KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Tuesday, April 28, 2020

IBADAH KAUM MUDA REMAJA, 25 APRIL 2020




IBADAH KAUM MUDA REMAJA, 25 APRIL 2020

STUDY YUSUF
(Seri: 188)

Subtema: KESETIAAN SEORANG HAMBA

Shalom.
Selamat malam, salam sejahtera, bahagia kiranya memenuhi setiap kehidupan kita dan tempat perhimpunan Ibadah Kaum Muda Remaja di tiap-tiap sektor; di Pastori, di Perumnas, di BCA, di Serang, biarlah kiranya Tuhan melawat kehidupan kita pribadi lepas pribadi. Sehingga kehidupan pemuda remaja GPT
BETANIA, juga anak-anak Tuhan, yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan menjadi biji mata Tuhan, dipelihara oleh Tuhan, dibela, dilindungi sampai pada masa puncak kesesakan, akhirnya bahagia bersama dengan Dia di dalam kerajaan yang kekal.

Saya juga tidak lupa menyapa anak Tuhan, umat Tuhan, pemuda remaja yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming, video internet, Youtube, Facebook, di mana pun anda berada kiranya Tuhan memberkati kita sekaliannya. Selanjutnya, mari kita berdoa dan memohon berkat kepada Tuhan supaya Tuhan kiranya membukakan firman-Nya bagi kita, sehingga kita dapat merasakan pertolongan Tuhan sedang berlangsung dalam setiap kehidupan kita masing-masing.

Segera saja kita sambut firman penggembalaan untuk Ibadah Kaum Muda Remaja, tentang study Yusuf.
Kejadian 41:50-52
(41:50) Sebelum datang tahun kelaparan itu, lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki-laki, yang dilahirkan oleh Asnat, anak Potifera, imam di On. (41:51) Yusuf memberi nama Manasye kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: "Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku." (41:52) Dan kepada anaknya yang kedua diberinya nama Efraim, sebab katanya: "Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku."

Sebelum datang tujuh tahun kelaparan itu lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki-laki.
-       Yang sulung bernama: Manasye.
-       Yang kedua bernama: Efraim.

Selanjutnya mari kita simak arti rohani kedua nama anak laki-laki Yusuf tersebut, dimulai dari anak yang sulung, yakni Manasye.
MANASYE, artinya: Allah telah membuat Yusuf lupa sama sekali terhadap dua perkara, yakni:
1.     Yusuf lupa kepada kesukarannya.
2.     Yusuf lupa kepada rumah bapanya.

Selanjutnya kita akan menyimak arti kedua hal di atas, dimulai dari: Yusuf Lupa Kepada Kesukarannya.
Adapun kesukaran Yusuf dibagi dalam tiga fase:
-       Fase yang pertama: “Ketika Yusuf tinggal bersama-sama dengan saudara-saudaranya” (Kejadian 37). -- Hal ini telah disampaikan beberapa tahun yang lalu --.
-       Fase yang kedua: “Ketika Yusuf tinggal di rumah Potifar” (Kejadian 39). -- Hal ini sekarang masih kita perhatikan --.
-       Fase yang ketiga: “Ketika Yusuf berada di dalam penjara” (Kejadian 40).

Namun kita masih berada pada FASE YANG KEDUA, yaitu: KETIKA YUSUF TINGGAL DI RUMAH POTIFAR.
Kejadian 39:6B
(39:6) Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apa pun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.

“Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya”, menunjukkan bahwa; Yusuf adalah gambaran dari mempelai Tuhan, yakni gereja Tuhan yang sempurna, yang tidak bercacat dan tidak bercela. Berarti, Yusuf telah mencapai derajat yang tinggi yakni mulia dan indah, dengan demikian keindahan dari mempelai wanita Tuhan dinyatakan di tengah-tengah bangsa kafir, bagaikan Yusuf ada di tanah Mesir.

Singkatnya, Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya di tengah-tengah bangsa kafir, bagaikan Yusuf berada di tanah Mesir. Berarti, Tuhan kita itu adil, Tuhan kita itu tidak hanya peduli kepada bangsa Yahudi tetapi juga peduli kepada kita bangsa kafir.

Kejadian 39:7
(39:7) Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku."

Ketika keindahan dari mempelai wanita Tuhan ditampilkan, maka di sisi lain musuh atau lawan yang dibenci oleh Tuhan, yaitu dosa kenajisan akan berusaha untuk menjatuhkan gereja Tuhan ke dalam perzinahan, seperti isteri Potifar; dia memandang Yusuf dengan berahi lalu berkata: "Marilah tidur dengan aku." Walaupun demikian, kehidupan anak-anak Tuhan (pemuda remaja) tidak perlu takut, memang hal itu harus terjadi.

Demikian halnya dalam Wahyu 17 dan Wahyu 18, di mana Babel besar ibu dari wanita-wanita pelacur berusaha untuk menjatuhkan sekaligus menggagalkan pesta nikah Anak Domba,  yang merupakan puncak keindahan dari mempelai wanita Tuhan Wahyu 19:6-9.

Perlu untuk diketahui bersama-sama: kalau kita berada dalam kemuliaan Allah, maka secepatnyalah kita merendahkan diri dan tersungkur di ujung kaki salib Tuhan, sebab itu merupakan tempat yang terindah. Oleh sebab itu, jangan kita memandang:
-       Kemuliaan dari ibadah dengan berahi.
-       Kemuliaan dari pelayanan itu dengan berahi.
-       Kemuliaan dari Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel dengan berahi, supaya jangan kita sombong.
Sadar atau tidak sadar, banyak hamba-hamba Tuhan terkhusus kepada hamba Tuhan yang dipercayakan Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel menjadi sombong, jelas itu karena dia memandang Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel dengan berahi.
-       Kemuliaan dari harta yang indah atau karunia-karunia Roh Kudus dengan berahi.
-       Kemuliaan dari segala sesuatu yang ada di dalam kerajaan Allah dengan berahi.
Sebab memandang kemuliaan Allah dengan berahi atau kepentingan diri itu setara dengan perzinahan rohani.

Mari kita melihat tentang hal itu lebih jauh lagi.
Imamat 16:1-2
(16:1) Sesudah kedua anak Harun mati, yang terjadi pada waktu mereka mendekat ke hadapan TUHAN, berfirmanlah TUHAN kepada Musa. (16:2) Firman TUHAN kepadanya: "Katakanlah kepada Harun, kakakmu, supaya ia jangan sembarang waktu masuk ke dalam tempat kudus di belakang tabir, ke depan tutup pendamaian yang di atas tabut supaya jangan ia mati; karena Aku menampakkan diri dalam awan di atas tutup pendamaian.

Untuk hari raya pendamaian, sebagai seorang imam besar, Harun jangan sembarang waktu masuk ke dalam tempat kudus atau Ruangan Maha Suci. Tidak boleh sembarang waktu untuk berada di tengah-tengah kemuliaan Allah, maka Harun harus menunggu kehadiran Tuhan dalam awan di atas tutup pendamaian, supaya dia jangan mati seperti kedua anaknya yaitu Nadab dan Abihu.

Mari kita lihat peristiwa itu.
Imamat 10:1
(10:1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka.

Nadab dan Abihu mempersembahkan kepada Tuhan api asing yang tidak diperintahkan Tuhan kepada mereka.
Mereka mengambil perbaraan, lalu diisi dengan api yang ada di Mezbah Korban Bakaran, selanjutnya menaruh ukupan di atas perbaraan itu, dengan kata lain; Nadab dan Abihu mempersembahkan api asing yang tidak diperintahkan kepada mereka. Singkatnya, Nadab dan Abihu memandang kemuliaan Allah dengan berahi atau dengan kepentingan diri, dan itu merupakan api asing atau perzinahan rohani.
Jangan memandang kemuliaan Allah dengan berahi atau dengan kepentingan diri karena hal itu merupakan api asing atau yang disebut dengan perzinahan rohani.

Imamat 10:2
(10:2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN.

Akhirnya, keluarlah api Tuhan, lalu menghanguskan Nadab dan Abihu, sehingga mereka mati di hadapan Tuhan. Berarti, binasa walaupun ia adalah seorang pelayan Tuhan.

Itu sebabnya di atas tadi saya kemukakan; kalau kita berada di tengah-tengah kemuliaan Tuhan, biarlah kita segera membawa diri ini secepatnya merendahkan diri di ujung kaki salib Tuhan, tersungkur di hadapan Tuhan. Jangan kita memandang ringan dan jangan menganggap enteng kemuliaan Tuhan, berarti; jangan memandang berahi kemuliaan Tuhan, sebab itu setara dengan perzinahan rohani.

Itu sedikit saja tentang Kejadian 39:7, di mana isteri Potifar memandang Yusuf dengan berahi.

Selanjutnya kita kembali membaca Kejadian 39:8-9.
Kejadian 39:8-9
(39:8) Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, (39:9) bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"

Yusuf menolak untuk tidur dengan isteri Potifar, sebab hal itu merupakan ukupan asing yang membinasakan.

Yusuf menolak tidur dengan isteri Potifar, menunjukkan keberadaan Yusuf dalam dua hal:
1.     Yusuf setia memikul sebuah tanggung jawab yang dipercayakan oleh tuannya kepadanya. Sebab, pada ayat 8 Yusuf berkata: Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku.
2.     Hidup dalam kekudusan karena ia takut akan Tuhan. Hal itu bisa kita lihat dalam pengakuan Yusuf sendiri pada ayat 9: Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?

Saya berharap, baik yang di sektor Serang, maupun yang di sektor BCA, maupun yang di Perumnas; belajar untuk memperhatikan firman Allah yang disampaikan, sebab sekarang ini kita sedang berada di tengah-tengah kemuliaan Allah, oleh sebab itu, jangan kita memandang berahi kemuliaan Allah, sebab itu setara dengan perzinahan rohani.

Selanjutnya kita melihat penjelasan tentang: YUSUF SETIA MEMIKUL TANGGUNG JAWAB YANG DIPERCAYAKAN TUANNYA.
Contohnya, kita akan memperhatikan Matius 25.
Matius 25:24-25
(25:14) "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. (25:15) Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.

Perlu untuk diketahui: Bahwasanya, hal Kerajaan Sorga itu sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, lalu mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya.

Di sini kita melihat:
-       Kepada hamba yang pertama dipercayakan lima talenta.
-       Kepada hamba yang kedua dipercayakan dua talenta.
-       Kepada hamba yang ketiga dipercayakan satu talenta.
Talenta-talenta tersebut dipercayakan kepada hamba-hambanya masing-masing menurut kesanggupannya. Jadi, tuan dari hamba-hamba tersebut tidak memaksakan lebih dari kesanggupan hamba-hambanya.
Tuhan juga tidak memaksa kita untuk mengikuti Dia, tetapi lewat pemberitaan firman malam ini, Tuhan memberi suatu pengertian yang baik supaya kita semua menjadi hamba yang setia, bertanggung jawab melakukan apa yang dipercayakan tuannya.  Yesus Kristus adalah Tuan dari semua hamba-hamba Tuhan.

Matius 25:16-18
(25:16) Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. (25:17) Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. (25:18) Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.

Namun, di sini kita melihat;
-       Pergilah hamba yang pertama untuk mengusahakan talenta yang dipercayakan kepadanya, sehingga ia pun mendapat laba lima talenta.
-       Demikian juga hamba yang kedua yang mendapat laba dua talenta.
-       Tetapi hamba yang ketiga itu segera mengubur satu talenta yang dipercayakan kepadanya.

Matius 25:20-23
(25:20) Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. (25:21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (25:22) Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. (25:23) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.

Singkatnya, hamba yang pertama dan hamba yang kedua setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, sehingga mereka disebut sebagai hamba yang baik dan setia. Kalau kita setia memikul tanggung jawab yang dipercayakan oleh Tuhan (tuan), maka disebutlah hamba yang baik dan setia. Jadi, tidak hanya baik, tetapi juga disebut hamba yang setia. Mengapa demikian?

Amsal 20:6
(20:6) Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?

Banyak orang menyebut dirinya baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya? Berarti, orang yang baik belum tentu setia, tetapi orang yang setia sudah pasti baik.

Memang, Tuhan menuntut perbuatan baik, tetapi juga harus setia. Dengan kita berada di tengah-tengah ibadah pelayanan, itu menunjukkan bahwa kita sedang melakukan perbuatan yang baik, tetapi Tuhan juga menuntut kesetiaan kita. Perbuatan yang baik bukan akhir dari segala sesuatu, itu sebabnya Tuhan menuntut kesetiaan dari seorang hamba Tuhan, pelayan Tuhan, imam-imam.

Titus 2:9-10
(2:9) Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah, (2:10) jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita.

Seorang hamba “hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal”, jangan membawa kebenaran sendiri, berarti:
-       Jangan membantah dalam segala hal.
-       Jangan curang dalam segala hal.
Melainkan seorang hamba harus tulus dan setia, sebab kesetiaan seorang hamba menunjukkan bahwa dia memuliakan atau menghormati ajaran Allah.

Untuk memuliakan atau menghormati (menghargai) ajaran, tidak cukup dari pernyataan yang keluar dari mulut saja, tetapi dibutuhkan pembuktian-pembuktian dari seorang hamba Tuhan, yaitu;
-       Selain jangan membantah dan jangan curang,
-       Juga harus tulus dan setia.
Jangan kita berkata: Tuhan Yesus dengan pengajaran-Nya luar biasa, tetapi kita tidak tulus dan tidak setia. Jadi, marilah kita belajar untuk memuliakan atau menghormati ajaran Allah dengan cara yang tulus dan setia.

Perbuatan baik memang dituntut oleh Tuhan, tetapi kita juga harus setia, sebab orang yang baik belum tentu setia. Hari ini mungkin bisa berbuat baik, tetapi besok belum tentu setia. Setia menunjukkan bahwa dia memuliakan, dia menghormati, dia meninggikan ajaran Allah.

Sebagai bukti seorang hamba betul-betul memuliakan ajaran Allah (ajaran yang sehat).
Ibrani 2:16-17
(2:16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (2:17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.

Sebagai Imam Besar, Yesus Anak Allah telah memperdamaikan dosa seluruh bangsa, memperdamaikan dosa kita, menunjukkan bahwa; Ia telah menaruh belas kasihan kepada kita. Sesungguhnya, bukan para malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani.
Namun, hal itu terjadi (terwujud atau tergenapi) karena Ia telah setia kepada Allah Bapa. Tidak mungkin Dia dipercayakan tugas yang mulia -- yaitu mengadakan pendamaian terhadap dosa seluruh bangsa -- kalau Dia tidak dianggap setia kepada Bapa, tetapi karena Dia telah dianggap setia, maka Dia percayakan suatu tugas yang mulia. Dia betul-betul memuliakan, menghormati, meninggikan setinggi-tingginya ajaran Allah, ini ajaran yang sehat.

Jadi, Dia menaruh belas kasihan kepada saya dan kita semua karena Dia telah setia kepada Allah Bapa. Kalau Dia tidak setia, tidak mungkin dipercayakan tugas yang mulia, yaitu mengadakan pendamaian dosa. Sebab itu, belajarlah untuk setia, dengan lain kata belajar untuk memuliakan ajaran Allah kita, ajaran yang sehat.

2 Timotius 2:11-12
(2:11) Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; (2:12) jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita;

Beberapa hal penting untuk diperhatikan, yaitu:
-       “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia.” Yesus telah mati di atas kayu salib pada hari yang ketiga Dia bangkit.
-       Kemudian, “Jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia.” Oleh sebab itu, bertekunlah di dalam melayani pekerjaan Tuhan, bertekunlah di tengah-tengah ibadah yang dipercayakan oleh Tuhan, supaya kita juga ikut memerintah dengan Dia.
Tetapi perhatikan hal yang harus diwaspadai: “Jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita.”

2 Timotius 2:13
(2:13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."

“Jika kita tidak setia, Dia tetap setia.” Mengapa demikian? Mengapa Dia tetap setia? Karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya, dengan lain kata; Dia harus melakukan kehendak Allah Bapa. Berarti, sebagai Anak, sebagai Imam Besar, Dia telah memuliakan ajaran Allah Bapa (ajaran sehat) = setia.
Sesungguhnya, ajaran Tuhan itu baik, tetapi tidak cukup dengan pengakuan dari mulut, harus dibuktikan dengan kesetiaan.

1 Korintus 1:8-9
(1:8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (1:9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.

Allah yang memanggil kita semua adalah setia. Kita patut bersyukur, sebab Allah kita setia, Dia telah memanggil kita kepada persekutuan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita.

Dengan tandas kembali saya sampaikan: Allah kita itu setia dan Dia telah memanggil kita kepada persekutuan yang indah dengan Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita
Coba bayangkan; kalau kita dipanggil untuk melakukan suatu ajaran yang sesat, dipanggil kepada persekutuan yang sesat, dipanggil kepada persekutuan yang tidak baik (tidak benar), ini sangat mengerikan. Terlalu banyak persekutuan yang tidak baik dan tidak benar di atas muka bumi ini, terlihat baik tetapi sebetulnya tidak baik.

Saya beri contoh perbuatan yang baik:
-       Berulang kali menyebut: “Tuhan Tuhan”, itu sepintas perbuatan baik.
-       Lalu sibuk mengadakan tiga perkara ajaib, antara lain:
1.     Bernubuat demi nama Tuhan.
2.     Mengusir setan demi nama Tuhan.
3.     Mengadakan banyak mujizat demi nama Tuhan.
Kalau hanya berseru menyebut nama Tuhan dan sibuk mengadakan tiga perkara ajaib, tetapi jika tidak melakukan kehendak Allah Bapa -- dengan kata lain mengabaikan ajaran sehat Allah Bapa kita --, maka pada hari Tuhan, Dia akan berterus terang dan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"… Mat 7:21-23.

Tetapi kita patut bersyukur kepada Allah kita yang setia yang telah memanggil kita kepada persekutuan yang indah dengan Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita, yang adalah setia kepada Dia, sehingga kita boleh layak menerima ajaran yang sehat dan memperoleh belas kasih-Nya. Dia mengadakan pendamaian karena Dia menaruh belas kasih kepada kita.

Singkatnya, sebagai Anak, sebagai Imam Besar, sebagai kepala rumah Tuhan, Ia setia. Biarlah kita belajar untuk setia di hadapan Tuhan.

Ibrani 3:1-2
(3:1) Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus, (3:2) yang setia kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagaimana Musa pun setia dalam segenap rumah-Nya.

Yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus, yang setia kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagai Kepala rumah Tuhan.

Ibrani 3:5-6
(3:5) Dan Musa memang setia dalam segenap rumah Allah sebagai pelayan untuk memberi kesaksian tentang apa yang akan diberitakan kemudian, (3:6) tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan.

Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya, Dia setia sebagai Kepala atas tubuh-Nya. Kristus yang adalah Kepala, Dia setia mengepalai kita, sidang jemaat yang adalah tubuh-Nya.

Jadi, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul, pandanglah kepada Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus Kristus, yang setia kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sebagai Kepala rumah Tuhan. Singkatnya, sebagai Anak, sebagai Rasul, sebagai Imam Besar, sebagai Kepala rumah Tuhan, Ia setia. Oleh sebab itu, biarlah kita memandang kepada Dia yang setia kepada Allah Bapa.

Tadi kita sudah melihat pribadi Yusuf; dia seorang hamba yang setia. Yusuf tidak hanya berbuat baik, tetapi juga sebagai seorang hamba yang bertanggung jawab; dia setia. Kepada Yusuf dipercayakan sebuah tanggung jawab, dan dia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipercayakan oleh tuannya kepadanya. Yusuf bertanggung jawab dan dia setia.

DAMPAK POSITIF SETIA.
Matius 25:21,23
(25:21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (25:23) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.

Kalau kita setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, maka kepadanya akan dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Jadi, setialah dalam perkara yang kecil, supaya kepada kita dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar.

SERINGKALI KITA MENGABAIKAN PERKARA YANG KECIL, LEBIH MEMPERHATIKAN HAL YANG BESAR, PADAHAL PERKARA YANG KECIL SAJA KITA BELUM SETIA. SEBETULNYA, INI ADALAH PENGERTIAN YANG SALAH, PENGERTIAN YANG KELIRU.
KALAU SESEORANG MEMPERHATIKAN PERKARA YANG BESAR, TETAPI TIDAK SETIA DALAM PERKARA YANG KECIL, INILAH YANG DISEBUT DENGAN AMBISI. KALAU SAJA DIA TIDAK AMBISI, IA AKAN IKUTI ATURAN-ATURAN (AJARAN) YANG BAIK DAN YANG BENAR, YAITU SETIA DALAM PERKARA YANG KECIL, MAKA KEPADANYA AKAN DIPERCAYAKAN TANGGUNG JAWAB YANG BESAR.

Kiranya pemuda remaja GPT BETANIA”, serta pemuda remaja yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming, belajarlah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil supaya kepada kita dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Jangan menginginkan suatu perkara yang besar tetapi tidak setia dalam perkara yang kecil, itu adalah pemikiran yang keliru.

Contoh; “Hamba yang tidak setia dalam perkara yang kecil.”
Matius 25:18
(25:18) Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.

Kepada hamba yang ketiga dipercayakan satu talenta. Karena itulah kesanggupannya, sehingga dia hanya dipercayakan satu talenta saja, tetapi justru dia pergi dan mengubur satu talenta itu, menunjukkan bahwa hamba yang ketiga tidak setia dalam perkara yang kecil.

Ciri-ciri; “Hamba yang tidak setia dalam perkara yang kecil.”
Matius 25:24
(25:24) Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.

Kalau tidak setia dalam perkara yang kecil:
-       Suka mempersalahkan Tuhan.
-       Suka mempersalahkan situasi kondisi yang ada.

Ketika hamba yang ketiga ini mempersalahkan tuannya, dia berkata: “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.” Sebetulnya, ini adalah perkataan yang keliru. Dia berkata-kata, tetapi dia tidak tahu apa yang dia bicarakan.
Padahal, kalau kita perhatikan dalam Matius 25:15, tuan itu mempercayakan talenta kepada hambanya masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Masing-masing menurut kesanggupannya, berarti tidak ada paksaan. Tetapi ketika hamba yang ketiga mempersalahkan Tuhan, dia justru mengucapkan kata-kata yang dia sendiri tidak tau apa yang dia ucapkan. Biasanya kalau seseorang sudah marah, seringkali ia mengucapkan kata-kata yang dia sendiri tidak tau apa yang diucapkannya.

Sebagai kelanjutan dari ayat 24 mengenai hamba yang ketiga ini, mari kita perhatikan ayat 25.
Matius 25:25
(25:25) Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!

Hamba yang ketiga mempersalahkan Tuhan untuk membenarkan kejahatannya, sebab dia bukanlah hamba yang setia, melainkan hamba yang tidak setia dalam perkara yang kecil. Jadi, hamba yang ketiga ini berusaha mencari alasan untuk membenarkan perbuatannya yang salah -- yaitu tidak setia dalam perkara yang kecil --, itu sebabnya dia berkata: “Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!”

Matius 25:26-27
(25:26) Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? (25:27) Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.

Akhirnya, tuan dari hamba-hamba itu berkata: “Hai kamu, hamba yang jahat dan malas.”
Jadi, ciri hamba yang jahat dan malas adalah suka mempersalahkan tuannya dan mencari alasan-alasan yang tidak masuk akal.

Jika ada di antara pemuda remaja yang pernah melakukan hal seperti ini, yaitu;
-       Tidak setia dalam perkara kecil.
-       Kemudian mempersalahkan tuannya.
-       Lalu mencari alasan-alasan yang tidak masuk akal.
Biarlah kita mengaku kepada Tuhan, jangan berdusta -- sebab pendusta adalah anak setan, sesuai dengan Yohanes 8:44 --, tetapi marilah kita datang di kaki Tuhan, memohon ampun kepada-Nya.

Kalau seorang hamba tidak setia dalam perkara yang kecil, maka disebutlah ia; hamba yang jahat dan malas. Berarti, orang malas identik dengan perbuatan jahat, dan sebaliknya, orang jahat pasti malas.
Sebagai contoh; orang yang suka tidur menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang malas, dan orang yang malas pasti jahat, tidak bisa tidak, sebab Alkitab yang mengatakannya. Kita satu dengan yang lain, harus bisa mengetahui bagaimana keadaan (kondisi) teman kita yang ada di sekitar kita; kalau kita melihat ada yang lebih suka (banyak) tidur, biarlah kita mengingatkan dia, sebab kalau dia banyak tidur pasti dia jahat. Jangan kita biarkan orang lain berada dalam kemalasan dan kejahatan.
Itulah ciri hamba yang tidak setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil.

Tetapi, puji Tuhan;
-       Hamba yang pertama dipercayakan lima talenta, lalu memperoleh laba lima talenta, karena dia mengusahakannya menunjukkan bahwa dia tidak malas, dia tidak jahat, melainkan dia adalah hamba yang rajin, baik, dan setia.
-       Kemudian, juga hamba yang kedua dipercayakan dua talenta, lalu dia pun mengusahakannya, sehingga dia memperoleh laba dua talenta.
Oleh sebab itu, hamba yang pertama dan hamba yang kedua ini disebut hamba yang baik dan setia, sehingga kepada mereka dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Sebab itu, ayo, setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, jangan bernafsu memandang perkara yang lebih besar, tetapi tidak setia dalam perkara yang kecil.
Biarlah kita belajar kepada Yesus, Anak Allah, sebagai Imam Besar, sebagai Rasul, sebagai Kepala rumah Tuhan, Dia setia kepada Dia, sehingga Dia dipandang layak untuk mengadakan pendamaian terhadap dosa, dengan demikian Dia menghargai, Dia memuliakan ajaran Allah Bapa, menghormati ajaran sehat setinggi-tingginya.

Jadi, intinya, dampak positif setia ialah dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi. Setialah, jangan kita sama seperti hamba yang ketiga; di mana kepadanya dipercayakan satu talenta, tetapi satu talenta itu dikubur di dalam tanah, berarti ia tidak setia, ini adalah tanda dia jahat dan malas. Orang jahat pasti malas, dan orang malas pasti jahat.
Marilah kita, secara khusus pemuda remaja belajar menghargai pelajaran yang kita terima dari Tuhan pada malam hari ini sebagai pelajaran yang baik, benar, suci, dan mulia. Kita belajar untuk menghargai, memuliakan, dan menghormati ajaran Allah Bapa (ajaran sehat) setinggi-tingginya.

1 Timotius 1:12-14
(1:12) Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku -- (1:13) aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. (1:14) Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.

Perikop pada ayat ini adalah “Ucapan syukur atas kasih karunia Allah.” Mengapa hal itu dinyatakan Rasul Paulus kepada Timotius anak rohaninya?

Kepada Paulus dipercayakan pelayanan yang mulia karena dia dianggap setia oleh Kristus Yesus, Tuhan kita, bahkan ia limpah kasih karunia. Berarti, tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar dipercayakan kepada Rasul Paulus. Mengapa demikian? Karena Rasul Paulus dianggap setia.
Jadi, kalau kita setia dalam perkara kecil, maka Tuhan akan mempercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar lagi, yaitu limpah kasih karunia. Padahal, kalau kita perhatikan, dahulu Rasul Paulus ini adalah:
-       Seorang penghujat.
-       Seorang penganiaya.
-       Seorang ganas.
Tetapi kepadanya dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar, karena dia dianggap setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil. Rasul Paulus terlebih dahulu setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, sehingga kepadanya dipercayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar, ia limpah kasih karunia, dan hal itu diajarkan kepada Timotius, anak rohaninya.

Pemuda remaja GPTBETANIA Serang dan Cilegon yang sekarang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming, video internet, Youtube, Facebook, kalian semua adalah anak rohani saya, maka hal ini sepatutnya saya sampaikan dengan baik: Setialah memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, supaya pada akhirnya, Tuhan percayakan tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar karena kita dianggap layak oleh-Nya, dianggap setia kepada Dia yang telah memanggil kita kepada persekutuan yaitu Anak-Nya yang tunggal.

1 Timotius 1:16
(1:16) Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.

Dengan demikian, Rasul Paulus menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada Tuhan dan mendapat hidup yang kekal. Dia layak menjadi contoh, menjadi teladan, bagi mereka yang percaya di kemudian hari, supaya pada akhirnya ia memperoleh hidup yang kekal. Dia pantas menjadi contoh, menjadi teladan, menjadi panutan, bukan saja bagi Timotius melainkan juga kepada sidang jemaat yang ada di Asia kecil.

Sekarang, mari kita perhatikan; KELEBIHAN DARI SEORANG HAMBA YANG SETIA.
Yang pertama.
Mazmur 31:24
(31:24) Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya! TUHAN menjaga orang-orang yang setiawan, tetapi orang-orang yang berbuat congkak diganjar-Nya dengan tidak tanggung-tanggung.

Setiawan, itu menunjuk kepada; pribadi yang betul-betul setia, dan Tuhan menjaga orang-orang yang setiawan. Sebagai seorang imam, setialah memikul tanggung jawab yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus Kristus, sebagai Tuan dari hamba-hamba Tuhan, juga seorang pemimpin pujian, seorang pembaca firman Tuhan, singer, kolektan, pemain musik, guru sekolah minggu, multimedia, infokus, dan yang mengelola live streaming, video internet, Youtube, Facebook, baik bagian pengetikan kotbah, pengeditan kotbah, bahkan apa saja yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus Kristus, sebagai tuan dari semua hamba-hamba Tuhan.

Setialah, karena kalau kita setia, rupanya Tuhan menjaga orang-orang yang setiawan; dijaga, dibela, dilindungi oleh Tuhan Yesus. Kalau Tuhan yang menjaga, maka kita tidak perlu ragu terhadap penjagaan Tuhan, tetapi ragulah terhadap pengawal-pengawal kota yang bukan datang dari Tuhan.
Jadi, kesetiaan itu terkait dengan kasih dari sorga, dari Allah, itu sudah pasti, tidak mungkin tidak. Kalau kita betul-betul mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, pasti kita setia kepada Dia.

Yang kedua.
Mazmur 101:6
(101:6) Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku.

Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri. Bukankah Tuhan membawa kita kepada tanah Kanaan rohani sebagai milik pusaka yang Tuhan wariskan kepada kita? Ibadah pelayanan adalah sebuah negeri yang diwariskan oleh Tuhan kepada kita, itulah milik pusaka yang Tuhan wariskan kepada kita.
Setialah di tengah-tengah ibadah pelayanan yang Tuhan percayakan ini, sebab mata Tuhan tertuju kepada kita. “Mata Tuhan tertuju”, berarti; orang yang setia menjadi perhatian Tuhan, diperhatikan oleh Tuhan dalam segala perkara.

Kalau kita sudah memperoleh suatu pengertian yang mengandung pengharapan yang suci dan mulia, lantas, apa yang membuat kita menjadi ragu untuk setia di dalam hal memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil?
Sebagai contoh yang baik; Yusuf tidak ragu lagi, karena dia sudah memperoleh pengertian yang suci dan mulia, sehingga membuat ia memiliki pengharapan yang suci dan mulia. Dan apa pun tawarannya, termasuk ketika isteri Potifar memandang Yusuf dengan berahi, dia tidak peduli, dia benar-benar menolak. Yusuf tetap setia dan mata Tuhan tertuju kepada mereka yang setia. Sebab Tuhan memperhatikan orang-orang yang setia.

Setia di negeri yang diwariskan oleh Tuhan sebagai milik pusaka, jelas itu menunjuk kepada ibadah dan pelayanan. Jangan jual milik pusakamu apa pun yang terjadi. Jangan jual milik pusakamu hanya karena harta, uang, kekayaan, perasaan dengan saudara saudari, sebab mata Tuhan tertuju kepada mereka yang setia di negeri.

Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, tujuannya: supaya mereka (hamba-hamba Tuhan yang setia) diam bersama-sama dengan Tuhan. Berarti, Tuhan diam di antara kita = Allah bertabernakel.

Sejenak kita melihat ALLAH BERTABERNAKEL di dalam Wahyu 21.
Wahyu 21:3
(21:3) Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

Perhatikan: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka.”
Diam bersama-sama dengan mereka, berarti; Allah bertabernakel. Selanjutnya, ketika Allah bertabernakel;
-       Mereka akan menjadi umat-Nya.
-       Dan Ia akan menjadi Allah mereka.

Wahyu 21:4
(21:4) Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."

Inilah tujuan kalau Tuhan diam bersama-sama dengan kita, yaitu “segala sesuatu yang lama itu telah berlalu”, berarti;
-       Ia akan menghapus segala air mata.
-       Maut tidak akan ada lagi.
-       Tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita.

Demikian juga kalau kita perhatikan di dalam Yohanes 1:14, dikatakan dengan jelas: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”, berarti; Allah bertabernakel. Kemudian, kalau Allah bertabernakel, diam di antara kita, maka kita akan melihat kemuliaan Allah yang terdapat di dalam diri Yesus Kristus, karena Yesus, Anak Tunggal Bapa; penuh kasih karunia dan kebenaran.

Selanjutnya kita membaca Mazmur 101:6.
Mazmur 101:6
(101:6) Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku.

“Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku.” Tadi kita sudah melihat ketika Allah diam bersama-sama di antara kita, selanjutnya kita akan memperhatikan “Orang yang hidup dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku.”

Orang yang setia, maka dia tidak bercela di dalam hidupnya, dan orang yang seperti ini layak untuk melayani Tuhan.
-       Persis seperti yang diakui oleh Rasul Paulus, baik kepada jemaat di Korintus maupun kepada Timotius. Rasul Paulus dianggap layak, sehingga kepadanya dipercayakan tugas yang mulia, suatu pelayanan yang indah.
-       Baik juga Yesus, Anak Allah, dipercayakan untuk mengadakan pendamaian dosa karena Dia setia.

Kita kembali membaca Matius 25.
Matius 25:21,23B
(25:21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (25:23) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.

Dan akhirnya, tuan dari hamba-hamba itu berkata: “Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Suatu kali nanti kita akan masuk dalam kota Yerusalem baru, suatu kebahagiaan yang tidak pernah berkesudahan.

Amsal 19:22
(19:22) Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.

“Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya.” Jadi, yang dituntut oleh Tuhan dari seorang hamba Tuhan, seorang pelayan Tuhan adalah kesetiaannya. Ini adalah sifat yang hakiki, sifat yang sejati dari seorang hamba Tuhan yaitu kesetiaan, inilah yang dituntut oleh Tuhan, supaya kita dipandang layak untuk melayani Tuhan.
Sebab itu, supaya hal ini terwujud di dalam kehidupan kita, perhatikan syaratnya: “… Lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.”

Lihat;
-       Yesus agung dan mulia, tetapi ketika Dia turun ke dunia rela menjadi hina di atas kayu salib.
-       Kemudian, Dia kaya namun Dia rela menjadi miskin di atas kayu salib.
Jadi, bagi seorang hamba Tuhan yang setia, dia lebih baik memikul salib dari pada banyak dusta, bohong sana, bohong sini, umbar kata yang tidak baik.
Jadilah hamba yang setia, sebab itu merupakan tabiat yang hakiki yang dituntut oleh Tuhan dari seorang hamba Tuhan, dari seorang pelayan Tuhan. Hal ini perlu dicamkan dengan baik, tidak boleh diabaikan begitu saja, sebab Tuhan betul-betul menuntut kesetiaan dari seorang hamba Tuhan. Kalau tidak setia, jangan melayani Tuhan, biarlah kita memperhatikan hal itu, baik yang di sektor Serang, sektor Perumnas, sektor BCA. Jangan memandang berahi kemuliaan Tuhan.

Setelah kita memperoleh dan mengerti pengenalan tentang kesetiaan yang dituntut oleh Tuhan, saya akan memberikan tambahan sedikit supaya benar-benar menjadi seorang hamba yang bertanggung jawab. Kalau kita sudah memperoleh pengertian yang baik tentang hamba, maka kita akan memperoleh pengharapan yang suci dan mulia, sehingga menjadi sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita yang akan melabuhkan kita sampai ke belakang Tabir, yakni; Ruangan Maha Suci.

Lukas 17:7-8
(17:7) "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! (17:8) Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.

Seorang hamba, seperti apa pun kita bekerja di ladang Tuhan, kita tetap harus mengutamakan Tuhan. Ini adalah dasar untuk setia; tetap mengutamakan Tuhan, mengutamakan pekerjaan Tuhan.

Seorang hamba Tuhan, dia harus tetap mendahulukan tuannya, mendahulukan Tuhan, mendahulukan pekerjaan Tuhan. Apa ciri seorang hamba Tuhan yang mendahulukan pekerjaan Tuhan? Cirinya ialah melayani dengan berikat pinggang.

Lukas 17:9-10
(17:9) Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? (17:10) Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."

Sewajarnya hamba Tuhan berkata: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Jadi, seorang hamba jangan menganggap dirinya penting di tengah ibadah dan pelayanan ini, tetapi seorang hamba hanya melakukan apa yang dia harus lakukan. Jadi, jangan menganggap diri penting, sebab itu kita berkata: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna”, buktinya: “Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."

Biarlah pemuda remaja, pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan, mengatakan:
-       “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna”, berarti; jangan menganggap diri penting di tengah ibadah dan pelayanan.
-    “Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan", berarti; lakukanlah apa yang harus dilakukan di tengah ibadah pelayanan.
Kita boleh datang dari latar belakang yang berbeda-beda, seperti Rasul Paulus yang adalah seorang penganiaya, seorang ganas, seorang penghujat, tetapi akhirnya, dia dipercaya dalam tanggung jawab yang lebih besar lagi. Ini adalah contoh teladan yang baik, yang perlu kita ikuti.
Kita boleh datang dari kampung, tetapi jangan kampungan dalam hal berpikir setelah memperoleh pengertian yang benar. Sebab dari pengertian yang benar ini barulah kita memperoleh pengharapan yang suci dan mulia, dan pengharapan itu bagaikan sauh yang kuat dan nyaman bagi jiwa kita, berkuasa melabuhkan hidup kita sampai Ruangan Maha Suci menjadi mempelai perempuan Tuhan, seperti Yusuf berada pada derajat yang tinggi -- berarti mulia dan indah --. Tetapi di sisi lain nanti akan muncul lawan dan musuh, namun jangan heran karena Tuhan telah memberitahukan hal itu terlebih dahulu.

Ingatlah firman ini: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Berarti, tidak menganggap diri penting walaupun dipercaya. Amin.



TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI

Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang



No comments:

Post a Comment