IBADAH
RAYA MINGGU, 16 JUNI 2019
KITAB
WAHYU
(Seri:
98)
Subtema:
MENDENGAR PANGGILAN SORGAWI (BERLARI KEPADA
TUJUAN).
Shalom.
Selamat
sore, salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi kehidupan kita pribadi lepas
pribadi.
Saya
juga tidak lupa menyapa umat Tuhan, hamba-hamba Tuhan yang sedang mengikuti
pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming video internet Youtube,
Facebook, di mana pun anda berada, kiranya Tuhan memberkati dan menjawab segala
pergumulan-pergumulan dan persoalan dalam kehidupan kita, baik dalam ibadah,
pelayanan, nikah, dan rumah tangga kita masing-masing, di atas segalanya nama
Tuhan yang dipermuliakan.
Kita
berdoa, kita mohon dengan rendah hati bersama-sama, supaya kiranya Tuhan
berkemurahan membukakan firman-Nya sore ini.
Segera
kita memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari KITAB
WAHYU.
Wahyu
10:9-10
(10:9)
Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta kepadanya, supaya ia memberikan
gulungan kitab itu kepadaku. Katanya kepadaku: "Ambillah dan makanlah
dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan
terasa manis seperti madu." (10:10) Lalu aku mengambil kitab
itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya: di dalam mulutku ia terasa manis
seperti madu, tetapi sesudah aku memakannya, perutku menjadi pahit rasanya.
Suatu
perintah kepada Rasul Yohanes, yaitu; supaya dia pergi dan mengambil gulungan
kitab yang terbuka dari tangan malaikat yang berdiri di atas laut dan bumi, dan
ia pun melakukannya.
Karena
itu merupakan suatu kebutuhan pokok, maka Rasul Yohanes pun melakukannya. Kalau
itu merupakan suatu kebutuhan pokok, maka mengapa kita tidak melakukannya, sama
seperti Rasul Yohanes melakukannya.
Melakukan
suatu perintah menunjukkan, bahwa; Rasul
Yohanes adalah pribadi yang dengar-dengaran.
Dengar-dengaran
ini sangat penting bagi kehidupan anak-anak Tuhan, teramat lebih bagi seorang
imam, bagi seorang pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan di dalam melayani pekerjaan
Tuhan.
Mari
kita lihat KEHIDUPAN YANG DENGAR-DENGARAN, yaitu: PRIBADI SAMUEL yang masih kecil dan muda.
1
Samuel 3:4-8
(3:4)
Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!", dan ia menjawab: "Ya,
bapa." (3:5) Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya:
"Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata:
"Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur. (3:6)
Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuel pun bangunlah, lalu pergi
mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil
aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah
kembali." (3:7) Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum
pernah dinyatakan kepadanya. (3:8) Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi,
untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta
katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu
mengertilah Eli, bahwa TUHANlah yang memanggil anak itu.
Tuhan
memanggil Samuel sebanyak tiga kali, dan ia pun menjawab: “Ya Bapa”, menunjukkan
bahwa; Samuel adalah pribadi yang dengar-dengaran.
1
Samuel 3:3B
(3:3)
Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait
suci TUHAN, tempat tabut Allah.
Tuhan
memanggil Samuel pada saat Samuel telah tidur di Bait Suci Allah, tempat Tabut
Allah.
Reaksi
Samuel pada saat mendengar suara panggilan itu;
-
Mendengar panggilan yang pertama, dia
segera menghampiri imam Eli dan berkata: “Ya, Bapa” Tetapi karena imam
Eli tidak merasa memanggil Samuel, maka imam Eli menyuruh Samuel kembali tidur.
-
Di saat Samuel tidur kembali, ia mendengar
suara panggilan yang kedua, lalu ia segera mengampiri imam Eli dan segera
menjawab: “Ya, Bapa” Tetapi karena imam Eli tidak memanggil Samuel, maka
ia pun disuruh kembali tidur.
Sekalipun demikian, baik panggilan
pertama dan panggilan kedua,
Samuel tetap menghampiri Imam Eli, ia tidak merasa terganggu, ia tidak merasa
terusik dari tidurnya di tengah malam.
-
Bahkan sampai pada panggilan yang ketiga, dia tidak bersungut-sungut, dia tidak
menggerutu, dia tidak ngomel, dia
tidak marah-marah. Ketika dia mendengar panggilan yang ketiga, Samuel bangun
lalu pergi mendapatkan imam Eli dan berkata: “Ya, Bapa”
Kesimpulannya:
Kehidupan yang dengar-dengaran lebih mengutamakan Tuhan dari pada
kepentingannya. Kehidupan yang dengar-dengaran lebih mengutamakan Tuhan dari
segala-galanya.
Sebaliknya,
orang yang tidak dengar-dengaran; suka mendahului kehendak Tuhan, dengan kata
lain: lebih menuruti keinginan hatinya dan mengambil jalannya sendiri, dia
tidak suka bertanya kepada Tuhan, tetapi orang yang semacam ini seringkali
menghadapi kegagalan dan seringkali menghadapi jalan buntu. Itu pasti, tidak
bisa tidak.
Elimelekh,
sebagai kepala rumah tangga, membawa seisi rumahnya ke Moab saat Betlehem
mengalami kekeringan.
Ia
tidak mau bertanya terlebih dahulu kepada Tuhan, dia langsung segera mengambil
keputusan, menuruti keinginan hati, lalu mereka pun pergi ke Moab untuk mencari
kehidupan. Tetapi sesampainya di Moab, bukan kehidupan yang ditemukan,
melainkan:
-
Elimelkh, sang suami, kepala rumah tangga,
mengalami kematian,
-
lalu sepuluh tahun kemudian di sana; Mahlon
dan Kilyon (kedua anak Naomi) pun mengalami kematian
Jadi
bukan kehidupan yang mereka temukan di sana, melainkan mengalami kegagalan dan
jalan buntu.
Lalu
pada saat itulah, Naomi menyadari bahwa ia harus lekas-lekas kembali ke
Betlehem-Efrata, dan Rut pun bersama-sama dengan dia kembali ke
Betlehem-Efrata, pada awal musim menuai jelai gandum.
Itu
merupakan kemurahan Tuhan, kalau memang mau kembali untuk dengar-dengaran
kepada Tuhan.
Demikian
juga dengan kita, kalau mungkin pernah gagal karena tidak dengar-dengaran dan
mengalami jalan buntu, kembalilah, nanti Tuhan pasti tolong.
Tetapi
yang mau saya tandaskan di sini: Samuel yang masih muda merupakan pribadi yang
dengar-dengaran.
Kehidupan
yang dengar-dengaran lebih mengutamakan Tuhan dari pada kepentingannya, lebih
mengutamakan Tuhan dari segala yang ada.
1
Samuel 3:8-10
(3:8)
Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah,
lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa
memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa TUHANlah yang
memanggil anak itu. (3:9) Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil
engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka
pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya. (3:10)
Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan
memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel
menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."
Untuk
panggilan yang ketiga, akhirnya imam Eli menyadari, bahwa; Tuhan mamanggil
Samuel yang masih muda belia itu. Oleh sebab itu, imam Eli berpesan kepada
Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah:
Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka ketika Samuel
kembali mendengar suara panggilan itu, Samuel pun menjawab: ”Berbicaralah,
sebab hamba-Mu ini mendengar.”
Jadi,
Samuel ini betul-betul pribadi yang dengar-dengaran. Dalam hal dengar-dengaran
ini, kita tidak perlu ragu, sudah sangat terbukti, itulah kehidupan Samuel yang
masih muda belia.
Tuhan
memanggil Samuel sebanyak tiga kali dan Samuel menjawab: “Ya Bapa.”
-
“Ya, Bapa” yang pertama, menunjuk;
dengar-dengaran kepada bapa jasmani.
- “Ya,
Bapa” yang kedua, menunjuk;
dengar-dengaran kepada bapa rohani.
-
“Ya, Bapa” yang ketiga, menunjuk; dengar-dengaran
kepada Bapa di sorga.
Jawaban “Ya, Bapa”
sebanyak tiga kali, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel:
“Ya
Bapa” YANG PERTAMA, terkena; daerah HALAMAN, di dalamnya terdapat dua alat:
1. Mezbah Korban Bakaran.
2. Kolam Pemasuhan.
MEZBAH
KORBAN BAKARAN, menunjuk; pertobatan.
Bertobat,
artinya; meninggalkan kehidupan yang lama dan beralih kepada Tuhan, dan tidak
lagi mengulangi dosa yang sama. Dan bertobat ini adalah syarat untuk dibaptis.
KOLAM
PEMBASUHAN TEMBAGA, menunjuk kepada tiga hal:
1.
Baptisan air,
artinya; mati dan bangkit bersama dengan Kristus.
Kalau kita satu di dalam pengalaman kematian Yesus Kristus, tentu kita juga satu di dalam pengalaman
kebangkitan Yesus Kristus.
- Kuasa kematian Yesus Kristus:
mengubur hidup yang lama.
- Kuasa kebangkitan Yesus Kristus:
Melayani Tuhan di dalam kesucian dan dikuasai oleh Roh Tuhan sepenuhnya.
Kalau pengalaman kematiannya benar, maka kebangkitannya juga
benar, tetapi kalau kematiannya tidak benar, maka kebangkitannya juga tidak
benar, sama artinya; kalau kematiannya palsu, maka kebangkitannya juga palsu
Banyak orang melayani Tuhan seperti dalam suasana kebangkitan yang
benar, tetapi sebetulnya palsu, karena kematiannya palsu.
2.
Pembaharuan
atau kehidupan yang sudah dibaharui.
Kehidupan
dibaharui, berarti; mengalami pembaharuan manusia batiniah.
Kalau
manusia batiniah kita dibaharui dari sehari ke sehari, maka manusia lahiriah
kita pun merosot. Sebaliknya, kalau manusia lahiriah yang menonjol, manusia
batiniah yang merosot.
Tetapi
Rasul Paulus berkata: “Aku tidak tawar hati”, berarti; tidak malu dan tidak gengsi saat menyangkal
diri dan memikul salib. Itulah orang yang sudah mengalami pembaharuan manusia
batiniah.
3.
Penyucian, berarti hal ini terjadi
kalau kita mau disucikan oleh air dan firman yang limpah (Efesus 5:26).
Jawaban “Ya, Bapa”
sebanyak tiga kali, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel:
“Ya
Bapa” YANG KEDUA, terkena pada; RUANGAN SUCI, dengan tiga alat di dalamnya:
1.
MEJA ROTI SAJIAN,
menunjuk; persekutuan dengan firman Allah dan persekutuan dengan tubuh dan
darah Yesus Kristus, lewat perjamuan suci.
2. PELITA EMAS, menunjuk; persekutuan
dengan Roh Kudus, sama dengan; menjadi kesaksian, menjadi terang.
3.
MEZBAH DUPA,
menunjuk; persekutuan dengan Tuhan di dalam kasih Allah, lewat doa penyembahan.
Jawaban “Ya, Bapa”
sebanyak tiga kali, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel:
“Ya
Bapa” YANG KETIGA, terkena pada; RUANGAN MAHA SUCI.
Di
dalam Ruangan Maha Suci terdapat satu alat yang terutama dan yang terpenting
dari segala perabotan yang ada di dalam Tabernakel.
TABUT PERJANJIAN terdiri
dari dua bagian:
1.
Peti
dari Tabut, menunjuk;
sidang mempelai wanita Tuhan.
2.
Tutup
Pendamaian dengan dua kerub di atasnya, menunjuk; Allah Trinitas, yaitu
Tuhan Yesus Kristus sebagai Mempelai Pria Sorga.
Pengertian
rohani dari Tabut penjanjian ada dua:
1.
Takhta
Allah, menunjuk; ibadah
dan pelayanan.
2.
Hubungan
nikah antara Kristus, sebagai Mempelai Pria Sorga, dan sidang jemaat,
sebagai Mempelai wanita-Nya, berdasarkan kasih.
Dengar-dengaran
adalah dasar yang sangat menentukan sekali untuk membawa kita sampai kepada
hubungan nikah suci. Maka kalau anak-anak Tuhan tidak dengar-dengaran di dalam
hal beribadah dan di dalam hal melayani pekerjaan Tuhan, maka apa pun yang
dikerjakan oleh anak-anak Tuhan tidak ada artinya.
-
Mencatat firman, tetapi tidak
dengar-dengaran; tidak ada artinya.
- Duduk
dengar firman, tetapi tidak mau dengar-dengaran; tidak ada artinya.
- Mempersembahkan
korban persembahan, tetapi tidak dengar-dengaran; tidak ada artinya...1
Samuel 15:22.
-
Melayani pekerjaan Tuhan, tetapi tidak
dengar-dengaran; tidak ada artinya.
Kalau
seseorang tidak dengar-dengaran, maka nikahnya (hubungannya dengan Tuhan) akan
terganggu dengan hal-hal yang tidak suci (tidak pernah menghormati nikah suci).
Beberapa
waktu lalu saya pernah mengatakan: Ketika saya menyampaikan tentang nikah suci;
-
Setan tidak akan membela saya,
- roh
jahat dan roh najis tidak akan membela, sebaliknya menjadi musuh saya,
-
manusia yang dikuasai oleh roh jahat dan
roh najis tidak akan membela saya.
Tetapi
pribadi yang dengar-dengaran:
-
mengutamakan Tuhan lebih dari
kepentingannya,
- mengutamakan
Tuhan lebih dari pada segala-galanya,
-
mengutamakan Tuhan lebih dari kepuasan
hasrat dagingnya.
Berbanding
terbalik dengan orang yang tidak dengar-dengaran: Suka berdalih, ia
mempersalahkan yang lain-lain supaya hasratnya tersalurkan. Maka dari itu,
kalau saya mendengar pengakuan dosa seseorang namun disertai dengan berdalih,
saya yakin orang ini belum beres, tetapi sekalipun demikian, saya harus tetap
berdiam, saya tidak boleh menuntut dia.
Sekali
lagi saya tandaskan: Dengar-dengaran adalah dasar yang sangat menentukan sekali
untuk membawa kita sampai kepada hubungan nikah yang suci, puncak kasih.
Maka
marilah kita masing-masing menghormati hubungan nikah kita dengan Tuhan. Tidak
ada alasan untuk menolak ini. Menghormati nikah, berarti;
-
menjaga hubungan intim tidak direcoki
dengan kejahatan,
-
menjaga hubungan intim tidak direcoki
dengan kenajisan.
Perhatian
fokus kepada Kristus, sebagai Kepala, sehingga tubuh dengan Kepala tetap
menyatu.
Hasil dari hubungan nikah yang
suci.
Wahyu
12:1-2
(12:1)
Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari,
dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang
di atas kepalanya. (12:2) Ia sedang mengandung dan dalam keluhan
dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan.
Mempelai
perempuan itu sudah berada dalam puncak kasih, yaitu hubungan nikah yang suci.
Apa
tandanya? Ia sedang mengandung benih ilahi, sebagaimana tiga perkara yang
dikandung di dalam Tabut Perjanjian.
Setiap
pribadi kita masing-masing, harus menghormati nikahnya (hubungan intim dengan
Tuhan). Jangan bawa kepada yang tidak baik dan tidak suci, supaya tanda nikah
suci itu nyata, yaitu mengandung tiga benih Ilahi, demikian halnya Tabut
Perjanjian mengandung tiga perkara di dalamnya.
Ibrani
9:4
(9:4)
Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang
seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli
emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh
batu yang bertuliskan perjanjian,
Di
dalam Tabut Perjanjian tersimpan tiga perkara sebagai kandungan dari Tabut
perjanjian:
1.
“Buli-buli Emas berisi manna, menunjuk; FIRMAN
ALLAH secara permananen.
2. “Tongkat
Harun yang pernah bertunas,
menunjuk; ROH-EL KUDUS
secara permanen.
3.
“Dua loh batu berisikan sepuluh
hukum”, menunjuk; KASIH ALLAH BAPA secara permanen.
Itulah
puncak kasih dari hubungan intim atau nikah yang suci, yaitu mengandung tiga
benih Ilahi:
-
firman Allah
yang sudah secara permanen,
- Roh
Allah yang sudah secara permanen,
-
dan kasih Allah yang sudah secara
permanen.
Pada
saat puncak kasih mempelai perempuan mengandung tiga benih ilahi secara
permanen, seperti Tabut Perjanjian di dalamnya tinggal diam 3 perkara secara
permanen berarti; dewasa rohani.
Dewasa
rohani, tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang tak suci, berbeda dengan
kanak-kanak;
-
sebentar tertawa kemudian menangis sebentar
lagi.
-
sebentar lagi baik, sebentar lagi jahat.
Demikianlah
keadaan dari kanak-kanak rohani: kondisinya tidak permanen.
Itu
sebabnya Rasul Paulus berkata: “ketika aku dewasa, aku meninggalkan sifat
kanak-kanak”, berarti;
-
berkata-kata
tidak lagi seperti kanak-kanak,
- berpikir
tidak lagi seperti kanak-kanak,
-
dan merasa tidak lagi seperti
kanak-kanak.
Demikianlah
keadaan dari mempelai perempuan, sehingga kualitas rohaninya sederajat dengan
Mempelai Pria Sorga.
Bahkan
menjadi suatu tanda yang besar di langit...Wahyu 12:1.
Itulah
kehidupan yang dengar-dengaran, dan hal ini diketahui dengan jelas oleh pribadi
Samuel yang masih muda belia. Bagaimana dengan kita?
Mungkin
kemarin kita pernah gagal dalam hal dengar-dengaran, tetapi sekarang Tuhan
sedang memberikan pengertian kepada kita soal dengar-dengaran. Biarlah kita
memperhatikan apa yang Tuhan nyatakan pada sore hari ini, supaya menjadi
kehidupan yang dengar-dengaran kepada pemberitaan firman, sebab hal itu sangat
menentukan kita untuk membawa kita sampai kepada puncak kasih, hubungan intim
antara Kepala dengan tubuh menjadi menyatu.
Asal
usul Samuel menjadi pribadi yang dengar-dengaran.
1
Samuel 3:7
(3:7)
Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan
kepadanya.
Sebetulnya,
pada saat itu;
-
Samuel belum mengenal Tuhan,
-
kemudian firman Tuhan juga
belum pernah dinyatakan kepada dia.
Tetapi
terhadap panggilan, Samuel mendengar dan menghampiri Imam Eli. Sebetulnya hal ini tidak masuk akal, tidak
logis.
Maka
yang menjadi pertanyaan di sini: MENGAPA
SAMUEL YANG MASIH MUDA BELIA ITU MENJADI PRIBADI YANG DENGAR-DENGARAN? Tanpa
mengenal Tuhan dan tanpa Firman Tuhan?
Mari kita telusuri terus asal usulnya, sebab itu;
dengar-dengaran, perhatikan asal usul dengar-dengaran ini, supaya nanti berada
pada puncak kasih, tubuh dengan Kepala menyatu, Kristus, sebagai Kepala Gereja,
Mempelai Pria Sorga.
1
Samuel 3:1-2
(3:1)
Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli. Pada
masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak
sering. (3:2) Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur
dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya.
Samuel
yang muda menjadi pelayan Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Pada masa itu;
-
firman Tuhan jarang disampaikan kepada
Samuel oleh imam Eli,
- kemudian
penglihatan-penglihatan pun jarang dinyatakan kepada Samuel yang masih muda
itu,
-
dan yang paling ironis di sini adalah pada
masa itu mata imam Eli sudah kabur.
Seharusnya
seorang imam (pelayan Tuhan), seorang hamba Tuhan yang sudah menerima
karunia-karunia dan jabatan-jabatan dari Tuhan;
-
harus menjadi Kaki Dian Emas (harus menjadi
terang), menjadi kesaksian,
-
harus menjadi seperti ketujuh bintang di
tangan kanan Tuhan, yakni: malaikat sidang jemaat...(Wahyu 1:20), tugas
mereka adalah: untuk menuntun banyak orang kepada kebenaran.
Itu
tugas seorang imam di dalam melayani Tuhan dan pekerjaan Tuhan, tetapi
kenyataannya; mata imam Eli sudah kabur.
Jadi,
sebetulnya, Samuel menjadi kehidupan yang dengar-dengaran itu;
-
bukan karena firman Tuhan disampaikan
kepada Samuel,
- bukan
karena Samuel telah mendapat penglihatan-penglihatan,
-
dan bukan karena imam Eli senantiasa
mendidik, mengajar, mengasuh dan merawatinya.
Ini
menjadi teka-teki yang harus dijawab sore ini, supaya kehidupan kita semua
menjadi suatu kehidupan yang dengar-dengaran, berarti; tidak merasa terusik
dengan kepentingan diri saat melayani Tuhan dan tidak panas hati saat mendengar
teguran Firman Tuhan, seperti Samuel yang masih belia, tidak merasa terusik
saat mendengarkan panggilan itu.
1
Samuel 3:3
(3:3)
Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait
suci TUHAN, tempat tabut Allah.
“Samuel
tidur di dalam bait suci Tuhan, tempat Tabut Allah”,
artinya; berada di dalam pengalaman
kematian dan senantiasa berada di dalam hadirat Tuhan.
-
Tabut
Perjanjian, menunjuk; hadirat Tuhan.
-
Tidur,
menunjuk; pengalaman kematian.
Pengalaman kematian,
berarti; daging tidak bersuara lagi, tidak hidup dalam hawa nafsu dan
keinginan-keinginan daging yang jahat. Saat kita berada di dalam pengalaman
kematian, banyak perkara yang unik terjadi.
Pengalaman
kematian itu bagaikan bangkai yang berbau busuk, tidak ada yang menyukai,
tetapi pengalaman ini sangat unik, banyak perkara-perkara yang tidak bisa
diselami oleh akal pikiran manusia, tetapi itu diijinkan oleh Tuhan. Pengalaman kematian semacam ini sudah
dialami oleh Samuel yang masih muda belia.
Kita
sudah lama menerima Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel, sudah
selekasnya berada di dalam tanda pengalaman kematian, tidak lagi hidup menurut
hawa nafsu, yaitu keinginan-keinginan daging yang jahat.
Firman
ini bukan hanya untuk satu orang, tetapi untuk kita semua, sebab itu saya
tandaskan: Samuel masih muda belia tetapi ada dalam tanda pengalaman kematian.
Pengalaman unik dia terima dan alami, dia telan semua, dia tidak bertanya
mengapa begini, mengapa begitu, tidak panas hati, tidak merasa terusik, tidak
terganggu, itulah pengalaman kematian itu (daging tidak bersuara).
Kalau
melayani namun masih terganggu, melayani namun mempertahankan harga diri,
sesungguhnya ia belum pantas dalam melayani Tuhan, belum pantas menjadi seorang
imam, belum pantas menjadi penopang di dalam penggembalaan. Pengalaman kematian
harus dialami, kalau tidak, tidak akan pernah mengalami hal-hal yang unik.
Pengalaman
kematian, berarti; tidak hidup di dalam hawa nafsu, yaitu keinginan-keinginan
daging yang jahat, menunjuk; orang yang tidak berdaya atau tidak dapat berbuat
apa-apa lagi, pasrah, menyerah kepada Tuhan, tidak lagi mengandalkan dagingnya,
tidak lagi bergantung kepada keinginan daging (kemauan manusia).
Kalau
seseorang masih menggantungkan diri kepada kemampuannya, masih mengandalkan
pengertian-pengertian, itu bukan pengalaman kematian. Pengalaman kematian itu
persis seperti kehidupan yang tidak berdaya lagi, tidak mampu lagi. Itulah
pengalaman kematian yang benar.
Wahyu
1:9-10,17-18
(1:9)
Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam
ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena
firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus. (1:10)
Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu
suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala, (1:17) Ketika aku melihat
Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati;
tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata:"Jangan
takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (1:18)
dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai
selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.
Dalam
suatu penglihatannya di pulau Patmos, Rasul Yohanes tersungkur di depan
kaki-Nya sama seperti orang yang mati atau tidak berdaya lagi.
Jelas
bahwa: Ketika seseorang masuk dalam pengalaman kematian, betul-betul ia tidak
berdaya, tidak bisa lagi mengandalkan pemikiran daging, tidak bisa lagi
mengandalkan perasaan daging.
Saat
Rasul Yohanes sudah tidak berdaya lagi (pengalaman kematian), Tuhan meletakkan
tangan kanan-Nya atas Rasul Yohanes, lalu pada saat itu Tuhan berkata: "Jangan
takut!”, berarti; tangan kanan
Tuhan memberi kekuatan baru.
Apa jaminan kekuatan baru itu? Yesus lanjut
berkata: “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir”, maksudnya; “Yang
Hidup ... telah mati ... lihatlah, Aku hidup”, (hidup, mati, hidup).
Berarti, jembatan dari awal untuk sampai
kepada akhir, atau dari Alfa untuk sampai kepada Omega, di
tengah-tengahnya ada salib, itulah pengalaman kematian. Di dalam suasana
pengalaman kematian itulah Tuhan mengulurkan tangan kanan-Nya, dan memberi
kekuatan, sekaligus memberi keberanian kepada kita.
Di
mana ada bangkai, di situ burung nasar berkerumun. Di mana ada pengalaman
kematian, di situ Tuhan mengulurkan tangan kanan-Nya dan berhadirat, memberi
kemenangan demi kemenangan kepada kehidupan yang tidak berdaya .
Inilah
asal usul, sehingga Samuel yang muda belia itu menjadi kehidupan yang
dengar-dengaran, sekalipun pada saat itu;
-
dia belum mengenal Tuhan,
- dia
belum pernah mendengarkan firman Tuhan,
- penglihatan-penglihatan
belum pernah dinyatakan kepada dia,
-
ditambah lagi seorang pengawas yang matanya
kabur, berati; tidak menjadi terang, tidak menjadi contoh teladan.
Jadi,
dengar-dengaran itu bersumber dari hadirat Tuhan oleh karena pengalaman
kematian yang sedang terjadi.
Apa
yang sudah kita terima dari Tuhan sore ini, suatu pernyataan yang luar biasa
yang tidak boleh kita abaikan begitu saja, supaya kita berhasil dalam segala
perkara. Kalau kita berhasil di tengah ibadah dan pelayanan kita, artinya;
ibadah pelayanan kita menyukakan hati Tuhan, maka dalam banyak perkara pun kita
berhasil.
Beda
dengan orang yang tidak dengar-dengaran, seperti yang tadi sudah saya
sampaikan: orang semacam ini banyak menagalami kegagalan dan kegagalan terus,
sampai menghadapi jalan buntu.
Tetapi
lihat, Samuel yang masih kecil ini, dia berhasil, sampai pada akhirnya, bangsa
Israel mengerti dan mengetahui bahwa jabatan nabi itu telah diberikan Tuhan
kepada Samuel, dan tidak satu pun dari firman itu yang dibiarkannya gugur dari
hidupnya...1 Samuel 3:19.
Sebab
itu; saya selalu mengingatkan kepada sidang jemaat: Kalau makan, jangan ada
yang gugur dari piring, harus dihabiskan semua, menjadi suatu kehidupan yang
prihatin. Jangan ada yang disisakan, satu butir pun habiskan, jangan gugur.
Bukankah
Tuhan Yesus baik? Dia mengerti kita, tetapi terkadang kita yang tidak mau
mengerti Dia, membawa keinginan hati sendiri, memilukan hati Tuhan, menyusahkan
hati sesama.
Ciri-ciri
kehidupan yang dengar-dengaran.
1
Samuel 3:5
(3:5)
Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah
bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil;
tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur.
Saat
Samuel mendengar suara panggilan yang pertama, ia segera berlari kepada imam
Eli, berlari kepada tujuan, yaitu suara panggilan.
Filipi
3:13-14
(3:13)
Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya,
tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku
dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, (3:14)
dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan
sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Rasul
Paulus berlari-lari kepada tujuan, yaitu; panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Begitu
mendengar suara panggilan, berlarilah kepada tujuan, yaitu panggilan sorgawi,
disertai dengan sangkal diri dan pikul salib.
Yang
sudah terpanggil untuk melayani Tuhan, ayo, berlarilah kepada tujuan itu.
Syaratnya,
Rasul Paulus berkata; “aku melupakan apa yang telah di belakangku dan
mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku”
-
Melupakan
segala yang dibelakang,
itulah dosa masa lalu, kejahatan dan kenajisan, cara hidup yang lama.
-
Mengarahkan
diri kepada apa yang ada di hadapan,
itulah suara panggilan, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Filipi
3:15
(3:15)
Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau
lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga
kepadamu.
Marilah kita berpikir demikian. Jangan lagi
menggunakan pemikiran manusia daging, tetapi biarlah kita berpikir demikian.
1
Korintus 9:24
(9:24)
Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta
turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah?
Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!
Dalam
gelanggang pertandingan, semua peserta turut berlari, tetapi hanya satu orang
saja yang mendapat hadiah, karena itu larilah begitu rupa, sehingga saya dan
saudara memperolehnya.
1
Korintus 9:25
(9:25)
Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan,
menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh
suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang
abadi.
Setiap
orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan itu; menguasai dirinya
dalam segala hal.
Kalau
kita perhatikan pesan Rasul Paulus kepada Timotius: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu”, supaya kita diakui,
bukan saja diakui, tetapi supaya akhirnya kita sampai kepada panggilan sorgawi,
itulah tujuan kita berlari.
Kita
yang sudah menerima pengajaran, awasi diri supaya jangan ada orang melihat
kesaksian yang tidak baik dari diri kita masing-masing, supaya tidak jatuh ke
dalam lubang yang sama. Awasi diri dan awasi pengajaranmu!!!
1
Korintus 9:26
(9:26)
Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang
sembarangan saja memukul.
Sampai
pada akhirnya, Rasul Paulus berkata: “Sebab itu aku tidak berlari tanpa
tujuan”
Ayo,
dengarlah panggilan sorgawi, berlarilah kepada tujuan, dari Allah di dalam
Kristus Yesus, berarti disertai sangkal diri dan memikul salib.
Begitu
kita mendengar firman, langsung responi, jangan ditahan-tahan, jangan
ditunda-tunda untuk melakukannya. Berlarilah kepada panggilan sorgawi, supaya
kita memperoleh mahkota yang abadi. Berlarilah begitu rupa, awasi diri,
awasilah pengajaran.
Itulah
perintah yang harus dikerjakan oleh Rasul Yohanes di pulau Patmos, dan ia
melakukannya, berarti; Rasul Yohanes adalah kehidupan yang dengar-dengaran. Dan
apa yang dialami oleh Rasul Yohanes, pengalaman yang sama juga dialami oleh
Samuel, yaitu; berada di dalam tanda pengalaman kematian, tidak berdaya, tetapi
Tuhan yang memberi kemampuan.
Sampai
hari ini Tuhan sangat memperhatikan kita. Layanilah Tuhan dengan
sungguh-sungguh, berarti; dengar-dengaran, jangan terusik, jangan terganggu
saat berada dalam zona kenyamanan.
Ciri-cirinya: Begitu mendengar suara
panggilan sorgawi, langsung berlari kepada tujuan demikian rupa, awasi diri,
awasi pengajaran, itu sebabnya Rasul Paulus berkata: “Sebab itu aku tidak
berlari tanpa tujuan”
Kita
sedang melayani Tuhan dan melayani pekerjaan-Nya. Kita melakukan ini semua
bukan tanpa tujuan, tetapi karena kita mendengar suara panggilan dari Allah di
dalam Kristus Yesus. Amin.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment