KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Monday, March 23, 2020

IBADAH RAYA MINGGU, 22 MARET 2020



IBADAH RAYA MINGGU, 22 MARET 2020


WAHYU PASAL 11
(Seri: 29)

Subtema: 24 TUA-TUA TERSUNGKUR DAN MENYEMBAH ANAK DOMBA

Shalom.
Pertama-tama saya mengucapkan puji syukur kepada Tuhan; oleh karena kasih-Nya dan rahmat-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk mengusahakan Ibadah Raya Minggu yang disertai dengan kesaksian dari Zangkoor.

Bukan kita menentang pemerintahan dari pada Bapak Joko Widodo; kita sangat hormat, karena beliau adalah hamba dari Tuhan yang dipilih oleh Tuhan. Juga kita menghormati pemimpin provinsi Banten Bapak Wahidin Halim dan Bapak Andika Hazrumy, serta pejabat-pejabat tinggi di provinsi Banten ini, kita sangat menghormati. Dan tidak ada sesuatu pemberontakan di sini, selain hanya untuk memikul salib saja, menyenangkan hati Tuhan. Kiranya pemerintahan pusat di negara ini sampai pemerintahan di daerah-daerah diberkati oleh Tuhan, itulah doa kita.
Dan Corona sedang menjadi trending topic sampai seantero dunia ini di antara bangsa-bangsa, menjadi suatu wabah yang luar biasa, menimbulkan suatu ketakutan yang sangat mencekam. Tetapi kita percaya, darah salib Kristus memberi pertolongan bagi kita semua, darah salib Kristus yang akan menebus kehidupan kita pribadi lepas pribadi.

Saya juga tidak lupa menyapa anak-anak Tuhan, umat Tuhan, bahkan hamba-hamba Tuhan yang saya kasihi dan yang berbahagia oleh kemurahan Tuhan. Mari kita berdoa untuk bangsa dan negara kita ini. Sementara bangsa dan negara ini oleh penyakit Corona yang sedang melanda, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa semuanya ini merupakan penggenapan dari firman Allah, terkhusus kalau kita perhatikan dalam Wahyu 6:5 dst, juga dalam Wahyu 16 juga sudah menuliskan bahwa hal ini semua akan terjadi. Jadi, kita tidak perlu heran, tetapi yang penting bagi kita sekarang adalah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.

Mari, kita berdoa, kita mohon kemurahan Tuhan supaya Tuhan membukakan firman-Nya bagi kita sore ini. Kita boleh merasakan uluran dua tangan Tuhan sebagai tanda belas kasih untuk mendapat pertolongan dari pada Tuhan sore ini.

Segera kita memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari WAHYU 11, dan kita akan memasuki berkat yang baru, yaitu ayat 16-18.
Wahyu 11:16-18
(11:16) Dan kedua puluh empat tua-tua, yang duduk di hadapan Allah di atas takhta mereka, tersungkur dan menyembah Allah, (11:17) sambil berkata: "Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, yang ada dan yang sudah ada, karena Engkau telah memangku kuasa-Mu yang besar dan telah mulai memerintah sebagai raja (11:18) dan semua bangsa telah marah, tetapi amarah-Mu telah datang dan saat bagi orang-orang mati untuk dihakimi dan untuk memberi upah kepada hamba-hamba-Mu, nabi-nabi dan orang-orang kudus dan kepada mereka yang takut akan nama-Mu, kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar dan untuk membinasakan barangsiapa yang membinasakan bumi."

Sebelum kita melihat ayat 16-18 yang sudah kita baca di atas, saya sekedar mengingatkan saja, bahwa pada ayat 15 itu menceritakan tentang; ketika sangkakala yang terakhir ditiup oleh malaikat yang ketujuh, disertai dengan suara-suara nyaring dari sorga, itu merupakan tanda bahwa pemerintahan atas dunia telah diambil alih oleh Tuhan, dan Ia akan memerintah sampai selama-lamanya.

Selanjutnya, kesimpulan dari pembacaan ayat 16-18 adalah; kedua puluh empat tua-tua tersebut tersungkur dan menyembah Allah.
Arti sepenuh dari penyembahan ialah:
1.     Menghadap kepada satu Pribadi. Saat ini kita sedang menghadap takhta Allah, tidak menghadap yang lain-lain.
2.     Tunduk serta mencium kaki Allah.

Mari kita menyimak dua hal di atas, diawali dari …
Tentang: MENGHADAP KEPADA SATU PRIBADI.
Kalau kita menghadap kepada satu Pribadi, wujudnya; lepas dari segala berhala-berhala di bumi ini, tidak ada tuhan-tuhan yang lain, tidak menyembah allah-allah kecil di bumi ini.

Mari kita perhatikan itu dalam Injil Lukas 4.
Lukas 4:5-7
(4:5) Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia. (4:6) Kata Iblis kepada-Nya: "Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. (4:7) Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu."

Iblis membawa Yesus ke atas gunung yang sangat tinggi, dari situlah dia memperlihatkan kerajaan dunia dengan segala kemegahannya, dengan segala kuasanya. Lalu semuanya itu nanti akan diberikan menurut kehendak setan itu sendiri, tetapi ada syaratnya, yakni; sujud menyembah kepada Iblis atau setan.

Lukas 4:8
(4:8) Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"

Tetapi di sini kita melihat, Yesus berkata kepada Iblis: “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Perkataan Yesus kepada Iblis/setan ini menunjukkan bahwa Yesus lepas dari segala jenis berhala di atas muka bumi ini.

Menyangkut kelepasan dari segala jenis berhala-berhala di bumi, itu terkait dengan perkataan: “Ada tertulis …
Jadi, kalau Yesus terlepas dari segala jenis penyembahan berhala di atas muka bumi ini, itu terkait dengan perkataan “ada tertulis.” Bukankah firman Tuhan seluruhnya tertulis dalam Alkitab? Yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, diawali dengan kitab Kejadian dan diakhiri sampai kepada kitab Wahyu. Di situ firman Allah tertulis dengan sempurna.

Ulangan 6:12-13
(6:12) maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan. (6:13) Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.

Tadi Yesus berkata: “Ada tertulis”, itulah yang tertulis dalam Ulangan 6:12-13.

Tetapi di sini ada suatu peringatan: “Berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.” Hati-hati, jangan melupakan Tuhan yang telah melepaskan kita dari dosa dunia ini.
Praktek tidak melupakan Tuhan:
1.     Harus memiliki takut akan Tuhan. Kegunaannya adalah supaya kita tidak bebas berbuat dosa dan tidak berani berbuat hal-hal yang tak suci lainnya.
2.     Harus beribadah hanya kepada Dia. Ibadah adalah:
a.   Sarana bagi kita untuk membawa korban dan persembahan kepada Tuhan, sama dengan; memikul salib.
b.    Sarana untuk menikmati kelimpahan kasih dan kemurahan Tuhan. Tadi kita sudah menaikkan puji-pujian: “… Tangan-Nya s’lalu diulur-Nya bagi yang rasa susah …”, sebab itu mari kita datang dan mendekat untuk menjamah ujung jumbai jubah Imam Besar.
3.     Demi nama Tuhan engkau harus bersumpah. Berarti, menyatakan suatu kebenaran dan kesetiaan demi nama Tuhan. Resikonya -- bila kita menyatakan suatu kebenaran dan kesetiaan demi nama Tuhan -- ialah menyangkal diri dan memikul salib, serta mengikut Tuhan.

Ulangan 6:14
(6:14) Janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa sekelilingmu,

Sampai nanti kita benar-benar terlepas dari segala jenis berhala-berhala di bumi ini.
Berhala ialah segala sesuatu yang melebihi dari Tuhan. Berarti, kalau pekerjaan, kesibukan, pendidikan, bisnis, usaha, harta, kekayaan, uang, ijazah, kalau itu semua nomor satu, itulah yang disebut berhala. Kalau hanya karena perkara itu kita tinggalkan Tuhan, kalau hanya perkara itu kita meninggalkan ibadah pelayanan, maka itulah yang disebut berhala.

Tetapi puji Tuhan, saat ini kita sedang menghadap hanya kepada satu Pribadi, itulah yang dimaksud dengan menyembah kepada Allah, dengan tiga praktek yang tidak boleh kita lupakan, sampai akhirnya kita lepas dari segala jenis berhala-berhala di atas muka bumi ini.

Selanjutnya, di sisi lain, kita akan melihat …
Ciri-ciri hidup dalam penyembahan berhala.
Lukas 4:5
(4:5) Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.

Perhatikan kalimat: “… dalam sekejap mata ia (Iblis setan) memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.
Pendeknya, semua tersedia hanya dalam sekejap (sekedip) mata saja tanpa proses salib, dengan lain kata; mengambil jalan pintas. Kalau seseorang tidak mau menyangkal dirinya dan tidak mau memikul salibnya di tengah ibadah dan pelayanan, ingin meraih sesuatu tanpa memikul salib, itulah yang disebut jalan pintas atau dalam sekejap mata. Inilah yang dikehendaki oleh orang-orang dunia ini.
Tetapi anehnya, tidak sedikit orang Kristen menginginkan segala sesuatu, mendambakan segala sesuatu hanya dalam sekejap mata tanpa proses salib. Hal ini sudah sangat bertentangan dengan ibadah pelayanan kita di hadapan Tuhan.

Sebab itu, perhatikan baik-baik: Tuhan tidak menghendaki bangsa Israel melintasi daerah Filistin sekalipun jarak tempuh dari Mesir ke tanah Kanaan jauh lebih dekat, sebab Filistin adalah gambaran dari Iblis atau setan.
Posisi Israel adalah di Gosyen. Sebetulnya, kalau ditarik garis lurus dari Gosyen menuju Kanaan, itu jauh lebih dekat, dengan melewati daerah Filistin, jalur Gaza. Tetapi Tuhan tidak menghendaki hal itu, melainkan harus melewati (menyeberangi) Laut Teberau (Laut Merah).
Kemudian, melewati Padang Gurun yang sangat panas, keras, dan dahsyat, sampai akhirnya tiba di Kanaan, itulah perjalanan salib. Tuhan tidak inginkan jalan pintas dengan melewati daerah Filistin, sebab Filistin adalah gambaran dari Iblis setan.

Demikian juga waktu Yesus disalib, prosesnya itu dimulai dari Getsemani sampai akhirnya dibawa ke Golgota, inilah yang disebut perjalanan salib; dari penyembahan sampai penyaliban Tuhan Yesus di bukit Golgota. Itulah penyembahan yang benar.
Kalau penyembahan berhala hanya sekejap mata tanpa proses salib, tetapi penyembahan yang benar ialah dari Getsemani sampai Golgota. Inilah perjalanan dari gereja Tuhan untuk menjadi mempelai Tuhan, sebab dibalik salib, Tuhan nyatakan (sediakan) kemuliaan Mempelai.

Kita bersyukur kepada Tuhan, sebab Tuhan menunjukkan kepada kita suatu perjalanan yang benar, yang membawa kita tiba sampai kepada tujuan akhir perjalanan rohani kita masing-masing. Sebab itu, jangan menginginkan dan jangan mendambakan sesuatu perkara di atas muka bumi ini hanya dengan sekejap mata tanpa salib, itu adalah jalan pintas, dan itu tidak benar, sebab berujung pada maut.
Saya sebagai seorang gembala bertanggung jawab atas jiwa saudara, sebab apa yang Tuhan berikan kepada saya harus saya sampaikan dengan gamblang, dan semoga saudara dapat memahaminya.

Pendeknya, penyembahan adalah tanda penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah, sama dengan; Getsemani sampai ke Golgota. Itulah yang dikerjakan oleh Yesus, Anak Allah; penyerahan diri Yesus sepenuhnya untuk taat pada kehendak Allah Bapa, itulah salib, itulah kehendak Allah Bapa.
Biarlah kita semakin hari semakin dewasa dan menjadi bijaksana karena rahmat dan pertolongan Tuhan senantiasa dinyatakan di tengah-tengah perhimpunan ibadah kita seperti sore ini.

Kita kembali membaca Lukas 4:5.
Lukas 4:5
(4:5) Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.

Kita harus mengetahui, di mana Iblis setan menunjukkan kerajaan dunia dengan kuasanya? Yaitu di atas gunung (tempat) yang sangat tinggi.
Gunung yang tinggi adalah rumah Tuhan. Gambaran dari gereja yang palsu, di dalamnya ada penyembahan yang palsu. Kalau gunung itu palsu, maka otomatis penyembahannya pun palsu. Tidak ada sesuatu yang palsu menghasilkan yang benar. Jangan kita gunakan bahasa “berbohong demi kebaikan”, itu tidak benar.

Maka, berangkat dari sinilah, saya menyadari dan kita juga harus meyakini, ternyata ada juga gunung yang palsu, sekalipun terlihat sangat tinggi dan megah, namun di dalamnya penuh dengan penyembahan yang palsu. Lihat saja di hari-hari terakhir ini, hal itu sudah sangat nyata sekali, seperti yang tertulis dalam Wahyu 17.

Saya tambahkan sedikit: Memang, kalau terjadi penyingkapan rahasia firman, tentu segala rahasia yang terkandung dalam hati akan tersingkap, dosa dibongkar dengan tuntas. Suatu kali seorang hamba Tuhan berkata kepada saya: “Saya tidak seperti Bapak Pendeta Daniel Sitohang, sampai satu kata pun terus dikejar (diselidiki secara detail), tetapi resikonya bisa menusuk hati.” Dalam hati saya berkata (tanpa saya ungkapkan): “Biar saja, supaya ibadah pelayanan di atas gunung Tuhan berjalan tanpa kepalsuan, supaya nyata kemuliaan Tuhan.

Wahyu 17:4
(17:4) Dan perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.

Di tangan perempuan itu ada suatu “cawan emas”. Artinya, seolah-olah perempuan (gereja) ini hidup dalam penyembahan yang benar. Tetapi sayangnya, cawan ini penuh dengan dua perkara:
1.     Kekejian.
2.     Kenajisan percabulannya.

Mari, kita lihat, kita telusuri sepak terjang dari gereja yang palsu ini, dimulai dengan …
Keterangan: Kekejian.
Puncak kekejian terjadi pada saat masa aniaya antikris berlangsung selama 3.5 (tiga setengah) tahun, di mana “korban sehari-hari” akan dihentikan, itulah;
1.     Korban sembelihan, menunjuk; ibadah dan pelayanan, sebab orang yang mau hidup beribadah harus menanggung sengsara salib.
2.     Korban santapan, menunjuk; firman Allah sebagai makanan rohani.
Itu sebabnya, ketika mereka menghentikan korban sehari-hari ini disebutlah pembinasa keji. Jadi, antikris itu disebut dengan pembinasa keji, dan kalau mereka sudah masuk ke dalam Bait Allah, maka korban sehari-hari ini akan dihentikan.

Di hari-hari ini, setan sedang merusak gereja Tuhan, setan sedang mengobrak-abrik gereja Tuhan. Sekarang ini, gereja sepertinya hidup dalam penyembahan; tiba-tiba berkata-kata dengan bahasa lain, dengan berkata “sikaraba, sikaraba”. Anehnya, mereka mengesampingkan korban santapan, mengesampingkan firman Tuhan, tetapi tiba-tiba dalam penyembahan. Sebetulnya, ibadah semacam ini merupakan kekejian, kalau gereja menyadari ini, tetapi untuk kita sore ini, kita disadarkan.

Dalam kitab Daniel dijelaskan, pada saat pembinasa keji berdiri di tempat kudus, mereka menghentikan korban sehari-hari selama 1260 (seribu dua ratus enam puluh) hari lamanya, itulah;
1.     Korban sembelihan, menunjuk; ibadah pelayanan, di situ kita memikul salib.
2.     Korban santapan, itulah firman Allah.
Supaya apa? Nanti tergenapilah apa yang dialami oleh Yusuf waktu dia di Mesir mendahului saudara-saudaranya dan ayah ibunya. Juga tergenapilah dalam Amos 8:11, di mana Tuhan akan mengirimkan kelaparan atas negeri ini; bukan lapar akan makanan, bukan haus akan minuman, melainkan akan mendengar firman Tuhan, sehingga rebahlah teruna-teruna dan anak dara yang cantik-cantik. Teruna dan anak dara, menunjuk kehidupan rohani yang masih muda, belum dewasa. Dara adalah perempuan yang masih muda, sedangkan teruna adalah laki-laki (pemuda) yang belum dewasa, itulah yang nanti akan rebah.
Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan bagaikan burung rajawali (burung nasar) yang terbang tinggi di udara dengan kekuatan dua sayapnya. Berlari tidak pernah jatuh, berjalan tidak akan pernah lelah, karena ada kekuatan dari dua kepak sayap.

Keterangan: Kenajisan Percabulannya.
Wahyu 18:2
(18:2) Dan ia berseru dengan suara yang kuat, katanya: "Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci

Babel kota besar adalah tempat bersembunyi semua roh najis dan segala burung yang najis dan yang dibenci oleh Tuhan.
Pendeknya; Gereja Tuhan menjadi najis karena adanya percabulan yang terjadi.

Wahyu 18:3
(18:3) karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya."

Raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, juga pedagang-pedagang di bumi, telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya.

Wahyu 18:9
(18:9) Dan raja-raja di bumi, yang telah berbuat cabul dan hidup dalam kelimpahan dengan dia, akan menangisi dan meratapinya, apabila mereka melihat asap api yang membakarnya.

Raja-raja di bumi yang telah berbuat cabul oleh karena kelimpahan hawa nafsu perempuan Babel; mereka hidup di dalam kelimpahan.
Apa artinya kelimpahan, tetapi hidup di dalam kenajisan percabulan (hawa nafsu).

Ibrani 12:16
(12:16) Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan.

Esau adalah seorang cabul/mempunyai nafsu rendah, sebab ia menjual hak kesulungannya, demi semangkok kacang merah. Kelimpahan karena percabulan, itu yang menjadikan seseorang najis.

Ibrani 12:17
(12:17) Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.

Ketika ia hendak menerima berkat yang satu itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun dengan mencucurkan air mata.

Kemudian, ada lagi yang sangat unik yang tanpa disadari bisa mengecoh gereja Tuhan di hari-hari ini. Semoga, apa yang Tuhan nyatakan sore hari ini membuat mata rohani kita tercelik.
Wahyu 17:4
(17:4) Dan perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.

Sebenarnya, perempuan ini memakai kain ungu dan kain kirmizi.
Apa “kain ungu” ? Itu menunjuk kemuliaan sang Raja. Seolah-olah Yesus memerintah, menjadi Raja dan berkuasa di situ. Memang Yesus menjadi Raja besar, Raja agung, dan Tuhan memilih kita menjadi raja-raja kecil di bumi ini untuk memerintah di bumi, tetapi ternyata atribut dari perempuan itu hanyalah kepalsuan.
Apa “kain kirmizi” (warna merah) ? Itu menunjuk sengsara salib. Sidang jemaat tidak jarang mendengar suatu pernyataan: “Tuhan sudah menderita untuk kita di kayu salib, maka kita tidak perlu lagi menderita.” Itu merupakan suatu pernyataan atau statement yang keliru, menyesatkan gereja Tuhan.

Seperti inilah perempuan Babel:
-       Dia memakai kain ungu; seolah-olah ada dalam kemuliaan rajani.
-       Dia memakai kain kirmizi; seolah-olah dia memikul salib.
Tetapi kenyataannya, tidak. Apa buktinya? Tidak jarang ada pernyataan dalam suatu gereja yang mengatakan: “Yesus sudah menderita, maka kita tidak perlu lagi menderita.” Ini adalah suatu tipuan yang begitu keliru dan menyesatkan. Kalau kita tidak mengerti Pengajaran Mempelai, kita akan terkecoh dengan tipuan ini. Tidak sedikit orang kaya terkecoh dengan pernyataan seperti ini.
Kemudian, ada lagi suatu pernyataan dari seorang hamba Tuhan: “Kita sudah berada di dalam Ruangan Maha Suci”, tetapi dia tidak mengerti soal Pintu Gerbang, Halaman, Pintu Kemah, dan Ruangan Suci, itu semua tidak diterapkan olehnya, bukankah itu suatu tipuan?
Tetapi sekali lagi saya sampaikan dengan tandas: Kita patut bersyukur kepada Tuhan, sebab mata Tuhan sedang tertuju kepada kita (biji mata).

Kemudian, selain dua hal di atas, perempuan Babel ini juga dihiasi dengan tiga perkara:
1.     Emas.
2.     Batu permata.
3.     Mutiara.

-    Kalau berbicara tentang “emas”, itu berbicara tentang kemurnian. Emas yang dilemparkan ke dalam api; semakin dibakar oleh api, dia semakin nyata (nampak) kemurniannya.
-   Demikian juga “batu permata”, suatu barang yang sangat berharga dan mulia, itulah karunia-karunia dan jabatan-jabatan Roh Kudus yang dipercayakan oleh Tuhan kepada hamba-hamba Tuhan. Banyak karunia tetapi sumbernya dari Roh yang sama dan yang satu. Seolah-olah seperti itu.
-     Kemudian dihiasi dengan “mutiara”, menjadi suatu kehidupan yang berharga. Tetapi tentu tidak lepas dari proses salib, sebab untuk menghasilkan mutiara, barang yang berharga; terlebih dahulu melukai kerang -- dirobek, disakiti dagingnya -- untuk memasukkan suatu partikel padat ke dalamnya, dan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan akan menghasilkan suatu mutiara. Seolah-olah perempuan Babel ini menjadi suatu kehidupan yang disebut “mutiara” lewat proses salib, tetapi sebetulnya tidak, buktinya; penyembahannya palsu.

Gereja di hari-hari ini sedang marak dengan kepalsuan semacam ini. Maka, di waktu yang tersisa ini, jangan saudara bersungut-sungut di dalam hal memikul salibnya. Kita tidak bisa mengubah suatu masa dan suatu waktu, tetapi kita bisa:
-       Menunjukkan masa sekarang ini menjadi masa yang baik dihadapan Tuhan.
-       Dan kita bisa memanfaatkan waktu yang tersisa (yang sedikit ini) dengan maksimal.
Tunjukkanlah suatu masa yang baik di hadapan Tuhan dan waktu yang tersisa ini, kita manfaatkan sebaik mungkin untuk kemuliaan nama Tuhan.

Tanda kedatangan Tuhan sudah jelas. Penggenapan firman sudah mulai nyata. Ibadah sudah mulai dipersempit ruang lingkupnya. Apakah saudara sudah siap dengan kondisi rohani seperti ini, jika Tuhan datang? Saya yakin, belum. Berarti, kita masih butuh ibadah, di mana di tengah-tengahnya kita harus senantiasa memikul salib.

Itulah tentang penyembahan, yang artinya adalah menghadap kepada satu Pribadi.

Sekarang kita akan melihat tentang arti kedua dari penyembahan.
Tentang: TUNDUK SERTA MENCIUM KAKI ALLAH.
Wujud nyatanya dalam kehidupan kita sehari-hari adalah “segala kemuliaan hanya bagi Allah”. Kalau kita datang di ujung kaki salib Tuhan, seperti Maria, menunjukkan bahwa segala kemuliaan hanya bagi Dia, tidak bagi yang lain.

Wahyu 4:8-10
(4:8) Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." (4:9) Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, (4:10) maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata:

Setiap kali empat makhluk memuji Tuhan, dalam kesempatan yang lain, tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Itulah kegiatan dari 24 (dua puluh empat) tua-tua.
Jadi, bukan pada masa Wahyu 11:16-19 saja, tetapi memang dari awalnya pun, tua-tua ini segera tersungkur di hadapan Anak Domba dan menyembah Dia, setiap kali 4 (empat) makhluk menaikkan puji-pujian yang nyaring.

Pada saat 24 (dua puluh) empat tua-tua tersungkur dan menyembah Anak Domba Allah, disertai dengan melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu. Artinya, segala kemuliaan hanya bagi Dia, dan oleh Dia, dan untuk Dia. Puji Tuhan … Haleluya …
Biarlah kita datang menghadap takhta kasih karunia dengan ketulusan hati. Imam-imam, pelayan-pelayan-pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan, hendaklah kiranya datang melayani Tuhan di dalam tahbisan yang benar dan suci, supaya tidak terlihat dan tidak melekat di dalam dirinya hal-hal yang najis. Biarlah kita datang menyembah kepada Tuhan dalam tahbisan yang benar dan suci, jangan kita melayani untuk mencari puji-pujian, untuk mencari hormat, karena itu merupakan perbuatan yang sia-sia. Jangan keraskan hatimu.

Roma 11:34-35
(11:34) Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? (11:35) Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya?

Tidak ada yang dapat mengetahui pikiran Tuhan. Tidak ada yang pernah menjadi penasihat-Nya. Tidak ada yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya. Maka yang pasti, lebih baik kita dengar-dengaran saja, dengar nasihat Tuhan saja.

Roma 11:36
(11:36) Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!

Hal ini harus kita ketahui dan kita sadari dengan pasti dan dengan sungguh-sungguh, supaya kita datang melayani Tuhan bukan untuk mencari puji-pujian -- karena itu merupakan perbuatan sia-sia --, yaitu: Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan hanya kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”
Itu sebabnya di atas tadi saya kemukakan; biarlah kita datang beribadah dan melayani Tuhan dengan segala ketulusan hati. Itu saja. Titik. Itulah penyembahan yang benar dan berkenan, menyukakan hati Tuhan. Tidak usah pakai iri-iri kalau memang saudara mau disadarkan.

Kita kembali memperhatikan Wahyu 4. Kita selidiki penyembahan dari 24 (dua puluh empat) tua-tua ini, supaya hal ini menjadi suatu teladan yang kita ikuti.
Wahyu 4:4
(4:4) Dan sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka.

Di atas takhta itu duduk 24 (dua puluh empat) tua-tua. Berarti, ada 24 (dua puluh empat) takhta dan di atasnya duduk 24 (dua puluh empat) tua-tua, di mana keadaan mereka ialah:
YANG PERTAMA: “Mereka memakai pakai putih
Pakaian putih, itu sama dengan lenan halus, yang ditulis dalam Wahyu 19:8, yang merupakan perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus. Pakaian putih juga merupakan tabiat atau perbuatan atau prilaku yang sudah dicuci bersih di dalam darah Anak Domba.
YANG KEDUA: “Mahkota emas di kepala mereka
Mahkota emas inilah yang dilemparkan oleh 24 (dua puluh empat) tua-tua saat mereka tersungkur dan sujud menyembah Allah yang hidup sampai selama-lamanya. Mahkota emas ada di atas kepala 24 (dua puluh empat) tua-tua, tetapi kemuliaan Tuhan melebihi kemuliaan dari mahkota emas, melebihi dari yang ada ini.
Kalau pun suatu kali kelak kita berada pada puncak karir, Tuhan berkati, Tuhan permuliakan, maka kita tinggal mengucap syukur. Jangan kita lupa kepada si Pemberi. Jangan kita lupa bahwa Tuhan yang sudah melepaskan kita dari perbudakan dosa dunia. Kita hanya menyembah Dia, kita hanya berbakti kepada Dia, tidak ada yang lain.

Wahyu 4:11
(4:11) "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan."

Pada saat 24 (dua puluh empat) tua-tua melemparkan mahkota emas di hadapan takhta itu, sambil berkata: “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian, layak menerima hormat, layak menerima kuasa …”  Tuhan berhak untuk menerima segala kemuliaan, karena kita sadar bahwa semua yang ada ini adalah dari Dia, oleh Dia, bagi Dia.
Kita tidak boleh terlena di atas muka bumi ini. Tadi saya sudah katakan: kalau pun kita sudah mencapai suatu cita-cita, tidak boleh terlena di bumi ini. Kita belajar dengan suatu penyembahan yang benar yang ditunjukkan dan yang telah diteladani oleh 24 (dua puluh empat) tua-tua. Kalau memang kita sudah tersungkur di kaki salib di rumah masing-masing, tetapi bukti nyata harus terlihat dalam perbuatan kita masing-masing yang menunjukkan suatu sikap bahwa segala kemuliaan hanya bagi Dia.

Biarlah kita semakin dewasa, di mana puncaknya ialah menjadi tua-tua rohani. Ibadah ini tidak boleh jalan di tempat. Kerohanian kita tidak boleh jalan di tempat. Kita harus sampai kepada penyembahan yang benar, sampai menjadi tua-tua rohani, sehingga kita layak untuk mengerjakan semua yang ada ini. Dari Dia, oleh Dia, untuk Dia, kemuliaan hanya bagi Dia sampai selama-lamanya.

Apa yang sudah kita perhatikan di atas sangat sinkron dengan Wahyu 11:16.
Wahyu 11:16
(11:16) Dan kedua puluh empat tua-tua, yang duduk di hadapan Allah di atas takhta mereka, tersungkur dan menyembah Allah,

Di sini kembali dinyatakan, bahwa; 24 (dua puluh empat) tua-tua duduk di hadapan Allah di atas takhta mereka. Namun, perhatikanlah tindakan mereka di sini, yaitu tersungkur dan menyembah Allah. Berarti, segala kemuliaan memang hanya bagi Dia. Mereka itu tidak mempertahankan kedudukan mereka, mereka itu tidak mempertahankan takhta-takhta di mana mereka duduk di atasnya.
Kelak, setelah kita tiba pada satu titik, di mana Tuhan sudah mempercayakan kita untuk menggapai cita-cita, tetap ingat; kemuliaan hanya bagi Dia. Sekali waktu kita harus tinggalkan kedudukan itu dan segera tersungkur sujud menyembah hanya kepada Dia, tidak mempertahankan hak sebagai milik yang harus dipertahankan. Sekalipun itu adalah “hak” tetapi tidak perlu mempertahankan sebagai milik yang harus dipertahankan, supaya kita bisa mengosongkan diri untuk selanjutnya mengambil rupa sebagai seorang hamba.

Jadi, Wahyu 11:15-19 ini merupakan penyembahan yang benar dari 24 (dua puluh empat) tua-tua, yang menjadi contoh teladan yang baik untuk kita ikuti. Tuhan sudah tunjukkan, Tuhan sedang memimpin kita dan membawa kita kepada suatu penyembahan yang benar.
Sebenarnya, kehidupan kita ini persis seperti perempuan Samaria. Ketika Yesus berkata kepada perempuan Samaria untuk memberi-Nya minum di sumur Yakub, perempuan Samaria itu berkata: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria? (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)” Dan ternyata, perempuan Samaria ini betul-betul dalam kenajisan; dia hidup dengan lima laki-laki ditambah satu laki-laki -- yang saat itu hidup bersama dengan dia pada saat dia berbicara dengan Yesus --, jadi ada enam laki-laki. Namun pada akhirnya, setelah perempuan Samaria disucikan oleh air basuhan firman, di situ ada suatu pengagungan, ada suatu tanda penyembahan yang benar, sebab dia berkata: “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi.” Tetapi, penyembahan dari perempuan Samaria ini masih belum sempurna, karena Tuhan melihat bahwa penyembahan mereka masih di atas gunung dan di tempat-tempat yang lain, masih ke arah Yerusalem -- berarti penyembahannya masih bersifat lahiriah --. Akhirnya, Yesus memimpin perempuan Samaria ini sampai kepada penyembahan yang benar, yaitu menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran… Yohanes 4:9-24.
Itulah yang sekarang Tuhan nyatakan; Tuhan sedang memimpin kita, Tuhan membawa kita sampai kepada penyembahan yang benar. Jangan lagi kita mempertahankan hak, harga diri, egosentris, kepentingan diri. “Aku” tidak ada lagi di dalam diri, selain Tuhan yang bertakhta di dalam diri. Kalau di antara kita masih ada yang mempertahankannya -- hak, harga diri, egosentris, kepentingan diri --, biarlah kita minta ampun kepada Tuhan. Belajarlah untuk rendah hati dan lemah lembut, supaya keakuan itu tidak bertakhta di hati.

“Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah di dalam hati kita masing-masing”… Kolose 3:15A. Kalau hal itu nyata dalam nikah, maka bagaikan anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung. Artinya, kalau Tuhan yang memerintah di hati, maka tidak ada permusuhan. Tetapi kalau keakuan masih nyata di hati, di situ terjadi gap dan perselisihan, tidak ada damai sejahtera. Ayo, segera kita tinggalkan takhta sendiri, kalau memang waktunya kita menyembah Tuhan.

Wahyu 11:17
(11:17) sambil berkata: "Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, yang ada dan yang sudah ada, karena Engkau telah memangku kuasa-Mu yang besar dan telah mulai memerintah sebagai raja

Suatu rahasia kembali mau Tuhan nyatakan kepada kita sore hari ini, perhatikan: 24 (dua puluh empat) tua-tua ini mengucap syukur kepada Tuhan Allah Yang Mahakuasa. Pendeknya; ada ucapan syukur, sebagai tanda bahwa mereka hidup dalam kelimpahan kasih karunia. Kalau kita limpah kasih karunia, di situ ada:
-       Ucapan syukur yang mendalam kepada Tuhan.
-       Ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada Tuhan Allah Yang Mahakuasa.
Juga, kalau kita berbagi dan memberi kepada orang lain, itu adalah tanda kelimpahan. Seperti Rut membawa hasil tuaian dari ladang, lalu dia memberikannya kepada Naomi, mertuanya itu, sehingga Naomi limpah ucapan syukur, sebab dia (Naomi) sangat terheran-heran melihat hasil tuaian itu, dan berkata: “Diberkatilah kiranya orang yang telah memperhatikan engkau itu!

Jadi, ucapan syukur itu terjadi karena ada kelimpahan kasih karunia. Puji syukur sudah sembuh dari penyakit, puji syukur karena diberkati, puji syukur karena mendapat bisnis, ada pekerjaan, menerima gaji, puji syukur diberi kesempatan beribadah dan melayani sore ini, itu semua karena kelimpahan kasih karunia.

24 (dua puluh empat) tua-tua mengucap syukur dengan berkata: “Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, yang ada dan yang sudah ada …”, seharusnya kalimat ini dilanjutkan dengan kalimat “yang akan datang”.
-       Kalimat pertama: “yang ada”
-       Kalimat kedua: “yang sudah ada”
-       Seharusnya kalimat ketiga adalah “yang akan datang”
Tetapi kenyataannya di sini kita melihat, persamaan dari “yang akan datang” adalah “… karena Engkau telah memangku kuasa-Mu yang besar dan telah mulai memerintah sebagai raja …” Artinya, Dia sudah datang dan memerintah sebagai Raja, itulah maksud dari “yang akan datang.”

Ketika saya menyelidiki ini dan Tuhan memberikan pemahaman, saya bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan. Akhirnya, barulah terjawab sekarang, bahwa kalimat yang ketiga “yang akan datang”, itulah Dia yang akan datang sebagai Raja dan Mempelai Pria Sorga untuk selama-lamanya.

Kita akan melihat perkara itu dalam Wahyu 1.
Wahyu 1:8
(1:8) "Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."

Tuhan berkata: “Aku adalah Alfa dan Omega”, berarti Yang Awal dan Yang Akhir. Kemudian, dilanjutkan dengan kalimat: “ ... yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang ...” Inilah Tuhan Allah Yang Mahakuasa, kepada-Nyalah 24 (dua puluh empat tua-tua) mengucap syukur.

Wahyu 1:17-18
(1:17) Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (1:18) dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.

Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati ...”, berarti tidak berdaya. Kalau Tuhan membawa kita pada suatu peristiwa yang ajaib, teramat lebih saat Tuhan mau menyatakan pembukaan dan kita terima dengan rendah hati, kita betul-betul tidak berdaya. Tuhan singkapkan segala sesuatunya, dan kalau kita betul-betul menerimanya dengan rendah hati, kita tidak berdaya karena hanya Tuhan saja yang benar.
Tetapi perlu untuk kita ketahui: Yesus, Tuhan, Allah Yang Mahakuasa, yang dinyatakan sebagai Alfa dan Omega, Awal dan Akhir, akan memberi kekuatan dengan tangan kanan-Nya bagi kita semua.

Dia Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir, kemudian yang ada, yang sudah ada, yang akan datang, persamaannya;
-       Yang ada”, persamannya “Yang Hidup”.
-       Yang sudah ada”, persamannya “Aku telah mati”.
-    Yang akan datang”, persamannya “Aku hidup, Dia hidup dan memerintah sampai selama-lamanya.
Kita mengucap syukur hanya kepada Dia, Tuhan Allah Yang Mahakuasa, Dia Alfa dan Omega, Awal dan Akhir, yang ada, yang sudah ada, yang akan datang. Awalnya Dia hidup kemudian turun ke bumi, lalu mati di atas di atas kayu salib, hari ketiga bangkit, hidup untuk selama-lamanya sebagai Raja yang memerintah sampai selama-lamanya. Itulah penyembahan dari pada 24 (dua puluh empat) tua-tua dalam Wahyu 11:16-18. Kita patut bersyukur. Haleluya..

Kita mengucap syukur hanya kepada Dia, tidak kepada yang lain. Tidak salah mengucap syukur setelah diberkati, sebab memang ada tertulis: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Tetapi ucapan syukur yang ditunjukkan oleh 24 (dua puluh empat) tua-tua ini adalah soal mengenai bahwa Tuhan Allah Yang Mahakuasa, soal Alfa dan Omega, yang ada, yang sudah ada, yang akan datang, Dia mengerjakan pekerjaan-Nya sebagai yang hidup, kemudian mati, kemudian hidup, dan pada akhirnya memerintah sebagai Raja sampai selama-lamanya; kepada Dialah kita mengucap syukur.

Dulu saya hanya mengerti mengucap syukur setelah saya mendapat suatu pekerjaan yang baik, setelah kontrak kerja yang baru, tetapi sekarang, belajar untuk mengucap syukur kepada Tuhan Allah Yang Mahakuasa, sebab Dia adalah Alfa dan Omega, Dia hidup, mati, Dia hidup. Ini adalah suatu pekerjaan yang agung dan mulia, suatu perjalanan yang tidak ringan, suatu pergumulan yang panjang, tetapi sudah Dia tunjukkan kepada kita. Kita bersyukur.

Wahyu 1:4
(1:4) Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya,

Perikop ayat ini adalah “Salam kepada ketujuh jemaat”, maksudnya ialah salam kepada tujuh jemaat yang ada di Asia Kecil. Kita ini keluarga Allah, sidang jemaat GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, mendapat salam dari Tuhan Yesus, sesuai dengan “ada tertulis”, salam hangat dari kasih Kristus.

Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu ...” Kasih karunia, damai sejahtera menyertai ketujuh sidang jemaat di Asia Kecil, tidak terkecuali sidang jemaat GPT “BETANIA” Serang dan Cilegon, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang sebagai Raja yang memerintah sampai selama-lamanya. Dia yang menyertai kita sampai selama-lamanya.
Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kita. Siapa yang menyertai kita? Dialah Alfa dan Omega, siapa Dia? Dialah yang ada, yang sudah ada, yang akan datang.

Kita bersyukur kepada Tuhan, sebab di hari-hari ini Tuhan sedang memimpin penyembahan kita kepada suatu penyembahan yang benar dan berkenan. Penyembahan yang benar dan berkenan, itu merupakan penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah.
Inilah yang menyertai kita; kasih karunia dan damai sejahtera yang menyertai kita dari Dia Yang Mahakuasa, yang ada, yang sudah ada dan yang akan datang.

Sore hari ini, Tuhan sedang mengulurkan dua tangan kasih-Nya untuk menyertai kita. Tangan-Nya sedang terulur kepada orang yang susah, kepada kita semua. Tuhan membawa kita dengan kekuatan tangan-Nya untuk mendekat kepada Dia. Kalau Tuhan sudah membawa kita, menebus kita dari dosa di dunia ini, jangan lupakan Tuhan, jangan lupa kepada si Pemberi. Jangan lupa untuk membaktikan diri kepada Tuhan, sebab itulah penyembahan yang benar. Jangan menginginkan sesuatu perkara yang hanya sekejap (sekedip) mata, itu adalah jalan pintas. Ikutilah jalan salib, maka selamat, tetapi jalan pintas berujung pada maut.

Kalau memang dalam kandang penggembalaan ini salib itu begitu terasa untuk dipikul dalam setiap ibadah pelayanan, biarlah kita tetap bertahan, dengan syarat; bertekunlah, maka Tuhan pasti menyertai kita. Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kita, dari Dia, Alfa Omega, yang ada, yang sudah ada, yang akan datang.

Tuhan sungguh baik, Dia sedang memimpin kita kepada suatu penyembahan yang benar dan berkenan. Berarti, penyembahan itu hanya kepada Dia, penyembahan itu berada di ujung kaki salib. “Segala kemuliaan hanya bagi Dia”, ini adalah pernyataan yang benar, tetapi biarlah itu juga menjadi praktek hidup. Jangan dambakan suatu perkara dengan sekejap mata.
Mengucap syukurlah kepada Dia yang ada, yang sudah ada, yang akan datang, yang memerintah sampai selama-lamanya. Sungguh mulia pembukaan firman-Nya bagi kita. Dia Yang Mahakuasa, yang ada, yang sudah ada, yang akan datang, menyertai kita dengan kasih karunia dan damai sejahtera-Nya. Bukan uang dan bukan harta, kekayaan yang menyertai, jangan percayakan hidup kepada yang lain, jangan garansikan hidup kepada yang lahiriah di bumi yang fana ini. Dialah yang nanti akan menjadi Raja, bukan uang, bukan harta, bukan kekayaan, bukan ego, Dialah yang akan menjadi Raja dan memerintah sampai selama-lamanya.


Kita mengucap syukur karena Tuhan sudah bukakan rahasia firman-Nya, dan ucapan syukur itu hanya kepada Allah Yang Mahakuasa, yang ada, yang sudah ada, yang akan datang, Dia yang akan datang untuk memerintah sebagai Raja sampai selama-lamanya untuk kita semua di dalam kekekalan. Amin. 


TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI

Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang

No comments:

Post a Comment