jemaat, yang adalah tubuh-Nya, namun sebetulnya justru kita
menginginkan korban yang semacam ini -- tentu kalau kita sadari diri ini--.
“Ia
dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita
kesakitan …” Berarti, sengsara salib bukan hal yang asing bagi Dia. Kalau
kita biasa memikul salib, maka kita tidak akan kaget di dalam hal memikul
salib, sehingga kita tidak akan pernah mempersalahkan salib dengan berkata
bahwa tuntutan salib terlalu keras. Kalau memang kita terbiasa di dalam hal
memikul salib di tengah ibadah dan pelayanan ini, hal itu -- memikul salib --
bukanlah sesuatu yang sangat mengejutkan.
“ … ia
sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia
tidak masuk hitungan.” Bahkan sampai akhirnya Ia tidak diakui, sebab orang
menutup muka terhadap Dia.
Biasanya,
manusia ingin dirinya diterima dan diakui, dan ingin diperhitungkan, tetapi
tidak dengan pribadi Yesus, Anak Allah,
tidak masuk hitungan.
“Tetapi
sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang
dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.”
Tetapi kalau kita sadar, Yesus menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebusan,
dengan tujuan;
1. Menanggung penyakit kita.
2. Memikul kesengsaraan kita.
Kemudian,
dalam hal melakukan dua hal ini, kita berpikir Dia kena tulah, dipukul,
ditindas Allah. Tetapi sesungguhnya;
-
Dia tertikam oleh karena pemberontakan.
-
Dia diremukkan oleh karena kejahatan.
Sebab
ganjaran yang mendatangkan supaya manusia berdosa selamat ditimpakan
kepada-Nya; Dia tanggung semuanya di atas kayu salib. Bahkan setiap
cambukan-cambukan yang merupakan bilur-bilur Yesus pada punggung-Nya, itu
berkuasa untuk memberi kesembuhan.
Oleh sebab
itu, jangan saudara berkata: Tuntutan salib begitu keras. Ingat;
bilur-bilur-Nya itulah yang memberi kesembuhan, termasuk sakit penyakit sekeras
apapun. Jadi, jangan saudara berkata “tuntutan firman, tuntutan salib begitu
keras”, kalau saudara menyadari ini, maka sakitmu sembuh.
Mengapa ada
yang berkata “tuntutan salib keras”? Ketika seseorang mengatakan hal semacam
ini, maka sampai kapan pun, tidak akan pernah mengalami kesembuhan dari sakit.
Maka, sekali lagi saya sampaikan dengan tandas: berlakulah bijaksana;
jangan sampai kita datang beribadah tanpa pengertian yang baik dan benar,
supaya kita jangan keliru menanggapi kasih dari sorga, kasih dari Yesus
Kristus, Kepala Gereja, Mempelai Laki-Laki Sorga, kepada isteri-Nya.
Yesaya 53:7-9
(53:7) Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri
ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke
pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang
menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. (53:8) Sesudah penahanan
dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya?
Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan
umat-Ku ia kena tulah. (53:9) Orang menempatkan kuburnya di antara
orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat,
sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.
“Dia
dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya.” Dia tidak membuka mulut-Nya, artinya;
tidak membela diri-Nya di dalam aniaya, di dalam penindasan serta tidak
bersungut-sungut terhadap salib yang Ia pikul.
“Sesudah
penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang
memikirkannya?” Siapa yang
mau memikirkan nasib-Nya? Terlalu jarang anak manusia memikirkan pribadi Yesus,
Anak Allah. Tetapi Yesus telah memikirkan nasib kita, Yesus telah memikirkan
masa depan kita.
“Sungguh,
ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia
kena tulah.” Lihat, Dia rela mati karena dosa anak manusia.
Kemudian,
saat Dia menyerahkan (mengorbankan) diri-Nya sebagai korban penebusan,
sebetulnya;
-
Ia tidak melakukan kekerasan.
-
Ia bukan seorang pendusta, sebab tipu tidak ada di
dalam mulut-Nya.
Yesaya 53:10
(53:10) Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia
dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban
penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak
TUHAN akan terlaksana olehnya.
Namun oleh
karena kehendak Allah, Yesus, Anak Tunggal Bapa rela diremukkan di atas kayu
salib; Dia menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebusan dosa.
Jadi, sudah
sangat jelas, bahwa Yesus menyerahkan diri-Nya, mengorbankan diri-Nya, sebagai
bukti bahwa Dia mengasihi isteri-Nya. Sekali lagi saya tandaskan: Penyerahan
diri Yesus adalah tanda bahwa Ia sangat mengasihi isteri-Nya, mempelai
perempuan-Nya, sidang jemaat-Nya sebagai tubuh-Nya.
Janganlah
kita tidak mau tahu terhadap peristiwa yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya ini,
dan jangan kita pura-pura tidak tahu. Kita sudah tahu, tetapi kita justru
pura-pura tidak tahu untuk beribadah dan melayani TUHAN dengan baik, itu
merupakan penyangkalan Simon Petrus terhadap salib Kristus.
Galatia
1:3-4
(1:3) kasih karunia menyertai kamu dan damai
sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus, (1:4)
yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan
kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa
kita.
Yesus
Kristus, Anak Tunggal Bapa, telah menyerahkan diri-Nya karena dosa manusia;
jadi, bukan karena Dia seorang pendusta, dan juga bukan karena Dia melakukan
kekerasan.
Seorang
suami yang mengasihi isterinya tidak mungkin melakukan kekerasan. Tetapi saya
pernah melakukan kekerasan terhadap isteri saya -- saya harus akui itu di
hadapan TUHAN --, apalagi tahun-tahun pertama, kedua, ketiga, keempat
pernikahan, itu merupakan suatu pergumulan yang besar bagi saya, untuk
menyatukan dua hati yang berbeda. Tetapi oleh kemurahan hati TUHAN, yang telah
memberi kemampuan bagi saya, sehingga bisa mempertahankan nikah dan rumah
tangga secara jasmani, dan juga nikah saya secara pribadi dengan pribadi Yesus
Kristus, sebagai Kepala, sebagai Suami; namun itu semua semata-mata bukan
karena kemampuan saya melainkan oleh karena kemurahan hati Tuhan.
Yang pasti,
Anak Tunggal Bapa sangat mengasihi kita, Dia menyerahkan diri-Nya sebagai
korban, supaya kita benar-benar lepas dari rongrongan dosa dunia ini.
Dunia ini
bagaikan sebuah penjara yang begitu besar sekali, tetapi Yesus telah
menyerahkan diri-Nya, Dia mati di atas kayu salib, dan bangkit pada hari yang
ketiga untuk membebaskan tawanan-tawanan, sesuai dengan apa yang dituliskan
oleh Rasul Petrus kepada sidang jemaat di Efesus pasal 4. Betapa besar
kasih Allah kepada gereja TUHAN, sidang jemaat TUHAN.
Titus 2:14
(2:14) yang telah menyerahkan diri-Nya
bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan
bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat
baik.
Yesus telah
menyerahkan diri-Nya bagi kita;
1.
Untuk membebaskan kita dari segala kejahatan.
2.
Untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya
sendiri.
Sampai
akhirnya, kita dimampukan untuk melayani TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN
dengan baik, sama dengan; rajin berbuat baik.
Terkait
dengan hal itu, kita lihat Efesus 5.
Efesus 5:25
(5:25) Hai suami, kasihilah isterimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya
Kasih
Kristus terhadap sidang jemaat dibuktikan dengan korban-Nya. Demikian juga
seorang suami mengasihi isteri, ukurannya adalah korban Kristus, bukan
pengertian manusia, bukan pengorbanan manusia, bukan dengan segala apapun yang
dilakukan manusia.
Efesus
5:26-27
(5:26) untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya
dengan memandikannya dengan air dan firman, (5:27)
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan
cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat
kudus dan tidak bercela.
Yesus, Anak
Tunggal Bapa, menyerahkan diri-Nya bagi sidang jemaat, dengan satu tujuan;
untuk menguduskan sidang jemaat, sesudah dimandikan dengan air dan Firman
Allah.
Kita ini
dikuduskan oleh air dan firman; lewat pembukaan Firman Allah yang indah-indah
ini, kehidupan kita ini dijadikan sebagai kehidupan yang indah-indah oleh TUHAN,
sebab Firman Allah itu mampu menguduskan kehidupan kita untuk menjadi suatu
kehidupan yang indah di mata TUHAN. Itulah penyerahan diri Yesus, supaya
kehidupan kita dikuduskan sesudah dimandikan oleh air dan Firman TUHAN. Jadi,
firman-Nya dinyatakan supaya kita dikuduskan menjadi kehidupan yang indah-indah
di mata TUHAN. Amin.
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment