KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Sunday, June 27, 2021

IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 08 JUNI 2021


 
IBADAH DOA PENYEMBAHAN, 08 JUNI 2021
 
KITAB KOLOSE
(Seri:146)
 
Subtema: DUA LOH BATU DIPECAHKAN; TANDA PENEBUSAN
 
Segala puji, segala hormat selayaknyalah kita sampaikan hanya kepada Dia yang sekarang berada duduk di atas takhta-Nya dalam kemuliaan kekal yang menjadi doa kerinduan kita sekaliannya.
Kita bersyukur, malam ini kita dihimpunkan di tengah ibadah doa penyembahan. Dan kita berdoa, supaya kiranya TUHAN bukakan Firman-Nya dan sekaligus meneguhkan kehidupan kita. Selain membawa kita masuk dalam kesatuan tubuh, kita juga dibawa untuk rendah di ujung kaki salib TUHAN, tersungkur di hadapan TUHAN, sujud menyembah Dia, Allah yang hidup, Allah Abraham Ishak Yakub.
Saya tidak lupa menyapa sidang jemaat di Bandung, di Malaysia, bahkan simpatisan yang senantiasa setia di tanah air ini, bahkan umat TUHAN yang setia tekun digembalakan oleh GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, lewat live streaming video internet Youtube, Facebook, baik di dalam negeri, di luar negeri, TUHAN juga memberkati kita sekaliannya.
 
Selanjutnyalah kita sambut Firman Penggembalaan untuk Ibadah Doa Penyembahan dari surat yang dikirim oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose 3, sekarang kita masih memperhatikan ayat 19.
Kolose 3:19
(3:19) Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
Intinya: Seorang suami harus tahu untuk mengasihi isterinya dengan benar. Kemudian, sikap dari seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya ialah janganlah berlaku kasar terhadap dia.
 
Kita lebih rinci melihat seorang suami di dalam hal mengasihi isterinya di dalam 1 Petrus 3, dengan perikop: “Hidup bersama suami isteri”.
1 Petrus 3:7
(3:7) Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.
 
Di sini kita melihat: Seorang suami dihimbau untuk berlaku bijaksana terhadap isterinya.
 
Sidang jemaat juga perlu mendoakan saya, supaya saya betul-betul menjadi seorang suami yang tahu untuk mengasihi isterinya dengan baik dan benar, supaya layak untuk menjadi hamba TUHAN yang menerima jabatan gembala, menjadi penilik yang berkenan kepada TUHAN, itulah yang tertulis di dalam suratan tahbisan Timotius dan Titus, di mana seorang penilik harus tahu untuk mengasihi isterinya dengan baik, sehingga dengan demikian, dia layak untuk menggembalakan sidang jemaat yang dipercayakan oleh TUHAN.
 
Yesus Kristus adalah Kepala Gereja dan Mempelai Laki-Laki Sorga, berarti Dialah Suami dalam keadilan dan kebenaran; Dialah Suami yang bijaksana.
 
Terkait dengan hal yang “bijaksana” kita lanjut membaca Daniel 12.
Daniel 12:3
(12:3) Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.
Orang-orang yang bijaksana sama seperti bintang-bintang yang bercahaya di cakrawala. Adapun tugas dari orang yang bijaksana adalah menuntun banyak orang kepada kebenaran.
 
Demikian halnya pernah terjadi, ketika bintang Timur menuntun orang-orang majus, betul-betul bintang Timur yang bercahaya di cakrawala menuntun orang majus kepada kebenaran. Demikianlah kiranya akal budi dan kebijaksanaan itu TUHAN kirim di tengah ibadah dan pelayanan dalam penggembalaan GPT “BETANIA” untuk menuntun kehidupan gereja TUHAN, keluarga besar GPT “BETANIA” kepada kebenaran.
 
Demikian halnya dengan Rasul Paulus terhadap sidang jemaat di Korintus, yang tertulis pada 1 Korintus 10, dengan perikop: “Israel sebagai suatu peringatan”.
1 Korintus 10:14-15
(10:14) Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan berhala! (10:15) Aku berbicara kepadamu sebagai orang-orang yang bijaksana. Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan!
 
Sebagai seorang hamba TUHAN yang bijaksana, di sini kita melihat: Rasul Paulus menghimbau sidang jemaat di Korintus supaya menjauhkan diri mereka dari penyembahan berhala.
Selanjutnya, di sini kita perhatikan, Rasul Paulus berkata: “Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan!” Mari kita pertimbangkan.
 
1 Korintus 10:19-20
 (10:19) Apakah yang kumaksudkan dengan perkataan itu? Bahwa persembahan berhala adalah sesuatu? Atau bahwa berhala adalah sesuatu? (10:20) Bukan! Apa yang kumaksudkan ialah, bahwa persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh jahat, bukan kepada Allah. Dan aku tidak mau, bahwa kamu bersekutu dengan roh-roh jahat.
 
Di atas tadi, tepatnya pada ayat 14, Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Korintus: Jauhilah penyembahan berhala.  Setelah kita pertimbangkan ayat 19-20, maksudnya di sini ialah agar jemaat di Korintus janganlah bersekutu dengan roh-roh jahat, sama seperti perjalanan bangsa Israel selama 40 (empat puluh) tahun di padang gurun. Sekalipun mereka menjadi barisan yang dipimpin oleh Musa, atau pun menjadi rombongan jemaat yang nampaknya beribadah kepada TUHAN; namun kenyataannya, persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh jahat, persembahan mereka bukan kepada Allah.
 
1 Korintus 10:21
(10:21) Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat.
 
Oleh sebab itu, kita tidak boleh bersekutu dengan TUHAN dalam setiap pertemuan-pertemuan ibadah kita, namun dalam kesempatan yang lain bersekutu juga dengan roh-roh jahat. Mengapa? Supaya segala sesuatu yang kita persembahkan bukan kepada roh-roh jahat, tetapi betul-betul sampai kepada TUHAN, sampai kepada Allah di sorga.
 
Selanjutnya, marilah kita melihat yang dimaksud PERSEKUTUAN BANGSA ISRAEL KEPADA ROH-ROH JAHAT, yang dituliskan dengan lengkap di dalam 1 Korintus 10.
1 Korintus 10:5
(10:5) Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.
 
Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, bagian dari yang nampaknya beribadah kepada TUHAN, rombongan yang nampaknya beribadah kepada TUHAN, barisan yang menjadi pengikut Musa,  karena mereka ditewaskan di padang gurun. Sekalipun nampaknya beribadah, namun rupanya mereka ditewaskan di padang gurun.
 
1 Korintus 10:6-10
(10:6) Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat, (10:7) dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: "Maka duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria." (10:8) Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang. (10:9) Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular. (10:10) Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.
 
Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita. Apa yang terjadi, apa yang dialami oleh bangsa Israel itu merupakan contoh bagi kita untuk memperingatkan kita di hari-hari terakhir ini, supaya kehidupan kita jangan seperti pengikutan bangsa Israel selama 40 (empat puluh) tahun di padang gurun. Jadilah bijaksana.
 
Singkat kata: Bangsa Israel bersekutu dengan roh-roh jahat, antara lain:
1.      Pada ayat 6: Bangsa Israel menginginkan hal-hal yang jahat.
2.      Pada ayat 7: Bangsa Israel menyembah berhala.
3.      Pada ayat 8: Bangsa Israel melakukan percabulan.
4.      Pada ayat 9: Bangsa Israel mencobai TUHAN.
5.      Pada ayat 10: Bangsa Israel bersungut-sungut di hadapan TUHAN.
Akhirnya, mereka semua dibinasakan oleh malaikat maut.
 
Sangat disayangkan; beribadah tetapi ujungnya binasa, melayani tetapi ujungnya binasa, maka tentu saja segala korban, tenaga, pikiran, waktu, uang, harta, materi yang sudah kita bawa dan kita persembahkan di atas mezbah, semuanya menjadi sia-sia.
 
Malam ini kita masih mengikuti penjelasan dari hal yang kedua.
Keterangan: BANGSA ISRAEL MENYEMBAH BERHALA.
Peristiwa tersebut ditulis di dalam kitab Musa yang kedua, yakni Keluaran 32:1-35, menurut pembagiannya, antara lain:
A.    Ayat 1-6 tentang lembu emas.
B.     Ayat 7-14 tentang murka Allah kepada bangsa Israel.
C.     Ayat 15-20 tentang 2 (dua) loh batu yang dipecahkan.
D.    Ayat 21-29 tentang Musa marah kepada Harun, abangnya.
E.     Ayat 30-35 tentang Musa berdoa untuk bangsa Israel.
 
Pada minggu yang lalu, kita sudah mengikuti penjelasan tentang “murka Allah” pada ayat 7-14. Kembali saya sampaikan untuk mengingatkan kembali: Orang yang dimurkai Allah ...
YANG PERTAMA: Telah rusak lakunya = Berkarakter yang tidak baik ... Keluaran 32:7. Persamaannya telah diuraikan.
YANG KEDUA: Tegar tengkuk atau keras hati ... Keluaran 32:9. Juga telah diuraikan persamaannya yang dikaitkan dengan Firaun; biar sepuluh kali terjadi tulah, namun Firaun tetap tegar tengkuk. Tentang hal ini, saya tambahkan sedikit lagi, perlu untuk diketahui: TUHAN turut menegarkan hati orang yang tegar hati. Jadi, jangan biasakan keras hati, jangan biasakan tegar tengkuk, karena TUHAN turut mengeraskan (turut menegarkan) hati orang yang tegar hati.
YANG KETIGA: Api neraka ... Keluaran 32:10. Dan penguraian tentang api neraka yang dikaitkan dengan Sodom dan Gomora dibakar oleh api neraka.
 
Kiranya semua yang telah dijelaskan pada minggu yang lalu, saya berharap dalam doa memohon supaya itu menjadi berkat yang besar bagi kita semua.
 
Sekarang kita akan mengikuti penjelasan tentang “dua loh batu yang dipecahkan”. Kita berdoa, kiranya ini menjadi berkat yang besar, berkat yang heran, berkat yang baru yang akan kita terima malam ini.
 
Tentang: DUA LOH BATU YANG DIPECAHKAN (KELUARAN 32:15-20)
Kita akan memperhatikan Keluaran 32:15-20, dengan perikop: “Anak lembu emas”. Tampilnya anak lembu emas menunjukkan bahwa bangsa Israel tidak taat, tidak setia, tidak dengar-dengaran kepada TUHAN. Sementara telinga ini sudah ditindik dengan anting-anting emas, tetapi pada akhirnya dilepaskan kembali, itu artinya mereka tidak dengar-dengaran. Jadi, permulaan dari kejatuhan itu adalah tidak dengar-dengaran; percayalah. Maka, jangan biasakan dengan tidak dengar-dengaran.
 
Keluaran 32:15-16
(32:15) Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh hukum Allah dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya; bertulis sebelah-menyebelah. (32:16) Kedua loh itu ialah pekerjaan Allah dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu.
 
Setelah Musa selesai melunakkan hati TUHAN, saatnyalah Musa untuk turun dari atas gunung itu, serta membawa kedua loh batu di tangannya yang bertuliskan 10 (sepuluh) hukum bagian luar dan bagian dalamnya.
 
Sepuluh hukum yang tertulis pada dua loh batu itu, jelas adalah pekerjaan Allah, dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu. Sepuluh Hukum Allah ditulis oleh ujung jari Allah, bahkan ditukik atau diukir pada kedua loh batu itu bagian dalam dan bagian luar.
 
Supaya menjadi bermakna, ayat ini kita hubungkan dengan 2 Korintus 3, dengan perikop: “Pelayan-pelayan pada perjanjian yang baru
2 Korintus 3:1-3
(3:1) Adakah kami mulai lagi memujikan diri kami? Atau perlukah kami seperti orang-orang lain menunjukkan surat pujian kepada kamu atau dari kamu? (3:2) Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang. (3:3) Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.
 
Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang, baik perbuatan maupun perkataan. Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, ditulis bukan dengan pena, tetapi ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup -- berarti sama dengan; Firman itu dimeteraikan oleh Roh Kudus --, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.
 
Dahulu, sepuluh Hukum Allah ditulis pada dua loh batu, tetapi hari-hari terakhir ini, biarlah kiranya Firman Allah sudah seharusnya dimeteraikan oleh Roh Kudus pada loh-loh daging kita, ditukik (terukir) dalam hati kita = Firman menjadi daging = Firman menjadi praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Firman itu sudah harus menjadi praktek dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian; kita menjadi surat pujian, kita semua menjadi surat Kristus, yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang;
-          baik perkataan kita dikenal dan dapat dibaca oleh orang,
-          baik perbuatan kita dikenal dan dapat dibaca oleh orang,
-          baik gerak-gerik, baik solah tingkah kita, segala sesuatu yang terkait di dalam diri kita dapat dikenal dan dapat dibaca oleh orang,
intinya; kita semua menjadi kesaksian yang besar. Dengan demikian, kita semua menjadi surat Kristus, surat pujian yang dapat dikenal dan dibaca oleh semua orang di mana pun kita ada.
 
Berarti, tujuan kita beribadah dan melayani di atas bumi ini adalah supaya Firman Allah itu mendarah daging, seperti yang tertulis pada ayat 3: Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami.
Sekali lagi saya sampaikan: Tujuan kita beribadah dan melayani di atas bumi ini adalah supaya Firman Allah itu mendarah daging. Kalau Firman sudah mendarah daging, berarti Firman itu sudah menjadi praktek dalam hidup sehari-hari. Mengapa Firman mendarah daging? Sebab hati manusia adalah tempatnya Firman Allah, sesuai dengan Amsal 3:1-3 dan Amsal 7:1-3,
 
Kita sudah temukan penjelasan Keluaran 32:15-16, sekarang kita maju kembali memperhatikan Keluaran 32.
Keluaran 32:17-18
(32:17) Ketika Yosua mendengar suara bangsa itu bersorak, berkatalah ia kepada Musa: "Ada bunyi sorak peperangan kedengaran di perkemahan." (32:18) Tetapi jawab Musa: "Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan -- bunyi orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar."
 
Ketika Yosua mendengar suara bangsa itu bersorak, berkatalah ia kepada Musa:  "Ada bunyi sorak peperangan kedengaran di perkemahan." Tetapi jawab Musa: "Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan--bunyi orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar."
Kira-kira, perkataan siapa yang benar? Perkataan Yosua atau Musa? Tentu perkataan Musa yang benar. Mengapa saya katakan perkataan Musa yang benar? Musa ini adalah hamba TUHAN yang sudah berpengalaman, sedangkan Yosua adalah hamba dari pada Musa yang sedang dididik dalam perjalanan mereka di padang gurun.
Lagi pula, TUHAN sudah memberitahukan segala perkara yang sedang terjadi dalam perkemahan bangsa Israel kepada Musa, waktu Musa berhadap-hadapan dengan TUHAN di atas gunung TUHAN. Dan TUHAN sangat marah sekali dengan peristiwa lembu emas itu, karena mereka tidak taat, tidak setia, tidak dengar-dengaran. Dan hal itu sangat diketahui oleh Musa; dan oleh karena kemarahan itu, TUHAN sudah berencana dan berkata kepada Musa bahwa bangsa Israel harus dibinasakan.
Tetapi puji TUHAN, Musa adalah seorang hamba TUHAN yang rendah hati, Musa adalah seorang hamba TUHAN yang setia. Bukti kerendahan hati dan kesetiaan Musa adalah dia berusaha menaikkan syafaatnya kepada TUHAN; di tengah-tengah dia bersyafaat, dia melunakkan hati TUHAN. Seperti yang tertulis pada Keluaran 32:10-13, di situ Musa berusaha melunakkan hati TUHAN agar jangan membinasakan bangsa Israel dengan berbagai alasan dalam permohonan itu.
Lalu pada Keluaran 32:14, menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya. Berarti, selama kita ada di atas muka bumi ini, maka kita harus tergembala, karena kita butuh doa Imam Besar untuk menggembalakan kita masing-masing.
 
Beribadah dengan tergembala itu berbeda. Kalau “tergembala”, sudah pasti beribadah kepada TUHAN, tetapi kalau hanya datang “beribadah” belum tentu “tergembala”, belum tentu dengar-dengaran, belum tentu mengikuti aturan penggembalaan. Kalau tergembala, maka domba-domba harus melewati dari bawah tongkat gembala, harus mengikuti segala aturan yang ada di dalam penggembalaan. Kalau hanya sekedar beribadah, belum tentu tergembala; tetapi kalau tergembala, sudah pasti ia beribadah, sudah pasti berbakti dan ujung-ujungnya menyerahkan dirinya hanya kepada Allah yang hidup.
 
Kembali kita perhatikan Keluaran 32:17-18, singkat kata: Sementara Musa dan Yosua turun dari atas gunung itu, berkatalah terlebih dahulu Yosua kepada Musa, yaitu: "Ada bunyi sorak peperangan kedengaran di perkemahan."  Tetapi jawab Musa: "Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan--bunyi orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar." Pendeknya: Menyanyi berbalas-balasan, artinya; tidak menang dan tidak kalah.
 
Saya beri contoh soal berbalas-balasan: Kalau si A menyakiti si B, itu namanya si B sudah tersakiti, dengan lain kata; si B sudah kalah. Tetapi kalau kita memiliki pemikiran manusiawi, akhirnya dia balas; itulah yang disebut berbalas-balasan. Jadi, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
Itulah nyanyian berbalas-balasan; tidak menang dan tidak kalah. Demikianlah kondisi dari bangsa Israel saat itu; tidak menang dan tidak kalah.
 
Tidak menang dan tidak kalah” dikaitkan dengan 2 (dua) perkara lain, berarti:
YANG PERTAMA: Tidak hidup dan tidak mati = Setengah mati à Orang yang tidak sadar diri bahwasanya kita ada sebagaimana kita ada saat ini adalah hidup karena kasih karunia; inilah orang yang setengah mati, tidak sadar diri.
Tidak hidup tetapi tidak mati, apa namanya? Ya setengah mati, menunjuk kepada orang yang tidak sadar. Lihatlah orang yang tidak sadar; dia tidak mati, dia tidak hidup, dia tidak sadar bahwa hidupnya itu hanya karena kasih karunia. Sedangkan Rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 10: Kita ada sebagaimana ada karena kasih karunia.
Tetapi inilah kehidupan yang “menang dan tidak kalah”, kalau dikaitkan dengan “tidak hidup dan tidak mati”, berarti; tidak sadar.
 
Jika kondisi semacam ini “tidak menang dan tidak kalah” dikaitkan dengan 2 (dua) perkara lain, berarti:
YANG KEDUA: Tidak panas dan tidak dingin = Suam à Orang yang tidak bisa maju rohaninya.
Sebagai contoh, dapat kita perhatikan dalam Wahyu 3, dengan perikop: “Kepada jemaat di Laodikia
Wahyu 3:15-16
(3:15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (3:16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
 
TUHAN berkata kepada jemaat di Laodikia: Aku tahu segala pekerjaanmu”. Jadi, TUHAN tahu segala pekerjaan dari sidang jemaat; TUHAN tahu segala kondisi rohani kita, TUHAN tahu apa motif kita datang menghadap TUHAN.
Jadi, jangan saudara merasa: Oh, gembala saya tidak tahu. Yang pasti adalah TUHAN tahu segala sesuatu. Mana yang saudara pilih; kita mau diperhatikan TUHAN atau diperhatikan manusia (gembala sidang)? Kita memang butuh gembala sidang, tetapi jauh lebih baik, kita butuh perhatian dari Gembala Agung.
 
Lalu, selanjutnya TUHAN berkata: “Engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
Singkatnya, di sini kita perhatikan kondisi rohani dari sidang jemaat di Laodikia di dalam pengikutan mereka adalah tidak dingin dan tidak panas = suam. Inilah gambaran dari kerohanian yang tidak maju.
Kalau “suam” sudah pasti rohaninya tidak maju; dari tahun ke tahun begitu saja. Oleh sebab itu, TUHAN berkata kepada jemaat di Laodikia: “Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!” Kalau dingin ya dingin betul; kalau panas ya panas betul. Kalau suam, maka kerohanian semacam ini tidak akan maju.
 
Coba saudara kaitkan dengan hati saudara, coba saudara renungkan pengikutan saudara kepada TUHAN dalam keadaan suam, pasti tidak mengalami kemajuan rohani. Kalau ada pemberitaan semacam ini sampai kepada hati kita, langsung simpan. Jangan bertahan dengan keras hati supaya TUHAN jangan turut keraskan hatimu.
 
 Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
 
Lihatlah perkataan dari orang yang suam, tidak maju rohaninya: “Aku kaya” Menurutnya, dia kaya, tetapi bagaimana menurut TUHAN?
Sama seperti nyanyian berbalas-balasan tadi; dia merasa menang -- hanya karena dia dapat mengalahkan orang yang lemah --, padahal dia sudah kalah. Tetapi sayangnya, kalau orang lemah juga mau membalas -- karena dia tidak mau dikalahkan, ingin menang juga --, akhirnya berbalas-balasan. Jadi, tergantung dari sisi mana kita mau mencari kemenangan; kemenangan oleh TUHAN atau kemenangan oleh daging?
 
Angkau berkata: Aku kaya ... Itu kan menurut perkataan mereka, bukan? Dan aku telah memperkayakan diriku ... karena memang sudah memperkayakan diri; siang malam bekerja, lupa TUHAN, lupa ibadah, lupa pelayanan, lupa mengasihi sesama. Akhirnya, mereka pun berkata: dan aku tidak kekurangan apa-apa ... Mereka memperkayakan diri sampai tidak kekurangan apa-apa.
Namun, itu semua menurut pemikiran jemaat di Laodikia. Tetapi bagi TUHAN, di hadapan TUHAN, keadaan jemaat di Laodikia: melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang.
 
Ciri-ciri tidak maju rohaninya adalah merasa tidak kekurangan, karena memiliki kelebihan secara materi (jasmani). Sebaliknya, kehidupan semacam ini di mata TUHAN:
A. Jemaat di Laodikia MELARAT, dan MALANG, MISKIN.
Seandainya kita mau menjadi miskin, rela memikul salibnya, tentu saja ia menjadi kaya dalam Kerajaan Sorga, sesuai dengan yang tertulis di dalam Matius 5:3, Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
 
Sebagai contoh: Jemaat di Makedonia.
2 Korintus 8:1-2
(8:1) Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. (8:2) Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.
 
Saudara-saudara, keluarga Allah, sidang jemaat GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, Malaysia, Bandung, simpatisan di tanah air, di Sumatera, di Jawa, di Kalimantan, di Sulawesi, di pulau Papua, di kepulauan Riau, daratan lautan, di mana pun anda berada di seantero Nusantara, perhatikanlah Firman ini: Kami hendak memberitahukan kepada kamu ... Malam ini, oleh karena kemurahan TUHAN, saya dipercaya untuk memberitahukan suatu perkara yang luar biasa yang harus kita perhatikan dengan sungguh-sungguh: tentang kasih karunia, tentang kemurahan TUHAN yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia, dan juga kalau kita terima dengan rendah hati akan juga dianugerahkan kepada jemaat keluarga besar GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, Banten, Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri.
 
Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka tetap meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Lihat, jemaat di Laodikia: Miskin secara lahiriah, namun mereka kaya dalam kemurahan, kaya dalam Kerajaan Sorga, karena mau memikul salibnya, karena mau menderita di dalam mengikuti TUHAN. Mau memikul salibnya, mau menjadi miskin, tetapi kaya dalam kasih karunia dan kemurahan, kaya di dalam Kerajaan Sorga.
 
Jadi, tergantung dari sudut mana kekayaan yang kita peroleh; kaya dari sorga atau kaya menurut pemikiran manusiawi? Kalau kaya menurut pemikiran manusiawi, maka samalah seperti jemaat di Laodikia. Oleh sebab itu, jemaat di Laodikia berbangga, selalu bermegah dengan kekayaan mereka, tetapi tidak bermegah dengan sorga, tidak bermegah dengan Kerajaan Sorga, serta segala sesuatu yang ada di dalamnya, tidak bermegah dengan kasih karunia, tidak bermegah dengan kemurahan TUHAN; akhirnya, terlalu sombong jadinya.
 
2 Korintus 8:3
(8:3) Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka.
 
Aku bersaksi ... Ini adalah kesaksian yang jujur dari Rasul Paulus: Jemaat di Makedonia telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka.
Singkat kata: Jemaat di Makedonia ini memberi (berkorban) dari kekurangan, bukan dari kelebihan yang ada, bukan berkorban karena mereka kaya. Kalau memberi karena punya, memberi karena kaya, semua orang bisa, dan orang kaya di luar TUHAN pun bisa melakukannya; tetapi belum tentu disebut “kaya dalam kemurahan”. Tetapi di sini kita melihat: Jemaat di Makedonia ini memberi dari kekurangan.
 
2 Korintus 8:4
(8:4) Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.
 
Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, kepada rasul-rasul, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.
Singkat kata: Kalau kita berkorban, tidak perlu harus dihimbau, sebaliknya memohonlah untuk mendapat kesempatan untuk berkorban, itulah yang dipraktekkan oleh jemaat di Makedonia, di mana mereka mendesak Rasul Paulus supaya mereka mendapat kesempatan di dalam hal membawa korban kepada TUHAN.
 
Jadi, kalau berkorban, tidak perlu harus dihimbau,  tidak perlu harus diatur-atur, justru kita yang harus mendesak: “TUHAN, beri aku kesempatan, saya ingin memberi dari kekurangan, dengan satu tujuan; supaya aku hidup dalam kasih karunia”.  Kalau hanya memberi karena kemampuan, memberi karena kelebihan, itu bukan kasih karunia, tetapi kalau kita diberi kesempatan oleh TUHAN menunaikan tugas pelayanan pekerjaan TUHAN di luar kemampuan, tetapi kita berusaha, itulah kasih karunia.
 
2 Korintus 8:5
(8:5) Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.
 
Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan; perhatikanlah jemaat di Makedonia ini. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah ...
Seandainya saya bertanya: Mau menikmati kemurahan TUHAN atau menikmati daging dengan segala tabiatnya? Pasti anda berkata kepada saya: Menikmati kemurahan, tetapi pada hakekatnya kemurahan itu dipungkiri, dengan praktek; berhitung-hitung di dalam melayani TUHAN dan melayani pekerjaan TUHAN, menggunakan “apa untungnya” dan “apa ruginya”. Jangan selalu begitu dalam melayani TUHAN; apa untung, apa ruginya bagi saya, tidak boleh seperti itu. Hilangkan pemikiran yang begitu.
 
Kembali kita perhatikan ayat 5: Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Jemaat di Laodikia berkorban, dan korban mereka lebih banyak dari yang diharapkan oleh Rasul Paulus. Kemudian, mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.
Selain mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya jemaat di Laodikia ini mengerti untuk menghormati hamba TUHAN, teristimewa gembala sidang. Dia sudah memberi kepada TUHAN, juga kepada rasul-rasul (hamba TUHAN); itulah kelanjutannya.
 
Jadi, setelah mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya adalah mengerti hamba TUHAN, teristimewa yang sudah mengajari kita dengan Firman TUHAN; dan itu juga dituliskan di dalam kitab yang lain juga, di dalam 1 Timotius 5:17, Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. Kepada orang-orang yang sudah berjerih lelah, hormati dia dua kali lipat. Jangan sampai engkau salah menghormati dua kali lipat; yang tidak perlu dihormati justru engkau hormati hanya karena dagingmu.
 
Biarlah kita mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya mengerti untuk menghormati gembala sidang (hamba TUHAN); ini bukan kata saya, ini adalah kata Firman TUHAN. Jadi, jangan saudara berpikir “gila hormat”, tidak; tidak gila hormat. Biar saudara jungkir balik menghormati saya, namun saya tidak akan gila hormat; tetapi sebaliknya saya akan menggendong saudara, saya peluk saudara, dan saya mau membuktikan hal itu. Itu artinya saya tidak gila hormat, dan itu sudah saya buktikan. Saya tahu saya dihormati, tetapi saya tidak gila hormat, saya bukan TUHAN Yesus, dan saya sadar itu. Masing-masing ada Firman TUHAN yang harus kita lakukan.
 
Tadi kita sudah melihat: Setelah mengerti pekerjaan TUHAN, selanjutnya adalah mengerti untuk menghormati hamba TUHAN, bukan?
 
Kita kembali membaca Wahyu 3:17, untuk memeriksa pengikutan jemaat di Laodikia yang suam, rohaninya tidak maju.
Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
 
Ciri-ciri tidak maju rohaninya adalah merasa tidak kekurangan, karena memiliki kelebihan secara materi (jasmani). Sebaliknya, kehidupan semacam ini di mata TUHAN:
B. Jemaat di Laodikia BUTA.
Selain melarat, malang dan miskin, jemaat di Laodikia juga buta di hadapan TUHAN.
 
Kita lihat mengenai buta di dalam Injil Matius 6.
Matius 6:21
(6:21) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.
 
Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Hal ini tidak bisa dipungkiri sama seperti jemaat di Laodikia tadi: di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.  Sekali lagi saya sampaikan: Hal itu tidak bisa dipungkiri, seperti jemaat di Laodikia dalam Wahyu 3:15-17 tadi.
 
Sebaliknya, jikalau Kerajaan Sorga serta segala sesuatu yang ada di dalamnya menjadi harta bagi kita, maka di situ juga hati kita berada. Contoh:
1.      Jika Firman Allah menjadi harta kita, maka hati sudah menjadi tempat untuk menyimpan Firman Allah = menghidupi Firman Allah. Mengapa kita hidupi Firman? Karena hati kita di situ.
2.      Jika Roh Allah menjadi harta kita, maka kita pasti hidup dalam pimpinan Roh Allah. Mengapa kita hidup di dalam Roh Allah? Karena hati kita di situ.
Mengapa kita harus menjadi dengar-dengaran? Karena hati kita di situ. Mengapa kita tidak dengar-dengaran? Karena hati kita tidak di situ. Anting-anting emas di telinga itu adalah salah satu perhiasan rohani yang paling berharga di mata TUHAN; dengar-dengaran.
 
Tentang “mata” yang buta, kita akan perhatikan ayat 22-23.
Matius 6:22-23
(6:22) Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; (6:23) jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
 
Perlu untuk kita ketahui bersama-sama: Mata adalah pelita tubuh.
Apa buktinya? Mata adalah salah satu anggota tubuh yang kedudukannya jauh lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain, bahkan dari telinga pun lebih tinggi.
 
Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu. Jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi, jika terang yang ada padamu gelap atau buta, maka betapa gelapnya kegelapan itu.
Singkat kata: Kondisi atau kedudukan orang buta adalah berada dalam kegelapan yang paling gelap = Jatuh ke tangan antikris. Suatu kali nanti akan datang masanya, masa yang sangat sukar, itu adalah waktu gelap, masa kegelapan, puncak kegelapan, yaitu pada masa aniaya antikris. Jadi, jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu, pendeknya; kondisi atau kedudukan orang buta adalah berada dalam kegelapan yang paling gelap, dengan lain kata; jatuh ke tangan antikris, karena puncak kegelapan adalah pada saat antikris berkuasa di atas muka bumi ini selama 3.5 (tiga setengah) tahun. Sebetulnya adalah selama 7 (tujuh) masa atau 7 (tujuh) tahun, tetapi secara khusus mulai dari pertengahan 7 (tujuh) masa, yakni 3.5 (tiga setengah) tahun yang kedua; itu puncak kegelapan nanti.
 
Maka, jangan biasakan menuruti keinginan mata ini, karena apabila matamu jahat, maka gelaplah seluruh tubuhmu. Selanjutnya, jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu, dengan lain kata; jatuh ke tangan antikris.
Biarlah kita senantiasa berada di dalam terang ajaib. Bukankah kehidupan kita yang dipanggil dan dipilih ini dipindahkan dari kegelapan untuk selanjutnya berada dalam terang yang ajaib? Oleh sebab itu, jangan biasakan menuruti keinginan mata, supaya kita jangan jatuh dalam kegelapan.
Doakan, supaya TUHAN jangan mengambil kaki dian emas itu dari kehidupan saya, karena ada ayat berkata: Orang buta menuntun orang buta, maka jatuh ke dalam kubangan yang sama. Jadi, berbahagialah anggota tubuh yang lain, kalau tubuh itu memiliki terang yang ajaib.
 
Kita kembali membawa Wahyu 3:17.
Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
 
Ciri-ciri tidak maju rohaninya adalah merasa tidak kekurangan, karena memiliki kelebihan secara materi (jasmani). Sebaliknya, kehidupan semacam ini di mata TUHAN:
C. Jemaat di Laodikia TELANJANG.
Ternyata, di hadapan TUHAN, jemaat Laodikia ini telanjang. Telanjang = Tidak mengenakan pakaian.
 
Lihat, keadaan suami isteri dalam keadaan telanjang, di dalam Kejadian 3.
Kejadian 3:7
(3:7) Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.
 
Singkat kata: Setelah melanggar hukum Allah, Adam dan Hawa menyadari bahwa mereka telanjang, berarti; kehilangan kemuliaan Allah.
Ciri-ciri kehilangan kemuliaan Allah ialah mereka berdua menyemat daun pohon ara = Hidup menurut kebenaran diri sendiri.
 
Kalau manusia telanjang karena dosa (karena melanggar hukum Allah), maka TUHAN akan membenarkan kita. Tetapi di sini kita melihat; untuk menutupi kekurangan mereka, segera saja mereka menyemat daun pohon ara, lalu membuat cawat. Berarti, ciri-ciri dari kehilangan kemuliaan Allah adalah menyemat daun pohon ara = Hidup menurut kebenaran diri sendiri. Kalau hidup menurut kebenaran diri sendiri, sama artinya dia sudah kehilangan kemuliaan Allah.
 
Kejadian 3:8-10
(3:8) Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (3:9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?" (3:10) Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi."
 
Bersembunyilah manusia dan isterinya terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohon dalam taman. Berarti; kehilangan damai sejahtera. Ciri-cirinya adalah suka menyembunyikan dosa dan juga akan mengalami ketakutan.
Oleh karena telanjang, berikutnya adalah kehilangan damai sejahtera, ciri-cirinya adalah suka menyembunyikan dosa dan mengalami ketakutan; kuatir tentang masa depan, itu adalah akibat dari telanjang.
 
Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?" Singkatnya; kehilangan persekutuan kasih dengan TUHAN. Bukan TUHAN tidak tahu, tentu TUHAN tahu, tetapi TUHAN perlu bertanya: “Di manakah engkau?” Singkatnya: Kehilangan persekutuan kasih dengan TUHAN.
 
Itu adalah akibat telanjang. Dan kalau itu terus dipertahankan, kalau kita kehilangan kemuliaan Allah dipertahankan, maka sudah pasti kehilangan damai sejahtera, kemudian kehilangan kasih persekutuan dengan TUHAN, dan lama-lama akhirnya terhilang, binasa.
 
Demikianlah keberadaan sidang jemaat di Laodikia di hadapan TUHAN walaupun mereka kaya karena memang memiliki kelebihan secara materi, bahkan tidak kekurangan apapun, tetapi sebaliknya, justru di hadapan TUHAN, jemaat di Laodikia;
1.      Melarat, malang, miskin.
2.      Buta.
3.      Telanjang.
Dan 3 (tiga) hal ini sudah diuraikan; kiranya kita memahami dengan baik.
 
Sekarang kita akan melihat, AKIBAT SUAM.
Kembali kita memperhatikan Wahyu 3.
Wahyu 3:16
(3:16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
 
Akibat tidak dingin dan tidak panas -- atau suam, atau tidak maju rohani -- adalah seharga dengan muntahan. Itulah kerohanian suam, tidak maju rohani. Tentu saudara tahu muntahan, bukan? Yang keluar dari mulut, itulah muntahan atau ludahan.
Dan seseorang akan menjadi najis, kalau muntahan itu dijilat kembali. Anjing kembali menjilat muntahan, kembali mengulangi kesalahan yang sama; itu yang membuat seseorang menjadi najis.
 
Saya berharap; Firman ini langsung dipraktekkan, Firman menjadi daging, menunjukkan bahwa Firman itu kita simpan di dalam hati kita. Tidak perlu saya memohon supaya saudara melakukan pekerjaan yang baik, sebab saudara tahu kok yang baik; di situlah TUHAN melihat hati kita masing-masing.
 
Supaya kita jangan binasa, maka kita perhatikan; JALAN KELUARNYA.
Wahyu 3:18
(3:18) maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
 
TUHAN menghimbau supaya jemaat di Laodikia membeli ...
1.      Membeli emas yang dimurnikan dalam api, tujuannya; agar jemaat di Laodikia menjadi kaya. Miliki kemurnian itu.
2.      Membeli pakaian putih, untuk selanjutnya dipakai, tujuannya; supaya jangan kelihatan ketelanjangan yang memalukan itu, sebab bahaya kalau kita telanjang.
3.      Membeli minyak untuk melumas mata, tujuannya; supaya dapat melihat.
Berarti; jangan lagi miskin, jangan lagi buta, jangan lagi telanjang, maka harus membeli 3 (tiga) perkara ini.
Membeli, sama artinya; bayar harga. Kalau ikut TUHAN, maka harus bayar harga. Tidak boleh ikut TUHAN dengan tidak bayar harga.
 
Hal yang senada bisa kita temukan dalam Keluaran 32. Tadi, pada ayat 17-18 terjadi nyanyian berbalas-balasan, tidak menang tidak kalah, tidak dingin tidak panas, suam, tidak maju rohani. Selanjutnya, kita perhatikan ayat 19.
Keluaran 32:19
(32:19) Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.
 
Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu ... Jadi, tepat seperti apa yang TUHAN beritahukan kepada Musa ketika ia di atas gunung. Kemudian, di samping lembu emas, Musa melihat orang menari-nari, umat itu menari-nari karena lembu emas, bukan menari-nari karena Roh Allah yang memberi sukacita, bukan karena kasih damai sejahtera, tetapi menari-nari, bersukaria karena lembu emas, karena berhala, menunjukkan mereka tidak taat, tidak setia, tidak dengar-dengaran.
Di ayat 7-15 pun dikatakan; laku mereka rusak, kemudian mereka juga tegar tengkuk, dan inilah yang disebut suasana api neraka, sudah dekat dengan kebinasaan.
 
Melihat situasi itu, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.
Bangsa Israel bangsa yang telah rusak lakunya, bangsa yang tegar tengkuk (keras hati), kemudian sudah berada di dalam ancaman api neraka, namun mereka berada di hadapan lembu emas itu dan mereka menari-nari, mereka tidak tahu bahwa mereka akan dimurkai. Supaya mereka jangan binasa karena ulah mereka yang salah itu, hanya ada satu cara Allah untuk melepaskan mereka dari kebinasaan, yaitu lewat penebusan.
 
Prakteknya: Dua loh batu harus dipecahkan, dari pada bangsa Israel harus binasa. Inilah satu-satunya cara Allah untuk menebus.
Sebab, pada dua loh batu sudah sangat jelas tertulis hukum Allah “jangan membuat patung berhala, jangan menyembah berhala”, kalau hal ini dipertahankan oleh Musa di hadapan bangsa Israel yang sedang menyembah berhala itu, maka Israel binasa. Tetapi supaya Israel jangan binasa, maka dua loh batu (hukum) itu harus dipecahkan, lewat penebusan.
 
Satu-satunya cara supaya bangsa itu jangan binasa ialah dua loh batu harus dipecahkan. Kalau hukum Taurat dipertahankan, maka Israel akan mati, karena di dalam dua loh batu itu tertulis hukum yang mengatakan “jangan mendirikan patung berhala, jangan menyembah berhala”, dan kalau itu dilanggar, maka upah dosa adalah maut.
Supaya jangan binasa, maka mau tidak mau, dua loh batu harus dipecahkan, Yesus harus mati di kayu salib; inilah penebusan itu. Oleh karena dosa, Yesus harus menjadi korban, mengerjakan penebusan; kalau tidak, maka manusia sudah dekat dengan ancaman maut.
Mulai sekarang, belajar untuk bayar harga. Dalam mengikuti TUHAN, bayar harganya. Jangan bertahan dengan harga dirimu. Jangan bertahan dengan egoismu. Sudah tahu yang baik, tetapi kok malas-malasan melakukan yang baik hanya karena harga diri, egois, kepentingan diri, tidak peduli dengan pekerjaan TUHAN.  Mulai sekarang, bayar harganya; itu adalah penebusan, sampai hancur berkeping-keping, itulah pribadi Yesus yang sudah dipecahkan di atas kayu salib. Amin..
 
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
 
Pemberita Firman
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang

No comments:

Post a Comment