WAHYU PASAL 11
(Seri: 06)
Subtema: MEZBAH
(PELAYANAN) YANG DIUKUR
Shalom.
Pertama-tama
saya mengucapkan puji syukur kepada Tuhan; oleh karena rahmat dan kasih
karunia-Nya, memperkenankan kehidupan kita pribadi lepas pribadi untuk
beribadah dan melayani Tuhan lewat Ibadah Raya Minggu pada sore hari ini.
Dan saya
juga tidak lupa menyapa anak-anak Tuhan dan umat Tuhan yang sedang mengikuti
pemberitaan firman Tuhan lewat live
streaming video internet Youtube, Facebook, kiranya Tuhan memberkati di
manapun anda berada.
Mari kita
mohon kemurahan Tuhan dengan rendah hati, supaya kiranya Tuhan membukakan
firman-Nya bagi kita, memberkati kehidupan kita; ibadah, pelayanan, nikah,
rumah tangga, segala sesuatu dipulihkan oleh Tuhan, berkat berkelimpahan
menjadi bagian kehidupan kita.
Kita segera
memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari KITAB WAHYU.
Wahyu 11:1
(11:1) Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang
buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut:
"Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka
yang beribadah di dalamnya.
Perhatikan
kata-kata berikut ini: “Bangunlah dan
ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya”
Adapun alat
pengukur yang digunakan ialah sebatang
buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, jelas ini menunjuk kepada; firman
Allah. Sebab perasaan dan pikiran hati manusia, bahkan pandangan dan pengertian
manusia tidak dapat digunakan sebagai alat pengukur untuk mengukur tiga perkara
di atas, termasuk untuk mengukur hal-hal yang rohani atau perkara Ilahi. Hanya
firman Allah yang kekal, sebagai alat pengukur yang sejati.
Adapun tiga
hal yang diukur oleh tongkat atau buluh pengukur:
1.
Bait Suci Allah.
2. Mezbah.
3.
Mereka yang beribadah di dalamnya.
Hal pertama
yang diukur oleh Tuhan ialah Bait Suci Allah, telah diterangkan dalam tiga seri
pemberitaan firman.
Tentu kita
diberkati oleh Tuhan, dan masih jelas dalam ingatan kita tentunya. Biarlah
kiranya firman yang sudah kita terima jangan berlalu begitu saja, sehingga kita
benar-benar menjadi Bait Suci Allah yang sudah masuk dalam ukuran Tuhan.
Kemudian,
hal kedua yang diukur oleh Tuhan ialah “mezbah”. Untuk hal
yang kedua ini, kiranya Tuhan kembali memberkati kita sekaliannya, seperti
Tuhan memberkati kita ketika Tuhan mengukur Bait Suci Allah.
Oleh sebab
itu, dengan segala kerendahan hati, mari kita memohon kepada Tuhan supaya
kiranya Tuhan kembali menyatakan kasih dan kemurahan-Nya lewat pembukaan firman
malam hari ini.
II. MEZBAH
Hal kedua
yang diukur oleh Tuhan adalah mezbah.
Dari apa
yang sudah kita baca dalam Wahyu 11:1,
di sini hanya ada penyebutan: “ukurlah
mezbah”, tidak disebut MEZBAH KORBAN BAKARAN, dan juga tidak disebut dengan
MEZBAH DUPA.
Di dalam
Tabernakel, secara khusus di HALAMAN (Pelataran bagian luar) Bait Allah, di
situ terdapat MEZBAH KORBAN BAKARAN.
Fungsinya:
Untuk mempersembahkan korban atau potongan-potongan daging binatang, juga
membakar roti yang tidak beragi.
Ada tiga
korban binatang dan tiga korban sajian yang dipersembahkan di atas Mezbah
Korban Bakaran, sesuai dengan apa yang dituntut dan ditentukan Allah pada saat
imam-imam ditahbiskan.
Keluaran
29:1-3
(29:1) "Inilah yang harus kaulakukan kepada
mereka, untuk menguduskan mereka, supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku:
Ambillah seekor lembu jantan muda dan dua ekor domba jantan yang
tidak bercela, (29:2) roti
yang tidak beragi dan roti bundar yang tidak beragi, yang diolah
dengan minyak, dan roti tipis yang tidak beragi, yang diolesi dengan
minyak; dari tepung gandum yang terbaik haruslah kaubuat semuanya itu. (29:3) Kautaruhlah semuanya dalam
sebuah bakul dan kaupersembahkanlah semuanya dalam bakul itu, demikian juga
lembu jantan dan kedua domba jantan itu.
Untuk
tahbisan imam-imam, Allah menentukan dan menuntut korban-korban persembahan
sebagai berikut:
1.
Tiga korban binatang, antara
lain;
- seekor lembu jantan muda.
- dua ekor domba jantan yang tidak bercela.
Tujuan tiga korban binatang ini
dipersembahkan adalah sebagai korban penghapus dosa dan korban penghapus
kesalahan.
2.
Tiga korban makanan (sajian)
dengan tiga ketul roti, antara lain;
- roti yang tidak beragi.
- roti bundar yang tidak beragi, yang diolah
dengan minyak.
- roti tipis yang tidak beragi, yang diolesi
dengan minyak.
Tiga ketul roti sajian ini berbicara
mengenai persekutuan dengan Kristus, sebab tiga ketul roti tersebut, semuanya
adalah roti yang tidak beragi. Yesus mempersembahkan tubuh-Nya (memecah-mecahkan
segenap hidup-Nya) di atas kayu salib sebagai roti yang tidak beragi, sebab
Yesus disalib bukan karena dosa, bukan karena ragi kejahatan dan ragi
keburukan.
Itulah
yang dipersembahkan di atas Mezbah Korban Bakaran yang ada di pelataran Bait
Suci sebelah luar atau HALAMAN.
Selain di
halaman, pada RUANGAN SUCI juga terdapat satu “mezbah”, tetapi fungsinya
tidak sama dengan mezbah yang ada di pelataran sebelah luar (halaman).
Mezbah yang
terdapat di dalam Ruangan Suci disebutlah MEZBAH DUPA.
Fungsinya:
Untuk membakar ukupan sebagai dupa yang berbau harum.
Sejenak kita
periksa Wahyu 8.
Wahyu 8:3-4
(8:3) Maka datanglah seorang malaikat lain,
dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas.
Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya
bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di
hadapan takhta itu. (8:4) Maka
naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus
itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.
Di sini
dikatakan; “seorang malaikat lain”
Kalau malaikat, tidak disebut “seorang”, tetapi karena Dia adalah Yesus
Kristus, Dia Imam Besar, maka disebut “seorang
malaikat lain.”
Di sini kita
melihat: kepada seorang malaikat lain
itu diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa
semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. Lalu asap kemenyan
itu naik di hadapan Tuhan (naik ke hadirat Tuhan), itulah yang disebut dupa
yang berbau harum.
Kesimpulannya:
sebagai Imam Besar, Yesus hidup di dalam doa penyembahan yang besar untuk
memimpin orang-orang kudus di dalam doa penyembahan dan membawa mereka sampai
kepada hadirat Tuhan.
Sekali lagi
saya tandaskan:
-
Mezbah yang ada di Halaman disebut Mezbah Korban
Bakaran, berfungsi untuk mempersembahkan tiga jenis korban binatang dan
tiga ketul roti.
-
Mezbah yang ada di Ruangan Suci disebut Mezbah Dupa,
berfungsi untuk membakar kemenyan, sehingga asap yang naik disebutlah dupa yang
berbau harum, itulah doa penyembahan dari orang-orang kudus, membawa kehidupan
kita sampai kepada hadirat Tuhan.
Jadi hal
yang kedua yang diukur oleh sebatang buluh, tidak disebut Mezbah Korban Bakaran
dan tidak disebut Mezbah Dupa. Hanya ada pernyataan: “ukurlah mezbah.”
Kesimpulannya:
MEZBAH yang diukur oleh sebatang
buluh berbicara tentang PELAYANAN.
Mari kita
lihat tentang; PELAYANAN.
Ibrani
13:10-13
(13:10) Kita mempunyai suatu mezbah dan
orang-orang yang melayani kemah tidak boleh makan dari apa yang di
dalamnya. (13:11) Karena tubuh binatang-binatang
yang darahnya dibawa masuk ke tempat kudus oleh Imam Besar sebagai korban
penghapus dosa, dibakar di luar perkemahan. (13:12) Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu
gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri. (13:13) Karena itu marilah kita pergi
kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya.
Di dalam
Perjanjian Lama ada sebutan mezbah, tetapi di dalam Perjanjian Baru, mezbah
yang paling nyata adalah salibnya Kristus, di mana Tuhan menyempurnakan
pelayanan-Nya di atas kayu salib.
Jadi, tidak
lagi berbicara soal tiga jenis korban binatang dan tiga ketul roti yang tidak
beragi, yang ditentukan dan yang dituntut untuk dipersembahkannya kepada Allah
pada saat imam-imam ditahbiskan, tetapi mezbah di sini berbicara soal
pelayanan, di mana pelayanan itu telah disempurnakan oleh Yesus di atas kayu
salib. Pendeknya, dengan salib, maka pelayanan menjadi sempurna.
Ibrani 13:12
(13:12) Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita
di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya
sendiri.
Yesus harus
menderita di luar pintu gerbang, tujuannya: untuk menguduskan umat-Nya dengan
darah-Nya sendiri.
Yesus tidak
disalibkan di Yerusalem. Tetapi Yesus harus menderita di luar Pintu Gerbang,
salib kasar itu telah ditancapkan di atas bukit Golgota.
Ibrani 13:13
(13:13) Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya
di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya.
Terkhusus
imam-imam (orang-orang yang melayani pekerjaan Tuhan), perhatikanlah kalimat
ini: “marilah kita pergi kepada-Nya di
luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya” Berarti tidak lagi
mempertahankan harga diri dan kebenaran diri sendiri termasuk, kepentingan diri
kita masing-masing dan menanggung kehinaan-Nya.
Itulah orang
yang melayani Tuhan, sehingga terlihat pelayanan yang sempurna;
-
Tidak lagi mempertahankan harga diri,
- Tidak lagi
mempertahankan egosentris (kepentingan diri),
- Tidak ada
lagi motivasi lain dalam pelayanan,
-
Dan melayani bukan untuk mencari pujian dan hormat dari
manusia.
Tetapi
sebaliknya: “marilah kita pergi
kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya”, berarti untuk
melayani Tuhan, harus menanggalkan harga diri, melepaskan egosentris, tidak
mempertahankan kepentingan diri, sampai rela menderita, supaya pelayanan ini
menjadi berkenan kepada Tuhan.
Terkhusus
imam-imam yang melayani pekerjaan Tuhan: Jangan pertahankan harga diri. Marilah
kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya, turut
menderita bersama dengan Kristus.
Matius 5:17
(5:17) "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku
datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan
untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Yesus mati
di atas kayu salib, tujuannya; untuk menyempurnakan pelayanan.
Itu sebabnya
Yesus berkata; “Aku datang bukan untuk meniadakan (membinasakan manusia
berdosa), melainkan untuk menggenapinya, berarti; menguduskannya dan
menyempurnakannya.”
Jadi, salib
atau darah salib telah menyempurnakan pelayanan.
Matius 5:18
(5:18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik
pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
Yesus
sendiri berkata: “selama belum lenyap
langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan
ditiadakan dari hukum Taurat.”
Jadi
betul-betul, Yesus menggenapi pelayanan-Nya di atas kayu salib, sehingga pada
saat pelayanan itu menjadi sempurna di atas kayu salib; maka satu iota
dan satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat.
-
Iota adalah kumpulan dari
huruf yang terkecil, yakni; dimulai dari huruf a sampai huruf i.
-
Titik adalah tanda baca
yang paling kecil, yang digunakan untuk menandai akhir dari sebuah kalimat.
Pengertian
rohani iota dan titik.
-
Iota berbicara tentang
kerendahan hati.
-
Titik berbicara tentang
mau menjadi kecil dan mengecilkan diri, sama dengan; merendahkan diri dan rela
direndahkan.
Tuhan sangat
memperhatikan orang-orang yang rendah hati dan orang-orang yang mau dikecilkan.
Siapa mereka yang rendah hati? Adalah orang yang senantiasa menyangkal diri dan
memikul salib-Nya, sebab Yesus sendiri berkata: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah
lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab
kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”
Jadi, Tuhan
sangat memperhatikan sekali orang yang hina, orang yang kecil, yaitu orang yang
menyangkal diri dan memikul salibnya. Itulah yang diperhatikan oleh Tuhan,
sangat berbeda dengan cara pelayanan dari nabi-nabi palsu.
Matius 7:15
(7:15) "Waspadalah terhadap nabi-nabi
palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi
sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.
Nabi-nabi
palsu disebut juga serigala berbulu domba, binatang buas yang siap untuk
menerkam.
Seperti apa
model pelayanan dari nabi-nabi palsu ini?
Matius
7:22-23
(7:22) Pada hari terakhir banyak orang akan
berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu,
dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi
nama-Mu juga? (7:23) Pada waktu
itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat
kejahatan!"
Di hari-hari
terakhir ini, nabi-nabi palsu mengadakan tiga perkara ajaib:
1.
Bernubuat demi nama Tuhan.
2. Mengusir
Setan demi nama Tuhan.
3.
Mengadakan banyak mujizat demi nama Tuhan.
Tiga perkara
yang mereka lakukan itu, semuanya dilakukan demi nama Tuhan, bukan demi
siapa-siapa.
Jika dilihat
sekilas pandang mata, bukankah apa yang mereka lakukan adalah hal yang luar
biasa? Tetapi pada hari Tuhan, Yesus akan berterus terang kepada mereka dan
berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu!
Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Pertanyaannya:
DI MANA LETAK KEJAHATAN MEREKA?
Matius 7:21
(7:21) Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku:
Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
Bukan karena
menyebut: Tuhan, Tuhan!, dan bukan
karena perbuatan-perbuatan ajaib yang mereka lakukan di tengah ibadah
pelayanan, lalu mereka masuk ke dalam Kerajaan Sorga, bukan, melainkan “dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di
sorga”.
Kesimpulannya:
-
Mezbah dari nabi-nabi palsu tidak masuk dalam ukuran
Tuhan termasuk Mezbah dalam hukum taurat.
-
Mezbah yang masuk ukuran Tuhan adalah dia yang melakukan
kehendak Bapa di sorga.
Sekarang
pertanyaanya: SEPERTI APA RUPA, MODEL, BENTUK DARI KEHENDAK ALLAH BAPA?
Matius 26:42
(26:42) Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan
berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu,
kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!"
“Yesus harus
meminum cawan Allah”, arti rohaninya; Yesus menanggung penderitaan yang
tidak harus ditanggung, sebab Yesus disalibkan bukan karena dosa-Nya, melainkan
karena dosa manusia, sehingga dengan demikian kehendak Allah terlaksana
(“Jadilah kehendak-Mu”)
Inilah
mezbah yang masuk dalam ukuran Tuhan, dan Yesus sudah menyempurnakan pelayanan itu
di atas kayu salib, di mana Yesus datang bukan untuk melenyapkan hukum Taurat,
bahkan satu iota dan satu titik pun, tidak dilenyapkan selama langit dan bumi
masih ada.
Kehidupan
yang masih hidup di bawah hukum Taurat adalah kehidupan yang tidak terlepas
dari hukum dan kuasa dosa, itu sebabnya hal ini harus disempurnakan lewat
pelayanan salib. Yesus sangat memperhatikan kehidupan yang rendah hati
(satu iota), dan sangat memperhatikan kehidupan yang hina dan kecil
(satu titik), sehingga dengan demikian terlaksanalah kehendak Allah. Inilah
mezbah yang masuk dalam ukuran Tuhan.
Jadi, jangan
saudara berpikir: Adalah sesuatu yang luar biasa, kalau seorang hamba Tuhan bernubuat,
mengadakan banyak mujizat, kemudian dalam pelayanan itu terjadi pengusiran
Setan. Perlu saudara ketahui: Sesungguhnya, hal itu sudah benar dan tidak
salah, tetapi pelayanan yang demikian belum masuk dalam ukuran Tuhan.
Saudara
jangan terkecoh dengan banyaknya mujizat yang terjadi dalam sebuah pelayanan,
biarpun sejuta kali mujizat terjadi di depan mata, itu tidak ada artinya, kalau
salib tidak ditegakkan dalam sebuah pelayanan.
SAYA JUGA
PESANKAN KEPADA PEMIRSA, UMAT TUHAN, BAHKAN HAMBA-HAMBA TUHAN YANG SEDANG
MENGIKUTI PEMBERITAAN FIRMAN TUHAN LEWAT LIVE STREAMING, VIDEO INTERNET: MEZBAH
YANG MASUK DALAM UKURAN TUHAN BUKAN SOAL MUJIZAT, BUKAN SOAL PENGUSIRAN SETAN,
TETAPI MEZBAH YANG MASUK DALAM UKURAN TUHAN ADALAH MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH
BAPA, DENGAN LAIN KATA, MENANGGUNG PENDERITAAN YANG TIDAK HARUS IA TANGGUNG,
SEPERTI YESUS HARUS MINUM CAWAN ALLAH.
Cawan itu
tidak mungkin lalu, maka mau tidak mau, Yesus harus menanggung penderitaan
di atas kayu salib.
Inilah
mezbah yang masuk dalam ukuran, inilah bentuk atau jenis pelayanan yang diukur
oleh Tuhan.
Sebab itu,
dalam Wahyu 11:1, hanya disebutkan: “ukurlah
mezbah”, tidak disebut Mezbah Korban Bakaran dan tidak disebut Mezbah Dupa.
Kemudian,
pada saat Yesus, Anak Allah, melakukan kehendak Allah Bapa, diawali dengan
kata: “Ya Bapa-Ku.”
Artinya;
seorang hamba Tuhan harus dengar-dengaran di dalam hal melayani pekerjaan
Tuhan.
Yesus datang
ke dunia dan mati di atas kayu salib, untuk menyempurnakan pelayanan di atas
kayu salib, semua itu Dia kerjakan bukan karena kehendak-Nya, tetapi karena
kehendak Bapa. Dan untuk kehendak Bapa itulah, Yesus berkata: “Ya Bapa-Ku”
Maka sudah
selayaknya, seorang imam (seorang pelayan Tuhan/seorang hamba Tuhan) berkata: “Ya Bapa-Ku”, supaya kehendak Allah
terlaksana, sampai akhirnya mezbah, itulah pelayanannya, masuk dalam ukuran
Tuhan.
Sekalipun
seorang hamba Tuhan, seorang pelayan Tuhan mengerjakan banyak pelayanan, tetapi
jika ia tidak dengar-dengaran, tetap tidak masuk dalam ukuran Tuhan, tidak
berkenan.
Hosea 8:1-2
(8:1) Tiuplah sangkakala! Serangan laksana
rajawali atas rumah TUHAN! Oleh karena mereka telah melangkahi perjanjian-Ku
dan telah mendurhaka terhadap pengajaran-Ku. (8:2) Kepada-Ku mereka berseru-seru: "Ya Allahku, kami,
Israel mengenal Engkau!"
Bangsa
Israel berseru kepada Tuhan dan berkata: “Ya
Allahku, kami, Israel mengenal Engkau!”, tetapi di sisi lain;
-
Mereka melangkahi perjanjian Tuhan.
-
Mereka mendurhaka terhadap perjanjian Firman.
Bayangkan,
bangsa Israel, milik kepunyaan Allah, yang disebut bangsa yang terpilih,
imamat rajani, bangsa yang kudus, milik kepunyaan Allah sendiri,
mereka melayani, tetapi menolak pengajaran firman, tetapi satu sisi mereka
berseru dan menyebut nama Tuhan.
Hosea 8:4
(8:4) Mereka telah mengangkat raja,
tetapi tanpa persetujuan-Ku; mereka mengangkat pemuka, tetapi
dengan tidak setahu-Ku. Dari emas dan peraknya mereka membuat
berhala-berhala bagi dirinya sendiri, sehingga mereka dilenyapkan.
Bangsa
Israel, yang disebut juga dengan milik kepunyaan Allah, tidak lain tidak bukan
imamat rajani (hamba Allah), tetapi di sini kita melihat perbuatan mereka:
-
Mereka mengangkat raja, tanpa persetujuan
Tuhan.
-
Mereka mengangkat pemuka, tetapi tidak setahu
Tuhan.
Artinya;
kalau hamba Tuhan, pelayan Tuhan tidak dengar-dengaran kepada pengajaran firman
Allah, tidak dengar-dengaran kepada kehendak Allah, berarti; ia suka mendahului
kehendak Tuhan.
Pelayan-pelayan
Tuhan, imam-imam, perhatikan: Ketika saudara melakukan pekerjaan yang banyak
dan saudara melakukan itu karena kehendak sendiri, tanpa dengar-dengaran,
sesungguhnya itu semua tidak berkenan di hadapan Tuhan, ini bukan pelayanan
yang masuk dalam ukuran Tuhan, justru itu sama dengan penyembahan berhala.
Sekalipun
banyak melayani Tuhan, sekalipun banyak bekerja untuk mengerjakan pelayanan
Tuhan, tetapi kalau tidak dengar-dengaran, menolak pengajaran firman; tidak
masuk dalam ukuran, inilah mezbah yang tidak diukur oleh Tuhan.
Maka
sebaiknya dan selekasnya seorang imam/seorang hamba Tuhan yang melayani Tuhan
harus dengar-dengaran, sehingga pelayanannya masuk dalam ukuran Tuhan.
Itu
sebabnya, di atas tadi sudah saya sampaikan: Segala sesuatu yang diukur
(perkara rohani) tidak boleh menggunakan pengertian manusia daging, perasaan
manusia daging, sudut pandang manusia daging, itu bukan ukuran yang berkenan,
tidak layak digunakan sebagai alat pengukur untuk mengukur perkara-perkara
rohani, perkara Ilahi, apalagi tiga perkara di atas tadi. Tetapi tiga perkara
itu diukur oleh firman Tuhan, buluh pengukur, bukan pengertian dan perasaan
manusia.
Mari belajar
dari apa yang sudah kita terima petang sore ini, supaya pelayanan kita masuk
dalam ukurannya Tuhan.
Hosea 8:11
(8:11) Sungguh, Efraim telah memperbanyak
mezbah; mezbah-mezbah itu menjadikan mereka berdosa.
Kalau
seorang hamba Tuhan melayani pekerjaan Tuhan tetapi ia tidak dengar-dengaran
dan menolak (memberontak) kepada pengajaran firman Allah; ketika mereka
memperbanyak mezbah, justru semakin memperbanyak dosa.
Kalau tidak
dengar-dengaran, pelayanan yang banyak itu akan memperbanyak dosanya. Semakin
banyak melayani, tetapi jikalau seorang hamba Tuhan tidak dengar-dengaran, maka
akan semakin menambah dosanya.
Maka jangan
terkecoh, jangan mengira kalau sudah melayani, berarti sudah masuk ukuran
Tuhan, tidak. Jangan saudara berpikir,
bahwa; pelayanan yang banyak membuat kita menjadi layak dan berkenan kepada
Tuhan, dan apa yang kita kerjakan merupakan persembahan yang berbau harum,
tidak.
Justru
sebaliknya; kalau tidak dengar-dengaran dalam melayani Tuhan, pelayanan itu
akan membuat seorang hamba Tuhan berdosa. Tambah pelayanan, tambah dosa. Tambah
pelayanan, tambah dosa.
Ayo, mulai
sore ini, kita belajar untuk dengar-dengaran. Kita bersyukur, Tuhan sudah
memberkati kehidupan kita pribadi lepas pribadi. Kita diajar supaya mezbah
pelayanan kita diukur dan diperhitungkan oleh Tuhan
Sekarang,
kita memperhatikan Matius 7.
Matius 7:1
(7:1) "Jangan kamu menghakimi,
supaya kamu tidak dihakimi.
Seorang
hamba Tuhan, seorang pelayan Tuhan tidak pantas untuk menghakimi orang lain,
karena penghakiman itu adalah milik Tuhan. Jadi, jangan mengambil apa yang
menjadi bagiannya Tuhan, sebab kita ini sesama manusia, tidak pantas untuk
saling menghakimi.
Matius 7:2-4
(7:2) Karena dengan penghakiman yang kamu pakai
untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai
untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. (7:3) Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu,
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (7:4) Bagaimanakah engkau dapat berkata
kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu,
padahal ada balok di dalam matamu.
Kalau kita
melayani pekerjaan Tuhan dengan menggunakan ukuran sendiri, maka tidak ada
kuasa untuk menyempurnakan orang lain.
Yang menjadi
ukuran di dalam melayani pekerjaan Tuhan adalah minum cawan Allah sama
artinya; menanggung penderitaan yang tidak harus ditanggung, dengan lain kata;
melakukan kehendak Allah Bapa. Dan seorang hamba Tuhan (pelayan Tuhan) harus
juga dengar-dengaran, supaya mezbah pelayanan itu tidak membuat dia berdosa.
Kalau tidak demikian, maka pelayanan seorang hamba Tuhan tidak berkuasa.
Kalau
seseorang melayani dengan ukuran sendiri, maka pelayanannya tidak akan
berkuasa. Biar sebagaimana pandainya kita menyusun atau merangkai kata-kata
(kalimat), itu hanya sesuatu yang terlihat menarik, tetapi tidak sampai merasuk
ke dalam jiwa.
Sebaliknya,
walaupun pelayanan itu terlihat sederhana, tetapi kalau pelayanan tersebut
sesuai dengan ukuran Tuhan, itu adalah pelayanan yang berkuasa dan
dahsyat...Puji Tuhan..Haleluya..
Maka jangan
kita mengecilkan pelayanan dan berkata: “kuno”,
karena tidak menggunakan cara-cara dunia, tidak menggunakan cara-cara yang
baru, bukankah itu adalah ukuran manusia? Tetapi ukuran Tuhan tidak demikian.
Biarlah
pelayanan kita diukur oleh Tuhan, sebagaimana Yesus minum cawan Allah,
menanggung penderitaan yang tidak harus ditanggung, dengan demikian kehendak
Allah terlaksana. Dan biarlah juga kita, sebagai seorang hamba Tuhan (pelayan
Tuhan/imam-imam) harus dengar-dengaran, jangan menolak pengajaran firman,
supaya mezbah pelayanan itu tidak membuat dia berdosa.
Matius 7:5
(7:5) Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu
balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan
selumbar itu dari mata saudaramu."
Terlebih
dahulu mengeluarkan balok di mata sendiri sehingga berkuasa untuk mengeluarkan
selumbar di mata orang lain. Pelayanan yang berkuasa: meninggalkan perkemahan,
menanggalkan harga diri, dan rela menangung penderitaan, sehingga orang lain
tertolong. “Marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung
kehinaan-Nya.”
Inilah
pelayanan yang berkuasa untuk menolong kehidupan orang lain. Orang lain
tertolong, itu dimulai dari kehidupan kita, dimulai dari pelayanan kita, di
mana yang menjadi ukuran pelayanan itu adalah kehendak Allah, yakni; “minum
cawan Allah”, menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung, itulah
sengsara salib, aniaya karena firman, sangkal diri dan pikul salibnya.
Kita kembali
membaca Ibrani 13.
Ibrani
13:10-13
(13:10) Kita mempunyai suatu mezbah dan
orang-orang yang melayani kemah tidak boleh makan dari apa yang di dalamnya.
Mezbah di
sini bukan Mezbah Korban bakaran yang ada di halaman dan bukan Mezbah Dupa yang
ada di Ruangan Suci, tetapi mezbah di sini adalah dalam bentuk pelayanan
kepada Tuhan.
Pertanyaannya:
PELAYANAN YANG SEPERTI APA?
Ibrani
13:11-13
(13:12) Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita
di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya
sendiri. (13:13) Karena itu marilah
kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya.
“menderita di luar pintu gerbang”, itulah
salib yang ditancapkan di bukit Golgota.
Yesus
meninggalkan Yerusalem, sama artinya meninggalkan sorga dengan segala
keindahannya, turun ke dunia untuk menanggung kehinaan di atas kayu salib,
menanggung penderitaan di bukit Golgota, dengan satu tujuan: untuk menguduskan
umat-Nya.
“untuk menguduskan umat-Nya”, yaitu;
untuk menguduskan satu iota, dan menguduskan satu titik, orang
yang rendah hati, orang yang mau merendahkan diri, itulah orang yang hina
karena salib.
Bagi orang
Mesir, penggembalaan kambing domba itu hina. Di tengah penggembalaan ini kita
banyak menanggung penderitaan, itu hina bagi orang dunia. Tetapi kita sudah
memperhatikan di atas tadi: Harus menanggalkan segala harga diri, menanggalkan
kepentingan diri, menanggalkan egosentris, tidak mempertahankan harga diri,
tidak mempertahankan keakuan, semuanya dilepaskan.
Yesus telah
meninggalkan sorga-Nya yang indah itu, turun ke dunia, Dia rela disalibkan, di
mana salib ditancapkan di atas bukit Golgota, di situlah Dia menderita. Dia
tinggalkan segala kepunyaan-Nya, harga diri-Nya Dia tinggalkan.
Inilah model
pelayanan atau mezbah yang diukur oleh Tuhan, maka marilah kita belajar dangan
model pelayanan semacam ini. Jangan belajar dengan model pelayanan yang
kelihatannya baru, tetapi tidak berkenan kepada Tuhan. Jika semua hal yang baru
dari dunia masuk dalam pelayanan, namun tidak berkenan kepada Tuhan, di situ
pasti banyak harga diri dipertahankan.
“Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di
luar perkemahan.”
Marilah kita
pergi kepada-Nya, mengikuti teladan-Nya, tanggalkan harga diri, keakuan,
egosentris, kepentingan diri, yang mungkin juga melayani hanya untuk mencari
pujian dan hormat, melayani supaya dilihat orang lain, tanggalkan itu semua.
“dan menanggung kehinaan-Nya.” Berarti;
yang benar adalah minum cawan Allah, menanggung penderitaan yang tidak harus
ditanggung, dengan demikian; kehendak Allah terlaksana. Inilah mezbah yang
diukur oleh Tuhan.
Ayo, jangan
lagi gunakan perasaan, pengertian, sudut pandang manusia untuk mengukur
pelayanan masing-masing. Tidak ada artinya kita melayani tetapi tidak
dengar-dengaran, memberontak kepada pengajaran firman, tidak mau mendengar
suara gembala. Semakin nanti banyak
melayani, semakin banyak dosa di situ, Alkitab yang mengatakannya, bukan
saya, sebab saya tidak berhak untuk menghakimi.
Yang masih
terikat dengan harga diri, silahkan turun dari pelayanan, asalkan itu
menyukakan hati Tuhan. Dari pada kelihatan indah tetapi keropos di dalamnya,
itu kemunafikan, ini adalah pelayanan yang tidak masuk dalam ukuran Tuhan.
Tetapi biarlah kita melayani dalam ukuran Tuhan
Ibrani 13:14-15
(13:14) Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat
tinggal yang tetap; kita mencari kota yang akan datang. (13:15) Sebab itu marilah kita, oleh
Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir
yang memuliakan nama-Nya.
Ciri-ciri mezbah yang masuk dalam ukuran
Tuhan:
YANG
PERTAMA: “mencari kota yang akan datang”
Kota di sini, tidak lain tidak bukan adalah
Yerusalem baru, itulah mempelai wanita Tuhan, berarti; ada kerinduan untuk
menjadi mempelai wanita Tuhan, masuk dalam perjamuan malam kawin Anak Domba,
sebagai sasaran akhir dari pelayanan kita di atas muka bumi ini, sasaran akhir
dari perjalanan rohani kita di atas muka bumi ini...Wahyu 19:6-8 dan Wahyu
21:1-3, 9-11.
YANG KEDUA:
“senantiasa mempersembahkan korban syukur
kepada Allah.”
Susah senang selalu
mengucap syukur. Sekalipun ada korban, ada kesusahan tetap mengucap syukur
kepada Tuhan dengan bibir yang memuliakan nama-Nya. Apa bibir yang memuliakan
nama-Nya? Tidak bersungut-sungut, tidak ngomel,
tidak menggerutu, tidak ngedumel,
tidak mempersalahkan Tuhan, tidak mempersalahkan pelayanan, tidak
mempersalahkan situasi kondisi, tidak mempersalahkan sesama, itulah orang yang
mengucap syukur dengan bibir yang memuliakan Tuhan.
“mempersembahkan korban syukur”, berarti;
bersyukur walaupun korban, walaupun susah. Jangan kita bersyukur hanya saat
pangkat naik, gaji naik, bisnis naik, proyek naik, mendapat keberhasilan dalam
hal apapun. Ucapan syukur yang demikian tidak salah, tetapi ada lagi tingkatan
ucapan syukur yang lebih menyukakan hati Tuhan, itulah korban syukur dengan
bibir yang memuliakan Tuhan.
- Korban,
berarti; menderita, tetapi mengucap syukur.
- Korban,
berarti; susah hati, tetapi mengucap syukur.
-
Korban, berarti; banyak pergumulan silih
berganti, tetapi tetap mengucap syukur.
Mengucap
syukur dengan bibir yang memuliakan Tuhan, jangan dengan bibir yang
bersungut-sungut. Inilah tingkat syukur yang Tuhan tunggu-tunggu supaya
pelayanan ini menjadi bagian dari pelayanan yang berkenan dan yang masuk dalam
ukuran Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga. Amin.
TUHAN
YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
Pemberita
Firman:
Gembala
Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
No comments:
Post a Comment