KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Wednesday, November 2, 2022

IBADAH RAYA MINGGU, 30 OKTOBER 2022


 
IBADAH RAYA MINGGU, 30 OKTOBER 2022
 
KITAB WAHYU PASAL 4
 
Subtema: DAGING ROBEK MAKA BABEL RUNTUH
 
Pertama-tama sayang mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, Dialah Kepala yang membela tubuh-Nya, yang telah memungkinkan kita untuk berada di tengah perhimpunan Ibadah Raya Minggu yang disertai dengan kesaksian roh. Biarlah kiranya sejahtera bahagia di dalam kita menikmati sabda Allah, duduk diam di kaki salib Tuhan, dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Saya tidak lupa menyapa sidang jemaat Tuhan di Bandung, di Malaysia, bahkan umat ketebusan Tuhan yang senantiasa dengan tekun digembalakan oleh GPT “BETANIA” Serang & Cilegon, Banten, Indonesia lewat live streaming video internet Youtube, Facebook dimanapun anda berada.
 
Mari kita buka hati untuk kebenaran Firman Tuhan dan hati kita diisi penuh dengan Firman, tidak ada ruang atau rongga untuk hal-hal yang tidak suci, sehingga bintang timur terbit bersinar di dalam hati kita, Dia Raja, Dia Mempelai Laki-Laki Sorga, dan sejatinya Firman itu juga mempersiapkan kita menjadi wanita Tuhan.
Terang itu dimulai dari gunung besar (Matius 4:14), nanti terang itu bercahaya sampai kepada cahaya kemuliaan Allah (Wahyu 21:9-11) itulah mempelai wanita Tuhan. Oleh sebab itu, kita perhatikan Firman dan selanjutnya bagaikan memperhatikan pelita yang bercahaya di dalam kegelapan.
 
Kita sambut Firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu disertai kesaksian dari KITAB WAHYU.
Wahyu 14:6-13 adalah hal pemberitahuan tentang: penghakiman.
-        Wahyu 14:6-7 adalah isi pokok pemberitahuan dari Malaikat pertama.
-        Wahyu 14:8 adalah isi pokok pemberitahuan dari Malaikat kedua.
-        Wahyu 14:9-10 adalah isi pokok pemberitahuan dari Malaikat ketiga.
 
Penjelasan dari MALAIKAT YANG KEDUA dan isi pokok pemberitahuannya (Seri: 2).
Adapun isi pokok pemberitahuan dari malaikat kedua ialah tentang rubuhnya Babel, kota besar itu.
 
Wahyu 14:8
(14:8) Dan seorang malaikat lain, malaikat kedua, menyusul dia dan berkata: "Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, yang telah memabukkan segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya."
 
Setelah malaikat pertama menyelesaikan tugas pekerjaannya, menyusullah malaikat kedua. Dalam penampilannya itu, dia menyerukan tentang: Rubuhnya Babel, kota besar itu.

Mengapa Babel harus dirubuhkan dan harus disampaikan oleh malaikat kedua?
Jawabnya: Sebab Babel adalah pemicu mabuknya segala bangsa dengan anggur hawa nafsu cabulnya = Dialah yang menyebabkan sehingga segala bangsa berlaku cabul di hadapan TUHAN.
 
Jadi, karena dia adalah biangkerok atau biang keladinya maka mau tidak mau Babel harus dirubuhkan. Tidak selamanya Babel bertahan di muka bumi ini, sebab segala sesuatu ada masa dan waktunya.
 
Terkait Babel, kota besar, dirubuhkan, dapat kita temukan di dalam Wahyu 18, dengan perikop: “Jatuhnya Babel”
Wahyu 18:1
(18:1) Kemudian dari pada itu aku melihat seorang malaikat lain turun dari sorga. Ia mempunyai kekuasaan besar dan bumi menjadi terang oleh kemuliaannya.
 
Malaikat lain, itulah malaikat yang kedua (Wahyu 14:8), turun dari sorga; ia mempunyai kekuasaan besar, kemudian bumi pun menjadi terang oleh karena kemuliaannya. Mengapa demikian? Sebab, pada akhirnya Babel kota besar telah rubuh.
Kita bersyukur; dengan rubuhnya Babel kota besar, kita dibawa sampai kepada kemuliaan; ada dalam terang sampai kepada kemuliaan.
 
Wahyu 18:2
(18:2) Dan ia berseru dengan suara yang kuat, katanya: "Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci,
 
Sebenarnya, Babel kota besar itu adalah:
-      Tempat roh-roh jahat berdiam. Ini gambaran dari pada serigala = Nabi-nabi palsu.
-      Tempat roh-roh najis bersembunyi. Ini gambaran dari pada antikris.
-      Tempat burung yang najis bersembunyi. Ini gambaran dari pada si ular tua naga merah padam yang besar. Dan burung yang najis sangatlah dibenci oleh TUHAN. Jangan menyukai apa yang dibenci TUHAN, supaya kita jangan turut dibenci oleh TUHAN.

Itu sebabnya, ketika malaikat kedua itu tampil dan memberitahuan bahwa Babel, kota besar, rubuh, maka dunia menjadi terang, karena dia penuh dengan kemuliaan dari sorga.
Pemberitahuan dari malaikat kedua ini harus kita terima, supaya kehidupan kita ada dalam terang Allah yang ajaib, tidak ada yang tersembunyi. Firman yang dibukakan yang disampaikan oleh malaikat sidang jemaat -- sebagaimana malaikat yang kedua -- harus diterima dengan mutlak, supaya Babel kota besar itu rubuh dan kita semua ada di dalam terang Allah yang besar, dengan lain kata; kita bukan lagi tempat roh jahat bersembunyi, roh najis bersembunyi, naga bersembunyi.
 
Kalau ada sesuatu yang disembunyikan, kalau di hati ini ada kamar-kamar untuk menyembunyikan sesuatu yang jahat, yang najis, dan juga sifat naga, berarti kita belum berada dalam terang.
Tetapi begitu Babel, kota besar, itu rubuh, maka kita semua ada di dalam terang, karena malaikat sidang jemaat Allah itu ada dalam kemuliaan Allah yang besar.
Doakan, supaya kita semua dalam pemberitaan Firman ini selalu ada dalam kemuliaan Allah yang besar, sehingga dengan demikian; Babel, kota besar, itu rubuh, dan kita ada dalam terang yang ajaib.
 
Jangan biasakan elus-elus daging, supaya setiap ada didikan salib, kita tidak emosi, tidak marah-marah, tidak sedih. Mengapa seseorang sedih ketika menerima didikan salib? Karena masih elus-elus daging.
Tetapi coba kalau berpihak kepada TUHAN, maka teguran salib itu kita syukuri.
 
Wahyu 18:3,9
(18:3) karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya." (18:9) Dan raja-raja di bumi, yang telah berbuat cabul dan hidup dalam kelimpahan dengan dia, akan menangisi dan meratapinya, apabila mereka melihat asap api yang membakarnya.
 
Semua bangsa, baik raja-raja dan pedagang-pedagang yang diam di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya = Menjadi kaya karena kenajisan percabulan = Menjadi kaya karena melacur.

Praktek melacur: Tinggalkan TUHAN, tinggalkan ibadah pelayanan demi usaha, tinggalkan ibadah pelayanan demi pekerjaan, tinggalkan ibadah pelayanan demi bisnis, tinggalkan ibadah pelayanan demi harta kekayaan, dan lain sebagainya. Itulah kenajisan percabulan; melacur dengan perempuan Babel
 
Memang, kalau di sini kita melihat;
-      Semua bangsa menjadi kaya.
-      Semua raja-raja di bumi menjadi kaya.
-      Juga pedagang-pedagang di bumi menjadi kaya.
Tetapi ingat; kekayaan itu diperoleh (diterima) oleh karena kelimpahan hawa nafsu dari perempuan Babel = Kaya karena melacur.
 
Apa itu melacur? Meninggalkan Yesus Kristus yang adalah Kepala, Dia suami satu-satunya = Meninggalkan ibadah dan pelayanan demi pekerjaan, meninggalkan ibadah hanya karena kesibukan, hanya karena bisnis, untuk meraup kelimpahan dan kekayaan. Itu namanya melacur, itu yang disebut kenajisan percabulan.

Itulah sebabnya, malaikat yang kedua menyusul; dalam penampilannya, ia memberitahukan bahwa Babel, kota besar, sudah rubuh. Setiap penampilan Firman yang dibukakan haruslah diterima dengan baik, terimalah dengan rendah hati, sampai Babel, kota besar, itu rubuh, dengan demikian; kita tidak ada lagi di situ, kita semua ada dalam terang yang ajaib, dengan lain kata;
-      kita bukan tempatnya roh jahat, itulah nabi palsu,
-      kita bukan tempatnya bersembunyi semua yang najis, itulah antikris,
-      kita bukan tempat bersembunyi burung-burung yang najis, itulah si ular tua naga merah padam dengan segala kelicikan dan tipu dayanya.
 
Setiap penampilan dari pembukaan Firman, terimalah dengan rendah hati, supaya kehidupan kita ini tidak menjadi tempatnya kejahatan, kenajisan dan naga. Terimalah kemuliaan dari penampilan dari pembukaan Firman itu.  
 
Pendeknya: Menjadi kaya oleh karena kenajisan percabulan, prakteknya adalah tinggalkan TUHAN, tinggalkan ibadah dan usaha demi pekerjaan, demi bisnis, demi meraup keuntungan; itulah melacur, disebut kenajisan percabulan.
 
Sidang jemaat yang saya kasihi; jangan tinggalkan TUHAN hanya untuk meraup keuntungan.  
Sedikit saya tambahkan: Enam hari bagi kita, namun satu hari saja untuk TUHAN, itulah hari ketujuh, hari perhentian; itu saja sudah. Masakan tidak ada waktu untuk TUHAN?
TUHAN sendiri berjuang, masakan kita tidak berjuang untuk diri sendiri. TUHAN berjuang untuk kita, masakan kita tidak berjuang untuk diri kita?
 
Mari kita lihat Daniel 8.
Daniel 8:12
(8:12) Suatu kebaktian diadakan secara fasik menggantikan korban sehari-hari, kebenaran dihempaskannya ke bumi, dan apa pun yang dibuatnya, semuanya berhasil.
 
Kebaktian fasik berbicara soal:
-      Berkat dan keberkatan
-      Berhasil dan keberhasilan
Akan tetapi, korban sehari-hari ditiadakan di tengah-tengah kebaktian fasik = Tidak ada korban-korban di tengah-tengah ibadah atau kebaktian fasik. Kalau ibadah tanpa korban, berarti itu adalah kebaktian fasik.

Korban sehari-hari, itulah korban sembelihan dan korban santapan.
1.      Korban sembelihan→ Ibadah yang dihubungkan dengan salib, berarti; sangkal diri, pikul salib di tengah menjalankan ibadah.
2.      Korban santapan → Pengajaran Firman Allah yang murni dan benar = Tidak ditambahkan dan tidak dikurangkan.
 
Ketika kebaktian fasik diterapkan dalam sebuah kota atau dalam sebuah tempat peribadatan, itu tidak dipungkiri; sangat disukai dan digemari oleh setiap orang, sehingga suasana menjadi ramai dan padat, sehingga disebutlah itu Babel, kota besar.
Berbeda apabila korban sehari-hari (korban santapan dan korban sembelihan) diterapkan di dalam sebuah kota, diterapkan di dalam sebuah tempat peribadatan, maka nampaknya akan sepi, tidak ramai secara kasak mata; akan tetapi, sesungguhnya tempat peribadatan semacam itu adalah kota besar di mata TUHAN.
 
Wahyu 21:10
(21:10) Lalu, di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem, turun dari sorga, dari Allah.
 
Kota kudus, Yerusalem baru adalah gunung yang besar lagi tinggi; itu datangnya dari Allah, dari sorga, dari tempat yang Mahatinggi.

Apa yang membuat kita menjadi kota kudus? Jelas karena korban, baik itu korban sembelihan, korban santapan, ada juga korban lain, termasuk korban bakaran, korban sajian, ada lagi korban tatangan.
Tetapi kebaktian fasik tidak akan menjadikan kita kota kudus, walaupun berbicara soal berkat keberkatan, berhasil keberhasilan.
 
Kalau sibuk di tengah peribadatan (kota), tetapi korban sehari-hari ditiadakan, tidak ada korban-korban di situ, walaupun itu disebut “kota besar”, tetapi itu sunyi sepi bagi TUHAN, tidak menyenangkan dan tidak meramaikan hati TUHAN.
Bila di kota atau tempat peribadatan ada korban yang dipersembahkan, itulah roti sajian, korban sembelihan, korban bakaran, korban tatangan, korban-korban yang lain; walaupun nampaknya sepi secara kasat mata, tetapi meramaikan hati TUHAN.
 
Di dalam Wahyu 21:10, Kota kudus, Yerusalem baru adalah gunung yang besar lagi tinggi.
Gunung besar lagi tinggi → Gunung Sion.
 
Sejenak kita melihat Wahyu 14, dengan perikop: “Anak Domba dan pengikut-Nya yang ditebus-Nya
Wahyu 14:1-3
(14:1) Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya. (14:2) Dan aku mendengar suatu suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya. (14:3) Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di hadapan takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang pun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu.
 
Wahyu 14:1, Berbicara tentang gunung Sion.
Wahyu 14:2, Ada suara terdengar seperti bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya.
Wahyu 14:3, Terdengar nyanyian baru yang tidak dapat dipelajari oleh siapapun.
Singkat kata: Wahyu 14:2-3, berbicara tentang doa penyembahan dalam persekutuan yang intim dengan TUHAN = Doa penyembahan dan hubungan intim.
Kalau hubungan suami isteri itu intim, maka hubungan itu tidak dapat dipelajari oleh siapapun.
 
Inilah wujud nyata dari gunung Sion, yaitu doa penyembahan.
Jangan kita berkata: “Saya sudah berada di gunung Sion, gunung besar lagi tinggi”, tetapi wujud rohaninya tidak nampak dalam kehidupan kita, tidak ada penyembahan, tidak ada hubungan intim dengan TUHAN.
Tetapi kalau disebut gunung Sion, gunung besar lagi tinggi, wujud nyata itu harus nampak, itulah doa penyembahan dan hubungan intim dengan TUHAN.
 
Saudara berkata: “Saya di GPT BETANIA, rasa-rasanya itu adalah gunung Sion”, tetapi wujud rohaninya harus nampak, yaitu penyembahan. Itulah yang disebut gunung besar lagi tinggi.
Berbanding terbalik dengan “kebaktian fasik”; sibuk soal berkat keberkatan, sibuk soal berhasil keberhasilan, tetapi tidak ada korban yang dipersembahkan di tengah-tengah ibadah. Ini adalah gunung kecil yang tidak memuncak sampai kepada hati TUHAN.
 
Jadi, hidup dalam penyembahan, itu adalah puncak ibadah. Pendeknya: Wujud dari pada gunung Sion adalah doa penyembahan dan hubungan intim, itulah puncak kekudusan, puncak gunung Sion.
 
Kita lihat DOA PENYEMBAHAN di dalam Wahyu 19, dengan perikop: “Nyanyian atas jatuhnya Babel” Ini adalah nyanyian kemenangan karena jatuhnya Babel, karena menang dari dosa Babel.
Wahyu 19:1-4
(19:1) Kemudian dari pada itu aku mendengar seperti suara yang nyaring dari himpunan besar orang banyak di sorga, katanya: "Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, (19:2) sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya, karena Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (19:3) Dan untuk kedua kalinya mereka berkata: "Haleluya! Ya, asapnya naik sampai selama-lamanya." (19:4) Dan kedua puluh empat tua-tua dan keempat makhluk itu tersungkur dan menyembah Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka berkata: "Amin, Haleluya."
 
Di sini nampak dengan jelas: Asapnya naik ke atas sampai selama-lamanya → Doa penyembahan.
Pendeknya: Babel kota besar itu rubuh, karena kita hidup dalam doa penyembahan. Asal ibadah memuncak ke gunung besar lagi tinggi, memuncak ke gunung Sion, itulah doa penyembahan, maka Babel, kota besar, rubuh.

Maka, dalam setiap penyembahan, biarlah dari mulut ini berkata: "Haleluya!", artinya; Pujilah TUHAN.
Di dalam Wahyu 19:1-4 ini, kita melihat ada 3 (tiga) kali kata “Haleluya”, artinya; pujilah Allah Tri Tunggal; TUHAN Yesus Kristus.
Kalau ibadah memuncak ke gunung besar lagi tinggi, memuncak ke gunung Sion, itulah doa penyembahan, maka Babel, kota besar, rubuh, dengan lain kata; berkemenangan oleh karena doa penyembahan.
 
Inilah penampilan dari pembukaan Firman oleh malaikat sidang jemaat yang kedua, oleh hamba TUHAN (gembala sidang), supaya kita dibawa sampai kepada puncak ibadah, tingkat ibadah tertinggi, doa penyembahan, wujud dari gunung Sion.
Jalan-jalan TUHAN adalah jalan-jalan yang mengarah ke gunung Sion; ikutilah jalan TUHAN. Barulah di sana kita bisa bercerita tentang perbuatan TUHAN. Sesuai dengan Yeremia 51:10, marilah kita ceritakan di Sion perbuatan TUHAN, Allah kita! Berarti, hiduplah dalam doa penyembahan.
 
Jangan hanya cerita sebatas: Aku di gunung Sion. Aku beribadah dalam penggembalaan GPT “BETANIA”, rasa-rasanya itu adalah gunung Sion. Itu betul, tetapi  jangan hanya sampai di situ; ceritakan juga penyembahan.
 
Dalam penyembahan itu ada 3 (tiga) kali kata “Haleluya”, dan asapnya naik selama-lamanya, berarti; kemenangan itu bukan sementara, tetapi penyembahan itu memberi kemenangan selama-lamanya, dengan lain kata; Babel, kota besar, rubuh selama-lamanya.
Bersyukurlah kepada TUHAN, kalau kita dibawa naik sampai ke atas gunung Sion. Jangan elus-elus daging ini supaya jangan sedih ketika menerima setiap teguran dari penampilan malaikat yang kedua itu.
 
Puncak gunung besar lagi tinggi adalah gunung Sion, di mana wujudnya adalah penyembahan.
Penyembahan, artinya; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya kepada kehendak Allah, tidak taat lagi kepada kehendak-kehendak daging.
Mungkin sudah menyembah 1 (satu) jam sebagai takaran (ukuran) dari sorga, tetapi kalau dalam kehidupan sehari-hari belum sampai kepada penyerahan diri sepenuhnya, itu hanyalah penyembahan secara lahiriah.
Jadi, ukuran akurat dari sorgawi, implementasi dari penyembahan itu adalah penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya kepada kehendak Allah saja, tidak lagi kepada kehendak lain, tidak kepada kehendak manusia, misalnya; karena dia adalah atasan atau bos, lalu taat kepada dia, tetapi tidak taat kepada TUHAN, dengan cara meninggalkan ibadah. Biar sudah menyembah satu jam, tetapi kalau implementasinya salah, maka penyembahannya itu hanyalah lahiriah.
 
Ayo, kita perhatikan penampilan dari malaikat kedua yang membawa sampai ke gunung Sion, di mana wujudnya adalah penyembahan, asapnya naik selama-lamanya, berarti kemenangannya juga selama-lamanya, dengan lain kata; kekalahan berada di pihak Babel, kota besar. Perhatikan penampilan dari malaikat kedua, pemberitaan Firman TUHAN yang disampaikan oleh malaikat sidang jemaat soal rubuhnya Babel, kota besar ini, dengan cara; membawa hidup kita sampai kepada puncak gunung Sion, puncak ibadah, doa penyembahan, sebagai wujud dari gunung Sion.
Kembali saya sampaikan: Penyembahan, artinya; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya kepada kehendak Allah. Dan hal itu sudah dibuktikan oleh pribadi Yesus, Anak Allah, di dalam Injil Matius 27.
 
Matius 27:50
(27:50) Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.
 
Yesus berseru pula dengan suara nyaring, dengan seruan: "Eli, Eli, lama sabakhtani?"
Sebenarnya, seruan ini merupakan doa penyahutan Yesus kepada Bapa; itu adalah penyembahan Yesus kepada Bapa di sorga, sebab sebagai Imam Besar Agung, Ia telah melayani, berdoa dan memperdamaikan dosa manusia di atas kayu salib.
Inilah yang menjadi kehendak Allah. Dan untuk kehendak Allah itu Dia berkata: “Ya Bapa

Intinya: Sebagai Imam Besar Agung, Ia telah menaikkan segala keluhan-keluhan kita, persoalan-persoalan kita yang kita hadapi di bumi, segala pergumulan sebagai beban hidup kita kepada Bapa di sorga, di atas kayu salib.
"Eli, Eli, lama sabakhtani?" Seruan ini sebenarnya adalah pergumulan kita kepada Bapa, isi hati kita yang disampaikan kepada Allah Bapa di sorga, yang Dia tanggung di atas kayu salib. Itulah penyahutan Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar, yang juga merupakan penyembahan Yesus kepada Allah Bapa.
 
Setiap orang pasti mengalami pergumulan di bumi ini, pasti menghadapi persoalan; tidak ada yang tidak menghadapi persoalan, termasuk saya sendiri, sampai hati ini hancur sehancur-hancurnya, bahkan terkadang air mata ini ditahan karena rasa malu yang ditutup-tutupi.
Tetapi itu pun disahut oleh Anak, itulah Yesus di atas kayu salib: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Dia ditinggalkan Seorang diri, tetapi Dia tanggung Seorang diri.
Ketika Dia menyahut: "Eli, Eli, lama sabakhtani?", sebetulnya hati kitalah yang disampaikannya, keuangan kita yang terjepit, bisnis yang sedang merosot, nikah yang hancur-hancuran, anak brutal, anak tidak hormat, itulah yang sedang disampaikan kepada Bapa, itu adalah penyembahan dari Yesus, Anak Allah.
Itu adalah penyahutan, dan penyahutan itulah penyembahan-Nya kepada Bapa di sorga, karena Dia adalah Imam Besar Agung.
 
Setelah berseru dengan suara nyaring, lalu menyerahkan nyawa-Nya.
Jadi, implementasi / praktek dari penyembahan dalam kehidupan sehari-hari adalah penyerahan diri sepenuhnya hanya untuk taat kepada salib di Golgota, kehendak Allah.
 
Dalam Matius 26:42, Untuk kehendak Allah Bapa, Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar, berkata: "Ya Bapa" Tetapi, Dia tidak berkata: “Hanya satu tangan saja yang dipaku, ya Bapaku”, tidak seperti itu. Tidak ada istilah nego dan tawar menawar di situ.
Dia harus minum cawan Allah, Dia harus menanggung penderitaan yang tidak harus Ia tanggung. Sebetulnya, Dia menderita karena dosa kita, bukan karena dosanya, Dia menanggung penderitaan yang tidak harus Ia tanggung; itulah kehendak Allah Bapa. Dan untuk kehendak Allah Bapa itu, Dia berkata: "Eli, Eli, lama sabakhtani?", "Ya Bapaku" Itulah penyembahan.
Sesudah penyembahan, barulah menyerah nyawa nyawa; itulah praktek hidup sehari-hari, yaitu penyerahan diri sepenuhnya untuk taat kepada kehendak Allah Bapa.
 
Jadi, setelah menyelesaikan tugas-Nya, setelah Yesus menyelesaikan tugas-Nya -- itulah doa penyahutan-Nya --, lalu Ia menyerahkan nyawa-Nya.
Singkatnya: Penyembahan, artinya; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat hanya kepada kehendak Allah.
 
Perhatikan baik-baik Firman ini: Kita ikuti ayat demi ayat, seperti Lazarus; untuk menghilangkan rasa lapar, ia berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, lalu menantikan setiap butiran-butiran yang jatuh dari meja orang kaya itu. Setiap butir dikumpulkan, setiap butir dikumpulkan, setiap butir dikumpulkan, setiap butir dikumpulkan, itulah ayat demi ayat, pasal demi pasal yang harus kita kumpulkan.
Dan kita harus bersabar untuk menantikan remah-remah yang jatuh dari meja orang kaya. Karena kekerasan hati dari pada bangsa Israel, Firman itu beralih kepada bangsa kafir yang tidak layak, tetapi kita juga harus rendah hati, bersabar memungut remah-remah itu; ayat demi ayat, pasal demi pasal kita kumpulkan untuk kita nikmati. Itu juga diajarkan oleh Rasul Paulus kepada sidang jemaat di Korintus, pada 2 Korintus 11:1,4.
 
DAMPAK POSITIF PENYEMBAHAN (Puncak Ibadah).
Matius 27:51
(27:51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,
 
Kuasa penyembahan: Tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, arti rohaninya; daging telah mengalami penghukuman atau telah mengalami perobekan daging dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Daging ini memang harus dihukum; jangan elus-elus daging. Kalau kita elus-elus daging, maka kita akan merasa sedih ketika menerima didikan salib; bukan hanya sedih, tetapi juga bisa marah-marah mempersalahkan didikan salib, lalu kita katakan orang itu “emosional, tukang marah”, padahal kita yang sedang elus-elus daging. Kalau kita tidak elus-elus daging, ketika ada hukuman terhadap daging, seharusnya kita bersyukur.
Daging harus mengalami perobekan supaya wujud daging tidak nyata. Kalau wujud daging nyata, maka berpotensi menjadi tempatnya roh jahat dan roh najis.
Jadi, manakala daging ini sudah dihukum, kehidupan kita sudah mengalami perobekan daging, maka Setan pun tidak bisa bertakhta di situ; roh jahat dan roh najis tidak layak berdiam di situ karena daging sudah hancur.
 
Daging sudah mengalami penghukuman, dengan lain kata; mengalami perobekan daging; ini adalah keuntungan yang kita peroleh, kalau kita menyembah. Daging dirobek-robek, sehingga tidak layak lagi untuk menjadi takhtanya Setan, roh jahat dan roh najis. Berarti, Babel, kota besar, sudah rubuh.
Hal ini sinkron dengan; begitu asapnya naik ke atas sampai selama-lamanya, berarti; Babel, kota besar, sudah rubuh selama-lamanya.   
 
Tabir Bait Suci atau tirai adalah pintu ketiga dalam Tabernakel.
-      Pintu pertama disebut Pintu gerbang. Pintu gerbang itu percaya; Yesus adalah pintu gerbang ke sorga, maka percayalah! Kalau percaya, berarti terima pribadi Yesus.
-      Pintu kedua disebut Pintu kemah → Baptisan Roh atau Kepenuhan Roh Kudus.
-      Pintu ketiga disebut Tabir Bait Suci, disebut juga Tirai.

Tabir adalah pemisah antara Ruangan Maha Suci dengan Ruangan Suci, sebagaimana dalam Keluaran 26:31-33. Kemudian, Tabir merupakan jalan (pintu) masuk ke dalam Ruangan Maha Suci, di situ terdapat Tabut Perjanjian.
Dan tadi kita sudah melihat, bahwa: Tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, sebab Yesus telah mengalami perobekan daging.
 
Terkait dengan PEROBEKAN DAGING, kita baca tulisan Rasul Paulus kepada orang Ibrani dalam Ibrani 10, dengan perikop: “Ketekunan
Ibrani 10:19-21
(10:19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (10:20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, (10:21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah.
 
Oleh karena perobekan daging Yesus Kristus sebagai Imam Besar, maka jalan ke sorga terbuka lebar bagi kita.
Itulah keuntungan dari doa penyembahan; tabir Bait Suci terbelah dua = mengalami perobekan daging. Setelah terpisah dari daging ini, tentu kita akan terangkat ke sorga, itulah yang disebut manusia rohani.
Daging robek, terpisah dari daging, itu adalah manusia rohani; terbukalah jalan untuk menembusi takhta Allah, ada dalam hadirat Allah.
 
Yang memberatkan kita sehingga sukar terangkat adalah karena daging belum terpisah. Ketika disinggung dagingnya, akhirnya menangis, marah, karena dielus-elus daging ini. Bagaimana bisa mengalami perobekan daging jika seperti ini?
Ayo, kalau sudah lama mendengar Pengajaran Mempelai, harus dengan rendah hati merelakan diri untuk membawa hidup ini sampai ke puncak ibadah (doa penyembahan). Manakala kita sudah berada pada puncak ibadah, pasti robeklah daging ini, terpisah dari daging. Ingatlah Firman ini; jadilah Lazarus.

Jadi, dengan doa penyembahan terjadi perobekan daging, sehingga terbukalah jalan ke sorga. Tidak mungkin terbuka jalan ke sorga, jika tidak mengalami perobekan daging.
 
Ada yang berkata seperti ini: Beribadah di mana-mana, itu sama saja. Yang terpenting adalah hati ini.
Loh, rambutnya merah, lipstiknya menor, mencalak-mencalak, bajunya sexy, lalu dia katakan: “Yang terpenting adalah hatinya” Loh, rambutnya merah itulah hatinya, baju yang sexy itulah hatinya. Berarti, tidak semua tempat ibadah itu sama.
Carilah gunung besar lagi tinggi, gunung Sion, penyembahan, mengalami perobekan daging, maka jalan terbuka. Tetapi kalau tidak ada perobekan daging, maka selama itu pula tertutuplah jalan menuju ke sorga. Berarti, dari sini kita bisa mengetahui bahwa tidak semua tempat peribadatan itu sama.
Bukankah ibadah itu yang merubah hati ini? Bukan hati yang merubah ibadah, tetapi TUHAN yang berhadirat dalam setiap pertemuan ibadah itulah yang merubah hati.
Lalu ada yang berkata: TUHAN ada di mana-mana. Loh, siapa yang bilang bahwa TUHAN tidak ada di mana-mana, tetapi ingat: tempat peribadatan tidak di mana-mana sama.
 
Jadi, jalan ke sorga sudah terbuka lebar oleh karena perobekan daging. Inilah penampilan dari malaikat kedua, yang membawa kita sampai kepada penyembahan, berarti; Babel, kota besar, rubuh.
Jadi, penyembahan itu memberi kita kemenangan. Penyembahan itu menjadikan kita mengalami perobekan daging, sehingga jalan ke sorga terbuka lebar-lebar.
 
Kita kembali untuk membaca Matius 27.
Matius 27:51
(27:51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,
 
Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, berarti; jalan ke sorga terbuka lebar bagi kita, karena daging sudah dirobek-robek, sehingga tidak layak untuk menjadi takhtanya Setan.
 
Kemudian, ketika tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah, terjadilah gempa bumi dan bukit-bukit batu terbelah.
 
Artinya; doa penyembahan melepaskan kita dari 2 (dua) hal, YANG PERTAMA: Dilepaskan dari GEMPA BUMI yang akan terjadi.
Kita akan memperhatikan Wahyu 8, dengan perikop: “Meterai yang ketujuh
Ada 3 (tiga) kali penghukuman dari Allah Tri Tunggal:
-      Yang pertama: 7 (tujuh) meterai.
-      Yang kedua: 7 (tujuh) sangkakala.
-      Yang ketiga: 7 (tujuh) bokor.
Dan di sini kita akan melihat “Meterai yang ketujuh” Pembukaan 7 (tujuh) meterai adalah penghukuman bagi orang-orang yang tidak menghargai kegiatan Roh Allah, itulah ibadah dan pelayanan.
 
Wahyu 8:1
(8:1) Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga, kira-kira setengah jam lamanya.
 
Ketika Anak Domba membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga.
Itu berarti; suatu ketenangan yang memberi rasa damai yang sangat tinggi manakala ibadah kita telah memuncak sampai kepada doa penyembahan.
 
Wahyu 8:3-4
(8:3) Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. (8:4) Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.
 
Malaikat lain → Pribadi Yesus Kristus, sebagai Imam Besar Agung.
Adapun tugas Imam Besar Agung: Memimpin ibadah-ibadah di bumi sampai kepada puncaknya, itulah doa penyembahan, bagaikan asap kemenyan yang naik ke hadirat Allah, menembusi takhta Allah.

Bukti Yesus adalah Imam Besar Agung: Ia berdiri dekat Mezbah Dupa Emas. Lalu kepada-Nya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkan, untuk dibakar sebagai ukupan yang berbau harum, bagaikan asap dupa kemenyan yang naik ke takhta Allah, ke hadirat Allah, itulah doa penyembahan, dengan lain kata; maka naiklah asap kemenyan itu, itulah penyembahan dari orang-orang kudus.

Hanya satu perkara yang melepaskan dari cengkraman maut, kuasa Setan, dari dunia dan pengaruhnya, dari gaya gravitasinya, itulah asap dupa kemenyan; doa penyembahan.
 
Wahyu 8:1, Di sorga ada penyembahan; sunyi senyap di sorga, itu adalah ketenangan yang sangat tinggi sekali. Tetapi pada Wahyu 8:3-4, ibadah di bumi memuncak sampai kepada doa penyembahan, bagaikan asap dupa kemenyan, karena Yesus, Imam Besar, memimpin ibadah kita di bumi sampai kepada puncaknya, itulah doa penyembahan.
 
Kemudian, masih ada peristiwa di bumi yang harus kita perhatikan pada ayat 5.
Wahyu 8:5
(8:5) Lalu malaikat itu mengambil pedupaan itu, mengisinya dengan api dari mezbah, dan melemparkannya ke bumi. Maka meledaklah bunyi guruh, disertai halilintar dan gempa bumi.
 
Sementara juga di bumi terjadi lemparan api dari mezbah. Pada saat terjadi lemparan api dari mezbah ke bumi, maka meledaklah bunyi guruh disertai halilintar dan gempa bumi.
Artinya; di bumi ada ledakan besar, ada kekacauan,
-      disertai dengan halilintar, yakni keributan-keributan dan kebisingan-kebisingan yang sangat dahsyat -- sebagaimana yang terjadi pada hari-hari terakhir ini --,
-      juga disertai dengan gempa bumi, berarti; bumi digoncang dalam segala bidang, baik itu mengguncang pemerintahan, mengguncang politik, mengguncang ekonomi, sampai nikah-nikah di bumi ini digoncang.
 
Singkat kata: Suasana di sorga berbanding terbalik dengan suasana di bumi.
-      Di sorga terjadi suatu ketenangan yang sangat tinggi; sunyi senyap, penuh dengan kedamaian.
-      Sedangkan di bumi terjadi ledakan, yakni kekacauan (bunyi guruh) yang disertai halilintar dan gempa bumi.

Itu sebabnya, ibadah di bumi harus memuncak sampai doa penyembahan, supaya kita mengalami ketenangan sama seperti ketenangan di sorga. Tetapi sebaliknya di bumi ada ledakan besar; kekacauan disertai bunyi halilintar dan bunyi guruh, serta gempa yang mengguncang bumi.
Covid-19 sudah mengguncang bumi, bukan semata-mata bumi Indonesia Raya, tetapi bumi seantero dunia diguncang. Covid-19 sudah mengguncang dunia; politik diguncang, ekonomi diguncang, pemerintahan diguncang, nikah diguncang sampai akhirnya terjadi perceraian dengan tingkat kesadaran yang tinggi.
 
Jadi:
-      Manusia rohani, yakni yang ibadahnya telah berada pada puncaknya, itulah doa penyembahan, mengalami suatu ketenangan yang sangat tinggi di tengah-tengah goncangan dunia. Ada ketenangan di tengah-tengah goncanga, itu adalah penyembahan.
-      Tetapi manusia duniawi, yakni orang-orang yang menjalankan hidupnya secara manusiawi, akan mengalami goncangan yang sangat hebat yang sekarang ini sudah dapat dirasakan.
Maka, bawalah hidupmu sampai kepada puncak ibadah, itulah doa penyembahan, sehingga kita mengalami ketenangan yang sangat tinggi di tengah-tengah dunia digoncang.
 
Mengapa kita dapat merasakan ketenangan setelah ibadah kita memuncak sampai doa penyembahan, walaupun dunia mengalami goncangan? Karena kita sudah berada pada suatu kedudukan yang tepat, itulah doa penyembahan.
 
Ayo, perhatikan penampilan dari malaikat yang kedua ini, di mana Babel, kota besar, sudah rubuh, karena hidup rohani kita sudah sampai kepada doa penyembahan. Perhatikanlah pemberitaan dari malaikat kedua, perhatikanlah malaikat sidang jemaat, itulah gembala sidang (pemimpin rohani) dalam pemberitaan Firman-Nya, yang membawa dan memimpin kita sampai kepada doa penyembahan. Tetapi di lain pihak nanti; Babel, kota besar, sudah rubuh.
Kalau kita sudah dalam penyembahan, maka akan mengalami suatu ketenangan yang dahsyat di tengah-tengah dunia digoncang.
 
Itu sebabnya, saya belajar untuk tidak pernah bergantung kepada manusia sampai detik ini. Tidak pernah saya ceritakan: Oppungku dahulu kaya. Bapa tua saya dahulu kaya. Tulang dan engkong saya dahulu kaya. Tidak perlu saya ceritakan itu, sebab itu adalah bagian berkat mereka dan saya pun ada bagiannya juga.
Oleh sebab itu, bijaksanalah, dewasalah, mengingat hari-hari ini adalah hari-hari terakhir, dan goncangan sudah kita rasakan sekarang; jangan main-main.
 
Doa penyembahan melepaskan kita dari 2 (dua) hal, YANG KEDUA: Dilepaskan ketika BUKIT-BUKIT BATU TERBELAH.
Wahyu 16:17
(16:17) Dan malaikat yang ketujuh menumpahkan cawannya ke angkasa. Dan dari dalam Bait Suci kedengaranlah suara yang nyaring dari takhta itu, katanya: "Sudah terlaksana."
 
Malaikat yang ketujuh menumpahkan cawannya ke angkasa. Ini adalah penghukuman dari Allah yang terakhir kepada orang-orang yang tidak mengasihi Allah.
 
Dan ketika penghukuman itu berlangsung, maka terdengar suara nyaring dari takhta Allah, yaitu: "Sudah terlaksana"
Kata “sudah terlaksana” ini adalah bagian dari apa yang diserukan oleh Yesus terakhir sekali. Sesudah Yesus minum cawan yang berisi anggur, sesudah Ia melakukan kehendak Allah Bapa, barulah Dia berkata: “Sudah selesai” Ini adalah kasih Allah. Waktu Yesus dikorbankan di atas kayu salib, itu adalah kasih Allah.
Jadi, orang yang tidak menghargai kasih Allah, maka Dia akan mengalami penghukuman dari Allah Bapa sendiri, dari 7 (tujuh) cawan murka Allah. Dan apa yang tertulis pada Wahyu 16:17 adalah cawan murka yang ketujuh.  
 
Sesudah terlaksana penghukuman karena tidak menghargai kasih di Golgota, sesudah dihukum semuanya dengan cawan murka yang ketujuh, maka ada lagi kelanjutkan dari “sudah selesai”, yang dapat kita perhatikan dalam Wahyu 21.
 
Wahyu 21:2, berbicara tentang; Pengajaran Mempelai menjadikan kita mempelai TUHAN.
Wahyu 21:3-4, berbicara tentang; Pengajaran Tabernakel.
Jadi, sekarang ini kita digembalakan oleh Pengajaran Mempelai dalam Terang Tabernakel.
 
Wahyu 21:4-6
(21:4) Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (21:5) Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" Dan firman-Nya: "Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar." (21:6) Firman-Nya lagi kepadaku: "Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan.
 
Semuanya telah terjadi” Ini adalah kelanjutan dari “sudah selesai.
 
Sesudah penghukuman dari cawan murka yang ketujuh, berarti; “telah terlaksana” penghukuman. Sesudah semua dihukum, maka tidak ada lagi air mata, ratap tangis dan dukacita. Lalu akhirnya, wujud “sudah selesai” yang ketiga adalah “telah terjadi” = Sudah menjadi rumah TUHAN oleh karena Pengajaran Mempelai dalam Terang Tabernakel.
 
Dimulai dari bukit Golgota: “Sudah selesai” Kalau tidak menghargai kasih itu, maka akan dihukum oleh cawan murka yang ketujuh, “Sudah terlaksana” Sesudah terlaksana penghukuman, maka nampaklah rumah TUHAN, Yerusalem yang baru, lalu dikatakan: “Telah terjadi
 
Enak, bukan? Jalan-jalan ke sorga betul-betul memberikan suatu pengertian, sehingga kita tahu bagaimana jalan ke sorga. Jadi, saudara jangan berkata: “Di mana-mana ada TUHAN. Di mana-mana tempat beribadah itu sama.” Lewat pengertian Firman ini, dapatlah saya katakan: Tidak sama!
Ini bukanlah kata sombong, tetapi ini adalah kata Firman. Oleh sebab itu, perhatikanlah penampilan yang kedua dari malaikat yang kedua.

Barulah kita perhatikan ayat 18.
Wahyu 16:18-19
(16:18) Maka memancarlah kilat dan menderulah bunyi guruh, dan terjadilah gempa bumi yang dahsyat seperti belum pernah terjadi sejak manusia ada di atas bumi. Begitu hebatnya gempa bumi itu. (16:19) Lalu terbelahlah kota besar itu menjadi tiga bagian dan runtuhlah kota-kota bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Maka teringatlah Allah akan Babel yang besar itu untuk memberikan kepadanya cawan yang penuh dengan anggur kegeraman murka-Nya
 
Oleh karena penghukuman dari cawan murka Allah yang ketujuh, maka terbelahlah Babel, kota besar, itu menjadi tiga bagian:
-      Satu bagian kota dari ular tua naga merah padam yang besar.
-      Satu bagian kota dari antikris (binatang pertama).
-      Satu bagian kota dari nabi-nabi palsu
Jadi, naga, antikris dan nabi-nabi palsu adalah Tri Tunggal Setan.
 
Setan memang selalu membuat tandingan. Hati-hati; jangan kita ada dalam tandingan, tetapi kita betul-betul ada dalam keadaan yang sejati, karena Allah yang membawa kita dalam suatu kedudukan yang benar.
 
Wahyu 16:20
(16:20) Dan semua pulau hilang lenyap, dan tidak ditemukan lagi gunung-gunung
 
Semua pulau hilang lenyap, dan tidak ditemukan lagi gunung-gunung tempat peribadatan.
Itu sebabnya dalam Yesaya 2, dikatakan; gunung besar lagi tinggi adalah puncak ibadah, sedangkan gunung-gunung lain akan lenyap. Ayo, carilah tempat yang membawa kita sampai ke gunung Sion, sebab gunung lain akan lenyap, sedangkan gunung Sion tetap tegang berdiri.
 
Tadi kita sudah melihat: Setelah terjadi gempa bumi, maka terbelahlah bukit-bukit, itulah bukit-bukit dari pada Setan Tri Tunggal (naga, antikris, nabi palsu).
 
Tetapi saya akan tambahkan tentang: CAWAN MURKA YANG KEENAM.
Wahyu 16:12
(16:12) Dan malaikat yang keenam menumpahkan cawannya ke atas sungai yang besar, sungai Efrat, lalu keringlah airnya, supaya siaplah jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah timur.
 
Cawan murka yang keenam ditumpahkan di atas sungai Efrat, sehingga sungai Efrat menjadi kering. Sesudah sungai Efrat kering, maka siaplah jalan bagi raja-raja yang datang dari sebelah Timur.
 
Dalam pola Tabernakel, “Timur” itu mulai dari pintu gerbang, lalu terus melangkah sampai ke “Barat”; inilah raja-raja, imamat rajani, milik kepunyaan Allah.
Jadi, yang menghalangi imamat rajani melangkah adalah adanya sungai Efrat, itulah kenajisan percabulan; itu sebabnya harus dihukum oleh cawan murka yang keenam.
Sekarang ini sedang merajalela sungai Efrat; ajaran yang bersifat kenajisan percabulan, dan itu harus dihukum terlebih dahulu, supaya tidak menghalangi langkah dari imamat rajani.
 
Mari kita lihat persamaan dari ayat 12, pada ayat 13.
Wahyu 16:13
(16:13) Dan aku melihat dari mulut naga dan dari mulut binatang dan dari mulut nabi palsu itu keluar tiga roh najis yang menyerupai katak.
 
Baik ajaran naga, baik ajaran antikris, baik ajaran yang keluar dari mulut nabi palsu, mengajarkan supaya manusia yang di bumi ini hidup dalam kenajisan percabulan.
 
Itu sebabnya cawan murka Allah ditumpahkan ke atas sungai Efrat, karena faktanya; ajaran Setan Tri Tunggal -- baik itu naga, antikris dan nabi palsu -- selalu mengarah kepada kenajisan percabulan, ingin kaya tetapi melacur.
Tinggalkan Kristus yang adalah Suami, Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga, tinggalkan ibadah hanya untuk bekerja, hanya untuk bisnis, hanya untuk meraup keuntungan yang besar; itu adalah pelacuran.
Mengapa ada pelacuran? Karena ternyata, dari mulut Setan Tri Tunggal ajarannya selalu mengarah kepada kenajisan percabulan. Oleh sebab itu, sungai Efrat harus dihukum supaya keringlah sungai Efrat.
 
Wahyu 16:14
(16:14) Itulah roh-roh setan yang mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib, dan mereka pergi mendapatkan raja-raja di seluruh dunia, untuk mengumpulkan mereka guna peperangan pada hari besar, yaitu hari Allah Yang Mahakuasa.
 
Ajaran dari Setan Tri Tunggal juga bisa mengadakan tanda-tanda heran, mujizat-mujizat yang sakit sembuh, kemudian terjadi pengusiran Setan.
Oleh sebab itu, ukuran ibadah bukanlah kegerakan rohani, tetapi ibadah harus dipimpin kepada puncak ibadah, itulah gunung Sion, wujudnya; doa penyembahan.
 
Biar sejuta kali terjadi mujizat di depan mata, tetapi mujizat adalah karunia yang tidak akan mempengaruhi rohani kita untuk dibawa sampai kepada doa penyembahan. Itu mustahil dan tidak mungkin.
Awal mula saya melayani; begitu banyak mujizat, terjadi kegerakan, karena belum ada penggembalaan pada waktu itu.
-      Yang mata sakit menjadi sembuh.
-      Yang rahim tertutup menjadi terbuka.
-      Yang kanker pun sembuh.
-      Yang kerasukan Setan terusir berkali-kali.
-      Penyakit kuning pun sembuh.
-      Kista pun sembuh.
Tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang dibawa masuk sampai ke gunung Sion. Tetapi kita semua dipimpin sampai ke gunung Sion, bukan?
 
Wahyu 16:15-16
(16:15) "Lihatlah, Aku datang seperti pencuri. Berbahagialah dia, yang berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya ia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya." (16:16) Lalu ia mengumpulkan mereka di tempat, yang dalam bahasa Ibrani disebut Harmagedon.
 
Ingatlah 2 (dua) hal ini:
-      Berjaga-jaga adalah puncak dari ibadah, itulah doa penyembahan, wujud dari gunung Sion.
-      Memperhatikan pakaiannya. Pakaian putih lenan halus, itulah pakaian dari mempelai perempuan TUHAN.
Ingatlah 2 (dua) hal itu  supaya ia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya.
 
Lihatlah orang-orang yang menolak kasih Allah; mereka akan menerima penghukuman dari cawan murka Allah.
Kita sudah melihat cawan murka Allah yang ketujuh yang ditumpahkan, sehingga terjadilah gempa bumi yang dahsyat, dan terbelahlah Babel, kota besar, itu menjadi tiga bagian.
Sedangkan cawan murka yang keenam ialah penghukuman terhadap Setan Tri Tunggal dengan ajaran-ajaran yang menyebabkan kenajisan percabulan.
-      Setiap kali naga mengajarkan ajaran, walaupun dalam ibadah ada mujizat, tetapi ajaran itu selalu berupa katak, selalu soal kenajisan percabulan.
-      Nanti binatang yang pertama yang keluar dari dalam laut mengajarkan ajarannya. Sepertinya Firman yang diajarkan, kemudian di tengah-tengah ibadah ada mujizat; yang sakit menjadi sembuh, ada pengusiran Setan, dan lain sebagainya, tetapi yang keluar dari mulutnya selalu katak, itulah kenajisan percabulan. Mereka tidak mengajarkan bahwa ibadah harus dibawa sampai kepada doa penyembahan,
-      Baik nabi palsu dengan ajarannya, tetapi yang keluar dari mulutnya tetap katak (kenajisan percabulan).
Itulah tulah yang pernah terjadi di Mesir, sampai rumah tangga Firaun pun dimasuki oleh katak-katak. Dan itu akan terjadi di hari-hari terakhir ini.
 
Jadi, malam ini, kita harus memperhatikan penampilan dari malaikat yang kedua. Malaikat sidang jemaat, itulah gembala sidang. Pemberitaan Firman malam ini dalam penampilannya harus kita perhatikan; memimpin kita sampai kepada doa penyembahan, wujud dari gunung Sion, dengan lain kata; Babel, kota besar, sudah rubuh, sebab asapnya naik sampai selama-lamanya.
 
Sudah seharusnya kita bersyukur kepada TUHAN. Berkali-kali saya sampaikan: Bersyukurlah kepada TUHAN. Mungkin saudara tidak paham dengan bahasa saya hari ini, tetapi sekali waktu, bahasa ini akan mengguncang telinga saudara.
Tahun depan, gempa bumi dahsyat akan terjadi. Sebetulnya, tahun 2020 sudah mulai terjadi, lalu terjadi di tahun 2021, dan sekarang di tahun 2022, tetapi akan tambah gelap lagi di tahun 2023. Jadi, kita semua harus siap-siap.
Hari ini, penampilan dari malaikat yang kedua sepertinya bukan apa-apa, tetapi nanti, bilamana waktunya sudah tiba; perkataan Firman malam ini akan menggoncang telinga dan hati saudara.
 
Jadi, mulai sekarang; angkat dua tangan. Katakan: Aku menyerah. Selama ini aku turun tangan, seolah-olah aku kuat. Seolah-olah pekerjaan, bisnisku, uangku yang banyak bisa menyelamatkanku. Ternyata, rupanya, semuanya berlalu; tidak ada artinya.
Perhatikanlah penampilan dari malaikat yang kedua dan pemberitahuannya, yang membawa kita naik sampai ke gunung Sion, doa penyembahan. Babel, kota besar, runtuh, sebab asapnya naik selama-lamanya.
 
Kita semua harus berbahagia. Kita tidak boleh berkata: “Semua tempat ibadah sama” Saya katakan: “Tidak sama”, hal ini saya ucapan bukan karena saya arogan. Kalau memang sama; mengapa ada penghukuman dari cawan murka yang keenam terhadap sungai Efrat, di mana setiap ajaran Tri Tunggal Setan itu selalu katak yang keluar, itulah kenajisan percabulan, walaupun nampaknya ada kegerakan rohani.
Itu sebabnya dalam Wahyu 16:13-14 dikatakan: Dari mulut naga dan dari mulut binatang dan dari mulut nabi palsu itu keluar tiga roh najis yang menyerupai katak. Itulah roh-roh setan yang mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib.
Jadi, ukuran ibadah bukanlah mujizatnya; oleh sebab itu, jangan keliru.
 
Kita harus bersyukur kepada TUHAN. Tidak ada lagi kata-kata yang bisa saya ucapkan. Andaikata ada kata yang lebih dari “terima kasih” dan “bersyukur”, maka saya akan ucapkan, karena kemurahan TUHAN yang limpah, yang sudah dinyatakan sampai sejauh ini kepada kita semua.
 
Kalau ada orang dengan sengaja dan sadar datang ke dalam sebuah peribadatan, sudah tahu bahwa tempat itu tidak membawa ke gunung Sion; tetapi dia datang dengan sadar ke tempat itu hanya untuk melampiaskan dagingnya, itu namanya orang yang bebal.
Ibadah untuk melampiaskan daging adalah bebal. Tetapi kalau kita sudah tahu yang benar, maka bawalah dirimu ke tempat yang benar.
 
Jangan katakan: “Semua tempat ibadah sama” Saya tandaskan: “Tidak sama”, sebab penyerahan seorang hamba TUHAN pun tidak sama. Saya berani mengatakan hal ini.
Keberanian seorang hamba TUHAN dalam mengambil keputusan pun tidak sama. Ada orang yang berani: Maju ya maju, mundur ya mundur. Tetapi di lain pihak juga ada orang yang tidak berani: Dari pada orang kaya dan pengusaha mundur, maka terpaksalah dia menjilat.
 
Ayo, pastikan diri kita “di mana tempat kita beribadah”. Ukuran ibadah bukanlah mujizat, sebab kenajisan pun bisa mengadakan mujizat.
Tetapi lihatlah penampilan dari pemberitaan Firman malam ini, bagaikan penampilan dari malaikat kedua, yang membawa kita sampai kepada doa penyembahan. Dan di lain pihak; Babel, kota besar, rubuh.
 
 
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
 
Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang

No comments:

Post a Comment