IBADAH
RAYA MINGGU, 08 SEPTEMBER 2019
WAHYU
PASAL 11
(Seri: 04)
Subtema:
BAIT ALLAH YANG MATI
& BAIT ALLAH YANG HIDUP.
Shalom.
Selamat
sore, salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi kehidupan kita pribadi lepas
pribadi.
Saya
juga tidak lupa menyapa anak Tuhan, umat Tuhan, bahkan hamba Tuhan yang sedang
mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live
streaming video internet Youtube, Facebook di manapun anda berada.
Kita
berbahagia dan kita bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja,
Mempelai Pria Sorga, karena sore ini kita dikunjungi oleh hamba Tuhan, Bapak
Pendeta Sipahutar bersama ibu yang datang dari Medan.
Segera
saja memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari KITAB WAHYU.
Tentu
kita bersyukur kepada Tuhan, karena Tuhan sudah memberkati kita dari Wahyu 10:
1-11, dan sekarang oleh karena kemurahan Tuhan, kita berada pada Wahyu 11: 1.
Wahyu
11: 1
(11:1) Kemudian diberikanlah kepadaku
sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang
berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan
mereka yang beribadah di dalamnya.
Perhatikanlah
kata-kata berikut: “Bangunlah dan ukurlah
Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya”
Adapun
alat pengukur yang digunakan ialah sebatang bulung, seperti tongkat pengukur
rupanya, jelas ini menunjuk kepada; firman Allah, sebab perasaan serta pikiran
hati manusia, bahkan pandangan dan pengertian manusia tidak dapat digunakan
sebagai alat ukur untuk hal-hal yang rohani atau perkara Ilahi, selain firman
Allah yang kekal, sebagai alat pengukur yang sejati.
Ada
3 (tiga) hal yang diukur oleh buluh pengukur (firman Allah), yaitu:
1. Bait
Suci Allah.
2. Mezbah.
3. Mereka
yang beribadah di dalamnya.
Mari
kita berdoa dan memohon dengan segala kerendahan hati kita kepada Tuhan untuk
dapat melihat tentang tiga hal yang diukur oleh tongkat atau buluh pengukur
tersebut, dimulai dari Bait Suci Allah.
I. BAIT SUCI ALLAH (Seri
2)
Dalam
hal ini, Tuhan terlebih dahulu mengukur Bait Suci Allah.
Pertanyaannya:
Siapakah yang dimaksud dengan Bait Allah?
Jawaban
yang sederhana akan kita temukan dalam 1 Korintus 3: 16-17.
1
Korintus 3: 16-17
(3:16) Tidak tahukah kamu, bahwa kamu
adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? (3:17) Jika ada orang yang membinasakan
bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus
dan bait Allah itu ialah kamu.
Yang
dimaksud dengan bait Allah ialah kehidupan dari setiap umat Tuhan itu sendiri,
kehidupan kita masing-masing, pribadi lepas pribadi. Adapun fungsi dari Bait
Allah adalah sebagai tempat Roh Allah berdiam.
Maka
supaya Roh Allah itu berdiam di dalam kehidupan kita, yang adalah Bait Allah,
syaratnya; Bait Allah itu harus kudus (hidup kudus). Roh Allah tidak mungkin berdiam
di tempat yang tidak kudus.
Itu
sebabnya kalau kita perhatikan Efesus 5:
26-27, Rasul Paulus menceritakan bagaimana Kristus, sebagai Kepala,
menguduskan tubuh-Nya, sidang jemaat-Nya dengan air dan firman, dengan tujuan
untuk membangun Bait Suci di hadapan-Nya yang tanpa cacat cela, atau kerut atau
yang serupa dengan itu.
Roma
8: 6-9
(8:6) Karena keinginan daging
adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai
sejahtera. (8:7) Sebab keinginan
daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum
Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8:8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada
Allah. (8:9) Tetapi kamu tidak
hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah
diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan
milik Kristus.
Daging
atau tubuh itu mati, tetapi Roh adalah hidup, bahkan memberi damai sejahtera.
Kita
tidak hidup di dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah itu
diam di dalam kita.
Maka
kita harus merawat, kita harus menjaga Roh Allah yang tinggal di dalam
kehidupan kita, sebagai Bait Allah, sebab Roh Allah itu begitu peka. Jangan
sampai Roh Allah itu dipadamkan, jangan sampai Roh Allah itu berduka oleh
karena perbuatan daging.
Roma
8: 13
(8:13) Sebab, jika kamu hidup menurut
daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan
perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.
Hidup
menurut daging, sama artinya; Bait Allah yang mati, berarti; tidak ada
aktivitas di dalam Bait Allah itu sendiri.
Sebaliknya,
jika kita hidup menurut Roh, sama artinya; Bait Allah yang hidup, sebab ada
aktivitas, ada kegiatan-kegiatan Roh di dalamnya, yaitu hal-hal yang sifatnya
memuliakan Tuhan, lewat ibadah pelayanan yang Tuhan percayakan.
Roma
8: 4-5
(8:4) supaya tuntutan hukum Taurat
digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh. (8:5) Sebab mereka yang hidup menurut daging,
memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh,
memikirkan hal-hal yang dari Roh.
Perbedaan
antara hidup menurut daging dan hidup menurut Roh:
- Hidup
menurut daging; memikirkan hal-hal yang dari daging, menunjuk; Bait Allah yang mati, tanpa aktivitas
di hadapan Tuhan, tidak ada kegiatan-kegiatan Roh, tidak ada ibadah dan pelayanan,
tanpa aksi dan akselerasi, sama saja dengan hidup menurut hukum Taurat.
- Hidup
menurut Roh; memikirkan hal-hal yang dari Roh, yaitu segala perkara di atas,
perkara-perkara rohani, itulah ibadah dan pelayanan, ini menunjukkan; Bait Allah yang hidup, ada aktivitas
dan kegiatan-kegiatan di dalamnya yang sifatnya memuliakan Tuhan di
tengah-tengah ibadah pelayanan yang Tuhan percayakan, dengan lain kata terlepas
dari tuntutan hukum Taurat.
Sejenak
kita melihat HIDUP MENURUT HUKUM TAURAT.
Kalau
seseorang hidup menurut hukum Taurat, berarti; ia menjalankan ibadahnya secara
Taurat, itulah ibadah yang dijalankan secara lahiriah, misalnya; mulut
memuliakan Tuhan tetapi hatinya jauh dari Tuhan, jauh dari kebenaran firman,
sama artinya; mempersembahkan tubuh jasmani di tengah ibadah dan pelayanan,
tetapi manusia batiniahnya tidak dipersembahkan kepada Tuhan. Ibadah semacam
ini tidak berkenan kepada Tuhan, dan perlu diketahui; darah daging tidak
mewarisi Kerajaan Sorga, sebab itu hati-hati dengan hukum Taurat.
Kelemahan
dari hukum Taurat:
1. Menunjuk-nunjuk
dosa atau suka menghakimi orang yang berdosa.
2. Tidak
mengampuni orang yang berdosa.
Inilah
bagian dari tuntutan-tuntutan hukum Taurat itu sendiri.
Praktek
berada di bawah hukum Taurat: Mengasihi sesama atau mengasihi orang yang
mengasihi, tetapi membenci musuh (orang yang berbuat salah).
Maka
jelas sekali; yang diukur oleh buluh pengukur adalah Bait Suci Allah, itulah
kehidupan dari umat Tuhan, yang berfungsi sebagai tempat Roh Allah berdiam,
sehingga oleh Roh itu tubuh ini senantiasa memuliakan Tuhan di tengah-tengah
kegiatan rohani.
Kita
dapat mengambil suatu kesimpulan;
- Hidup
menurut daging adalah mati, inilah yang disebut Bait Allah yang mati atau tanpa
aktivitas.
- Hidup
menurut Roh menjadi Bait Allah yang hidup, maksudnya; ada aktivitas, ada
kegiatan-kegiatan di tengah-tengah ibadah pelayanan itu.
1
Korintus 6: 19-20
(6:19) Atau tidak tahukah kamu, bahwa
tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus
yang kamu peroleh dari Allah, -- dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (6:20) Sebab kamu telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Hidup
(tubuh) kita ini adalah Bait Roh Allah yang hidup, sebab tubuh kita ini
digunakan untuk memuliakan Allah.
Bait
Allah yang hidup itu senantiasa memuliakan Allah dengan tubuhnya, dengan
hidupnya, sedangkan daging itu mati; tidak ada aktivitas, tidak ada
kegiatan-kegiatan di dalamnya, dan berada di bawah tuntutan-tuntutan hukum
Taurat.
2
Korintus 6: 14-17
(6:14) Janganlah kamu merupakan
pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab
persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? (6:15) Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial?
Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?
(6:16) Apakah hubungan bait Allah
dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut
firman Allah ini: "Aku akan diam
bersama-sama dengan mereka dan hidup di
tengah-tengah mereka, dan Aku akan
menjadi Allah mereka, dan mereka akan
menjadi umat-Ku. (6:17) Sebab
itu: Keluarlah kamu dari antara
mereka, dan pisahkanlah dirimu dari
mereka, firman Tuhan, dan janganlah
menjamah apa yang najis, maka Aku
akan menerima kamu.
Dengan
tegas Rasul Paulus berkata kepada sidang jemaat di Korintus, menurut kebenaran
firman Allah, bahwa; hidup kita ini adalah Bait Allah yang hidup, berarti; ada
aktivitas, ada kegiatan Roh, ada ibadah pelayanan, dengan lain kata; senantiasa
memuliakan Tuhan dengan tubuh (dengan hidup) kita ini, sebab Roh Allah yang
menjadi motor penggeraknya.
Kalau
tidak ada Roh Allah, berarti hidup menurut daging, sama dengan Bait Allah yang
mati.
Selanjutnya,
Tuhan sendiri berkata:
- “Aku akan diam bersama-sama
dengan mereka”
- “dan hidup di tengah-tengah
mereka,”
- “dan Aku akan menjadi Allah
mereka,”
- “dan mereka akan menjadi
umat-Ku.”
Dari
empat pengakuan Tuhan kepada kita, jelas ini menunjukkan, bahwa; arah dari
kegiatan-kegiatan Roh, arah dari ibadah pelayanan kita di bumi ini adalah
Yerusalem baru, itulah kota mempelai.
Arah
dari ibadah kita di atas muka bumi ini, bukan semata-mata hanya untuk diberkati
dengan perkara lahiriah, bukan dicukupkan dengan segala keperluan kebutuhan ini
dan itu, bukan kedudukan dan jabatan yang tinggi, atau pendidikan yang tinggi,
bukan itu akhir dari ibadah dan pelayanan kita, melainkan Yerusalem baru. Itu
jelas dari pengakuan Tuhan sendiri kepada kita. Tidak bisa dipungkiri.
Jadi,
anak-anak Tuhan, juga para pemirsa, hamba Tuhan, umat Tuhan, jangan salah
mengerti: “Akhir dari perjalanan rohani kita di atas muka bumi ini adalah
Yerusalem baru”, berada dalam perjamuan malam kawin Anak Domba, besanding
dengan Dia sebagai Mempelai Pria Sorga.
Dalam
susunan Tabernakel, empat perkataan Tuhan atau keempat kalimat di atas
terkena pada TABUT PERJANJIAN, yang ada di dalam Ruangan Maha Suci.
Adapun
Tabut Perjanjian terdiri dari dua bagian:
1. PETI
dari Tabut Perjanjian itu sendiri, menunjuk; gereja Tuhan atau mempelai wanita
Tuhan.
2. TUTUPAN
GRAFIRAT (tutupan pendamaian) dengan dua kerubium di atasnya, menunjuk; Allah
Trinitas, yakni Tuhan Yesus Kristus.
- Tutupan
grafirat, menunjuk; Yesus, Anak Allah.
- Kerub
(pertama), menunjuk; Allah Bapa.
- Kerub
(kedua), menunjuk; Allah Roh-El Kudus.
Persamaan
2 Korintus 6: 15 dengan TABUT PERJANJIAN:
- “Aku akan diam bersama-sama
dengan mereka”, menunjuk; KERUB YANG KEDUA, yakni Allah Roh El-Kudus.
- “hidup di tengah-tengah mereka”,
menunjuk; TUTUPAN GRAFIRAT, yakni Yesus, Anak Allah, karena Yesus pernah turun
ke dunia tinggal dan hidup bersama-sama dengan kita.
- “Aku akan menjadi Allah mereka”,
menunjuk; KERUB PERTAMA, yakni Allah Bapa.
- “mereka akan menjadi umat-Ku”,
menunjuk; TABUT dari peti perjanjian.
Jadi,
kita tidak perlu ragu lagi, bahwa arah ibadah pelayanan kita di atas muka bumi
ini jelas Yerusalem baru, kota
Mempelai.
Itulah
sasaran akhir dari perjalanan rohani kita di atas muka bumi ini, bukan
berkat-berkat semata, sebab yang ada ini akan berlalu.
Jangan
ragu, tetap bertahan dalam Pengajaran Mempelai dan dalam Pengajaran Tabernakel,
yang dipikul oleh para imam, yang memang suku Lewi, dan bangsa Israel harus
terus mengikuti tabut itu, sebab jalan itu tidak pernah ditempuh oleh orang
lain.
Kalau
ada hamba Tuhan berkata ia pernah naik turun sorga, itu adalah hal yang keliru,
salah kaprah.
Syarat supaya ibadah di bumi
mengarah kepada Yerusalem yang baru: Keluar
dan memisahkan diri dari noda kekafiran, dengan lain kata; jangan menjamah apa yang najis, antara lain;
1. Kedurhakaan.
2. Gelap.
3. Belial.
4. Orang-orang
yang tidak percaya.
5. Berhala.
Pisahkan
diri dari noda kekafiran, keluarlah dari 5 (lima) perkara di atas, jangan
menjamahnya supaya jangan menjadi najis.
Biarlah
orang mati mengubur orang mati, tetapi biarlah kita senantiasa berada dalam
kegiatan Roh, supaya kita hidup, supaya kita tidak menjadi najis, terlepas dari
tuntutan hukum Taurat.
Persamaan
dari 5 (lima) perkara di atas.
1. Kedurhakaan,
sama dengan; orang yang dikuasai oleh roh pemberontakan.
Mengapa
ada pemberontakan? Pemberontakan terjadi karena seseorang merasa diri layak,
merasa diri benar, merasa diri baik, merasa diri suci dari orang lain, seperti
pemberontakan bani Korah, Abiram, Datan, dan On.
Mengapa
mereka memberontak? Karena mereka merasa diri layak, mereka berkata: “Bukan hanya Musa saja yang dipakai Tuhan”
Ini sifat orang yang merasa diri layak, merasa diri lebih benar, merasa diri
lebih suci; suka memberontak.
Juga
Meriam dan Harum pernah memberontak kepada Musa, mengapa? Karena merasa diri
lebih baik, merasa diri lebih layak dari Musa, adiknya itu. Akhirnya Tuhan
peringatkan mereka dengan sakit kusta. Sakit kusta itu tubuhnya putih kelihatan
bersih, tetapi itu penyakit. Jadi, kebenaran diri sendiri itu adalah penyakit.
2. Gelap, sama
dengan malam, fungsinya; untuk menyembunyikan dosa dengan segala
perbuatan-perbuatannya.
Orang-orang
yang melayani Tuhan disebut anak-anak siang atau anak-anak terang, sedangkan
anak-anak malam disebut orang-orang kegelapan dengan perbuatan-perbuatannya,
antara lain;
- Mabuk
waktu malam, itulah hidup menurut hawa nafsu daging.
- Tidur
waktu malam, itulah malas.
3. Belial, sama
dengan; Setan yang senantiasa menyangkal salib Kristus, paling tidak suka
mendengar korban Kristus di tengah ibadah pelayanan, tetapi suka mendengar
cerita-cerita dunia ini, padahal yang menyelamatkan bukanlah harta, bukan
kedudukan, bukan jabatan, bukan pendidikan yang tinggi, bukan apa yang kita
punya ini. Yang menjembatani untuk kita boleh mendapat keselamatan yang kekal
di dalam kerajaan tak tergoncangkan adalah salib.
4. Orang-orang yang tidak percaya,
menunjuk; orang-orang yang hidup menurut kebenaran diri sendiri.
Prakteknya;
bergantung kepada manusia dan kekuatannya, tidak bergantung kepada Tuhan.
- Persis
seperti orang Mesir; untuk menyirami kebun sayur, mereka harus mengandalkan
kekuatan, mengambil air dan menyirami kebun sayurnya.
- Berbeda
dengan tanah Kanaan; bergunung dan berlembah, bergantung sebanyak hujan turun
dari langit, artinya; bergantung kepada kemurahan Tuhan.
5. Berhala,
artinya; segala sesuatu yang melebihi dari Tuhan, misalnya;
- Meninggalkan
ibadah dan pelayanan karena pekerjaan, atau kesibukan-kesibukan, termasuk
perkara-perkara lahiriah lainnya.
- Meninggalkan
ibadah dan pelayanan karena uang, harta, kekayaan, dan lain sebagainya.
- Juga
kekerasan hati.
Meninggalkan ibadah dan pelayanan karena ini dan itu, itulah yang
disebut berhala. Pekerjaan bisa jadi berhala, uang bisa jadi berhala, kemudian,
kekerasan hati juga disebut dengan berhala.
Inilah
lima perkara yang tidak boleh dijamah supaya ibadah ini betul-betul mengarah
sampai kepada Yerusalem baru.
Jangan
menjamah apa yang najis. Biarlah orang mati mengubur orang mati. Tidak perlu
menggunakan alasan ini dan itu.
Hal-hal
inilah yang menyebabkan mati rohani (Bait Allah yang mati), Bait Allah yang
tidak diukur oleh Tuhan; hidup menurut daging, senantiasa berada dalam
tuntutan-tuntutan hukum Taurat itu sendiri.
Sejenak
kita melihat Yehezkiel.
Yehezkiel
11: 18-20
(11:18) Maka sesudah mereka datang di
sana, mereka akan menjauhkan segala dewa-dewanya yang menjijikkan dan segala
perbuatan-perbuatan yang keji dari tanah itu. (11:19) Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru
di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang
keras dan memberikan mereka hati yang taat, (11:20) supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku
dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi
Allah mereka.
Keubahan
terjadi sampai akhirnya menjadi Bait Allah yang hidup, dan Tuhan berkata akan
memberikan mereka:
- Hati
yang lain.
- Roh
yang baru di dalam batin mereka.
- Menjauhkan
dari tubuh mereka hati yang keras.
- Hati
yang taat kepada firman Allah.
Waktu
saya sekolah Alkitab di Lempin-El, setiap guru yang mengajar hanya mengajarkan
tentang: Taat, setia, dengar-dengaran,
maka berhasil. Itu saja motto dari guru yang satu dan guru yang lain, dari
pelajaran yang satu ke pelajaran yang lain.
Taat,
setia, dengar-dengaran, inilah kehidupan yang baru (Bait Allah/rumah Tuhan) di
dalamnya Roh Allah berdiam. Itulah Bait Allah yang hidup.
Bandingkan
dengan BAIT ALLAH YANG MATI, pada ayat 21-22.
Yehezkiel
11: 21-22
(11:21) Mengenai mereka, yang hatinya berpaut
pada dewa-dewanya yang menjijikkan dan pada perbuatan-perbuatannya yang
keji, Aku akan menimpakan kelakuan mereka atas kepalanya sendiri,
demikianlah firman Tuhan ALLAH." (11:22)
Maka kerub-kerub itu mengangkat sayap mereka, dan roda-rodanya bergerak
bersama-sama dengan mereka, sedang kemuliaan Allah Israel berada di atas mereka.
Kerub-kerub
itu mengangkat sayap mereka, maka naiklah kemuliaan Allah dari tengah-tengah
negeri itu, sama dengan; Tuhan mengangkat kemuliaan-Nya dan dijauhkan dari
tengah-tengah negeri itu. Ini adalah Bait Allah yang mati.
Penyebabnya
ada dua:
1. Mereka
berpaut pada dewa-dewanya.
2. Karena
perbuatan mereka keji.
Oleh
karena dua perkara inilah, Bait Allah
kehilangan kemuliaan Allah seiring terangkatnya sayap kerub-kerub itu, sama
dengan Bait Allah yang mati.
Kalau
Bait Allah itu mati, maka tidak ada kemuliaan Allah di tengah-tengah kota itu.
Anak
Tuhan, imam-imam, hamba-hamba Tuhan juga, kalau dia adalah Bait Allah yang
hidup, pasti memancarkan cahaya kemuliaan, tidak bisa tidak. Dan kemuliaan itu
tidak dibuat-buat, dengan pura-pura rendah hati, tidak. Itu terjadi begitu
saja, karena Bait Allah itu adalah tempat Roh Allah berdiam, dan oleh Roh itu
tubuh kita memuliakan Tuhan.
Penyebab Tuhan mengangkat
kemuliaan-Nya (Bait Allah mati).
YANG
PERTAMA: Berpaut pada dewa-dewanya.
Bangsa
Israel pernah berpasangan dengan Baal-Peor (dewa).
Bilangan
25: 1-3
(25:1) Sementara Israel tinggal di
Sitim, mulailah bangsa itu berzinah dengan perempuan-perempuan Moab. (25:2) Perempuan-perempuan ini mengajak
bangsa itu ke korban sembelihan bagi allah mereka, lalu bangsa itu turut
makan dari korban itu dan menyembah allah orang-orang itu. (25:3) Ketika Israel berpasangan
dengan Baal-Peor, bangkitlah murka TUHAN terhadap Israel;
Yang
terjadi ketika bangsa Israel berpasangan dengan Baal-Peor:
1. Bangsa Israel berzinah dengan
perempuan-perempuan Moab, sama artinya; satu tubuh
dengan perempuan cabul, itulah roh najis, itulah roh Babel.
2. Mempersembahkan korban
sembelihan kepada Baal-Peor.
Menurut
Mazmur 51: 19, “Korban sembelihan ialah
jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk” Bayangkan, mereka mau
melakukan hal ini kepada dewa-dewa, Baal-Peor, allah sesembahan dari bangsa
Moab, bukankah ini suatu kebodohan?
Kalau
kita mempersembahkan korban sembelihan kepada Tuhan; jiwa hancur, hati patah
dan remuk, tidak dipandang hina, berarti dipermuliakan Tuhan. Tetapi kalau kita
berkorban kepada berhala-berhala, itu adalah pengorbanan yang sia-sia,
seringkali bahkan tidak sedikit orang Kristen berkorban untuk sesuatu yang
tidak pasti, berkorban sampai jiwa hancur, hati patah dan remuk, namun
pengorbanannya bukan untuk Tuhan, melainkan hanya karena hal-hal lahiriah,
bahkan hanya karena dosa, itu merupakan kesia-siaan, korban sembelihan yang
tidak berarti dan tidak berguna di hadapan Tuhan. Itu yang sangat disayangkan.
Untuk
berhala berkorban setengah mati, tetapi untuk Tuhan, tidak. Pengorbanan semacam
ini sia-sia. Jelas menjadi Bait Allah yang mati, karena Tuhan mengangkat
kemuliaan-Nya dari tengah-tengah kota itu.
3. Bangsa Israel turut makan dari korban
itu. Ini adalah perkara yang lebih parah lagi.
Makanan
rohani kita adalah firman Allah. Firman Allah adalah kebenaran, dan kita
dikuduskan oleh kebenaran.
Kalau
mereka turut makan dari korban yang dipersembahkan kepada berhala, berarti
sikap dan perbuatan mereka sama seperti sikap perbuatan yang ada di luaran
sana, sama seperti bangsa Moab, kebenarannya seperti kebenaran bangsa Moab.
Saya
mau tandaskan sore ini; Kalau kita menjadi Bait Allah yang hidup, biarlah kita
hidup oleh Roh Tuhan. Jangan tergantung situasi kondisi yang ada. Harus punya
pendirian. Jangan kita makan kebenaran seperti kebenaran di mana kita berdiri,
tetapi berdirilah menurut kebenaran firman Allah, punya pendirian yang benar.
Kalau pun ditolak, biarkan saja ditolak. Bukan kita yang ditolak, tetapi firman
yang ia tolak.
Tetapi
bangsa Israel; ketika berpaut dengan dewa-dewa, berhala bangsa Moab, yakni;
Baal-Peor, mereka turut makan dari apa yang sudah dipersembahkan kepada berhala
itu. Sangat disayangkan perbuatan bangsa Israel ini.
Itulah
keberadaan dari bangsa Israel ketika berpaut dengan dewa-dewa, berhala dari
bangsa Moab, itulah Baal-Peor.
Kemudian,
bangsa Israel juga pernah menyembah berhala Baal pada masa raja Ahab.
1
Raja-Raja 18: 20-22
(18:20) Ahab mengirim orang ke seluruh
Israel dan mengumpulkan nabi-nabi itu ke gunung Karmel. (18:21) Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata:
"Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati?
Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." Tetapi
rakyat itu tidak menjawabnya sepatah kata pun. (18:22) Lalu Elia berkata kepada rakyat itu: "Hanya aku
seorang diri yang tinggal sebagai nabi TUHAN, padahal nabi-nabi Baal itu ada empat
ratus lima puluh orang banyaknya.
Bangsa
Israel berlaku timpang dan bercabang hati, mereka berpaut dengan berhala Baal
disertai dengan 450 (empat ratus lima puluh) nabi-nabi Baal. Itu terjadi pada
zaman raja Ahab menjadi raja atas Israel.
Padahal
Elia dengan firman nabinya sudah menegur bangsa Israel, sudah disampaikan
kepada bangsa Israel, tetapi mereka berdiam, tidak mau bergeming, tidak mau
berubah. Sama artinya; dosa sudah dikoreksi, tetapi tidak mau berubah, tetap
berpaut pada dewa-dewanya, itulah berhala Baal.
Mari
kita lihat lebih dalam tentang berhala Baal ini.
1
Raja-Raja 18: 26-27
(18:26) Mereka mengambil lembu yang
diberikan kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi
sampai tengah hari, katanya: "Ya Baal, jawablah kami!" Tetapi tidak
ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di
sekeliling mezbah yang dibuat mereka itu. (18:27)
Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: "Panggillah
lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada
urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum
terjaga."
450
(empat ratus lima puluh) nabi-nabi Baal bersama dengan rakyat Israel menyembah
berhala Baal pada masa raja Ahab.
Berhala
Baal untuk masa sekarang:
1. Merenung,
menunjuk; orang yang tidak mau bertindak, sama dengan iman tanpa perbuatan
adalah nol.
2. Ada urusannya,
sama dengan; sibuk dengan perkara-perkara lahiriah, tetapi tidak sibuk dengan
perkara rohani, perkara di atas, itulah ibadah dan pelayanan dengan segala
kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya.
3. Suka bepergian,
berarti; tidak berdiam di dalam rumah Tuhan, persis seperti Esau; kesukaannya
adalah tinggal di padang, dia adalah seorang yang pandai berburu daging.
Sebaliknya dengan Yakub; seorang yang tenang, ia suka tinggal di kemah,
senantiasa memperhatikan pekerjaan di dalam rumah Tuhan.
4. Suka tidur,
menunjuk kepada; si pemalas. Kalau kita perhatikan ladang si pemalas, dalam
Amsal, semuanya ditumbuhi onak dan duri, dan ini menyakiti juga menyusahkan
diri sendiri. Orang yang malas seperti pintu berputar pada engselnya,
demikianlah si pemalas di tempat tidurnya. Tidur sebentar lagi, mengantuk
sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring, itulah si
pemalas hanya di seputar tempat tidur saja, sehingga ia tidak sadar datanglah
kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang
bersenjata.
Inilah
berhala Baal di zaman akhir, di masa modernisasi ini, supaya kita mengerti
dengan sungguh-sungguh.
Itulah
yang menyebabkan Bait Allah itu mati, sehingga Tuhan mengangkat kemuliaan-Nya
dan meninggalkannya. Bayangkan, kalau Tuhan mengangkat kemuliaan-Nya, kalau
Tuhan meninggalkan kita, maka kita berada dalam kehinaan, lalu apa yang bisa
kita perbuat? Sudah hina, akan semakin hina.
Ketika
Salomo menyelesaikan pembangunan Bait Allah (rumah Tuhan), selanjutnya membawa
masuk Tabut Perjanjian ke dalamnya, sehingga Ruangan Maha Suci itu penuh dengan
kemuliaan Allah, dan rebahlah semua imam-imam yang mendekat. Kalau kita
kehilangan kemuliaan Allah, kita yang rebah karena tidak sanggup menghadapi
dosa yang ditimbulkan oleh si Seteru (musuh), itulah;
- Daging
dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.
- Setan,
itulah Iblis; roh jahat dan roh najis.
- Dunia
dengan arusnya yang menghanyutkan kerohanian dari pada anak-anak Tuhan.
Kalau
Tuhan mengangkat kemuliaan-Nya, apa yang bisa kita perbuat? Kita rebah.
Ingat;
kita adalah Bait Allah. Fungsinya; tempat Roh Allah berdiam, sehingga oleh Roh
itu kita hidup, ada aktivitas, ada kegiatan Roh, ada ibadah dan pelayanan,
inilah orang yang senantiasa memikirkan perkara-perkara di atas, bukan berkara
di bawah.
Tetapi
kalau Bait Allah itu mati; tidak ada aktivitas, Tuhan mengangkat kemuliaan-Nya.
Kalau kita kehilangan kemuliaan Allah; menjadi hina, tidak berdaya, rebah,
kalah terhadap dosa yang ditimbulkan oleh si Seteru (daging, Setan, dan dunia).
Kita
bersyukur, karena Tuhan Yesus baik. Sejauh ini kita sudah digembalakan oleh
Pengajaran Mempelai dan Pengajaran Tabernakel, di mana arah dari ibadah itu
adalah Yerusalem baru.
Dalam
kesempatan Ibadah Pemuda Remaja, 07 September 2019, berbicara tentang: “Berkat
orang jujur memperkembangkan kota”, dan sudah pasti itu adalah kota
Yerusalem baru. Oleh sebab itu, jujurlah, supaya apa yang sudah Tuhan
percayakan ini akan semakin Tuhan percayakan lebih lagi.
Hari-hari
ini Tuhan percayakan kita kunjungan-kunjungan membawa Pengajaran Pembangunan
Tabernakel (PPT), apakah karena kita jemaat besar? Tidak, tetapi karena berkat
orang jujur memperkembangkan kota.
Jujurlah
dalam segala perkara. Jangan saling mendustai satu dengan yang lain;
- dimulai
dari nikah rumah tangga, itulah penggembalaan terkecil,
- kemudian
nikah yang lebih besar, itulah dalam kandang penggembalaan,
- sampai
kepada antar nikah, itulah antar kandang penggembalaan,
- sampai
bangsa kafir dengan Israel bersatu.
Itulah
berkat orang jujur memperkembangkan kota.
Tuhan
Yesus baik. Dia tidak berubah. Kalau yang lain ditolong, maka kita juga
ditolong, tergantung penyerahan kita; apakah Bait Allah itu mau menjadi tempat
Roh Allah atau bukan.
Sungguh
enak dan nikmat digembalakan oleh Pengajaran Mempelai, di mana arah dan
tujuannya jelas, kita tidak disesatkan, asal yang menggembalakan itu juga
jujur.
Penyebab Tuhan mengangkat
kemuliaan-Nya (Bait Allah mati).
YANG
KEDUA: Perbuatan mereka keji.
Perbuatan
keji, berarti; menghilangkan korban sehari-hari.
Suatu
kali nanti, pembinasa keji, itulah antikris, akan berdiri di Bait Allah selama
3.5 (tiga setengah) tahun. Dan pada saat pembinasa keji berdiri di dalam rumah
Tuhan, maka korban sehari-hari akan dilenyapkan, antara lain;
1. Korban
sembelihan, itulah ibadah dan pelayanan.
2. Korban
santapan, itulah firman Allah. Kalau korban santapan dilenyapkan, berarti;
tidak ada lagi Pengajaran Mempelai dan Pengajaran Tabernakel, sesuai Amos 8:
11. Suatu kali nanti terjadi kelaparan atas negeri ini, bukan kelaparan
akan makanan, bukan kehausan akan minuman, melainkan haus dan lapar akan
mendengar Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel.
Singkatnya,
kalau korban sehari-hari ini dilenyapkan, itu merupakan perbuatan keji.
Kalau
seseorang tidak menghargai ibadah dan pelayanan, tidak menghargai pembukaan
firman, itu merupakan perbuatan keji, itulah yang disebut Bait Allah yang mati,
sehingga kemuliaan Allah terangkat dari kota itu, kemuliaan Allah dijauhkan
dari kota itu.
Tadi
kita sudah melihat Bait Allah yang mati; sayap-sayap dari kerub-kerub itu
terangkat, berarti kehilangan kemuliaan Allah, karena kemuliaan Allah
terangkat, dijauhkan dari negeri itu.
Sekarang
pertanyaannya: Ke mana kerub-kerub itu
terangkat? Dan ke mana kemuliaan itu beralih?
Kita
kembali memperhatikan Yehezkiel 11.
Yehezkiel
11: 22-23
(11:22)
Maka
kerub-kerub itu mengangkat sayap mereka, dan roda-rodanya bergerak bersama-sama
dengan mereka, sedang kemuliaan Allah Israel berada di atas mereka. (11:23) Lalu kemuliaan TUHAN
naik ke atas dari tengah-tengah kota dan hinggap di atas gunung yang di
sebelah timur kota.
Setelah
kemuliaan Allah terangkat dan dijauhkan dari Bait Allah yang mati, lalu “kemuliaan
Allah itu hinggap di atas gunung yang di sebelah timur kota.”
Pembangunan
Bait Allah (pembangunan tubuh Kristus), dimulai dari Timur sampai ke Barat,
sampai sempurna. Tetapi pembangunan itu harus ada dasarnya, itu sebabnya dia
hinggap di atas gunung yang di sebelah timur.
Gunung,
itu menunjuk kepada; Yesus Kristus sebab Dia adalah gunung batu, Yesus adalah
batu penjuru, itulah korban Kristus.
1
Korintus 3: 10
(3:10) Sesuai dengan kasih karunia
Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang
cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya.
Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun
di atasnya.
Rasul
Paulus adalah ahli bangunan yang cakap, dia sudah meletakkan dasar bangunan
itu, itulah Yesus Kristus, yang adalah batu penjuru yang di sebelah timur tadi.
Maka tiap-tiap orang harus memperhatikan bagaiamana ia harus membangun di atas
batu penjuru.
