KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Friday, October 16, 2020

IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 13 OKTOBER 2020

 

IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 13 OKTOBER 2020
 
KITAB KOLOSE
(Seri: 117)
 
Subtema: MENELADANI PENGALAMAN KEMATIAN TUHAN
 
Shalom.
Segala puji dan segala hormat hanyalah bagi Dia; dari sekarang sampai selama-lamanya.
Dan saya juga tidak lupa menyapa anak-anak TUHAN, hamba-hamba TUHAN yang sedang mengikuti pemberitaan Firman TUHAN lewat live streaming video internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada; kiranya TUHAN memberkati kita masing-masing.
Selanjutnya, kita mohonkan kemurahan hati TUHAN supaya firman itu keluar, atau supaya TUHAN membukakan firman-Nya bagi kita untuk membentuk setiap kehidupan rohani kita masing-masing, dan selanjutnya membawa kehidupan kita tersungkur di hadapan takhta TUHAN, sujud menyembah Allah yang hidup, Allah Abraham, berarti lepas dari penyembahan berhala-berhala di atas muka bumi ini.
 
Segera kita sambut Firman Penggembalaan untuk Ibadah Doa Penyembahan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose.
Kolose 3:19
 (3:19) Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
 
Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Nasihat Firman Allah ditujukan langsung kepada suami-suami supaya setiap suami tahu untuk mengasihi isterinya dengan benar. Maka, nasihat yang baik, nasihat yang suci ini harus diterima oleh seorang suami dengan segala kerendahan hatinya, meskipun seorang suami adalah kepala atau pemimpin di dalam hubungan nikah dan rumah tangganya.
 
Seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya, dapat kita pelajari dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus.
Efesus 5:25-29
(5:25) Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya (5:26) untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (5:27) supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. (5:28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (5:29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
 
Suami-suami di dalam hal mengasihi isterinya dinyatakan sebanyak 2 (dua) kali, antara lain:
1.      Ayat 25-27.
2.      Ayat 28-29.
 
HAL PERTAMA, yaitu ayat 25-27, telah disampaikan beberapa waktu yang lalu. Hanya pesan saya: jangan diabaikan, jangan dilupakan begitu saja, tetapi biarlah diulang-ulang kembali, itulah yang disebut dengan memamah biak..
 
HAL KEDUA, yaitu ayat 28-29, suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri.
Pendeknya; siapa yang mengasihi isterinya = mengasihi dirinya sendiri; mengapa demikian? Mari kita perhatikan jawabannya di ayat 31.
 
Efesus 5:31
(5:31) Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
 
Singkatnya: Antara suami dan isterinya sudah menjadi satu daging oleh karena salib di Golgota. Sebab, di sini dikatakan: laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, jelas hal ini berbicara tentang; salib di Golgota.
 
Sebagaimana dengan Yesus, Anak Allah, Ia telah meninggalkan segala milik kepunyaan-Nya, antara lain;
-          Ia telah meninggalkan Bapa-Nya,
-          Ia telah meninggalkan rumah-Nya di sorga,
-          Ia telah meninggalkan kemuliaan-Nya.
Sesuai dengan Filipi 2:5-8.
 
Sekarang, kita akan melihat BUKTI SEORANG SUAMI MENGASIHI ISTERINYA.
Efesus 5:29
(5:29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
 
... Tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya ...
 
Lebih rinci kita memperhatikan tentang MENGASUH dan MERAWATI di dalam 1 Tesalonika 2.
1 Tesalonika 2:7
(2:7) Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.
 
Rasul Paulus berlaku ramah terhadap sidang jemaat, sama seperti seorang ibu.
Ibu à Gembala Sidang atau pemimpin sidang jemaat. Sementara tugas dari seorang gembala sidang (pemimpin rumah TUHAN) ialah:
1.      Mengasuh kerohanian dari sidang jemaat.
2.      Merawat kerohanian dari sidang jemaat.
 
Sejauh ini, TUHAN telah mengasuh dan merawati hidup rohani kita semua, bukan? Sebab Ia adalah Gembala Agung, penuh kasih dan sayang, dan penuh tanggung jawab.
 
1 Tesalonika 2:8
(2:8) Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.
 
Dalam kasih sayang yang besar terhadap sidang jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus;
-          Rela membagi Injil Allah.
-          Rela membagi hidupnya sendiri.
Dalam hal ini, Rasul Paulus telah menunjukkan suatu tanggung jawab yang besar di hadapan TUHAN.
 
Memang, sebaiknya, dimulai dari hamba TUHAN sampai kepada sidang jemaat tanpa terkecuali, sudah seharusnya mengikuti contoh teladan dari apa yang ditunjukkan oleh Rasul Paulus ini kepada kita, supaya kita masing-masing bertanggung jawab di hadapan TUHAN.
 
1 Tesalonika 2:9
(2:9) Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu.
 
Singkatnya: Rasul Paulus bekerja siang malam dengan segala usaha dan jerih lelah di dalam hal memberitakan Injil terhadap sidang jemaat di Tesalonika.
Bekerja siang malam dengan segala usaha dan jerih lelah = tidak mengenal lelah = tidak ada kata menyerah, apalagi mengeluh. Hal ini dapat dibuktikan dalam pelayanannya kepada jemaat di Korintus.
 
Mari kita saksikan bersama-sama dan selanjutnya kita berdoa supaya TUHAN membukakan firman-Nya sebagai tanda uluran tangan kasih-Nya bagi kita untuk membentuk kehidupan kita, membawa kehidupan kita nanti rendah di ujung kaki salib TUHAN, tersungkur di hadapan TUHAN, sujud menyembah Allah yang hidup.
 
1 Korintus 4:9
(4:9) Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, sebab kami telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia.
 
Demi pemberitaan Injil, Rasul Paulus rela menerima tempat yang paling rendah atau tempat yang paling bawah, jelas ini menunjuk pengalaman kematian dari TUHAN Yesus Kristus.
 
Lebih lengkapnya kita memperhatikan Efesus 4.
Efesus 4:8-9
(4:8) Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia." (4:9) Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?
 
"Ia telah naik" berarti, Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah = Tempat yang paling rendah, jelas ini merupakan pengalaman kematian dari TUHAN Yesus Kristus.
 
Sejenak kita akan melihat tentang PENGALAMAN KEMATIAN, supaya kita benar-benar menyatu dengan pengalaman kematian dari TUHAN Yesus Kristus, sehingga dengan demikian kita meneladani kematian dari Tuhan Yesus Kristus.
Yesaya 53:6
(53:6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.
 
Perikop dari ayat ini adalah “Hamba TUHAN yang menderita.” Hamba TUHAN dihubungkan langsung dengan penderitaan, sengsara salib, itulah hamba kebenaran. Hamba kebenaran itu tidak dihubungkan dengan uang, tidak dihubungkan dengan berkat-berkat jasmani atau berkat lahiriah, atau mujizat-mujizat yang lain, tidak; tetapi hamba TUHAN atau hamba kebenaran dihubungkan langsung dengan penderitaan, dihubungkan langsung dengan sengsara salib di tengah ibadah dan pelayanan, supaya kita mengerti.
 
Kesimpulannya dari pembacaan ayat 6 ini adalah berbicara soal kesesatan kehidupan manusia.
Bukti kesesatan manusia ialah masing-masing kita mengambil jalannya sendiri = manusia hanya menuruti keinginan di hatinya saja, tidak menuruti keinginan hati TUHAN.
 
Contoh: Naomi bersama dengan keluarga meninggalkan Betlehem, mereka pergi ke Moab untuk mencari apa yang diinginkan hati mereka. Namun sangat disayangkan, apa yang diinginkan oleh hati mereka tidak didapati di Moab, sebaliknya Naomi ditinggal mati oleh Elimelekh, sang suami, serta ditinggal mati oleh kedua anak laki-lakinya, Mahlon dan Kilyon.
Pendeknya: Naomi kehilangan segala-galanya;

-       Naomi harus kehilangan berkat yang dia bawa, harta bendanya yang dia bawa dari Betlehem.

-     Tidak berhenti sampai di situ, Naomi harus kehilangan segala-galanya yang paling berharga dalam hidupnya, yakni meninggalkan TUHAN dan ditinggalkan keluarganya.

 
Ini adalah akibat kesesatan. Kalau domba-domba sesat, itu karena dia mengambil jalannya sendiri. Mengapa dia mengambil jalannya sendiri, tidak mengikuti jalan TUHAN, jejak (tapak-tapak) kaki Yesus yang berdarah? Karena dia hanya menuruti keinginan di hatinya saja.
Andai saja dia menuruti keinginan di hati TUHAN, mengikuti jalan TUHAN, mengikuti tapak kaki TUHAN yang berdarah, pastilah dia tidak sesat, sampai tiba di tujuan; di mana Yesus ada, dia ada di situ. Tetapi sayangnya, manusia sesat karena mengambil jalannya sendiri; menuruti keinginan di hati, tidak menuruti keinginan di hati TUHAN. Belajarlah dari apa yang sudah kita dengar malam ini supaya kita semakin dewasa, semakin bijaksana.
 
Seharusnya, tambah tahun biarlah kita semakin bijaksana, apalagi seorang imam. Tambah tahun harus semakin dewasa, apalagi seorang imam. Bukan tambah tahun justru semakin merosot, tidak ada perubahan hidup; hal ini perlu dipertanyakan.
 
Yesaya 53:7
(53:7) Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.
 
Perhatikan kalimat: Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya. Sama artinya; tidak bersungut-sungut atau daging tidak bersuara sekalipun harus menyangkal diri dan memikul salibnya di tengah-tengah ibadah dan pelayanannya di hadapan TUHAN.
Ngomel, sungut-sungut, menggerutu = Suara daging. Setiap hari ngomel di tengah ibadah dan pelayanan, setiap hari bersungut-sungut kalau ada korban, setiap hari menggerutu kalau ada korban; itu merupakan suara daging.
 
Lebih jauh kita memperhatikan PRAKTEK PENGALAMAN KEMATIAN.
1 Korintus 4:9-13
(4:9) Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, sebab kami telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia. (4:10) Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina. (4:11) Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, (4:12) kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; (4:13) kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini.
 
Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, turun ke dunia yang paling bawah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, itulah pengalaman kematian dari TUHAN Yesus Kristus.
 
Kami bodoh oleh karena salib Kristus; rela menanggung penderitaan, bagi bangsa kafir (bangsa Yunani) adalah suatu kebodohan. Tetapi kamu arif dalam Kristus; oleh karena salib (pengalaman kematian) itu, sidang jemaat yang dilayani menjadi arif, menjadi bijaksana, lebih dewasa.
Kami lemah, tetapi kamu kuat; Oleh karena Rasul Paulus bermegah dalam kelemahan-kelemahannya, maka sidang jemaat menjadi kuat.
Kamu mulia, tetapi kami hina; Rasul Paulus rela menghinakan dirinya supaya sidang jemaat dipermuliakan oleh TUHAN.
 
Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara. Luar biasa pengalaman kematian selanjutnya; lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, tanpa hari perhentian secara lahiriah. Saya mengalami ini beberapa tahun yang lalu; awal mula melayani, tidak ada rumah tempat kediaman. Jadi, untuk tidur saja menderita.
 
Kemudian, Rasul Paulus berkata dalam pengalaman kematian itu: Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah, sampai pada akhirnya menjadi sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini.
 
Pengalaman kematian yang kita lihat dari pribadi Rasul Paulus dibagi menjadi dua bagian, YANG PERTAMA: Rasul Paulus menjadi tontonan.
- Tontonan bagi dunia.
- Tontonan bagi malaikat-malaikat.
- Tontonan bagi manusia.
Pendeknya: Seorang hamba TUHAN atau pelayan-pelayan TUHAN akan menjadi tontonan dalam hal melayani TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN. Demikian halnya dengan sidang jemaat harus menjadi tontonan baik dalam perkataan dan perbuatannya supaya orang lain mengenal dan mengerti tentang pengalaman kematian dari TUHAN Yesus Kristus.
 
Jangan egois; oleh sebab itu, jangan kita menjadi hamba TUHAN atau pelayan TUHAN penonton. Jangan kita menjadi orang Kristen penonton. Namun, biarlah belajar untuk selalu mengambil bagian dalam pekerjaan TUHAN, mengerti pekerjaan TUHAN, mengerti di dalam hal berkorban, baik tenaga, pikiran, waktu, bahkan materi sekalipun, namun mulut tidak terbuka, tidak ngomel, tidak bersungut-sungut, tidak menggerutu ketika mengambil bagian dalam pekerjaan TUHAN.
 
Matius 27:38-42
(27:38) Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. (27:39) Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, (27:40) mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" (27:41) Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: (27:42) "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.
 
Sengsara dan kematian Yesus Kristus di atas kayu salib di bukit Golgota, jelas menjadi tontonan bagi ;
1.      Orang-orang yang lewat di sana.
2.      Imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua.
 
Pendeknya: Orang-orang yang lewat di sana” tidak memahami, tidak mengerti arti dari sebuah ketebusan yang telah dikerjakan  oleh Yesus, Anak Domba Allah, di atas kayu salib, di bukit Golgota.
Prakteknya: Menghujat Dia dan berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" Singkatnya: Tidak terbeban dengan pekerjaan Kristus di tengah-tengah ibadah dan pelayanan; tidak mau terlibat. Itulah penonton yang hanya menonton saja; orang sibuk melayani, namun dia sibuk menonton, tidak terlibat dalam pelayanan.
Artinya, orang-orang yang lewat di sana tidak percaya bahwa TUHAN sanggup kembali membangun kehidupan yang berdosa sampai sempurna, segambar serupa dengan Allah, itulah yang disebut tubuh mempelai.
 
Kemudian, Imam-imam kepala, tua-tua, ahli Taurat” juga tidak memahami, sekaligus tidak menghargai korban pendamaian yang telah dikerjakan oleh Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar Agung.
Imam-imam kepala, tua-tua, dan ahli-ahli Taurat, berbicara soal Yerusalem, yang sudah seharusnya menjadi korban pendamaian. Tetapi karena mereka hanya menjadi Kristen penonton, tidak terbeban, tidak terlibat di dalam pekerjaan TUHAN, akhirnya tidak mau menghargai korban pendamaian yang telah dikerjakan oleh Yesus, Anak Allah, Dialah Imam Besar Agung yang telah mengadakan pendamaian dosa.
Biasanya, yang menjadi musuh di tengah-tengah ibadah dan pelayanan itu adalah imam kepala, tua-tua; itulah yang seringkali memberontak, sehingga terjadi perpecahan, perpecahan, perpecahan. Tetapi saya berharap, kita semua harus rendah hati.
 
Prakteknya: Mereka mengolok-olok Dia dan berkata: "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!” Kemudian, mereka kembali berkata: “Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.”
Jadi, mereka tidak mengerti tentang pekerjaan TUHAN, tidak mengerti tentang sengsara dan pengalaman dari TUHAN Yesus Kristus di atas kayu salib di bukit Golgota.
Kalau misalnya seorang imam berkata: "Ia Raja Israel?" Ini adalah imam yang tidak mengerti apa-apa. Seharusnya, seorang imam memang sudah terlebih dahulu melewati penataran dulu; yang mau menjadi imam, terlebih dahulu melewati penataran, lalu diberi pengertian tentang pelayanan yang terhubung langsung dengan penebusan dan pendamaian yang dikerjakan oleh Yesus Kristus di kayu salib. Kalau tidak ada penataran, akhirnya seorang imam tidaklah memahami dan tidak menghargai korban pendamaian yang telah dikerjakan oleh Yesus, sama seperti imam-imam kepala, tua-tua, ahli Taurat berkata: “Ia Raja Israel?” Maksud pertanyaan mereka adalah kalau Raja seharusnya tidak perlu disalib, tetapi karena Yesus disalib, akhirnya mereka berkata: apakah benar Ia adalah Raja Israel? Padahal, kalau kita perhatikan di ayat 37 ...
 
Matius 27:37
(27:37) Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: "Inilah Yesus Raja orang Yahudi."
 
Di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum; daging dihukum di atas kayu salib, mengapa? Karena Yesus adalah Raja orang Yahudi.
Imam-imam (imamat rajani) sudah harus terlebih dahulu mengerti tentang sengsara dan pengalaman kematian TUHAN Yesus Kristus. Tetapi karena mereka adalah Kristen penonton, tidak terlibat dalam pekerjaan TUHAN, tidak mengambil bagian di dalamnya, baik tenaga, pikiran, maupun uang, bahkan materi, perhatiannya pun sama sekali tidak ada di situ, akhirnya mereka tidak memahami, sekaligus tidak menghargai korban pendamaian yang telah dikerjakan oleh Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar Agung.
 
Di dalam hal mengikuti dan melayani TUHAN, kita harus buat simple; cari dahulu Kerajaan Sorga dan kebenaran yang hakiki, kebenaran yang sejati yang ada di dalam Kerajaan Sorga itu, maka nanti semuanya ditambahkan. Tetapi orang yang tidak mengerti tentang kebenaran yang sejati, ia sibuk dengan dirinya sendiri, tidak terlibat dengan pekerjaan TUHAN, tidak mau korban tenaga, pikiran, waktu, uang, materi, sampai perhatiannya pun, sehingga tidak dapat apa-apa, dia kehilangan sorga, dan dia tidak mendapat berkat dari sorga.
Oleh sebab itu, kita harus bijaksana; jangan sibuk dengan diri sendiri. Banyak imam-imam yang sibuk dengan dirinya sendiri, tidak sibuk dengan pekerjaan TUHAN.
 
"Ia Raja Israel?" Ini adalah pertanyaan konyol dari seorang yang tidak mengerti apa-apa. Seharusnya, imamat rajani sudah seharusnya mengerti tentang sengsara salib, tetapi karena dia adalah penonton; Kristen penonton, hamba TUHAN penonton, pelayan TUHAN penonton, imam-imam dan raja-raja penonton, akhirnya dia tidak mengerti rencana TUHAN, dia hanya sibuk dengan perkara hatinya, sibuk dengan keinginan di hatinya, dia sibuk mengambil jalannya sendiri.
Ayo, mulai sekarang, belajarlah dewasa; terkhusus yang sudah melayani TUHAN, marilah kita belajar dewasa.
 
CONTOH KRISTEN PENONTON dalam bentuk yang lain.
Matius 27:45-46
(27:45) Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. (27:46) Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
 
Kira-kira jam tiga sore berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Yesus memang ditinggalkan Seorang diri, menanggung penderitaan di atas kayu salib untuk menanggung dosa manusia. Sekali lagi saya sampaikan: Dia ditinggalkan Seorang diri untuk menanggung dosa manusia. Jadi, Dia bukan mati konyol, bukan mati bodoh; Dia menanggung penderitaan di atas kayu salib karena dosa manusia, bukan mati konyol.
 
Mari kita lihat SIKAP dari KRISTEN PENONTON dalam bentuk yang lain.
Matius 27:47-49
(27:47) Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: "Ia memanggil Elia." (27:48) Dan segeralah datang seorang dari mereka; ia mengambil bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam, lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum. (27:49) Tetapi orang-orang lain berkata: "Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menyelamatkan Dia."
 
Ada tiga golongan Kristen penonton, YANG PERTAMA: Hanya percaya pada mujizat, seperti mujizat yang dikerjakan oleh Elia ... ayat 47.
Memang Elia berkuasa untuk menahan langit supaya hujan tidak turun, juga berkuasa untuk membuka langit supaya hujan turun, bahkan Elia juga berkuasa untuk menurunkan api dari langit ke bumi; itu mujizat. Jadi, karena mereka hanya mengerti tentang mujizat, maka ketika mendengarkan doa penyahutan dari Yesus, Anak Allah, mereka katakan itu mujizat, padahal seruan itu jelas: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
 
Hanya sibuk berbicara soal mujizat, tidak mengerti yang lain-lain, yaitu; ditinggal seorang diri untuk menanggung kesusahan orang lain, yang dia tahu hanya mujizat saja. Kemudian, ketika ada mujizat di dalam gereja, di rumah TUHAN, tempat dia beribadah, lalu berkata: Oh, gembalaku hebat. Waktu dia mengatakan itu, hal itu menunjukkan dirinya bahwa dia tidak mengerti tentang pekerjaan penyelamatan yang dikerjakan oleh Yesus, di mana Dia menanggung dosa manusia dan Dia ditinggalkan seorang diri; perkara semacam ini tidaklah dimengerti orang Kristen penonton, sebab dia hanya mengerti soal mujizat.
 
Ada tiga golongan Kristen penonton, YANG KEDUA: Memberi anggur asam ... ayat 48.
Artinya; hanya membuat keonaran dan kelaliman di tengah-tengah ibadah pelayanan. Jangan sampai menjadi orang Kristen yang hanya sibuk mengadakan keonaran dan kelaliman. Anggur asam adalah keonaran dan kelaliman; jangan sampai itu nyata dari setiap perbuatan kita di tengah-tengah ibadah dan pelayanan ini. Saya berharap seperti itu.
Oleh sebab itu, kembali saya sampaikan; tetaplah rendah hati. Tidak ada artinya kita pertahankan kekerasan di hati, kesombongan, merasa diri lebih baik, lebih benar, lebih suci, sebab itu sudah membuat keonaran dan kelaliman. TUHAN mau membuat kita rendah di bawah tangan-Nya, tetapi sementara kita mau memberontak terus; kalau sudah memberontak, sama seperti daya air yang mengalir di dalam selang, lalu ditutup (disumbat), di situ gejolak terjadi. Sementara TUHAN inginkan kita merendahkan diri di bawah tangan TUHAN yang kuat, tetapi kita justru mau meninggikan diri di bawah tangan TUHAN yang kuat, maka pasti ada gejolak, karena kita tidak akan mampu berhadapan dengan dua tangan TUHAN yang kuat.
Oleh sebab itu, janganlah kita membuat keonaran dan kelaliman; jangan ada gejolak karena ingin meninggi-ninggikan diri, sebab itu tidak ada artinya; ikutilah cara TUHAN supaya jangan kita sesat.
 
Ada tiga golongan Kristen penonton, YANG KETIGA: Tidak mengerti apa yang dia bicarakan ... ayat 49.
Golongan ketiga adalah golongan yang tidak mengerti apa yang dia bicarakan = mempersoalkan sebuah perkara yang tidak dia pahami.
 
Itulah bagian YANG PERTAMA tentang pengalaman kematian Yesus Kristus. Kalau kita masuk dalam sengsara dan kematian Yesus Kristus; menjadi tontonan, berarti tidak menjadi Kristen penonton. Segeralah kita satu dalam sengsara dan pengalaman kematian Yesus Kristus, dan menjadi tontonan bagi dunia, tontonan bagi malaikat, tontonan bagi sesama. Itulah doa dan kerinduan saya, dan itu yang dituntut TUHAN dalam kehidupan kita semua.
 
Kalau Yesus mati dan menderita di atas kayu salib, maka kita juga harus mengikuti contohnya, karena Dia adalah TUHAN yang kita ikuti, Dia TUHAN yang kita sembah, bukan tuhan-tuhan yang lain. Kalau kita jadikan uang menjadi tuhan di bumi ini, kita jadikan pekerjaan menjadi tuhan di bumi ini, kalau kita jadikan kesibukan, bisnis dan perkara lahiriah lainnya menjadi tuhan-tuhan kecil di bumi ini, itulah yang disebut dengan ilah-ilah zaman, maka kehidupan kita ini tidak tertolong, karena tuhan-tuhan kecil semacam itu tidak mempunyai darah. Yang menebus dan memperdamaikan dosa kita adalah darah salib.
Jadi, sekalipun seseorang memiliki banyak uang, memiliki gelar yang tinggi sampai doktor dan professor, tetapi perkara itu tidak bisa dijadikan untuk menebus dosa dunia; sadarlah, sesadar-sadarnya.
 
Kita kembali melihat praktek pengalaman kematian dalam 1 Korintus 4.
1 Korintus 4:9
(4:9) Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, sebab kami telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia.
 
Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, tempat yang paling bawah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, itu berbicara tentang pengalaman kematian. Rasul Paulus telah meneladani pengalaman kematian Yesus Kristus sehingga ia menjadi tontonan bagi dunia, tontonan bagi malaikat, tontonan bagi manusia, karena dia terlibat di dalamnya; berkorban dengan tenaga, pikiran, waktu, uang, dan materi, namun mulut tidak bersungut-sungut, itulah pengalaman kematian.
Tidak ngomel, tidak bersungut-sungut, tidak menggerutu, tidak panas di hati, itu adalah pengalaman kematian; dan biarlah hal itu nyata karena TUHAN tuntut itu dari kehidupan kita supaya kita benar-benar menjadi tontonan, bukan penonton. Oleh sebab itu, biarlah kita bersikap dewasa.
 
Itulah pengalaman kematian yang kita lihat dari pribadi Rasul Paulus bagian YANG PERTAMA.
 
1 Korintus 4:10
(4:10) Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina.
 
Pengalaman kematian yang kita lihat dari pribadi Rasul Paulus dibagi menjadi dua bagian, YANG KEDUA: Rasul Paulus berkata:
-          Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus.
-          Kami lemah, tetapi kamu kuat.
-          Kamu mulia, tetapi kami hina.
Betapa hebatnya pengalaman kematian Yesus Kristus yang diteladani oleh Rasul Paulus, sehingga memberi suatu keuntungan yang besar kepada sidang jemaat yang dilayani; menjadi arif, menjadi kuat, menjadi mulia.
 

-          Orang pandai di dunia belum tentu arif dan bijaksana.

-          Orang kuat di dunia belum tentu lebih kuat dari orang-orang yang lemah di dalam TUHAN.

-          Dan kalau kita hina karena sengsara salib, suatu kali nanti kita akan dipermuliakan dalam Kerajaan Sorga melebihi kemuliaan-kemuliaan yang ada di atas muka bumi ini.

Inilah pengalaman kematian itu. Betapa hebatnya pengalaman kematian Yesus Kristus yang diteladani oleh Rasul Paulus; sanggup memberi keuntungan yang besar kepada sidang jemaat yang dia layani. Oleh sebab itu, biarlah kita satu dengan yang lain saling mendoakan.
 
Saya berharap, supaya kita semua menjadi arif bijaksana, kita semua menjadi kuat, dan kelak dipermuliakan dalam Kerajaan Sorga; itulah keuntungan karena pengalaman kematian Yesus Kristus yang diteladani oleh Rasul Paulus.’
 
Selanjutnya, kita akan melihat TANDA PENGALAMAN KEMATIAN.
1 Korintus 4:11-13
(4:11) Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, (4:12) kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; (4:13) kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini.
 
Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, namun mulut tidak bersungut-sungut; itu juga merupakan bagian dari pengalaman kematian. Tidak ada orang mati yang bersungut-sungut, tidak ada orang mati yang menggerutu, panas hati, lalu membalas kejahatan dengan kejahatan; tidak ada.
 
Pengalaman kematian ini benar-benar sungguh luar biasa, di mana Rasul Paulus berkata: kami melakukan pekerjaan tangan yang berat, antara lain:
-          Kalau kami dimaki, kami memberkati.
-          Kalau kami dianiaya, kami sabar.
-          Kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah.
Hal ini harus menjadi pekerjaan tangan kita, ini adalah PR kita, tugas kita di mana pun kita berada.
 
Tentang;kalau kami dianiaya, kami sabar. Janganlah kita langsung mengambil keputusan yang salah dan keliru. Satu kali salah dalam mengambil keputusan, maka selamanya pun salah.
Ada seorang anak TUHAN yang datang ke tempat ini beberapa bulan, lalu tiba-tiba dia mengundurkan diri karena tidak kuat dengan sengsara salib yang harus dia pikul. Saya sampaikan kepada dia: Jangan pulang, karena kamu akan menderita nanti, karena saya sudah melihat badannya itu kurus kering, dan sepertinya ada penyakit TBC yang diidapnya. Kalau dia pulang, pasti dia akan menderita; tetapi kalau dia tergembala, maka dia akan merasakan hak asuh dari TUHAN; kalau dia tergembala, maka dia akan merasakan hak dirawat dari TUHAN. Tetapi kalau dia pergi karena tidak kuat memikul salib, dia tidak bisa menahan panas hatinya, saya katakan: Kamu pasti menderita nanti.
Singkat cerita; dua atau tiga tahun kemudian, saya mendapat berita, bahwa ia menderita, tentang kondisinya tinggal kulit pemalut tulang di dalam tubuhnya, sudah tinggal kerangka. Kalau menurut saya; habis harapan. Tetapi itu pun dia tidak mau menyerah kepada TUHAN.
Oleh sebab itu, jangan salah dalam hal mengambil keputusan, dewasalah, jangan suka bersungut-sungut, jangan cepat mengambil keputusan yang salah, tetapi cepat-cepatlah masuk dalam pengalaman kematian; cepat mati cepat bangkit, lama mati lama bangkitnya.
 
1 Korintus 4:11
(4:14) Hal ini kutuliskan bukan untuk memalukan kamu, tetapi untuk menegor kamu sebagai anak-anakku yang kukasihi.
 
Rasul Paulus menuliskan itu kembali kepada jemaat di Korintus, tujuannya bukan untuk mempermalukan mereka, melainkan supaya mereka semakin arif bijaksana, supaya mereka semakin kuat, dan kelak dipermuliakan oleh TUHAN.
Jadi, jelas; rencana TUHAN dinyatakan kepada kita kalau kita satu dalam pengalaman kematian-Nya. Rencana-rencana indah akan menjadi bagian kita masing-masing.
 
1 Korintus 4:15
(4:15) Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu.
 
Sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, baca buku sana, baca buki sini, bahkan tambahan motivator-motivator, selanjutnya apa kata Rasul Paulus? Kamu tidak mempunyai banyak bapa, sebab hanya ada satu bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu, sidang jemaat.
Saya juga berharap; apa yang sudah kita terima di tempat ini, pegang dan jangan digeser dari pengertian yang di luar sana, tidak boleh sesuka hati mendapat kotbah dari yang lain-lain, akhirnya pengertian yang diterima berbeda-beda. Tetapi TUHAN tetapkan seorang gembala sidang; ikuti, ajaran yang dia terima dari TUHAN, itulah sengsara dan pengalaman kematian oleh karena salib, jangan bergeser dari sana.
 
1 Korintus 4:16
(4:16) Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!
 
Marilah kita meneladani pengalaman kematian dari TUHAN Yesus Kristus. Teladan dari TUHAN Yesus Kristus; Dia rela meninggalkan Bapa-Nya di sorga, Dia rela meninggalkan rumah-Nya di sorga, Dia rela meninggalkan segala kemuliaan-Nya, lalu turun ke bumi, menjadi manusia. Sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya, dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib, lalu hari ketiga Ia bangkit, lalu naik dipermuliakan bersama Allah Bapa, dan sekarang Dia duduk di sebelah kanan Allah Bapa.
 
Yang pasti, teladan dari Yesus Kristus di atas muka bumi ini adalah memuncak sampai kepada penyembahan; itulah penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah. Tinggalkan kemuliaan, turun ke bumi, menjadi manusia; dan sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib; itulah penyembahan, dengan lain kata; penyerahan diri sepenuhnya untuk taat kepada kehendak Allah, itulah teladan yang ditinggalkan oleh Yesus dan diteladani oleh Rasul Paulus di tengah-tengah sidang jemaat yang dia layani.
 
Kita patut bersyukur karena TUHAN Yesus sangat memperhatikan kehidupan kita; Dia bertanggung jawab untuk masa depan dan keselamatan kita masing-masing. Jangan kita menjadi Kristen penonton, tetapi segeralah masuk dalam sengsara pengalaman kematian TUHAN Yesus Kristus; mulut tidak terbuka, tidak bersungut-sungut, tidak ngomel, tidak menggerutu, sehingga menjadi tontonan.
 
KEKEKALAN; PENYEMBAHAN!
KEKEKALAN; PENYERAHAN DIRI!
 
 
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
 
Pemberita firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang
 
 
 


No comments:

Post a Comment