KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Saturday, November 12, 2016

IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 09 NOVEMBER 2016


IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 09 NOVEMBER 2016

“KITAB KOLOSE”
(SERI: 100)

Subtema: MANFAAT HARI KE TUJUH.

Shalom saudaraku!
Selamat malam, salam sejahtera bagi kita semua. Oleh karena kemurahan hati Tuhan, kita dimungkinkan untuk melangsungkan Ibadah Doa Penyembahan.

Sebelum kita tersungkur di bawah kaki salib Tuhan, terlebih dahulu kita memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Doa Penyembahan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose.
Kolose 1: 21
(1:21) Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,

Kita perhatikan kalimat: “Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah”, ini menunjuk kepada :
1.     Bangsa kafir = orang-orang yang tidak bersunat.
2.     Orang fasik dengan segala perbuatan fasik mereka.
Mereka yang dahulu hidup jauh dari Allah memusuhi Allah dalam hati dan pikiran mereka dan itu nyata dalam setiap perbuatan-perbuatan mereka yang jahat.
Pendeknya, setiap melakukan perbuatan-perbuatan jahat menunjukkan bahwa seseorang masih hidup jauh dari Allah, sekalipun ia berada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan.

Lebih jauh kita melihat orang yang dahulu hidup jauh dari Allah...
Efesus 2:1
(2:1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.

Yang dahulu hidup jauh dari Allah; banyak melakukan pelanggaran juga banyak melakukan dosa, sedangkan upah dosa adalah maut.

Efesus 2:2-3
(2:2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.
(2:3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.

Penyebab-penyebab terjadinya dosa:
1.     Mengikuti jalan dunia ini.
Menunjukkan bahwa dunia ini mempunyai arus yang sangat kuat untuk mempengaruhi dan menghanyutkan kerohanian anak-anak Tuhan, itulah yang disebut ilah zaman.
2.     Mentaati penguasa kerajaan angkasa.
Pertanyaannya: Siapakah mereka yang mentaati penguasa kerajaan angkasa?
Jawabnya: mereka adalah orang-orang yang dikuasai roh pendurhakaan.
Roh pendurhakaan, adalah: pemberontakan kepada Allah.
3.     Hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging.
Perlu untuk diketahui:
-         Hidup menurut keinginan daging memikirkan hal-hal yang dari daging, berarti; tidak memikirkan hal-hal yang dari roh, itulah perkara di atas, perkara rohani, yaitu ibadah dan pelayanan.
-         Hidup menurut keinginan daging menunjukkan bahwa seseorang masih berada di bawah hukum Taurat.
Hukum Taurat; “mata ganti mata, gigi ganti gigi”, arti rohaninya ialah kejahatan dibalas dengan kejahatan = orang yang berbuat salah tidak luput dari penghukuman.
Orang yang berada di bawah hukum Taurat tidak kenal belas kasih/jauh dari kasih karunia, kemurahan hati Tuhan.
Kemudian, orang yang masih berada di bawah hukum Taurat, menjalankan ibadahnya hanya secara lahiriah, yaitu;  mulut memuji Tuhan tetapi hatinya jauh dari Tuhan = mempersembahkan tubuh jasmaninya kepada Tuhan tetapi manusia batiniahnya tidak dipersembahkan kepada Tuhan. 
Inilah ibadah yang sia-sia, ibadah yang tidak mengandung janji, baik untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
Efesus 2:11-12
(2:11) Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu -- sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat", yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia,
(2:12) bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia.

Yang dahulu hidup jauh dari Allah, berarti: “tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia” = binasa, berujung kepada kematian yang kekal.

Keterangan: TANPA PENGHARAPAN.
Tanpa pengharapan berarti: putus asa -> orang yang mudah goyah, tidak memiliki pendirian yang teguh, sampai akhirnya berubah menjadi tidak setia di hadapan Tuhan.

Dikaitkan dengan pribadi Ayub, mengaku sebanyak tujuh kali hidup tanpa pengharapan.
Berawal dari ujian demi ujian yang dialami oleh Ayub, sesuai dengan yang tertulis.
Ayub 1-2 : kesalehan Ayub diuji.
Ayub 3 : keluh kesah Ayub (mengutuki hari kelahirannya, sampai menginginkan kematian).
Ayub 4-31 : percakapan antara Ayub dengan ketiga sahabat-sahabatnya (Elifas, Bildad, Zofar).

Perlu diketahui, oleh karena percakapan antara Ayub dengan tiga sahabat-sahabatnya, Ayub mengaku hidup tanpa pengharapan sebanyak tujuh kali, pendeknya, Ayub menjadi putus asa.
Kalau percakapan menimbulkan seseorang putus asa berarti percakapan itu bukan percakapan yang benar.

Kalau misalnya, si A berbicara kepada si B, lalu oleh karena perkataan si A, maka si B putus asa, berarti perkataan itu adalah perkataan yang sifatnya merusak.
Dan itu dibenarkan oleh Tuhan.
Ayub 42:7-8
(42:7) Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Téman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
(42:8 ) Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.

Perkataan sahabat-sahabat Ayub tentang Tuhan tidaklah benar, mereka menyebut nama Tuhan tetapi tanpa kebenaran, sehingga murka Tuhan terhadap mereka. Tuhan hendak berencana menganiaya mereka. Pendeknya, Ayub menjadi putus asa, oleh karena sahabat-sahabat Ayub.
Hati-hati jika berbicara kepada sesama, teman, orang lain, jangan sampai membuat orang lain kehilangan jati diri, akhirnya putus asa dan lain sebagainya. Dan jangan sampai membuat orang lain susah.

Oleh sebab itu berkata-katalah dengan benar, apa adanya di hadapan Tuhan dan jangan banyak berbuat janji tetapi tidak ditepati.
Ayub menjadi korban dari pada perkataan yang tidak benar tentang Tuhan dari tiga sahabatnya.
Jadi banyaklah belajar dari firman, jangan belajar dari pengetahuan diri sendiri, supaya orang lain jangan putus asa, karena bisa membuat jengkel dan stres melihat sikap yang tidak baik itu.

Oleh karena perkataan sahbat-sagabat Ayub, tujuh kali Ayub mengaku “tanpa pengharapan”, yaitu:
1.     Ayub 7:6 : Hari-hariku berlalu lebih cepat dari pada torak, dan berakhir tanpa harapan.
2.     Ayub 13:15 : Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela perilakuku di hadapan-Nya.
3.     Ayub 14:19 : seperti batu-batu dikikis air, dan bumi dihanyutkan tanahnya oleh hujan lebat, demikianlah Kauhancurkan harapan manusia.
4.     Ayub 17:15a : maka di manakah harapanku? Siapakah yang melihat adanya harapan bagiku?
5.     Ayub 17:15b : maka di manakah harapanku? Siapakah yang melihat adanya harapan bagiku?
6.     Ayub 19:10 : Ia membongkar aku di semua tempat, sehingga aku lenyap, dan seperti pohon harapanku dicabutNya.
7.     Ayub 27:8 : Karena apakah harapan orang durhaka, kalau Allah menghabisinya, kalau Ia menuntut nyawanya?

Awal mula terjadinya kesalahan.
Ayub 2:13
(2:13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorang pun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.

Ayat 13 ini kita bagi menjadi dua bagian, antara lain:
Bagian yang pertama: “Lalu mereka duduk bersama-sama dia (Ayub) di tanah selama tujuh hari tujuh malam.”
Artinya: merendahkan diri di hadapan Tuhan atau menyadari diri sebagai manusia yang hina karena dosa. Berarti, sejauh ini sikap yang mereka tunjukkan ini benar.

Bagian yang kedua: “Seorang pun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya(Ayub), karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya (Ayub).” Berarti, mereka terbawa perasaan dan terbawa suasana.
Bayangkan, selama tujuh hari, tujuh malam duduk di atas tanah tapi tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Ayub dan ketiga sahabat Ayub. Berarti, terbawa perasaan dan terbawa suasana =  hidup menurut perasaan manusia daging dan  tidak hidup dalam pimpinan roh.
Kalau kita hidup menurut perasaan manusia daging maka di situ banyak terjadi kesalahan.
Kita banyak mengabaikan perbuatan baik dan benar yang seharusnya kita perbuat di hadapan Tuhan, jika hanya menuruti perasaan manusia daging.

Sesungguhnya hari ketujuh adalah hari perhentian bagi Tuhan Allah, tetapi justru mereka sibuk dengan kegiatan daging.
Ketekunan dalam tiga macam ibadah pokok itu merupakan hari sabat, hari perhentian bagi Tuhan Allah.

Roma 8:5a
(8:5a) Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging.

Hidup menurut daging memikirkan hal-hal dari daging. Pendeknya, hidup menurut daging hanya sibuk dengan urusan daging saja.

Roma 8:7
(8:7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.

Keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takhluk kepada hukum Allah.
Pendeknya, hidup menurut daging tidak patuh pada ajaran yang benar dan tidak tunduk kepada kebenaran.
Saya bersyukur Ayub 2:13 ini tidak terlewatkan begitu saja, karena dari ayat inilah kesalahan itu terjadi.
Pada pasal 3, Ayub berkeluh kesah, pasal 4-31 tiga sahabat Ayub mengucapkan kata-kata yang tidak benar tentang Tuhan.

Roma 8:5b
(8:5b): mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.

Sebaliknya kalau hidup menurut roh maka memikirkan hal-hal dari roh.  Oleh sebab itu biarlah kita hidup di dalam roh dan memberi diri dipimpin oleh roh. Hidup di dalam Roh = berada di dalam kegiatan Roh Kudus, berarti berada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan. Kalau berada di dalam kegiatan Roh Kudus sebaiknya memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus. Jangan hidup menurut keinginan daging seperti orang-orang dunia yang tidak mengenal Tuhan.

Sejenak kita melihat hari perhentian.
Wahyu 8:1
(8:1) Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga, kira-kira setengah jam lamanya.

Ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh, “maka sunyi senyaplah di sorga.” Pembukaan meterai yang ketujuh itu adalah kegiatan Roh Kudus.
Sedangkan sunyi senyap ini -> kepada hari perhentian bagi Tuhan, bukan berarti sunyi senyap itu tidak ada kegiatan, kalau tidak ada kegiatan itu adalah pemalas.
Kalau berhenti pada hari ketujuh, lepas dari kegiatan daging, dan kesibukan dunia, maka nanti akan terlihat kegiatan-kegiatan roh.
Jadi sunyi senyap di sorga -> hari perhentian bagi Tuhan, berarti:
-         Berhenti dari urusan-urusan daging.
-         Berhenti dari kesibukan-kesibukan yang bersifat lahiriah.

Wahyu 8: 2-4
(8:2) Lalu aku melihat ketujuh malaikat, yang berdiri di hadapan Allah, dan kepada mereka diberikan tujuh sangkakala.
(8:3) Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu.
(8:4) Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.

Kegiatan-kegiatan pada hari perhentian, yaitu:
YANG PERTAMA: “Kepada ketujuh malaikat, yang berdiri di hadapan Allah diberikan tujuh sangkakala,” berarti satu sangkakala untuk satu malaikat yang akan ditiupkan oleh para malaikat itu.
Meniup sangkakala = menyuarakan firman Allah, ini kegiatan yang pertama pada hari perhentian itu.
Malam ini firman Allah disuarakan kepada kita, gembala sidang adalah malaikat sidang jemaat yang menyuarakan firman Tuhan.
Dan ketika firman Allah disuarakan, semua kita yang hadir malam ini mendengarkannya, inilah kegiatan pada hari perhentian itu.
Saya sangat bersyukur sekali ketika firman disuarakan, biar pun saya yang menyampaikan.
Tetapi kalau hanya memberitakan firman namun tidak hidup di dalamnya, berarti saya tidak tergembala, sama seperti ahli Taurat mengerti tetapi tidak menjadi pelaku dan tidak bisa menjadi contoh teladan.

YANG KEDUA: “seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya”.
Mempersembahkan kemenyan berarti, membakar kemenyan, maka naiklah asap dupa  kemenyan -> doa penyembahan, ini adalah kegiatan rohani yang kedua dan ini puncak kegiatan dari pada Roh Kudus pada hari perhentian itu. Puncak dari ibadah adalah doa penyembahan.
Kegiatan yang pertama pada hari perhentian, malaikat sidang jemaat telah menyuarakan firman Tuhan dan kita semua mendengarkannya dengan jelas, terang benderang, sehingga dengan suara firman yang disampaikan itu maka jelaslah keberadaan kita di hadapan Tuhan.
Kegiatan yang kedua, ada di dalam doa penyembahan, inilah puncak kegiatan rohani itu.
Jadi, dua kegiatan di atas seharusnya terlihat pada saat mereka (Ayub dan sahabatnya) duduk di tanah selama tujuh hari, tujuh malam.
Tetapi tadi kita melihat sepatah kata pun tidak terucap dari mulut mereka masing-masing karena mereka terbawa suasana, terbawa perasaan = hidup menurut perasaan manusia daging.
Inilah cikal bakalnya, pada pasal 3, mulailah Ayub berkeluh kesah, bersungut-sungut sehingga ia mengutuki hari kelahirannya.
Pada pasal yang ke 4-31 sahabat-sahabat Ayub berkata-kata tentang Tuhan tetapi tidak benar.
Andaikata mereka betul-betul berada pada hari perhentian, pasti semuanya teratur dengan baik karena yang disuarakan adalah firman. Ketika firman yang disuarakan pasti ada yang mendengar, dan yang mendengar ini pasti berusaha hidup sesuai dengan firman sampai nanti berada pada doa penyembahan, sehingga ke depannya benar. Inilah yang harus kita perhatikan di hari-hari terakhir ni.

Saatnya kita perhatikan: HARI PERHENTIAN.
Kejadian 2:1-2
(2:1) Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
(2:2) Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.

Enam hari lamanya Allah menyelesaikan langit dan bumi dengan segala isinya, pada hari ketujuh Ia berhenti dari segala pekerjaan-Nya.
Hari ketujuh adalah hari perhentian/hari sabat bagi Tuhan Allah, dan itu harus kita ketahui, supaya kita berada di dalam kegiatan Roh Kudus; mendengarkan firman Alah yang disuarakan sampai kepada doa penyembahan.

Dampaknya positif berhenti pada hari ketujuh/sabat.
Dampak positif yang pertama:
Keluaran 20:8-11
(20:8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat:
(20:9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
(20:10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.
(20:11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

Kalau kita menguduskan hari sabat, yaitu hari ketujuh/hari perhentian bagi Tuhan Allah, berarti itu tanda kita mengikuti contoh teladan dari Tuhan Allah, sebaliknya kalau jauh dari hari perhentian berarti kita mau mengikuti contoh-contoh yang tidak baik yang bukan dari Tuhan.
Bukan saja pembantu, hewan pun harus berhenti pada hari sabat/hari ketujuh.

Contoh teladan dari Tuhan Allah...
1 Yohanes 3:16
(3:16) Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.

Kalau Yesus menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, maka kita pun wajib menyerahkan nyawa kepada saudara-saudara kita = mengasihi sesama.
Pendeknya, kita rela berkorban kepada sesama karena Tuhan sudah terlebih dahulu berkorban bagi kita. Dan ini adalah contoh teladan yang harus kita kerjakan.

1 Yohanes 3:17
(3:17) Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?

Syaratnya: jagan menutup pintu hati kepada sesama. Apa yang bisa kita kerjakan, perbuat saja kepada sesama.

Yohanes 13:13-15
(13:13) Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.
(13:14) Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu;
(13:15) sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.

Saudaraku, saling membasuh kaki di antara sesama , itu adalah contoh teladan dari Tuhan.
Membasuh kaki = mengampuni kesalahan orang lain, dan ini wajib dikerjakan oleh seorang imam. Kalau seorang imam tidak mau mengampuni sesama, saya sarankan undur diri dulu dari pelayanan, dan cukup hanya beribadah saja. Karena ini wajib untuk imam.
Inilah teladan dari Yesus Kristus, kasih Allah di dalam Kristus Yesus bagi kita semua. Saling mengasihi, juga saling mengampuni dan ini wajib dikerjakan oleh seorang imam.
Sebelum melayani, kalau teringat dengan sesamamu maka berdamailah terlebih dahulu lalu melayani Tuhan.

Dampak positif yang kedua.
Ulangan 5:13-15
(5:13) Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
(5:14) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau lembumu, atau keledaimu, atau hewanmu yang mana pun, atau orang asing yang di tempat kediamanmu, supaya hambamu laki-laki dan hambamu perempuan berhenti seperti engkau juga.
(5:15) Sebab haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.

Berada pada hari perhentian supaya terlepas dari perbudakan dosa.
Kalau seseorang masih tetap diperbudak dosa, maka seseorang akan tetap lemah dan tertindas, itulah yang memahitkan hati seseorang. Tetapi kalau kita berada pada hari perhentian yaitu, kegiatan Roh Kudus, maka kita akan terlepas dari perbudakan dosa = berada pada tangan yang kuat dan lengan yang teracung.
Orang yang menghargai ibadah/hari ketujuh (menguduskan hari sabat) itu sama dengan berada pada tangan Tuhan yang kuat dan lengan yang teracung = mendapat dukungan yang kuat.
Jadi saudara, jangan berpikir ibadah itu hanya menghabiskan waktu, energi, uang, karena itu adalah pemikiran yang salah.

Yesaya 46:3-4
(46:3) "Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim.
(46:4) Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.

Berada dalam gendongan dua tangan-Nya, berarti Dia menanggung, Dia memikul, dan akhirnya menyelamatkan kita semua = didukung oleh Tuhan.
Allah menemukan bangsa Israel di tengah auman Padang gurun, dengan tangan yang teracung dan tangan yang kuat, Tuhan membawa mereka untuk mendekat kepada Tuhan...Ulangan 32:9-11, mereka ditanggung, dipikul dan diselamatkan, kalau menghargai ibadah dan pelayanan, atau berada dalam kegiatan Roh Kudus, yaitu: hari ketujuh, hari perhentian bagi Tuhan Allah.

Keluaran 16:22-25
(16:22 )Dan pada hari yang keenam mereka memungut roti itu dua kali lipat banyaknya, dua gomer untuk tiap-tiap orang; dan datanglah semua pemimpin jemaah memberitahukannya kepada Musa.
(16:23) Lalu berkatalah Musa kepada mereka: "Inilah yang dimaksudkan TUHAN: Besok adalah hari perhentian penuh, sabat yang kudus bagi TUHAN; maka roti yang perlu kamu bakar, bakarlah, dan apa yang perlu kamu masak, masaklah; dan segala kelebihannya biarkanlah di tempatnya untuk disimpan sampai pagi."
(16:24) Mereka membiarkannya di tempatnya sampai keesokan harinya, seperti yang diperintahkan Musa; lalu tidaklah berbau busuk dan tidak ada ulat di dalamnya.
(16:25) Selanjutnya kata Musa: "Makanlah itu pada hari ini, sebab hari ini adalah sabat untuk TUHAN, pada hari ini tidaklah kamu mendapatnya di padang.

Kalau kita ada pada hari perhentian, berada dalam kegiatan Roh Kudus maka firman Allah permanen dan mendarah daging di dalam kehidupan kita sekalian, hidup sesuai dengan kebenaran firman dan bertabiatkan fiman Allah -> pribadi Yesus Kristus Anak Allah, hidup benar sesuai dengan firman.
Kebenaran yang sejati terletak pada salib Kristus, di luar salib tidak ada lagi kebenaran.
Roti (manna) -> firman Allah sebagai makanan rohani.

Tanda-tanda ketika firman Allah mendarah daging.
1.       Tidak berbau busuk.
Ini menunjuk kepada dosa yang disembunyikan. Karena yang membuat seseorang berbau busuk adalah dosa yang disembunyikan.
2.       Tidak berulat.
Berarti hidup tidak seperti Setan lagi. Ular adalah gambaran dari Setan. Keberadaan Setan, yaitu:
-       Tidak mempunyai telinga = tidak dengar-dengaran.
-       Kalau berjalan berliku-liku = tidak berada di jalan yang lurus.
-       Kalau menjalar dengan perutnya = hidup menurut hawa nafsu dan keinginan daging.
-       Lidahnya bercabang = kalau berbicara dengan dusta.
Tetapi kalau firman mendarah daging maka akan terlepas dari bau busuk karena dosa tidak disembunyikan, juga terlepas dari pada karakter Setan.
Bersyukurlah kepada Tuhan kita berada pada hari perhentian, dan firman Allah mendarah daging maka ke depannya tidak akan terdapat kesalahan.

Pada Ayub 2:13, tujuh hari, tujuh malam duduk bersama-sama di atas tanah  tetapi mulut tidak bisa mengucapkan kata-kata, perbuatan baik terlewatkan begitu saja di hadapan Tuhan, perbuatan benar tidak ditunjukkan di hadapan Tuhan dan semua terlewatkan, itu semua karena terbawa perasaan manusia daging.

Dimanapun kita berada, dalam situasi apapun, ingat Tuhan jangan terbawa perasaan supaya jangan melewatkan perbuatan baik dan supaya jangan melewatkan perbuatan benar yang harus ditunjukkan kepada Tuhan.

Dampak positif, bila firman Tuhan mendarah daging.
Ayub 42:6
(42:6) Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu."

“Ayub mencabut perkataannya”; berarti tidak lagi berkeluh kesah, tidak lagi mengutuki hari kelahirannya.
Sebagai tandanya; Ayub menyesal dan duduk dalam debu dan abu.

Ayub 2:7-10
(2:7) Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.
(2:8) Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.
(2:9) Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"
(2:10) Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.

Duduk di atas abu dan mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, berarti; menerima kenyataan yang ada, dan bisa dilihat dari perkataan Ayub.
Kalimat “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" -> Ayub tidak menggerutu dan tidak berkeluh kesah, Ayub mau menerima kenyataan yang ada.

Kemarin sampai tadi sore, saya sempat berpikir; Tuhan, saya capek mengerjakan semua ini, mengirim majalah, menerbitkan khotbah di majalah dan di internet, menghabiskan tenaga, waktu, pikiran, uang dan semuanya Tuhan, tapi sepertinya tidak dihargai.
Tetapi pada saat saya mulai memikirkan itu, Tuhan langsung menegur saya, sebab saya harus menerima kenyataan yang ada, dan semoga Tuhan mengampuni saya. Itulah orang yang duduk di atas abu dan debu, sekali lagi harus mau menerima kenyataan yang ada.

Ayub 1:20-22
(1:20) Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah,
(1:21) katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
(1:22) Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.

Sujudlah Ayub dan menyembah Allah yang hidup dan yang berdaulat.
Jadi orang yang mau menerima kenyataan yang ada, dalam keadaan susah maupun senang menunjukkan tingkat rohaninya sudah sampai kepada puncak kegiatan rohani yaitu, doa penyembahan.
Kalau kegiatan rohani sudah memuncak, pasti dia mau menerima kenyataan yang ada, tidak bersungut-sungut, hal itu  diawali dengan dua hal, yaitu:
-       Mengoyak jubahnya -> jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk = menjadi domba sembelihan.
-       Ketika Yesus menjadi Domba sembelihan, mulut-Nya tidak terbuka, dan tidak bersungut-sungut.
-       Mencukur kepalanya, berarti tidak ada lagi kebanggaan diri, tidak ada lagi kemuliaan yang berasal
dari diri sendiri = tidak bermegah/tidak membesar-besarkan diri lagi. Amin.
     
    TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI

                                 Pemberita Firman:
 Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang

No comments:

Post a Comment