Demikian
halnya dengan kita; tidak boleh asal datang beribadah, kita tidak boleh asal
datang melayani di dalam rumah Tuhan, masing-masing hidup kita harus
memperhatikan bagaimana ia harus membangun di atas batu penjuru itu dengan
baik, supaya akhirnya ia menjadi Bait Allah yang hidup, bukan Bait Allah yang
mati (vakum) karena perbuatan
dagingnya dan tidak terlepas dari tuntutan hukum Taurat.
Yang
beribadah tidak boleh asal beribadah kepada Tuhan dan yang melayani tidak boleh
asal melayani Tuhan, sebab sungguh, itu adalah perbuatan keji, setara dengan
melenyapkan korban sehari-hari; tidak menghargai ibadah dan tidak menghargai
firman.
Kita
lihat; orang-orang Yahudi tidak memperhatikan bagaimana cara membangun rumah di
atas korban Kristus, ada kebanggaan yang salah dari mereka.
Yohanes
2: 18-22
(2:18) Orang-orang Yahudi menantang
Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa
Engkau berhak bertindak demikian?" (2:19)
Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga
hari Aku akan mendirikannya kembali." (2:20) Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam
tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga
hari?" (2:21) Tetapi yang
dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. (2:22) Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang
mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah
dikatakan-Nya, dan mereka pun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan
yang telah diucapkan Yesus.
Orang-orang
Yahudi dan orang Farisi bangga dengan Bait Allah yang ada di Yerusalem itu,
tetapi akhirnya Yesus berkata: “Rombak
Bait Allah ini”, artinya; segala kebanggaan-kebanggaan daging harus
dirombak. Selanjutnya Yesus berkata: “dalam
tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”
Tuhan
mau merombak segala kebanggaan yang tidak benar, lalu dibangun selama 3 (tiga)
hari, dibangun di atas korban Kristus, supaya Bait Allah itu penuh dengan
kemuliaan.
Orang
Yahudi bangga, orang Farisi bangga dengan Bait Allah yang di Yerusalem, sebab
mereka membangunnya selama 46 (empat puluh enam) tahun.
46
(empat puluh enam) tahun, menunjuk kepada; hukum Taurat. Sepuluh hukum Allah tertulis
dalam dua loh batu, di mana;
- 4
(empat) hukum ditulis pada loh batu pertama.
- 6
(enam) hukum ditulis pada loh batu kedua.
Jadi,
mereka bangga dengan hukum Taurat, dan ini harus dirombak dan dibangun kembali
di atas korban Kristus; mati dan bangkit.
Angka
3 (tiga), menunjuk; pengalaman kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, itulah
korban Kristus, itulah batu penjuru.
Jangan
kita asal-asal menjalankan ibadah ini menurut daging, jangan kita asal
melayani, tidak boleh. Harus ditandai dengan korban.
Rombak
segala kebanggaan daging dengan 3 (tiga) hari, mati dan bangkit pada hari
ketiga, dibangun di atas batu penjuru, dibangun di atas korban Kristus.
Lenyapkan segala kebanggaan daging.
Suasana saat Yesus membangun
Bait Allah.
Yohanes
2: 17
(2:17) Maka teringatlah
murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan
Aku."
Saat
Yesus kembali membangun Bait Allah, Yesus berkata: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku."
Dalam
hal membangun rumah ini, bagaikan mempersembahkan korban bakaran:
potongan-potongan daging dari kepala sampai ekor dipersembahkan di atas Mezbah
Korban Bakaran semalam-malaman sampai pagi, berarti sampai hangus.
Di
dalam hal kita berkorban; tenaga, pikiran, waktu, uang, materi, itu harus
sampai hangus. Jangan hitung-hitungan di dalam rangka pembangunan tubuh
Kristus. Kita bekerja melayani pekerjaan Tuhan, sampai hangus, sampai raga ini
habis. Hati ini habis hanya untuk melayani pekerjaan Tuhan, itulah tanda ketika
Bait Allah sudah dirombak dan didirikan di atas batu penjuru, korban Kristus,
tidak ada lagi kebanggaan daging.
Selanjutnya,
mari kita lihat lebih jauh tentang BAIT ALLAH YANG HIDUP.
1
Petrus 2: 3-5
(2:3)
jika
kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan. (2:4) Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang
dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. (2:5) Dan biarlah kamu juga
dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani,
bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang
karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.
Kalau
memang sudah benar-benar mengecap kebaikan Tuhan, kalau memang sudah merasakan
bahwa Tuhan Yesus baik, datanglah kepada-Nya, datanglah kepada batu hidup itu.
Kalau
kita datang kepada batu hidup, tujuannya “supaya kita dipergunakan sebagai
batu hidup juga”, dalam rangka:
1. Untuk
pembangunan tubuh Kristus yang sempurna, dari Timur sampai ke Barat.
2. Untuk
mempersembahkan persembahan yang rohani, tidak lagi mempersembahkan dalam
bentuk lahiriah, itulah ibadah Taurat.
Datanglah
kepada batu yang hidup, berarti mendirikan
rumah di atas dasar batu penjuru, supaya selanjutnya dijadikan sebagai Bait Allah yang hidup.
1
Petrus 2: 6
(2:6) Sebab ada tertulis dalam
Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang
terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya
kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."
Siapa
yang membangun hidupnya di atas korban Kristus, di atas dasar batu penjuru yang
mahal, batu yang terpilih, maka tidak
akan dipermalukan oleh Tuhan.
Kalau
kita diberkati oleh Tuhan, dengan rendah hati kita berani dan tidak minder,
tidak malu dalam melayani pekerjaan Tuhan.
Kalau
sampai anak-anak Tuhan dipermalukan oleh banyak perkara, maka belajarlah kita
dari firman yang kita terima sore ini. Ayo, berdiri di atas korban Kristus,
maka ia tidak akan dipermalukan oleh Tuhan, karena; Tuhan akan memelihara dan
memberkati, Tuhan melindungi, dan membela, Tuhan merawat.
Dengan
berdiri di atas korban Kristus, maka tidak dipermalukan, baik oleh penyakit,
baik oleh keuangan, ekonomi, baik oleh pekerjaan, baik apa saja, tidak
dipermalukan. Berbeda dengan orang yang tidak mendapat pembelaan dari Tuhan;
kalah dan kalah terhadap dosa membuat malu saja, kekurangan kekurangan dan
kekurangan membuat malu saja, kesusahan kesusahan dan kesusahan hanya membuat
malu saja.
Berdiri
di atas korban Kristus tidak membuat kita dipermalukan, melainkan
dipermuliakan, karena kemuliaan itu hinggap di atas gunung yang di sebelah timur.
1
Petrus 2: 7-8
(2:7) Karena itu bagi kamu,
yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang
telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru,
juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan." (2:8) Mereka tersandung padanya, karena
mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah
disediakan.
Yesus
Kristus, Dia adalah batu yang terpilih, batu penjuru, batu yang mahal di atas
gunung Sion, sebagai dasar dari tiap-tiap bangunan. Kalau rumah dibangun di
atas batu penjuru, maka kita boleh merasakan dua hal bahwa batu penjuru:
1. Menjadi
batu sentuhan.
2. Menjadi
batu sandungan.
Tergantung
dari sudut mana kita memandang korban Kristus, tergantung dari sudut mana kita
memandang batu penjuru yang adalah dasar dari tiap-tiap bangunan.
Bagi
orang yang percaya; batu yang mahal, batu penjuru itu menjadi batu sentuhan.
Korban Kristus itu dapat menyentuh hati kita. Korban Kristus itu dapat mengerti
keberadaan kita, menjadi batu sentuhan.
Tetapi
bagi ahli-ahli bangunan yang sudah membuang batu itu, itulah ahli-ahli Taurat
dan imam-imam kepala, serta tua-tua, batu penjuru menjadi batu sandungan.
Mengapa menjadi batu sandungan? Mengapa tersandung? Karena mereka tidak
mendirikan rumah mereka di atas korban Kristus.
Itu
sebabnya saya katakan tadi: Batu penjuru itu mahal, sekaligus batu sentuhan dan
batu sandungan, tergantung dari sudut mana kita memandangnya.
Maka,
manakala kita mengalami kesusahan, pandang saja salib-Nya. Jangan pandang suami
yang arogan, jangan lihat isteri yang tidak tunduk, tetapi pandang saja
salib-Nya. Jangan lihat dan gunakan uang, lalu berfoya-foya untuk merusak Bait
Allah, mendukakan Roh Kudus, dan memadamkan api Roh Kudus.
Pandang
salib-Nya, Dia akan menyentuh hati kita masing-masing. Tetapi di sisi lain;
korban Kristus menjadi sandungan, karena tidak menghargai korban Kristus,
seperti ahli-ahli bangunan.
1
Petrus 2: 9
(2:9)
Tetapi
kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:
“Bangsa
yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah
sendiri”, itu menunjuk kepada Bait Allah yang hidup.
Pekerjaan
dari Bait Allah yang hidup adalah untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang
besar dari Dia, yang telah memanggil kita keluar dari kegelapan kepada
terang-Nya yang ajaib.
Perbuatan-perbuatan
yang besar dari Dia (karya Allah yang terbesar) adalah salib di Golgota. Di
manapun kita berada, yang kita beritakan adalah salib yang kita pikul di atas
pundak kita, yang kita beritakan adalah salib di Golgota, bukan memberitakan
harta, kekayaan, kedudukan, jabatan, uang yang banyak yang kita punya.
Beberapa
hari yang lalu saya mengikuti persekutuan di Malang, lalu bertemu dan
mendengarkan cerita seorang rekan hamba Tuhan. Tanpa sadar, dia sudah
menceritakan berkat-berkat yang dia terima. Saya menyimak dari kalimat demi
kalimat, di dalam hati dan pikirannya, tersirat kebanggaan dengan berkat. Bukan
itu yang kita beritakan, seharusnya Salib yang kita beritakan, itulah Bait
Allah yang hidup.
Di
tempat kita bekerja, di tempat kita kuliah, di tempat kita sekolah, di mana saja
komunitas kita, yang kita beritakan adalah salib di Golgota, itulah batu yang
hidup, rumah Tuhan yang hidup.
Tuhan
Yesus baik; Tuhan bisa pakai kita, sampai akhirnya diukur oleh sebatang buluh
pengukur.
Jadi,
mengukur Bait Allah bukan dengan pikiran manusia, bukan sudut pandang manusia.
Pikiran, perasaan, pandangan manusia bukanlah alat ukur yang baik. Firman Allah
yang menjadi alat ukur, itulah sebatang buluh yang sejati.
Inilah
yang masuk dalam ukuran. Yang pertama-tama diukur oleh sebatang buluh (tongkat
pengukur) adalah Bait Allah. Dan inilah Bait Allah itu.
Saya
berharap, kita semua dilawat oleh Tuhan, dan diberkati oleh Tuhan. Sehingga
baik hidup, ibadah, pelayanan, nikah dan rumah tangga, diberkati oleh Tuhan.
Kesimpulannya:
Mewakili
PERJANJIAN BARU;
- Wahyu
1: 1, Bait Allah diukur oleh tongkat pengukur.
- Wahyu
21: 15, Yerusalem baru diukur oleh tongkat emas.
Mewakili
PERJANJIAN LAMA;
- Yehezkiel
40: 3, bait Allah diukur oleh Tuhan.
- Zakharia
2: 1-2, Yerusalem diukur oleh Tuhan.
Jadi,
jelas; arah dari ibadah pelayanan kita di atas muka bumi ini adalah Yerusalem
baru.
“Sebab
berkat orang jujur memperkembangkan kota”, jelas
ini adalah kota Yerusalem baru, inilah kota segiempat yang diukur oleh Tuhan.
Amin.
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment