KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Tuesday, April 21, 2020

IBADAH RAYA MINGGU, 19 APRIL 2020




IBADAH RAYA MINGGU, 19 APRIL 2020
                                                                     
WAHYU PASAL 12
(Seri: 2)

Subtema: JANGAN ADA UKUPAN ASING

Shalom.
Selamat malam. Salam sejahtera, bahagia kiranya memenuhi setiap kehidupan kita, baik di pastori, di Serang, di Cilegon, di tiap-tiap sektor, di mana pun kita berada.
Saya juga tidak lupa menyapa umat Tuhan, anak-anak Tuhan, hamba-hamba Tuhan yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming video internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada. Selanjutnya, marilah kita berdoa memohon belas kasih Tuhan supaya kiranya Tuhan membukakan firman-Nya bagi kita supaya segala yang terselubung tersingkap, dosa dibongkar dengan tuntas, maka Tuhan menghapus air mata, Tuhan jadikan segala sesuatu baru, ibadah dan pelayanan, nikah dan rumah tangga dipulihkan, berkat berkelimpahan menjadi bagian kita masing-masing, di atas segalanya nama Tuhan dipermuliakan. Yang sakit sembuh, yang susah dihibur, yang lemah dikuatkan, Tuhan memulihkan kita masing-masing.
                                                
Segera kita sambut firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari WAHYU PASAL 12. Oleh karena kemurahan hati Tuhan, kita diijinkan untuk memasuki Wahyu 12, setelah meninggalkan pasal 11 dan pasal-pasal sebelumnya. Dan sebagai pendahuluan, telah disampaikan pada minggu yang lalu … Puji Tuhan.
Dengan berada pada Wahyu 12 ini, berarti Tuhan telah membawa kita pada suatu kedudukan yang sangat tinggi atau derajat yang tinggi, dengan lain kata; berada di dalam kemuliaan Allah, sehingga gereja Tuhan di hari-hari ini menjadi mulia dan indah. Kalau memang hal itu sudah menjadi suatu kenyataan, berarti pekerjaan dari korban Kristus (darah salib Kristus) telah memuncak pada kesempurnaan-Nya, yakni 7 (tujuh) kali percikan darah sebagai penyucian yang terakhir untuk menyempurnakan gereja Tuhan, sesuai dengan Imamat 16:14-16.

Kalau kita dibawa sampai kepada kemuliaan Allah, itu adalah sesuatu hal yang tidak bisa dibayangkan oleh pikiran manusia daging, sesuatu hal yang tidak bisa dipikirkan oleh akal manusia daging, karena itu merupakan hal yang mustahil. Kehidupan yang hina karena dosa bagaikan tanah di bumi bisa menyatu dengan kesempurnaan dan kemuliaan Allah, itu adalah sesuatu yang mustahil, tetapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Terpujilah Tuhan kekal sampai selama-lamanya.
                                                           
Singkatnya, Wahyu 12 ini berbicara tentang Shekinah Glory atau terang kemuliaan Allah. Dalam susunan Tabernakel, terang kemuliaan Allah ada di antara dua kerubium yang di atas tutup pendamaian.
                                                                                          
Rupanya, malam ini kita masih memperhatikan bagian PENDAHULUAN, supaya kita bisa mempunyai dasar yang kuat untuk berada di dalam kemuliaan Allah, sehingga ibadah ini tidak kita kerjakan dan tidak kita jalankan dengan sembarangan.

Keluaran 25:21-22
(25:21) Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di atas tabut dan dalam tabut itu engkau harus menaruh loh hukum, yang akan Kuberikan kepadamu. (25:22) Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel."

Tuhan bertemu dan berbicara langsung dengan Musa dari antara dua kerub yang di atas tutup pendamaian itu.

Lebih jauh kita melihat perkara itu di dalam Imamat 16.
Imamat 16:1-2
(16:1) Sesudah kedua anak Harun mati, yang terjadi pada waktu mereka mendekat ke hadapan TUHAN, berfirmanlah TUHAN kepada Musa. (16:2) Firman TUHAN kepadanya: "Katakanlah kepada Harun, kakakmu, supaya ia jangan sembarang waktu masuk ke dalam tempat kudus di belakang tabir, ke depan tutup pendamaian yang di atas tabut supaya jangan ia mati; karena Aku menampakkan diri dalam awan di atas tutup pendamaian.

Untuk berada dalam kemuliaan Allah, yaitu masuk ke dalam tempat kudus -- yang disebut juga Ruangan Maha Suci --, tidak boleh sembarang waktu, tidak boleh sesuka hati, tidak boleh sembarangan ketika berada dalam kemuliaan Allah. Mengapa demikian? Sebab Tuhan menampakkan diri-Nya dalam awan di atas tutup pendamaian itu. Jelas hal ini menunjuk Shekinah Glory atau terang kemuliaan Allah.

Resiko yang akan terjadi apabila anak-anak Tuhan teramat lebih seorang pelayan Tuhan “sembarang”, dengan lain kata tidak memandang atau tidak menghargai (tidak menghormati) kemuliaan Allah ialah akan binasa, sama seperti Nadab dan Abihu, kedua anak Harun itu.

Imamat 10:1
(10:1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka.

Nadab dan Abihu mengambil perbaraan berisi penuh dengan bara api lalu menaruh ukupan di atas api itu, dengan demikian Nadab dan Abihu ini telah mempersembahkan api asing di hadapan Tuhan, sebab pekerjaan itu tidak diperintahkan Tuhan kepada Nadab dan Abihu.

Singkatnya, Nadab dan Abihu, kedua anak Harun itu benar-benar tidak memandang kemuliaan Tuhan atau tidak menghargai dan tidak menghormati kemuliaan Tuhan.

Kiranya sidang jemaat yang berada di tiap-tiap sektor memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Juga kiranya para pemirsa, umat Tuhan, anak-anak Tuhan, hamba-hamba Tuhan yang sedang memperhatikan firman ini, menyimak dengan sungguh-sungguh, jangan memandang enteng (sembarang) terhadap kemuliaan Tuhan.

Imamat 10:2
(10:2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN.

Maka, keluarlah api Tuhan menghanguskan Nadab dan Abihu, sehingga mati di hadapan Tuhan. Jadi, bukan mati di luaran sana, tetapi mati di hadapan Tuhan.
Sementara di tengah ibadah dan pelayanan, mereka mati, karena tidak menghormati kemuliaan Tuhan, mereka mempersembahkan ukupan asing, ukupan lain. Sesungguhnya, itu bukanlah pekerjaan mereka, melainkan pekerjaan imam besar. Singkatnya, mereka memandang enteng (sembarang) kemuliaan Tuhan, akhirnya mereka mati di hadapan Tuhan, bukan mati di luaran sana. Sementara beribadah, mereka binasa.

Semua sidang jemaat belajar dari pengalaman di masa lalu. Jangan memandang rendah (sembarang) kemuliaan Tuhan.
                                                                                                                               
Imamat 10:3,6
(10:3) Berkatalah Musa kepada Harun: "Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku." Dan Harun berdiam diri. (10:6) Kemudian berkatalah Musa kepada Harun dan kepada Eleazar dan Itamar, anak-anak Harun: "Janganlah kamu berkabung dan janganlah kamu berdukacita, supaya jangan kamu mati dan jangan TUHAN memurkai segenap umat ini, tetapi saudara-saudaramu, yaitu seluruh bangsa Israel, merekalah yang harus menangis karena api yang dinyalakan TUHAN itu.

Selanjutnya, Musa memberitahukan firman Tuhan untuk mengingatkan dan menyadarkan Harun.
YANG PERTAMA.
1.     Tuhan menyatakan kekudusan-Nya kepada orang yang karib atau orang-orang yang bergaul erat dengan Tuhan. Jadi, kalau sidang jemaat, umat Tuhan, hamba-hamba Tuhan bergaul erat dengan Tuhan, maka Tuhan akan menyatakan kekudusan-Nya.
2.     Tuhan memperlihatkan kemuliaan-Nya di muka seluruh bangsa Israel, sehingga setiap orang harus memandang dan menghargai kemuliaan Tuhan itu, serta memandang dan menghormati kemuliaan Tuhan itu.
YANG KEDUA.
Musa berkata kepada Harun dan kedua anak-anaknya yang masih hidup, supaya jangan berkabung dan berdukacita. Tujuannya; supaya Harun jangan mati dan bangsa Israel tidak dimurkai Tuhan.

Lebih jauh lagi kita melihat tentang KEMULIAAN ALLAH.
Imamat 16:12-13
(16:12) Dan ia harus mengambil perbaraan berisi penuh bara api dari atas mezbah yang di hadapan TUHAN, serta serangkup penuh ukupan dari wangi-wangian yang digiling sampai halus, lalu membawanya masuk ke belakang tabir. (16:13) Kemudian ia harus meletakkan ukupan itu di atas api yang di hadapan TUHAN, sehingga asap ukupan itu menutupi tutup pendamaian yang di atas hukum Allah, supaya ia jangan mati.

Di sini kita perhatikan, untuk berada dalam kemuliaan Allah atau berada di dalam Ruangan Maha Suci, Harun harus mengambil perbaraan berisi penuh bara api dibawa sampai ke Ruangan Maha Suci, lalu meletakkan ukupan wangi-wangian yang digiling halus di atas api di hadapan Tuhan, sehingga asap ukupan itu nanti menutupi tutup pendamaian, asap ukupan itu akan memenuhi Ruangan Maha Suci, memenuhi kemuliaan Allah.

Singkatnya, berada dalam kemuliaan Allah harus ditandai dengan kerendahan hati sepenuh yang dilanjutkan sampai kepada penyembahan, itu yang benar. Sebab itu, tidak boleh sembarang waktu untuk masuk ke dalam Ruangan Maha Suci, tidak boleh menganggap ringan, tidak boleh memandang rendah kemuliaan dari Allah itu sendiri, supaya Harun, supaya hamba-hamba Tuhan tidak mati (binasa) di hadapan Tuhan. Tujuannya; supaya Harun jangan mati, seperti kematian dari Nadab dan Abihu yang tidak menghormati kemuliaan Allah, membuat api asing di hadapan Tuhan yang tidak diperintahkan Tuhan -- berarti tidak menghormati kemuliaan Tuhan --.

Saat dalam kemuliaan, seharusnya kita berada di dalam kerendahan hati sepenuh, lanjutkan sampai penyembahan sepenuh di ujung kaki salib Tuhan, tidak boleh kita meninggi-ninggikan diri, apalagi menghina kemuliaan Tuhan, seperti Nadab dan Abihu. Tetapi masih banyak di antara kita yang bermain-main manakala ada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan, itu yang sangat tidak habis pikir.

Saya ini sangat takut dan gentar memasuki Wahyu 12 ini, oleh sebab itu, mari kita dengan rendah hati manakala kita ada di tengah-tengah kemuliaan Tuhan, di tengah ibadah dan pelayanan yang Tuhan percayakan ini. Jangan sembarang waktu.

Supaya nanti sinkron dengan apa yang terjadi menimpa Nadab dan Abihu, selanjutnya kita melihat PERATURAN MENGENAI MEZBAH PEMBAKARAN UKUPAN.
Keluaran 30:6-8
(30:6) Haruslah kautaruh tempat pembakaran itu di depan tabir penutup tabut hukum, di depan tutup pendamaian yang di atas loh hukum, di mana Aku akan bertemu dengan engkau. (30:7) Di atasnya haruslah Harun membakar ukupan dari wangi-wangian; tiap-tiap pagi, apabila ia membersihkan lampu-lampu, haruslah ia membakarnya. (30:8) Juga apabila Harun memasang lampu-lampu itu pada waktu senja, haruslah ia membakarnya sebagai ukupan yang tetap di hadapan TUHAN di antara kamu turun-temurun.

Intinya: Pembakaran ukupan dari wangi-wangian itu harus diletakkan di depan tabut perjanjian.

Kalau kita berada di dalam kemuliaan Allah, betul-betul kedudukan kita rendah di kaki salib, sampai sujud menyembah di hadapan Tuhan. Marilah kita membawa diri di tempat yang sudah Tuhan letakkan itu, supaya nama Tuhan dipermuliakan, terkhusus imam-imam yang melayani pekerjaan Tuhan.

Keluaran 30:9
(30:9) Di atas mezbah itu janganlah kamu persembahkan ukupan yang lain ataupun korban bakaran ataupun korban sajian, juga korban curahan janganlah kamu curahkan di atasnya.

Lihat, peraturan mengenai Mezbah Pembakaran Ukupan: Tuhan jelas-jelas berkata kepada Musa dan Harun supaya jangan ada ukupan lain atau ukupan asing di hadapan Tuhan.
Kalau ada dalam kemuliaan Allah yang penuh, syaratnya; jangan ada ukupan asing, jangan ada suara daging, keinginan daging, kepentingan-kepentingan di dalamnya. Hormati kemuliaan Allah, terkhusus imam-imam, pelayan-pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan, datanglah dalam tahbisan yang benar, tahbisan yang suci dan mulia, supaya tanda-tanda kedagingan atau ukupan asing itu tidak terlihat di tengah-tengah ibadah dan pelayanan ini.

Berarti, sebelum Harun dan keempat anaknya melayani Tuhan, sudah terlebih dahulu mereka dibekali dengan pengetahuan dan dengan peraturan-peraturan di dalam hal melayani Tuhan dan pekerjaan Tuhan. Sebab itu, Harun tidak boleh meratapi apalagi berdukacita dengan kematian Nadab dan Abihu, karena Tuhan sudah terlebih dahulu memberitahukan peraturan-peraturan-Nya.
Jadi, jangan salahkan keputusan Tuhan, oleh sebab itu, Harun tidak boleh meratapi, tidak boleh berdukacita dengan kematian Nadab dan Abihu. Singkatnya, Harun tidak boleh mempersalahkan keputusan-keputusan Tuhan.

Mari kita lihat yang disebut dengan ukupan asing atau ukupan lain.
Contoh ukupan asing, bagian A.
Yohanes 4:21-22
(4:21) Kata Yesus kepadanya: "Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. (4:22) Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.

Menyembah Allah di gunung dan di Yerusalem, artinya; penyembahan itu bermotif atau berpangkal pada:
1.     Perkara-perkara lahiriah. Jadi, ditentukan oleh tempat dan ditentukan oleh perkara-perkara lahiriah, itu tidak benar. Dan memang itu terlihat, ketika Yesus menyatakan diri sebagai air kehidupan, perempuan Samaria itu berkata: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?” Jadi, perempuan Samaria itu sibuk dengan soal timba, sibuk dengan seorang hamba Tuhan, sibuk dengan gedung mewah, sibuk dengan tempat dengan segala aturan-aturan yang ada di situ.
2.     Aturan-aturan manusia. Sesungguhnya, penyembahan yang benar adalah tidak boleh dengan aturan-aturan manusia.

Inilah contoh ukupan asing.

Contoh ukupan asing, bagian B.
Yesaya 1:11-15
(1:11) "Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?" firman TUHAN; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. (1:12) Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? (1:13) Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. (1:14) Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.  (1:15) Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah.

Beribadah di dalam rumah Tuhan serta:
-       Mempersembahkan korban-korban kepada Tuhan, tetapi hidup penuh kejahatan.
-       Menadahkan tangan untuk berdoa, tetapi tangan penuh dengan darah.
Inilah contoh ibadah tetapi tidak sampai pada puncak ibadah itu sendiri, yakni penyembahan.

“Tangan penuh dengan darah”, artinya; perbuatan yang sifatnya penuh dengan kebencian yang menyakiti orang lain. Seringkali kita ini menyakiti orang lain, mungkin secara fisik tangan ini tidak membunuh (berdarah-darah), tetapi hati orang lain hancur, itu sama dengan tangan penuh dengan darah.

Contoh ukupan asing, bagian C.
Wahyu 18:12-13
(18:12) yaitu barang-barang dagangan dari emas dan perak, permata dan mutiara, dari lenan halus dan kain ungu, dari sutera dan kain kirmizi, pelbagai jenis barang dari kayu yang harum baunya, pelbagai jenis barang dari gading, pelbagai jenis barang dari kayu yang mahal, dari tembaga, besi dan pualam, (18:13) kulit manis dan rempah-rempah, wangi-wangian, mur dan kemenyan, anggur, minyak, tepung halus dan gandum, lembu sapi, domba, kuda dan kereta, budak dan bahkan nyawa manusia.

Yang dipersembahkan oleh Babel -- oleh karena kenajisan percabulannya --, antara lain;
-       Emas, perak, permata, mutiara.
-       Lenan halus, kain ungu, sutera, kain kirmizi.
-       Pelbagai jenis barang dari kayu yang harum baunya.
-       Pelbagai jenis barang dari gading.
-       Pelbagai jenis barang dari kayu yang mahal.
-       Dari tembaga, besi dan pualam.
-       Kulit manis, rempah-rempah, wangi-wangian, mur dan kemenyan.
-       Anggur, minyak.
-       Tepung halus, gandum.
-       Lembu sapi, domba.
-       Kuda dan kereta.
-       Budak dan bahkan nyawa manusia.
Semuanya ini merupakan ukupan dan kemenyan dari Babel. Inilah ukupan lain dan ukupan asing, tidak menyenangkan hati Tuhan, justru itu merupakan kejijikan.

Di dalam Yesaya 1 dikatakan: “Aku telah payah menanggungnya” di atas kayu salib.
-       Kaki yang melangkah mencari jiwa kita, tetapi justru kaki itu yang terlobang paku.
-       Tuhan memberi jalan keluar dengan pertolongan dari dua tangan-Nya, tetapi justru itu yang kita pakukan di atas kayu salib.
-       Hati-Nya menjangkau hati kita, tetapi justru ujung tombak menikam lambung Yesus.
-       Pikiran dan perhatian-Nya tertuju pada kita, tetapi justru kita taruh mahkota duri di atas kepala-Nya.
Tuhan berkata terhadap ukupan asing itu: “Aku telah payah menanggungnya.
Saudara harus mengerti hal ini;
-       kalau seorang imam masih bermain-main dalam kejahatan,
-       seorang imam masih sibuk dengan kenajisan,
-       seorang imam lalai dengan tugas yang dipercayakan oleh Tuhan,
Tuhan berkata: “Aku telah payah menanggungnya”. Sadarkah saudara dengan perkataan ini? Jangan kita seperti Nadab dan Abihu yang mempersembahkan ukupan asing di hadapan Tuhan, sementara mereka sudah tahu peraturan-peraturan tentang mempersembahkan ukupan di hadapan Tuhan, bukan mereka tidak tahu, tetapi dengan sengaja menyakiti hati Tuhan, dengan sengaja memilukan hati Tuhan, karena sembarang waktu mempersembahkan ukupan asing di hadapan Tuhan. Seharusnya asap dupa itu memenuhi Ruangan Maha Suci, kemuliaan dari Allah. Kalau kita berada di tengah kemuliaan Allah, kita harus datang dengan segala kerendahan hati sampai tersungkur di kaki salib Tuhan. Jangan sembarang waktu masuk ke dalamnya.
Mata batin saya masih melihat ada beberapa orang bermain-main dalam kenajisan. Jangan engkau tidak merasa tertuduh di dalam hal ini.

Setelah kita melihat contoh ukupan asing bagian A, B dan C, sekarang kita akan melihat CONTOH LAIN yang paling nyata di  dalam melayani Tuhan tentang mempersembahkan ukupan asing ini.

Kejadian 39:6B
(39:6) Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apa pun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.

Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya”, menunjukkan bahwa Yusuf adalah gambaran dan bayangan dari mempelai Tuhan yang tak bercacat dan tak bercela.
Singkatnya, Yusuf berada dalam kemuliaan Allah, Shekinah Glory atau terang kemuliaan Allah.

Tetapi lihat, di sisi yang lain ketika gereja Tuhan sudah tampak indah dan mulia atau berada dalam kemuliaan Allah.
Kejadian 39:7
(39:7) Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku."

Tetapi di sisi lain, “Isteri Potifar memandang Yusuf dengan berahi.” Dalam hal ini, isteri Potifar memandang Yusuf dengan nafsu yang tak suci, memandang Yusuf dengan keinginan daging yang tak suci = tidak menghormati kemuliaan Allah yang ada di dalam diri Yusuf.

Akibat bila memandang Yusuf dengan berahi, isteri Potifar berkata: "Marilah tidur dengan aku." Ini adalah contoh maupun gambaran dan bayangan dari ukupan asing atau penyembahan asing, inilah yang disebut penyembahan dari Babel.
Hendaklah tiap-tiap orang:
-       Memandang kemuliaan dari Firman Pengajaran Mempelai dalam terangnya Tabernakel sebagai barang yang suci.
-       Memandang kemuliaan dari ibadah.
-       Memandang kemuliaan dari pelayanan itu sendiri.
-       Memandang kemuliaan dari harta rohani (karunia Roh Kudus).
Untuk semua perkara itu, jangan kita memandang dengan berahi, bukan dengan kepentingan diri, tetapi dengan segala kerendahan hati, hingga sampai kepada penyembahan yang benar, bagaikan asap dari ukupan itu yang memenuhi tabut perjanjian yang di dalam Ruangan Maha Suci, supaya tidak mati rohani dan tidak binasa pada akhirnya.

Perhatikan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Jangan sembarang waktu berada di dalam Ruangan Maha Suci. Jangan sampai kita tidak menghormati kemuliaan Allah ketika kita berada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan.

Filipi 2:4
(2:4) dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Jadi, janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri. Artinya, janganlah kita memandang kemuliaan Allah dengan berahi, yang terdapat pada:
-       Barang-barang yang kudus, yaitu firman Allah dan Roh Kudus.
-       Ibadah dan pelayanan.
Jangan kita memandang itu semua dengan berahi, yaitu dengan kepentingan sendiri atau dengan hal-hal yang tak suci, karena hal itu sama dengan tidak menghormati kemuliaan Allah.

Filipi 2:5-8
(2:5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (2:6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (2:7) melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (2:8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Hai, imam-imam, perhatikanlah hal ini. Jangan biasakan diri ngantuk saat mendengar firman Tuhan. Kita ini sedang berada di tengah-tengah ibadah pelayanan dalam kemuliaan Allah. Perhatikanlah firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Jangan beribadah dan mendengar firman hanya karena aturan, pikiran jangan ngelantur ke mana-mana. Perhatikan baik-baik.

Biarlah kita menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus di dalam hal memandang kemuliaan Allah. Berarti, merendahkan diri sampai berada di titik nol. Biarlah Tuhan menaruh kita di tempat yang tepat. Inilah ibadah yang sudah berada pada puncaknya, yaitu hidup dalam penyembahan, dengan kata lain; penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah.

Filipi 2:9-11
(2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, (2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (2:11) dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Berada pada puncak ibadah, yakni penyembahan = berada pada puncak rohani, yakni penyerahan diri sepenuh untuk taat pada kehendak Allah bagi kemuliaan Allah Bapa. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya “dalam nama Yesus” bertekuk lutut segala yang ada di langit, yang ada di atas bumi, dan yang ada di bawah bumi.
Bertekuk lutut, berarti; dalam kemuliaan, kita betul-betul berada di titik nol, merendahkan diri serendah-rendahnya sampai berada dalam penyembahan sebagai posisi yang benar, supaya dengan demikian segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Biarlah kita berada di titik nol, segala lutut bertelut, segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, supaya nama Tuhan dipermuliakan (demi kemuliaan Allah Bapa).
Jangan memandang kemuliaan dari ibadah pelayanan, kemuliaan dari Pengajaran Mempelai (barang kudus), kemuliaan dari harta rohani (karunia-karunia Roh Kudus) dengan berahi, dengan kepentingan pribadi. Tetapi biarlah kita ada di tengah kemuliaan dengan segala kerendahan hati sampai puncak ibadah (puncak rohani), itulah penyembahan, dengan penyerahan diri sepenuhnya untuk taat pada kehendak Allah bagi kemuliaan Allah Bapa.
                               
Kita kembali untuk memperhatikan Wahyu 12.
Pada Wahyu 12 terdapat 4 (empat) perikop atau judul, yaitu mengenai:
1.     Perempuan dan naga … Wahyu 12:1-6.
2.     Naga dikalahkan … Wahyu 12:7-9.
3.     Nyanyian kemenangan … Wahyu 12:10-12.
4.     Naga memburu perempuan … Wahyu 12:13-18.

Sekarang, mari kita melihat tentang PEREMPUAN DAN NAGA.
Perlahan-lahan kita akan memasuki Wahyu 12, dan sampai akhirnya nanti kita betul-betul berada dalam kemuliaan Allah. Tetapi biarlah kita memandang kemuliaan Allah pada ibadah, pelayanan, barang kudus, harta yang indah dengan rendah hati. Jangan memandang dengan berahi (kepentingan diri) supaya di atas segalanya nama Tuhan dipermuliakan, bagi kemuliaan Allah Bapa.

Wahyu 12:1-6
(12:1) Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. (12:2) Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. (12:3) Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. (12:4) Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. (12:5) Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. (12:6) Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.

Di dalam Wahyu 12:1-6, ada beberapa perkara yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh:
1.     Perempuan dengan tanda yang besar di langit.
2.     Tanda matahari, bulan dan bintang.
3.     Seekor naga merah padam yang besar, sebagai tanda yang lain (tidak besar).
4.     Anak laki-laki yang dilahirkan.
5.     Perempuan itu diasingkan dan dipelihara selama 1.260 (seribu dua ratus enam puluh) hari = 3.5 (tiga setengah) tahun = 42 (empat puluh dua) bulan = 2 (dua) masa + 1 (satu) masa + ½ (setengah) masa.
Itulah lima perkara yang ada di dalam Wahyu 12:1-6.

Namun lima perkara ini adalah kebenaran-kebenaran yang besar, bukan kebenaran-kebenaran yang kecil. Tetapi untuk memahami kebenaran-kebenaran yang besar itu dibutuhkan:
1.   Pikiran yang positif dan fokus, dengan lain kata; konsentrasi dengan sungguh-sungguh. Untuk berada dalam kemuliaan Allah harus fokus, konsentrasi dengan sungguh-sungguh, tidak teledor. Perhatian kita tertuju hanya kepada Tuhan, dengan fokus, terarah, tidak bermain-main dan tidak terbagi-bagi.
2.     Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah.

Jadi, untuk memahami perkara-perkara yang besar itu dibutuhkan pemikiran yang positif dan fokus -- berarti konsentrasi yang sungguh-sungguh --, juga dibutuhkan penyerahan diri sepenuh kepada Allah.

Tujuannya: Supaya akhirnya kita semua kelak berada dalam kemuliaan yang sama pada Wahyu 12 itu. Kalau kita berada dalam kemuliaan pada Wahyu 12, maka pengikutan, penyembahan dan pengorbanan kita tentu tidak menjadi sia-sia. Waktu, tenaga, pikiran, uang, materi yang sudah kita persembahkan kepada Tuhan, tentu tidak menjadi sia-sia.

Jadi, ingat sekali lagi, saya sampaikan dengan tandas: Kalau melayani Tuhan, sungguh-sungguh melayani Tuhan. Kalau berada di tengah-tengah ibadah, sungguh-sungguh beribadah. Pikiran jangan ngelantur dengan berahi.
Ibadah pelayanan kita harus fokus, tidak boleh dicampur aduk dengan berahi, dengan hal-hal yang tak suci, supaya kita memperoleh upah sesuai dengan jerih payah di tengah ibadah pelayanan, di tengah kemuliaan Allah.

Contoh.
Lukas 17:28-29
(17:28) Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. (17:29) Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua.

Perikop ayat ini adalah “Kedatangan Kerajaan Allah” atau sama dengan kedatangan kerajaan kekal. Berarti, kerajaan Allah itu nanti akan turun di bumi. Kerajaan seribu tahun damai, kemudian dilanjutkan nanti kerajaan kekal, itulah Yerusalem baru, mempelai Tuhan yang sudah berdandan untuk suaminya.
Bukankah kita ini sekarang sedang didandani oleh Tuhan, supaya kita layak berada dalam kemuliaan yang kekal, sepeti Wahyu 12 tadi? Sebab itu, konsentrasi kita harus dengan sungguh-sungguh tertuju kepada Tuhan lewat ibadah pelayanan selama kita ada di bumi ini.

Lihat, orang-orang pada zaman Lot, mereka itu sibuk:
-       Makan dan minum, menunjuk; dosa merokok, narkoba dan minum-minuman keras (mabuk).
-       Membeli dan menjual, menunjuk; dosa karena dikuasai roh antikris, sesuai dengan Wahyu 13.
-       Menanam dan membangun, menunjuk; dosa mengandalkan manusia dan kekuatannya.
Dan akhirnya, turunlah hujan api dan belerang menunggangbalikkan orang itu, membinasakan orang itu.
Mereka tidak fokus untuk mencari Tuhan, mereka tidak fokus berada di tengah ibadah dan pelayanan, melainkan mereka sibuk “Makan dan minum, sibuk membeli dan menjual, sibuk menanam dan membangun”, akhirnya Tuhan menunggangbalikkan Sodom dan Gomora dan membakar habis kota itu dengan api dan belerang, mereka semua binasa.

Perhatian kita fokus tertuju kepada Tuhan. Dalam setiap (ketika kita berada dalam) ibadah dan pelayanan; pikiran jangan ngelantur, pikiran jangan berahi, supaya kita juga jangan binasa seperti orang-orang pada zaman Lot.
Tentu kita mau supaya kita selamat dan seisi rumah kita juga selamat. Orang tua, anak, adik, kakak, bahkan kerabat dan seisi rumah diselamatkan. Mulai dari kita sekarang, mulai detik ini, fokus mengerjakan pekerjaan yang ada di dalam kemuliaan Allah. Fokus, jangan ngelantur lagi. Biarlah kita menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.

Pikiran jangan terbagi-bagi mengingat kedatangan Tuhan sudah tidak lama lagi, kedatangan Kerajaan Allah sudah dekat. Kesudahan dari segala sesuatunya sudah dekat, tanda-tanda zaman sudah terlihat.
Wabah Corona (Covid-19) ini melanda seantero dunia sebagai penghukuman, bukan saja penghukuman sebagian negara, tetapi seantero dunia, supaya hidup ini jangan sesuka hati, tetapi harus memandang kemuliaan Allah dengan rendah hati sampai berada pada tempat yang Tuhan sudah tentukan, yaitu; sujud menyembah di ujung kaki salib Tuhan, seperti asap ukupan memenuhi Ruangan Maha Suci, memenuhi kemuliaan Allah.

Lukas 17:30-31
(17:30) Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. (17:31) Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali.

Demikian halnya kelak pada hari Tuhan menyatakan diri-Nya. Oleh sebab itu, perlu untuk diketahui:
YANG PERTAMA.
Barangsiapa sudah di peranginan, jangan turun mengambil barang-barang di rumahnya. Artinya, kalau sudah berada dalam kegiatan Roh, kerohanian jangan dibiarkan menurun hanya karena perkara-perkara lahiriah, seperti seorang pemuda yang turun dari Yerusalem ke Yerikho hanya karena perkara-perkara lahiriah, supaya kita jangan babak belur nanti oleh para penyamun-penyamun (Iblis atau Setan). Akhirnya, barang-barang yang mahal itu dirampas habis, kemudian dipukuli sampai setengah mati.
Lihat, sesungguhnya orang yang kehilangan harta rohani (karunia-karunia Roh Kudus), sebetulnya mereka itu sedang babak belur. Sebab itu, jangan tinggalkan Yerusalem. Jangan turun ke Yerikho hanya karena perkara lahiriah supaya jangan babak belur di tangan para penyamun (Iblis atau Setan). Kalau hanya babak belur, mungkin tidak mengapa, tetapi ini juga hartanya dirampas habis, dan dibiarkan setengah mati; tidak mati, tidak hidup = tidak berdaya. Tidak mati, tetapi tidak hidup atau sebaliknya tidak hidup, tetapi juga tidak mati = tidak berdaya, tidak bisa apa-apa.

Kesempatan hanya datang satu kali. Jangan seperti Esau yang sibuk berburu daging. Ketika dia mencari berkat yang satu itu, dia ditolak, karena kesempatan sudah habis untuknya. Walaupun dicarinya dengan cucuran air mata, meraung-raung jungkir balik, bahkan air mata dengan tetesan darah sekalipun, namun ia tetap ditolak, sebab tidak ada lagi kesempatan.

Sekali lagi saya sampaikan: Barangsiapa sudah di peranginan, jangan turun mengambil barang-barang di rumahnya. Artinya, kalau sudah berada dalam kegiatan Roh, kerohanian jangan dibiarkan menurun hanya karena perkara-perkara lahiriah.

YANG KEDUA.
“Yang sedang di ladang, jangan ia kembali.” Maksudnya, jangan kembali di dalam hal mengulangi kesalahan-kesalahan, dosa-dosa pada masa lalu.

Dengan demikian, kita harus:
-       Konsentrasi sungguh-sungguh. Fokus dalam beribadah, fokus di dalam melayani pekerjaan Tuhan.
-       Penyerahan diri sepenuhnya untuk taat pada kehendak Allah.
Jangan diganggu dengan hal-hal yang tidak suci dan yang tidak berkenan karena pikiran berahi.

Jangan seperti isteri Lot; tidak konsentrasi, atau tidak sungguh-sungguh di dalam mengerjakan keselamatan yang dari Tuhan, sementara kedua malaikat itu telah datang dan menarik tangan isteri Lot, menarik tangan Lot, menarik tangan kedua anak Lot, tetapi perhatian dari pada isteri Lot masih terbagi dengan apa yang ada di belakang.

Lukas 17:32
(17:32) Ingatlah akan isteri Lot!

“Ingatlah akan isteri Lot!” Belajarlah dari pengalaman isteri Lot, juga belajar dari pengalaman hidup, sebab pengalaman hidup merupakan guru yang terbaik. Kalau kita pernah susah hati, kalau kita pernah menderita sengsara karena kesalahan dosa kenajisan, jangan diulangi.
Jangan memandang kemuliaan Tuhan dengan berahi.
-       Jangan memandang kemuliaan pada ibadah dengan berahi.
-       Jangan memandang kemuliaan dari pelayanan dengan berahi.
-       Jangan memandang kemuliaan dari barang yang kudus, itulah Firman Allah, dengan berahi.
-       Jangan memandang kemuliaan dari harta rohani, itulah karunia-karunia Roh Kudus, dengan berahi.
Tetapi fokuslah untuk melayani Tuhan, perhatian jangan terbagi-bagi. Jangan kembali lagi ke belakang. Jangan seperti isteri Lot. Tetapi belajarlah dari pengalaman isteri Lot.
Kalau kita merasa tertuduh dari firman ini, jangan keraskan hati. Belajar dengar-dengaran, supaya kelak jangan binasa.

Lukas 17:33
(17:33) Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.

“Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya” Artinya, menyingkir dari salib, menolak salib Kristus, maka konsekuensinya adalah “ia akan kehilangan nyawanya”, dengan kata lain; binasa. Oleh sebab itu, “barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.” Barangsiapa menyangkal diri dan memikul salibnya di tengah-tengah ibadah dan pelayanan dan fokus di situ, dia hidup. Pikiran tidak ngelantur, tidak berahi, tidak terbagi-bagi kepada apa yang di belakang.

Ingat, sekarang ini firman malaikat, itulah firman penggembalaan sedang memegang dua tangan kita, menarik kita dengan kuat-kuat, tetapi syaratnya; jangan menoleh ke belakang. Pikiran jangan ngelantur, jangan terbagi-bagi dengan berahi, tetapi fokus kepada apa yang ada di depan.
Sama seperti mimpi dari si Maria; Tuhan sudah memegang tangannya, tetapi kalau dia mengulangi kembali kesalahan kenajisannya, hati-hati. Saya tidak tahu mengapa saya harus mengulangi kata-kata ini kepada dia. Dan kita semua harus berdoa untuk dia, supaya dia jangan menoleh ke belakang kembali.

Pendeknya: Sungguh-sungguhlah di dalam menyangkal diri dan memikul salib. Pikiran dan perasaan jangan terbagi-bagi dengan yang tidak suci, termasuk perkara yang lahiriah. Kalau engkau mengerti firman ini, renungkan, ijinkan hatimu menyesal dan hancur.

Lukas 17:34-36
(17:34) Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. (17:35) Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." (17:36) [Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.]

Perhatikan: Praktek fokus untuk memperhatikan kemuliaan Tuhan dengan sungguh-sungguh, ada tiga.
1.    “Dua orang perempuan di atas tempat tidur”; satu diangkat, satu ditinggalkan.
         Diangkat, menunjuk; penyembahan yang benar.
         Ditinggalkan, menunjuk; penyembahan yang tidak masuk ukuran Tuhan.
2.   “Dua orang perempuan bersama-sama mengilang”, tetapi lihat; satu dibawa, satu ditinggalkan.
Jadi, tidak semua nanti yang ada di tengah-tengah ibadah pelayanan ini, tidak semua orang yang mendengar firman terangkat (dibawa) bagaikan dua orang perempuan mengilang; satu dibawa, satu ditinggalkan. Sebab itu, mari kita memandang kemuliaan yang ada pada barang kudus, itulah firman Allah, dengan rendah hati. Karena ternyata, dua perempuan mengilang, namun satu dibawa, satu ditinggalkan.
Dibawa, menunjuk; gereja yang telah disucikan oleh firman dibawa sampai tanpa cacat dan cela.
Ditinggal, menunjuk; gereja yang tidak dibawa sampai sempurna = tidak sempurna.
Jadi, kesucian oleh karena penyucian firman Allah, itu bukanlah akhir, tetapi awal dari kesempurnaan.
3.   “Dua orang di ladang; yang seorang dibawa”, yang seorang ditinggal.
      Yang dibawa, menunjuk; gereja yang diangkat.
      Yang ditinggalkan, menunjuk; gereja yang tertinggal.

Namun, dari tiga perkara ini, yang pertama-tama ditunjukkan oleh Tuhan kepada kita malam ini adalah “dua orang di atas satu tempat tidur.” Inilah puncak dari ibadah, inilah puncak kerohanian kita, yaitu doa penyembahan.
Jadi, singkatnya nanti, di dalam kegiatan rohani ini, di peranginan atau di ladang ini, nanti ada yang diangkat (dibawa) dan ada yang ketinggalan. Tetapi dengan hati yang tulus, berdoa dan berharap kepada Tuhan, supaya manakala kita ada dalam kemuliaan Allah, biarlah kita betul-betul fokus supaya kita juga pada akhirnya diangkat oleh Tuhan. Jangan ketinggalan, supaya jangan menjadi sia-sia apa yang telah kita korbankan, baik tenaga, pikiran, waktu, uang, materi, semua jerih payah kita. Pikiran jangan ngelantur.

Sekarang, ADA PERTANYAAN bagi kita.
Lukas 17:37
(17:37) Kata mereka kepada Yesus: "Di mana, Tuhan?" Kata-Nya kepada mereka: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar."

Tuhan sudah menyatakan kemuliaan-Nya, dan dalam kemuliaan itu ada yang diangkat, ada yang ketinggalan (tidak sampai kemuliaan). Mendengar hal itu, timbul pertanyaan: Yang diangkat itu ke mana, yang dibawa itu ke mana?
Inilah jawaban yang pasti dari Tuhan kepada kita untuk kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, yaitu: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar." Di mana ada bangkai, di situ berkerumun burung nasar.

Mayat atau bangkai, jelas menunjuk; pengalaman Yesus dalam tanda kematian-Nya.
Jadi, kehidupan kita ini di dalam mengikuti Tuhan harus dengan sungguh-sungguh, konsentrasi sungguh-sungguh, fokus, sampai akhirnya kita diangkat dalam kemuliaan, dibawa dalam kemuliaan, dipelihara di padang belantara, karena kepada kita diberikan sayap burung nasar yang besar.
Kalau tadi; seorang pemuda yang turun dari Yerusalem ke Yerikho hanya karena perkara-perkara lahiriah, akhirnya dia jatuh ke tangan penyamun, lalu dipukuli sampai setengah mati -- tidak mati, tetapi tidak hidup --, kemudian harta rohaninya dirampas habis. Tidak mati, tidak hidup = tidak berdaya, tetapi yang Tuhan mau adalah kita fokus sampai kita betul-betul menikmati pengalaman kematian, menikmati bangkai (mayat) supaya kita memperoleh sayap burung nasar yang besar, inilah yang disebut puncak rohani, inilah yang disebut puncak ibadah, yakni penyembahan, dengan lain kata; penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah; kepada merekalah diberikan sayap burung nasar yang besar. Jangan bermain-main lagi.

Wahyu 11:1
(11:1) Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.

Yang masuk dalam ukuran Tuhan, antara lain:
1.     Bait Suci Allah. Berarti, hidup dalam penyucian air dan firman.
2.     Mezbah. Itulah pelayanan yang ditandai dengan darah. Tubuh berdarah-darah, itulah meterai milik kepunyaan Alalh.
3.     Beribadah di dalamnya. Puncak ibadah ialah doa penyembahan.

Tetapi lihat ayat 2, mereka yang tidak sampai kepada puncak ibadah, tidak menikmati bangkai (mayat).
Wahyu 11:2
(11:2) Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar, janganlah engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya."

Tetapi pelataran Bait Suci yang di sebelah luar, itulah halaman, telah diserahkan kepada antikris untuk selanjutnya diinjak-injak dan dianiaya, sampai puncaknya; pemenggalan terhadap leher (leher dipenggal) oleh pedang antikris.

Tetapi sebaliknya, lihat IBADAH YANG SUDAH SAMPAI PADA PUNCAKNYA, itulah doa penyembahan, mereka diangkat.
Wahyu 12:6
(12:6) Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.

Diangkat, berarti; dipelihara di padang gurun selama 1260 (seribu dua ratus enam puluh) hari = 3.5 (tiga setengah) tahun, karena kepadanya diberikan sayap burung nasar yang besar. Mengapa? Karena ibadahnya sudah memuncak kepada bangkai, doa penyembahan.

Tetapi lihat, kasihan kepada GEREJA YANG TERTINGGAL tadi pada ayat 17, namun terlebih dahulu kita perhatikan ayat 14.
Wahyu 12:14
(12:14) Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari burung nasar yang besar, supaya ia terbang ke tempatnya di padang gurun, di mana ia dipelihara jauh dari tempat ular itu selama satu masa dan dua masa dan setengah masa.

Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari burung nasar yang besar …” karena ibadahnya sudah memuncak kepada penyembahan; di mana ada bangkai, di situ burung nasar berkerumun.
“ … Supaya ia terbang ke tempatnya di padang gurun …” itu yang terangkat, yang dibawa oleh Tuhan ke padang gurun untuk dipelihara. Oleh sebab itu, sungguh-sungguh perhatikan firman Tuhan. Pikiran ini jangan terbagi dengan berahi.

Wahyu 12:17
(12:17) Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.

Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain”, itulah gereja yang tertinggal.
-       Menuruti hukum-hukum Allah”, berarti; penuh dengan firman.
-       Memiliki kesaksian Yesus”, berarti; penuh dengan Roh Kudus.
Tetapi ibadahnya tidak memuncak sampai kepada doa penyembahan. Rohaninya tidak memuncak kepada penyembahan, yakni; penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah, inilah yang menjadi sasaran dari pada si ular naga merah padam.

Saya menyampaikan firman Tuhan, belajar dari kesungguhan, belajar dari ketulusan tanpa kepentingan, tanpa berahi dalam memandang kemuliaan Allah, supaya jangan ada ukupan asing, jangan ada penyembahan asing (penyembahan lain) yang tidak disukai oleh Tuhan.
Tadi kita sudah melihat: “Aku telah payah menanggungnya”, Aku terlalu payah menanggung ukupan asingmu itu. Lihat;
-       Dua kaki untuk mencari jiwa kita masing-masing, justru itu yang kita pakukan.
-       Dua tangan diulur untuk memberi jalan keluar dalam setiap persoalan kita, justru dua tangan itu kita pakukan di atas kayu salib.
-       Pikiran Tuhan tertuju kepada kita, tetapi justru kepala-Nya kita mahkotai dengan mahkota duri.
-       Hati-Nya ingin mencari hati kita supaya hati-Nya menyatu dengan hati kita, tetapi justru ditusuk dengan ujung tombak.
Terlalu kejam sekali ukupan asing ini. Terlalu kejam sekali ukupan yang tidak diperintahkan Tuhan. Tetapi malam ini, mari kita memandang kemuliaan Allah yang terdapat pada:
-       Ibadah pelayanan.
-       Barang kudus (firman Allah).
-       Harta rohani (karunia-karunia Roh Kudus).
Pandang semua kemuliaan Allah itu dengan rendah hati sampai betul-betul memuncak sampai bangkai (penyembahan), nanti kita mendapat dua sayap burung nasar yang besar, dan kita dipelihara oleh Tuhan. Pikiran jangan lagi terbagi-bagi dengan berahi, tetapi pandang kemuliaan Tuhan dengan rendah hati (Fokus). Amin


TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI

Pemberita Firman:

No comments:

Post a Comment