KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Wednesday, November 25, 2020

IBADAH RAYA MINGGU, 22 NOVEMBER 2020



IBADAH RAYA MINGGU, 22 NOVEMBER 2020
 
WAHYU PASAL 12
(Seri: 32)
 
Subtema: BENIH YANG TERTINGGAL, IBADAH TIDAK MEMUNCAK (DOA PENYEMBAHAN)
 
Shalom.
Selamat sore, salam sejahtera bagi kita sekaliannya. Segala puji, segala hormat hanya bagi Dia yang sudah menghimpunkan kita di tengah Ibadah Raya Minggu disertai dengan kesaksian, tentu saja karena kemurahan hati TUHAN. Kemurahan hati TUHAN atau panjang sabarnya TUHAN merupakan kesempatan bagi kita untuk memperoleh keselamatan.
Demikian juga tidak lupa saya menyapa anak-anak TUHAN atau sidang jemaat di Bandung, di Malaysia, bahkan anak-anak TUHAN yang sedang mengikuti pemberitaan Firman TUHAN lewat live streaming video internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada, baik yang di dalam negeri,  “Shalom, Puji TUHAN”, baik yang di luar negeri, TUHAN Yesus memberkati kita semua.
 
Selanjutnya, mari kita sambut Firman Penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari Wahyu 12. Saat ini kita akan memperhatikan Wahyu 12:17. Dan mungkin, jika TUHAN menghendaki, ini adalah seri yang terakhir dari Wahyu 12, jika TUHAN izinkan.
 
Kita akan kembali memperhatikan Wahyu 12:17.
Wahyu 12:17
(12:17) Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.
 
Perempuan itu sudah dilarikan, diasingkan ke padang gurun oleh dua sayap burung nasar yang besar untuk dipelihara selama 3.5 (tiga setengah) tahun. Lalu, karena naga itu tidak bisa mengejar perempuan itu, maka kemarahan dari naga (Setan) kepada perempuan itu dilampiaskan kepada keturunannya yang lain, yakni benih perempuan yang tertinggal, yaitu;
-          Yang hanya menuruti hukum Allah = penuh dengan firman Allah.
-          Yang memiliki kesaksian Yesus = penuh dengan Roh Allah yang kudus.
Jadi, benih perempuan yang tertinggal itu ialah;
-          Hanya menuruti hukum-hukum Allah =  penuh dengan Firman Allah; tanda dari Meja Roti Sajian.
-          Kemudian, hanya memiliki kesaksian Yesus = penuh dengan Roh Kudus; tanda dari Pelita Emas.
Namun, di sini masih ada yang kekurangan dan kekurangannya sangat fatal sekali, yakni tidak ada Mezbah Dupa = doa penyembahan, sehingga dia disebut “keturunannya yang lain” atau “benih perempuan yang tertinggal”.
Dengan demikian, ibadahnya belum masuk dalam ukuran sesuai dengan ketentuan TUHAN, penyembahannya belum mencapai dalam ukuran yang sesuai ketentuan TUHAN, yakni tongkat pengukur dari TUHAN.
 
Kita akan memperhatikan Wahyu 11. Ayat ini memang sudah kita baca pada minggu yang lalu, tetapi saya kira tidak jadi soal kalau kita kembali membacanya, bukan?
Wahyu 11:1
(11:1) Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata-kata yang berikut: "Bangunlah dan ukurlah Bait Suci Allah dan mezbah dan mereka yang beribadah di dalamnya.
 
Ibadah yang mencapai ukuran yang sesuai tongkat pengukur dari TUHAN, ada tiga:

1.      Bait Suci Allah  = milik kepunyaan Allah = kehidupan yang dimeteraikan oleh Roh Allah.

2.      Mezbah, itulah pelayanan yang terhubung langsung dengan salib = penyerahan diri sepenuh untuk taat kepada kehendak Allah.

3.      Mereka yang beribadah di dalamnya. Ibadah yang memuncak atau puncak ibadah, itulah doa penyembahan.

 
Sekali lagi saya sampaikan: “Benih perempuan yang tertinggal” itu ibadahnya tidak mencapai ukuran yang sesuai dengan ukuran dari tongkat pengukur dari TUHAN.
 
Kita baca kembali Mazmur 45.
Mazmur 45:7
(45:7) Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran.
 
Takhta Allah itu sifatnya kekal. Dengan demikian, untuk sampai kepada kekekalan, maka ibadah yang sedang kita kerjakan di atas muka bumi ini harus dituntun, harus dipimpin oleh tongkat kerajaan, itulah tongkat kebenaran, untuk membawa kita sampai kepada kekekalan, supaya ibadah kita mencapai ukuran, sesuai dengan tongkat pengukur dari TUHAN. Ibadah yang memuncak, itulah doa penyembahan.
 
Kita kembali membaca Wahyu 12:17.
Wahyu 12:17
(12:17) Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.
 
Singkatnya: Benih perempuan yang tertinggal disebut dengan “keturunannya yang lain”. Inilah yang menjadi sasaran kemarahan dari Setan. Karena naga itu tidak bisa mengejar perempuan yang melahirkan Anak laki-laki itu, maka kemarahan itu dilampiaskan kepada benih yang tertinggal, disebut juga dengan “keturunannya yang lain”.
 
Kembali saya sampaikan: Benih yang tertinggal, disebut juga dengan “keturunannya yang lain”. Sebutan ini bukan suatu kebetulan, tetapi mengandung makna; oleh sebab itu, kita akan membaca dalam Injil Matius 6.
 
Matius 6:31-32
(6:31) Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? (6:32) Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
 
Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah disebut juga bangsa-bangsa lain, yakni antikris, di mana ibadahnya terhubung langsung dengan kerajaan dunia dan kemegahannya (keindahan-keindahan dunia) = terhubung langsung dengan soal apa yang akan dimakan, soal apa yang akan diminum, soal apa yang akan dipakai = terhubung langsung dengan perkara-perkara lahiriah. Itulah ibadah dari pada bangsa-bangsa lain, itulah yang disebut antikris.
 
Matius 6:33
(6:33) Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
 
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya. Artinya, ibadah itu harus mencapai ukuran TUHAN, sesuai dengan tongkat pengukur dari TUHAN, itulah doa penyembahan.
 
Jadi, benih yang tertinggal, yang disebut juga “keturunannya yang lain” akan berhadapan dengan “bangsa-bangsa lain”, itulah antikris. Tetapi yang benar, dapat kita lihat pada ayat 33 ini, yaitu: carilah dahulu Kerajaan Sorga, serta kebenarannya, maka semuanya ditambahkan. Inilah ibadah yang terhubung langsung dengan Kerajaan Sorga; inilah ibadah yang terhubung langsung dengan keindahan-keindahan sorgawi, itulah ibadah yang memuncak sampai kepada doa penyembahan.
 
Berbeda dengan ibadah dari bangsa-bangsa lain, beda dengan ibadah dari antikris, di mana mereka mengerjakan ibadah yang terhubung dengan kerajaan dunia,  yang terhubung dengan kemegahan dunia, yang terhubung dengan keindahan dunia, soal apa yang akan dimakan, soal apa yang akan diminum, soal apa yang akan dipakai, yang terhubug dengan perkara-perkara lahiriah.
Kalau ibadah ini hanya sebatas perkara lahiriah, ibadah ini hanya soal berkat-berkat jasmani, ibadah ini hanya soal mujizat jasmani, maka inilah yang dimaksud dengan; ibadah yang terhubung langsung dengan kerajaan dunia.
Pendeknya: “keturunannya (keturunan perempuan) yang lain”, itulah benih yang tertinggal, berhadapan dengan “bangsa-bangsa lain” yang bukan bangsa Allah, itulah antikris.
 
Tadi kita sudah melihat Wahyu 11:1, itulah ibadah yang sudah mencapai ukuran TUHAN, yang sesuai dengan tongkat pengukur dari TUHAN. Selanjutnya, kita akan memperhatikan Wahyu 11:2.
Wahyu 11:2
(11:2) Tetapi kecualikan pelataran Bait Suci yang di sebelah luar, janganlah engkau mengukurnya, karena ia telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya".
 
Ibadah yang tidak mencapai ukuran TUHAN à Pelataran Bait Suci yang di sebelah luar.
Pelataran Bait Suci yang di sebelah luar ini suatu kali nanti akan diserahkan kepada bangsa-bangsa lain untuk diinjak-injak selama 42 (empat puluh dua) bulan = aniaya antikris 3.5 (tiga setengah) tahun. Jadi, keturunan yang lain berhadapan langsung dengan bangsa-bangsa lain, yakni antikris dengan segala aniaya-aniaya yang terjadi di situ; oleh sebab itu, biarlah kita semakin sungguh-sungguh.
 
Bulan penghujung tahun, itulah bulan Desember, sudah di depan mata. Artinya, tahun 2020 akan segera berlalu, itulah yang disebut tahun yang lama, untuk selanjutnya memasuki tahun yang baru, wadah yang baru. Wadah yang baru harus dimasuki, harus diisi dengan kehidupan yang baru, material yang baru, supaya kedua-duanya terpelihara.
Anggur yang baru tidak akan mungkin diisi ke dalam kantong kulit yang lama. Kalau anggur baru diisi ke dalam kantong kulit yang tua (lama), maka kantong kulit yang tua akan hancur dan anggur yang baru terbuang sia-sia. Tetapi yang benar adalah anggur yang baru diisi pula ke dalam kantong kulit yang baru, maka kedua-duanya terpelihara.
 
Saya berharap, di penghujung tahun 2020 ini, kita harus semakin lebih dewasa untuk memasuki tahun yang baru, tahun rahmat TUHAN, tahun kemurahan TUHAN, tahun kasih karunia yang dianugerahkan bagi kita. Jangan pertahankan cara hidup yang lama, cara ibadah pelayanan yang lama pula.
Doa saya menyertai segenap sidang jemaat untuk sampai kepada puncak ibadahnya; itulah tanggung jawab saya sebagai gembala, supaya tidak ada satu pun yang binasa dari antara kita, sebab kedatangan TUHAN sudah tidak lama lagi. Percayalah, jangan lagi bermain-main, sebab nyawa ini tidak bisa hanya dihargai dengan 1 Triliun, 2 Triliun, 3 Triliun, tidak bisa. Nyawa (hidup) ini mahal, seharga dengan setetes darah Yesus.
 
Sekarang, timbul suatu pertanyaan: MENGAPA BENIH PEREMPUAN YANG TERTINGGAL ITU IBADAHNYA TIDAK MENCAPAI DOA PENYEMBAHAN?
Tadi, kita sudah melihat, bahwa “keturunannya yang lain” hanya penuh dengan firman, penuh dengan Roh TUHAN. Nah, pertanyaannya sekarang; mengapa benih perempuan yang tertinggal itu ibadahnya tidak mencapai kepada doa penyembahan?
Kita rindu untuk mendapat jawaban dari pertanyaan ini, supaya kita juga mendapat pertolongan dari TUHAN malam ini. Mari kita berdoa, supaya TUHAN tolong kita sore hari ini; pembukaan firman yang kita terima sore ini kiranya meneguhkan setiap hati kita masing-masing.
 
Untuk mendapat jawabannya, kita akan melihat ibadah dan pelayanan dari 5 (lima) gadis bijaksana dan 5 (lima) gadis yang bodoh, di dalam Injil Matius 25, dengan perikop (judul): “Gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh
Matius 25:1
(25:1) "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki.
 
Hal Kerajaan Sorga seumpama 10 (sepuluh) gadis yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong Mempelai Laki-Laki Sorga.
 
Tujuan kita menjalankan ibadah dan pelayanan di atas muka bumi ini -- tidak lain, tidak bukan -- adalah untuk menyongsong kedatangan TUHAN kembali untuk yang kedua kalinya sebagai Raja dan Mempelai Laki-Laki Sorga. Tidak lebih tidak kurang, itulah tujuan ibadah.
Jadi, jangan kita salah mengerti dengan pengertian yang salah dari orang-orang yang menjalankan ibadah yang salah, yang datang beribadah hanya untuk mencari berkat jasmani, datang ke gereja (ibadah) hanya untuk mencari keuntungan semata, kepentingan pribadi secara jasmani, untuk mengharapkan supaya posisi dapat bekerja, dan lain sebagainya; semua itu tidak salah, tetapi itu semua bukanlah tujuan utama. Tujuan kita untuk mengerjakan ibadah pelayanan di atas muka bumi ini -- tidak lain tidak bukan -- untuk menyongsong kedatangan TUHAN kembali untuk yang kedua, di mana Dia akan tampil sebagai Raja dan Mempelai Laki-Laki Sorga.
 
Oleh sebab itu, saudara jangan alergi dengan sebutan “Pengajaran Mempelai”, justru saudara seharusnya bersyukur, justru seharusnya saudara berterima kasih, karena di tengah-tengah penggembalaan GPT “BETANIA” ini TUHAN karuniakan "Firman Pengajaran Mempelai dalam Terang Tabernakel".
Tiadalah mungkin kita menjadi mempelai TUHAN, milik kepunyaan TUHAN, kalau kita tidak menerima “Pengajaran Mempelai dalam Terang Tabernakel”, itu adalah sesuatu yang mustahil.
 
Untuk mendapat hasil dari kubus, janganlah menggunakan rumus luas lingkaran; tidak akan ketemu. Demikian juga, untuk menjadi mempelai TUHAN, harus digembalakan oleh "Firman Pengajaran Mempelai dalam Terang Tabernakel". Tongkat kerajaan, tongkat kebenaran membawa kita sampai kekekalan.
 
Itulah ayat 1 sebagai pendahuluan. Sekarang, kita akan memperhatikan ayat 2.
Matius 25:2
(25:2) Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana.
 
Dari 10 (sepuluh) gadis tersebut; 5 (lima) di antaranya bodoh dan 5 (lima) bijaksana.
 
Kemudian, kita akan melihat KEGIATAN DALAM IBADAHNYA pada ayat 3-4.
Matius 25:3-4
(25:3) Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, (25:4) sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.
 
Di sini kita perhatikan kegiatan dari 10 (sepuluh) gadis;

-          Kegiatan dari 5 (lima) gadis yang bodoh ialah membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak sebagai persediaan.

-          Sedangkan 5 (lima) gadis yang bijaksana di tengah ibadah dan pelayanannya, mereka membawa pelitanya, juga membawa minyak dalam buli-buli sebagai persediaan.

 
Masing-masing mereka memang menyongsong kedatangan TUHAN kembali untuk yang kedua kalinya, yang akan tampil sebagai Raja dan Mempelai Laki-Laki Sorga, tetapi di tengah-tengah ibadah dan pelayanan mereka;

-          5 (lima) gadis yang bodoh membawa pelita, tetapi tidak membawa minyak sebagai persediaan.

-          Sementara 5 (lima) gadis yang bijaksana membawa pelita + minyak dalam buli-buli sebagai persediaan.

Itulah perbedaan antara 5 (lima) gadis yang bijaksana dan 5 (lima) gadis yang bodoh.
 
Matius 25:5
(25:5) Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur.
 
Karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Artinya, tidak ada satu pun manusia yang sempurna, setiap orang selalu ditandai dengan kelemahannya.
 
Entah itu nabi, entah itu rasul, bahkan tiga pribadi yang sudah naik ke sorga -- Henokh, Musa, dan Elia -- ditandai dengan kekurangan, tidak ada yang sempurna. Itu sebabnya saat dalam penantian itu, karena mempelai laki-laki lama tidak datang-datang juga, akhirnya mengantuk, lanjut tidur, baik 5 (lima) gadis yang bijaksana, maupun 5 (lima) gadis yang bodoh, artinya; tidak ada yang sempurna, setiap manusia selalu ditandai dengan kelemahannya.
Contoh; Musa, pribadi yang terkenal sebagai hamba TUHAN paling rendah hati di atas muka bumi ini sampai sekarang, tetapi justru kerendahan hati itu dicobai, dan sekali waktu dia marah terhadap sidang jemaat (umat Israel) karena mereka mencobai TUHAN. Musa marah dan memukul gunung batu sebanyak dua kali.
Banyak hamba TUHAN yang dipakai TUHAN dalam pembukaan rahasia firman, tetapi tidak sesuai kehendak TUHAN. Banyak dipakai dalam penginjilan, terjadi mujizat, tetapi tidak sesuai kehendak TUHAN. Jadi, tiada yang sempurna.
 
Tetapi mengenai ayat 5 ini, juga perlu mau saya tambahkan sedikit lagi. Saya akan baca saudara untuk membaca 2 Petrus 3.
2 Petrus 3:8
(3:8) Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.
 
1 hari = 1000 tahun
1000 tahun = 1 hari
 
Saat ini, kita berada pada penghujung 2.000 (dua ribu) tahun yang ketiga.
-          2.000 (dua ribu) tahun yang pertama; zaman Allah Bapa.
-          2.000 (dua ribu) tahun yang kedua; zaman Allah Anak.
-          2.000 (dua ribu) tahun yang ketiga; zaman Allah Roh Kudus, zaman kemurahan.
Saat ini kita sudah berada di penghujung 2.000 (dua ribu) tahun yang ketiga, berarti; sudah 6.000 (enam ribu) tahun, dihitung dari zaman Adam sampai sekarang, bahkan sudah lebih 20 (dua puluh) tahun. Tetapi, mengapa TUHAN belum datang?
Seharusnya, kita sudah memasuki hari ketujuh, hari perhentian, Sabat kekal, Sabat TUHAN Yesus -- bukan Sabat Yahudi; Sabat Yahudi adalah hari Sabtu, namun itu lahiriah, ibadahnya lahiriah, ibadahnya Taurat, tetapi yang TUHAN mau adalah Sabat-Nya TUHAN, hari ketujuh, perhentian kekal --.
 
Namun, mengapa TUHAN belum datang? Mari kita perhatikan ayat 9.
2 Petrus 3:9
(3:9) Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
 
Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya. Kalau pun TUHAN belum datang-datang, bukan berarti TUHAN lalai untuk menepati janji-Nya, tetapi justru TUHAN sedang menunjukkan panjang sabar-Nya bagi kita. Panjang sabar TUHAN adalah kemurahan hati TUHAN bagi kita untuk memperoleh keselamatan.
 
Apa itu “keselamatan” ? Berbalik dan bertobat dengan sungguh-sungguh. Jangan setengah bertobat.

-          Kalau bertobat; berhenti berbuat dosa, selanjutnya berbaliklah, serahkanlah diri sepenuhnya kepada TUHAN, itu bertobat 100% (seratus persen).

-          Tetapi kalau setengah (separuh) bertobat, atau bertobat hanya 50% (lima puluh persen), berarti; berhenti berbuat dosa, tetapi tidak menyerahkan jiwanya kepada TUHAN, tidak menyerah sepenuh kepada TUHAN.

Yang TUHAN mau adalah supaya kita bertobat sungguh-sungguh. Jangan separuh bertobat, tetapi serahkanlah jiwa kepada TUHAN.
 
Jadi, kalau lama tidak datang-datang, bukan berarti TUHAN lalai, justru itu merupakan panjang sabarnya TUHAN. Panjang sabar TUHAN adalah kemurahan hati TUHAN supaya tidak ada yang binasa, melainkan beroleh keselamatan, supaya kita boleh mengalami pertobatan. 100% (seratus persen) pertobatan berlaku atas kita semua.
 
Kita kembali membaca Injil Matius 25 tadi, dan sekarang kita akan memasuki ayat 6.
Matius 25:6
(25:6) Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia!
 
Artinya: 10 (sepuluh) gadis -- 5 (lima) gadis yang bijaksana dan 5 (lima) gadis yang bodoh -- yang tertidur dibangunkan oleh Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel.
Berarti, Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel adalah satu-satunya pengajaran yang sanggup membangunkan 10 (sepuluh) gadis dari tidurnya. Saya sampaikan sekali lagi: Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel satu-satunya yang sanggup membangunkan gereja TUHAN dari tidurnya. Klaim hal ini, jangan ragu.
 
Oleh sebab itu, dari dulu sudah saya sampaikan: selayaknyalah kita mengucapkan syukur yang dalam kepada TUHAN, selayaknyalah kita mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada TUHAN, karena sejauh ini kita telah digembalakan oleh Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel yang sanggup membangunkan kehidupan rohani dari gereja TUHAN di akhir zaman ini, tidak ada lagi ajaran yang lain.
Saya bandingkan dulu soal penginjilan: Justru, waktu awal mulai pelayanan, sebelum terima Pengajaran Mempelai ini, waktu masih penginjilan, banyak sekali orang yang sakit disembuhkan, saya tidak bisa sebut satu per satu, sebab terlalu banyak; ada itu kanker kulit, kista di kandungan, ada juga saya mendoakan mata yang sudah keluar besar, macam-macam, ada yang kerasukan Setan saya doakan berkali-kali supaya terjadi kelepasan, masih banyak. Yang dahulu kandungannya tertutup, lalu TUHAN buka, masih banyak sekali.
Dalam penginjilan itu begitu banyak mujizat, tetapi tiada satu pun orang yang datang tergembala di tempat ini. Kerohaniannya tetap tertidur. Satu-satunya pengajaran yang sanggup membangunkan gereja TUHAN pada waktu tengah malam adalah Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel. Klaim hal ini, tidak usah ragu. Ini ada ayatnya, jangan saudara pikir saya mengada-ngada.
 
Kembali saya sampaikan: Satu-satunya pengajaran yang sanggup membangunkan gereja dari tertidur yang panjang itulah Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel.
 
Kemudian, di sini kita perhatikan: Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia!
Waktu tengah malam”, menunjukkan bahwa; dunia berada pada puncak dosa.
 
Singkatnya: Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel mempersiapkan gereja TUHAN untuk menyongsong kedatangan dari Mempelai Laki-Laki Sorga. Dibangunkan, untuk mempersiapkan kedatangan Mempelai Laki-Laki Sorga.
 
Kita bersyukur, sebenarnya, hari-hari ini adalah hari (waktu) tengah malam. Sebetulnya begitu, menurut hemat saya, kalau saya ikuti keadaan dunia sekarang ini, di mana dosa itu memuncak. Puncaknya dosa, dimulai dari;
-          Soal makan minum, itu dosa kejahatan, narkoba, minum-minuman keras, mabuk-mabukan.
-          Lalu dilanjutkan kawin dan mengawinkan, itu adalah dosa kenajisan.
Seperti zaman Nuh, demikian kelak nanti kedatangan TUHAN kembali pada kali yang kedua, akan terjadi puncaknya dosa, yaitu dosa makan minum dan dosa kawin mengawinkan. Itulah yang dimaksud waktu tengah malam, di mana dosa itu sudah begitu gelap (puncaknya dosa).
 
Matius 25:7-8
(25:7) Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. (25:8) Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam.
 
Namun, ketika mereka bangun dan membereskan pelita masing-masing, ternyata pelita dari 5 (lima) gadis yang bodoh hampir padam -- berarti, sudah redup, tinggal mati sebentar lagi --, sementara mereka -- 5 (lima) gadis yang bodoh -- tidak membawa minyak sebagai persediaan dalam buli-buli.
  
Apa yang bisa diperbuat oleh 5 (lima) gadis bodoh menghadapi waktu tengah malam, menghadapi puncaknya dosa, begitu gelap gulita sekali, sementara pelita hampir padam? Apa yang bisa diperbuat? Ibadahnya berhenti, ibadahnya tidak berjalan = tidak bisa berbuat apa-apa, kelimpungan, gawat darurat.
 
Sebaliknya, pelita dari 5 (lima) gadis bijaksana tetap menyala. Oleh sebab itu, di sini kita perhatikan: gadis-gadis yang bodoh meminta sedikit minyak kepada gadis-gadis yang bijaksana. Karena pelita mereka hampir padam, akhirnya menjadi tukang peminta-minta. Itulah kalau ibadah tidak jalan, akhirnya menjadi tukang peminta-minta; mereka meminta sedikit minyak dari 5 (lima) gadis yang bijaksana. Sebenarnya; Lebih berbahagia memberi dari pada menerima.
 
Sekarang, APA RESPON DARI 5 (LIMA) GADIS BIJAKSANA?
Matius 25:9
(25:9) Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.
 
Jawaban 5 (lima) gadis yang bijaksana, yang dibagi dalam 2 (dua) bagian, YANG PERTAMA: “Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu”.
Dari ungkapan ini, kita mendapat pemahaman bahwa; kita harus memiliki sikap yang tegas, jangan berbagi dengan kebodohan, sekalipun dengan orang-orang terdekat, yaitu teman, tetangga, saudara laki-laki, saudara perempuan. Sekali lagi saya sampaikan: Jangan berbagi dengan kebodohan, sekalipun itu dengan orang-orang terdekat.
 
Dan hal itu sudah dibuktikan oleh imam Lewi. Ketika bangsa Israel jatuh dalam penyembahan berhala, TUHAN melihat bahwa bangsa itu seperti kuda lepas kandang = liar. Lalu, Musa dengan amarahnya mengorbankan 2 (dua) loh batu yang berisikan 10 (sepuluh) hukum Allah, itulah pribadi Yesus yang dikorbankan di atas kayu salib. Selanjutnya, Musa mengumpulkan umat itu di hadapannya, lalu berkata: “Siapa yang memihak kepada TUHAN datanglah kepadaku!” Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi.
Sejak itulah suku Lewi dipakai oleh TUHAN, dipercayakan untuk mengurusi Tabernakel sampai Ruangan Suci. Tetapi satu syaratnya untuk melayani TUHAN, yaitu sandang pedang, bunuh semua tabiat daging dari teman, tetangga, saudara laki-laki, saudara perempuan; itulah syarat untuk menjadi Lewi, mengurus Tabernakel.
 
Jangan berbagi dengan kebodohan. Saya mempunyai alasan dalam mengatakan hal itu.
Hakim-hakim 9:8-13
(9:8) Sekali peristiwa pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Kata mereka kepada pohon zaitun: Jadilah raja atas kami! (9:9) Tetapi jawab pohon zaitun itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (9:10) Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon ara: Marilah, jadilah raja atas kami! (9:11) Tetapi jawab pohon ara itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan manisanku dan buah-buahku yang baik, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (9:12) Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon anggur: Marilah, jadilah raja atas kami! (9:13) Tetapi jawab pohon anggur itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon?
 
Sekali peristiwa pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Jadi, untuk menjadi “raja” haruslah diurapi. Yesus adalah Raja Agung; dan oleh kemurahan-Nya, kita dijadikan raja-raja oleh pengurapan-Nya.
 
Di sini kita melihat: Pohon zaitun, pohon ara, maupun pohon anggur memiliki sikap yang tegas; mereka tidak mau berbagi terhadap kebodohan. Harus memiliki sikap yang tegas, tidak boleh berbagi terhadap kebodohan, tidak boleh berbagi terhadap tabiat daging.
 
Sikap dari POHON ZAITUN di tengah-tengah ibadah pelayanannya: Tidak mau meninggalkan minyaknya hanya untuk menjadi raja atas daging. Sementara minyak urapan dari pohon zaitun dapat digunakan untuk menghormati Allah, dapat digunakan untuk menghormati manusia di tengah-tengah ibadah dan pelayanan.
Kita butuh pengurapan untuk menghormati Allah dan kita butuh pengurapan supaya dipakai melayani sidang jemaat. Jangan berbagi dengan kebodohan. Jangan karena berbagi perasaan sedikit, lantas saudara meninggalkan ibadah, hati-hati. Karena dia adalah orang tua, karena dia adalah saudara laki-laki, karena dia adalah saudara perempuan, karena dia adalah teman, lalu berbagi sedikit perasaan, “ya sudah, hari ini tidak ibadah, besok saja ibadah”. Hati-hati, inilah yang TUHAN tidak suka. Jangan berbagi dengan kebodohan.
 
Lihatlah sikap yang tegas ditunjukkan oleh pohon zaitun, dia tidak mau meninggalkan minyaknya, karena itu bisa digunakan untuk menghormati TUHAN. Pengurapan yang kita terima kita gunakan untuk menghormati TUHAN di tengah ibadah dan pelayanan. Pengurapan yang kita terima kita gunakan untuk melayani sidang jemaat.
 
Hati-hati, yang suka mancing di pinggir laut; waktunya ibadah ya ibadah. Setengah mati saya menegor anak-anak ini, tetapi memang itu adalah tugas saya; menegor dengan kesabaran dan pengajaran.
 
Sikap dari POHON ARA di tengah-tengah ibadah pelayanannya: Tidak akan meninggalkan manisannya dan buah-buahnya yang baik hanya demi raja atas daging.
Sikap yang manis yang kita tunjukkan, itu merupakan buah yang baik, itu buah yang baik di tengah-tengah kita beribadah dan melayani. Jangan tinggalkan buah-buah yang baik di hadapan TUHAN, lewat ibadah dan pelayanan ini, hanya untuk menjadi pemimpin (raja) atas daging. Jangan berbagi.
 
Sikap dari POHON ANGGUR di tengah-tengah ibadah pelayanannya: Tidak akan meninggalkan air buah anggurnya, yakni kasih Allah yang dapat menyukakan hati TUHAN dan menyukakan hati manusia. Ini adalah sikap yang tegas dari mempelai TUHAN. Siapa yang rindu menjadi mempelai TUHAN? Saya nomor satu. Jika saudara angkat tangan, berarti ada kerinduan; ayo, semua angkat tangan tinggi-tinggi.
 
Ayo, miliki sikap yang tegas. Jangan berbagi perasaan daging.Jangan berbagi dengan kebodohan.
-          Diangkat menjadi kepala, tetapi tinggalkan minyak.
-          Diangkat menjadi kepala, tetapi tinggalkan buah manisan.
-          Diangkat menjadi kepala, tetapi tinggalkan kasih Allah.
Padahal semua itu berguna untuk kemuliaan TUHAN di tengah ibadah pelayanan. Jangan bodoh, tetapi bijaksanalah di dalam bersikap dan bertindak.
 
Karena pohon zaitun, pohon ara, pohon anggur MENOLAK, akhirnya tindakan dari pohon-pohon akan kita lihat dalam ayat 14-15.
Hakim-hakim 9:14-15
(9:14) Lalu kata segala pohon itu kepada semak duri: Marilah, jadilah raja atas kami! (9:15) Jawab semak duri itu kepada pohon-pohon itu: Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon.
 
Karena pohon zaitun, pohon ara, pohon anggur menolak menjadi raja, menolak meninggalkan minyak urapan, buah yang manis, dan anggur sukacita, itulah kasih Allah, akhirnya pohon-pohon beralih untuk mencari raja atas mereka, beralih ke semak duri.
 
Sikap dari SEMAK DURI di tengah-tengah ibadah pelayanannya: Hanyalah untuk menyakiti, hanyalah menusuk hati TUHAN dan sesama. Mengapa demikian? Sebab semak duri itu tidak punya isi, tidak punya firman, hanya ada daun-daun begitu saja yang bisa menusuk dan menyakiti hati TUHAN, kosong. Orang seperti ini suka sekali menjadi pemimpin.
Tetapi, semak duri pun lanjut berkata: “Tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon” Kalau tidak memenuhi apapun yang menjadi keinginannya, biarlah api dari semak duri membakar hangus kamu; ini adalah sesuatu yang tidak baik. Ayo, miliki sikap yang tegas.
 
Sekali lagi saya sampaikan: Jika tidak berlindung dan tidak mendapatkan apa-apa, maka semak duri akan membakar habis. Semak duri itu adalah kehidupan yang kosong hatinya, kosong akan tabiat dari Allah Trinitas, yakni;
-          Minyak dari pohon zaitun, itulah ROH KUDUS.
-          Manisan dan buah-buahnya yang baik dari pohon ara, itulah FIRMAN ALLAH.
-          Air buah anggur dari pohon anggur itulah KASIH.
Inilah kehidupan yang kosong, bagaikan semak duri yang tidak berbuah (kosong).
 
Kita kembali membaca Injil Matius 25:9.
Matius 25:9
(25:9) Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.
 
Jawaban 5 (lima) gadis yang bijaksana, yang dibagi dalam 2 (dua) bagian, YANG KEDUA: “Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ”.
Dari ungkapan yang kedua ini, kita mendapatkan pemahaman, bahwa; 5 (lima) gadis yang bijaksana mau bayar harga di tengah-tengah ibadah dan pelayanannya di hadapan TUHAN. Dari ungkapan mereka kepada 5 (lima) gadis yang bodoh, menunjukkan bahwa; 5 (lima) gadis yang bijaksana; mau bayar harga yang mahal di tengah-tengah ibadah dan pelayanannya di hadapan TUHAN.
Kalau 5 (lima) gadis yang bijaksana bisa mengajari 5 (lima) gadis yang bodoh untuk membeli minyak kepada penjual minyak, berarti dia sudah terlebih dahulu melakukannya. Untuk tetap memiliki minyak dalam buli-buli sebagai persediaan, berarti dibutuhkan pengorbanan, dengan lain kata; mau membeli alias mau bayar harga yang mahal untuk TUHAN. Tidak gratisan. Beribadah kok gratisan?
 
Kita akan memperhatikan 1 Petrus 4:12-13, dengan perikop (judul) “Menderita sebagai Kristen”. Jadi, tidak dikatakan kaya menjadi orang Kristen, tidak, tetapi yang benar adalah menderita sebagai Kristen.
1 Petrus 4:12-13
(4:12) Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. (4:13) Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.
 
Singkatnya: Janganlah heran akan nyala api siksaan sebagai ujian, sebagai cobaan, yang kita hadapi di tengah ibadah dan pelayanan, dalam nikah dan rumah tangga yang sedang kita arungi bersama-sama.
Sebaliknya bersukacitalah dalam penderitaan bersama dengan Kristus, supaya kelak bergembira dan bersukacita pada waktu ia menyatakan kemuliaan-Nya, supaya kita juga turut dipermuliakan pada saat Dia menyatakan kemuliaan-Nya ketika Ia datang kembali untuk yang kedua kalinya; bersama-sama dengan Dia turut dipermuliakan.
 
1 Petrus 4:14
(4:14) Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.
 
Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, menanggung penderitaan yang tidak harus ditanggung, aniaya karena firman. Mengapa demikian? Sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu = memiliki Roh Allah dengan bayar harga.
 
Tidak mungkin kita memiliki Roh kemuliaan kalau tidak bayar harga. Oleh sebab itu, berbahagialah jika dinista karena nama Krsitus, menanggung penderitaan yang tidak harus ditanggung, aniaya karena firman, bayarlah harganya. Untuk apa? Sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Tanpa sengsara salib, tidak mungkin kita menerima Roh Kemuliaan. Tanpa bayar harga yang mahal, tidak mungkin dipenuhi Roh kemuliaan.
Jadi, saudara jangan dibodoh-bodohi oleh hamba-hamba TUHAN yang di mana-mana saja, di mana setiap KKR, dia menyiramkan minyak yang seharusnya digunakan seorang ibu memasak (menggoreng) di dapur; tidak akan pernah ada pengurapan seperti itu. Bayar harga, supaya penuh dengan Roh kemuliaan, jangan gratisan; demikianlah 5 (lima) gadis yang bijaksana.
 
Jadi, memang, harus menderita sebagai orang Kristen. Kalau hari ini kita menolak penghukuman, nanti kita akan menerima penghukuman kekal (binasa) di dalam api neraka. Lebih baik kita menerima hukuman sebagai didikan dari sengsara salib (aniaya karena firman), supaya kita menerima Roh kemuliaan. Untuk penuh dengan Roh kemuliaan, bayar dengan harga yang mahal.
 
Biasanya, pada dasarnya, pada umumnya kebanyakan orang berusaha mempertahankan harga dirinya, keakuannya, kesombongan. Tetapi biar kita mempertahankan harga diri + gelar yang tinggi, tiadalah mungkin dipenuhkan Roh Allah, Roh kemuliaan, kalau tidak mau bayar harga yang mahal.
Oleh sebab itu, pada ayat 14 jelas sekali dikatakan: Berbahagialah kamu, jika kamu menderita karena sengsara salib, menderita karena aniaya krena firman, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Jangan ubah ayat ini; menerima Roh kemuliaan, Roh Allah dengan cara-cara hamba-hamba TUHAN yang menyesatkan. Saya kadang-kadang gemas melihat hal seperti ini, tetapi yang lucunya, jemaat juga kadang-kadang mau dibodoh-bodohi. Ada lagi “roh sukacita”, ketawa dalam Roh; saya heran melihatnya. Yang lucunya, hal seperti ini disukai oleh orang kaya.
Kalau kita hidup dengan kesederhanaan, itu tidak mengapa, yang penting adalah memiliki Pengajaran Mempelai, itu adalah jaminan masa depan, tabungan di hari kemudian, bukan hari tua, karena di sana tidak tua-tua. Jangan saudara berpikir salah; kalau hari tua, nanti ujungnya mati, sebab sudah genap usianya 70 (tujuh puluh) tahun atau 80 (delapan puluh) tahun, sesudah itu mati. Tetapi di sana tidak akan “tua”, melainkan Pengajaran Mempelai adalah jaminan masa depan.
 
Berbahagialah kalau ibadah ini dihubungkan dengan sengsara salib, tetapi saudara harus bingung kalau ibadah dihubungkan dengan kerajaan dunia; tinggalkan tempat itu.
 
Wahyu 3:14
(3:14) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:
 
Inilah firman yang diterima oleh malaikat sidang jemaat atau gembala sidang, untuk selanjutnya disampaikan kepada jemaat di Laodikia.
 
Wahyu 3:15-16
(3:15) Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (3:16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.
 
Di sini kita perhatikan: Lewat koreksi firman yang begitu tajam, nyatalah keadaan dari pada sidang jemaat di Laodikia dalam pengikutan mereka di hadapan TUHAN tidak dingin tidak panas = suam suam kuku. Yang TUHAN mau ialah dingin, dingin betul; panas, panas betul, artinya; sungguh-sungguh ikut TUHAN.
 
Wahyu 3:17
(3:17) Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
 
Selanjutnya, kita perhatikan di sini: Jemaat di Laodikia menganggap diri kaya dan tidak kekurangan apa-apa, karena memang mereka memperkaya diri. Sebaliknya, di hadapan TUHAN, jemaat di Laodiki:
1.      Melarat, malang, miskin.
2.      Buta.
3.      Telanjang.
 
Ada orang melarat, malang dan miskin, tetapi tidak buta. Tetapi, di sini kita perhatikan; jemaat di Laodikia ini, selain melarat, malang, miskin, juga buta dan telanjang. Berarti, begitu dalamnya mereka jatuh dalam kubangan yang paling dalam; betapa dalamnya kemalangan yang mereka alami itu.
 
Menganggap diri kaya karena mereka memperkaya diri dan tidak kekurangan apa-apa, tetapi sebaliknya, ternyata setelah dikoreksi oleh Firman Allah yang tajam dan dalam, terdapatlah kekurangan jemaat di Laodikia;
1.      Melarat, malang, miskin.
2.      Buta.
3.      Telanjang.
 
Wahyu 3:18
(3:18) maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
 
Karena ternyata jemaat di Laodikia ini (1) melarat, malang, miskin, (2) buta, dan (3) telanjang, selanjutnya, oleh kemurahan hati TUHAN, TUHAN memberi nasihat kepada jemaat di Laodikia untuk membeli 3 (tiga) hal supaya tidak kelihatan 3 (tiga) perkara tadi sebagai kekurangan, kelemahan.
 
Nasihat YANG PERTAMA: Membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api.
Jadi, untuk mendapat kemurnian iman ini, harus melewati ujian dan cobaan, seperti halnya emas; untuk mendapat kemurnian emas, harus terlebih dahulu dimasukkan ke dalam dapur api pencobaan. Semakin dipanaskan dalam dapur api, akan semakin terlihat kemurniaannya.
Kemurnian ini sangat penting. Kemurnian iman, kemurnian di hati, itu merupakan motor kita untuk melayani pekerjaan TUHAN. Kemurnian iman sangat dibutuhkan, sebab itu adalah motor penggerak sehingga kita boleh melayani TUHAN dalam kemurnian. Itulah kekayaan yang pertama.
 
Nasihat YANG KEDUA: Membeli pakaian putih.
Pakaian putih = lenan halus = perbuatan benar dari orang-orang kudus.
 
Mari kita lihat proses pakaian putih di dalam Wahyu 7.
Wahyu 7:9
(7:9) Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.
 
Ayat 9 ini adalah bayangan dari inti mempelai.
 
Sedangkan “inti mempelai” tertulis dalam Wahyu 7:1-8, seluruhnya berjumlah 144.000 (seratus empat puluh empat ribu) orang yang dimeteraikan dari 12 (dua belas) suku Israel.
12.000 (dua belas ribu) orang -- dari tiap-tiap suku -- x 12 (dua belas) suku Israel = 144.000 (seratus empat puluh empat ribu) orang yang dimeteraikan; inilah inti mempelai.
 
Barulah pada ayat 9, datanglah dari berbagai suku, kaum, bahasa dan bangsa, itulah bangsa kafir, berarti; bayangan mempelai, yang juga turut masuk dalam pesta nikah Anak Domba. Dan di sini kita melihat; mereka memakai jubah putih.
 
Tetapi saya tambahkan sedikit: Kalau ada hamba TUHAN yang mengatakan bahwa TUHAN memerintahkan dia untuk memimpin 144.000 (seratus empat puluh empat ribu) orang kudus, itu adalah ajaran sesat yang harus ditolak. Kiranya para pemirsa juga memperhatikannya.
144.000 (seratus empat puluh empat ribu) orang ini merupakan inti mempelai dari 12 (dua belas) suku Israel, lalu kita siapa? Kita ini bangsa kafir; lalu orang itu ditunjuk untuk memimpin 144.000 (seratus empat puluh empat ribu) orang, itu adalah ajaran sesat.
Saya terlalu banyak gemas karena mendengar bahasa-bahasa dari hamba-hamba TUHAN yang menyesatkan. Bersyukurlah kita karena memiliki Pengajaran Mempelai.
 
Bayangan dari mempelai TUHAN yang datang dari bangsa kafir dari berbagai suku, kaum, bahasa dan bangsa, mereka semua memakai jubah putih. Lalu, DARI MANA JUBAH PUTIH ITU MEREKA PEROLEH?
 
Wahyu 7:14
(7:13) Dan seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku: "Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu dan dari manakah mereka datang?" (7:14) Maka kataku kepadanya: "Tuanku, tuan mengetahuinya." Lalu ia berkata kepadaku: "Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.
 
Siapakah mereka yang memakai jubah putih? Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.
Jadi, untuk memiliki pakaian putih harus tetap bayar harga. Untuk memperoleh pakaian putih; dicelup dalam darah Anak Domba = bayar harganya. Ini adalah harga yang mahal.
 
-          Ibadah terbentuk oleh karena setetes darah Yesus.
-          Sidang jemaat diperoleh oleh TUHAN oleh setetes darah Yesus.
-          Penggembalaan ini ada karena setetes darah Yesus yang mahal.
Jadi, harus bayar harga untuk memiliki pakaian putih. Bayar harganya.
 
Tujuan memakai pakaian putih.
Wahyu 3:18
(3:18) maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.
 
“ ... Pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan ...”
Fungsi pakaian putih adalah supaya jangan nampak lagi kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, antara lain; kejahatan, kenajisan, kecemaran, kesombongan, keangkuhan, itu merupakan kekurangan yang sangat memalukan sekali.
 
Inilah harga yang mahal yang kedua, yang harus dibayar.
 
Nasihat YANG KETIGA: Membeli minyak dari TUHAN.
Tujuan membeli minyak dari TUHAN ialah untuk melumas mata, dengan demikian “engkau dapat melihat”.
 
Mari kita lihat MATA (KETUJUH ROH ALLAH) di dalam Wahyu 4.
Wahyu 4:5
(4:5) Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah.
 
Tujuh obor, tujuh pelita yang menyala-nyala di hadapan takhta, itulah ketujuh Roh Allah.
 
Kemudian, kita melihat KETUJUH ROH ALLAH di dalam Wahyu 5.
Wahyu 5:6
(5:6) Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi.
 
-          Wahyu 4:5, tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah.
-          Wahyu 5:6, bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi.
 
Kehidupan yang diutus oleh TUHAN adalah kehidupan yang diurapi menjadi terang dunia. “Menjadi terang”, itulah kegunaan dari pada minyak.
 
Itu sebabnya TUHAN memberi nasihat kepada sidang jemaat di Laodikia supaya membeli minyak dari TUHAN, kegunaannya adalah untuk melumas mata, supaya dapat melihat, dengan lain kata; menjadi terang dunia, di mana pun kita diutus oleh TUHAN; menjadi terang dunia di mana pun kita diutus.
Tiadalah mungkin menjadi ketujuh Roh Allah, ketujuh mata Allah, kalau kita tidak mau bayar harga. Tiadalah mungkin menjadi kesaksian, tiadalah mungkin menjadi tujuh pelita yang menyala-nyala, kalau kita tidak bayar harga. Kaki dian dengan tujuh pelita tidak mungkin bisa menyala dengan terang, kalau kita tidak bayar harga, kalau kita tidak membeli minyak dari TUHAN.
 
Perhatikan: Yesus Kristus telah mengalami penumbukan di atas kayu salib.
Untuk menghasilkan minyak zaitun, maka buah zaitun itu harus ditumbuk, lalu diperas. Yesus telah mengalami penumbukan dan pemerasan itu di atas kayu salib, supaya menghasilkan minyak urapan, sehingga menjadi kaki dian dengan tujuh pelita yang menyala, menjadi terang dunia. Bayar harga untuk membeli minyak, supaya melumas mata, supaya menjadi terang dunia.
 
Itu sebabnya, kedudukan mata posisinya selalu berada di tempat yang tertinggi sekali, bahkan melebihi posisi tinggi dari telinga. Mengapa demikian? Untuk menerangi seluruh anggota tubuh. Tetapi untuk menjadi terang, terlebih dahulu membeli minyak dengan bayar harga. Yesus sudah bayar harganya; Dia telah mengalami penumbukan di atas kayu salib untuk menghasilkan minyak zaitun.
 
Inilah baiknya TUHAN kepada kita masing-masing, supaya kita mengerti rencana TUHAN.
 
Kita kembali membaca Injil Matius 25. Tadi kita sudah memperhatikan ayat 9: “Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu”.
Hal ini telah dipaparkan. Kemudian, jawaban selanjutnya: “Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ”.Ungkapan yang kedua ini juga menunjukkan bahwa mereka telah bayar harga, itulah orang yang bijaksana. Biarlah kita juga bayar harga di tengah-tengah ibadah dan pelayanan.
 
Kemudian, kita akan memperhatikan ayat 10.
Matius 25:10
(25:10) Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.
 
Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu, Mempelai Laki-Laki Sorga, dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.
Di ayat 10 ini kita melihat; 5 (lima) gadis yang bodoh menuruti perkataan (nasihat) dari pada 5 (lima) gadis yang bijaksana, tetapi sayangnya, mereka menurutinya pada saat waktu yang tidak tepat.
 
Jadi, sore ini, petang ini, malam ini, saya sampaikan dengan tandas: Selagi masih ada waktu, itu merupakan panjang sabarnya TUHAN. Panjang sabar TUHAN adalah kesempatan bagi kita untuk memperoleh keselamatan.
Gunakan waktu yang ada ini, jangan dipermain-mainkan. Jangan memboroskan harta pada siang hari, jangan berfoya-foya pada siang hari, sebab itu adalah orang-orang gelap (orang-orang malam). Seharusnya, mabuk waktu malam, tidur waktu malam, tetapi mereka memboroskan hartanya pada siang hari; mabuk dan tidur pada siang hari.
Demikian juga Esau sibuk berburu daging, sehingga ketika dia mencari berkat yang satu itu, dia ditolak, sekalipun dia mencucurkan air mata. Jadi, selagi ada kesempatan, gunakan sebaik mungkin.
 
Berarti, dari sini kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa; selama ini, 5 (lima) gadis yang bodoh hidup dalam kebodohan; berfoya-foya pada siang hari, tidak menggunakan waktu dengan maksimal dan optimal, tidak menghargai kemurahan TUHAN
Selagi hari masing siang, berarti masih ada waktu bagi kita untuk mengerjakan, menyerahkan diri sepenuhnya. Di tahun yang baru, kita belajar untuk semakin menyerahkan diri lewat ibadah pelayanan ini kepada TUHAN. Ibadah dan pelayanan ini adalah sarana bagi kita untuk menyongsong kedatangan Mempelai Laki Sorga.
 
Kemudian, pada ayat 11-13.
Matius 25:11-13
(25:11) Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! (25:12) Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. (25:13) Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya".
 
Waktu yang masih ada ini, biarlah kita gunakan dengan baik, maksudnya adalah ibadah ini harus dituntun oleh tongkat kerajaan, harus dituntun dipimpin oleh tongkat kebenaran sampai kepada puncak ibadah, yaitu berjaga-jaga.
 
Apa yang dimaksud BERJAGA-JAGA?
Matius 26:39
(26:39) Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki".
 
Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki".
Jadi, Yesus, sebagai Anak Allah saja, saat menghadapi pergumulan yang luar biasa, minum cawan Allah, Dia pun sedikit gentar, itu sebabnya Diab erkata: “biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki”. Berarti, Dia harus tetap memikul salib.
 
Matius 26:40-41
(26:40) Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? (26:41) Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah".
 
Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur, seperti 10 (sepuluh) gadis tadi, berarti; tidak ada yang sempurna.
 
Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah".
Hiduplah dalam doa penyembahan. Gunakan waktu yang tersisa ini dengan cara menyerahkan diri sampai berada pada puncak rohani kita, itulah doa penyembahan. Biarlah tongkat kerajaan, tongkat kebenaran menuntun ibadah ini sampai kepada puncaknya, itulah doa penyembahan, berjaga-jaga. Habiskan waktu sampai kepada doa penyembahan; berjaga-jagalah.
 
Batas waktu menyembah adalah satu jam, seperti yang dikatakan oleh Yesus: “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?”, itu berbicara tentang doa penyembahan. Kalau berdoa “satu jam”, itu bukanlah berdoa. Yang dimaksud “satu jam”, itu adalah penyembahan.
Jadi, tidak bisa dipungkiri, ibadah kita memang harus memuncak sampai kepada doa penyembahan. Oleh sebab itu, Mempelai Laki-Laki Sorga berkata: “Berjaga-jagalah”. Gunakan waktu yang baik, supaya ibadah ini sampai kepada puncaknya, yaitu berjaga-jaga = hidup dalam doa penyembahan.
 
Sebetulnya, ada keinginan di hati untuk melanjutkan lagi, tetapi terkait dengan 5 (lima) gadis yang bijaksana dan 5 (lima) gadis yang bodoh, saya hentikan sampai di sini. Tetapi yang pasti; jangan boroskan hartamu pada siang hari, jangan berfoya-foya pada siang hari, sebab tidur waktu malam, mabuk waktu malam. Jangan boroskan harta pada siang hari, tetapi biarlah ibadah itu dituntun sampai kepada puncaknya, itulah doa penyembahan = berjaga-jaga.
Kita tidak tahu “kapan TUHAN datang”. Kalau tuan rumah tahu kapan pencuri datang, dia akan berjaga-jaga; oleh sebab itu, berjaga-jagalah, itulah doa penyembahan.
 
Kalau ibadah hanya sebatas penuh dengan firman, ibadah hanya sebatas penuh dengan Roh TUHAN, itu belum puncak ibadah; masih kurang satu lagi, yaitu doa penyembahan. Kalau ibadah kita sudah sampai kepada doa penyembahan, berarti sama dengan berjaga-jaga, karena ibadah ini tujuannya adalah untuk mengongsong TUHAN kembali, sebagai Raja dan Mempelai Laki-Laki Sorga.
Berjaga-jagalah, berarti ibadah harus sampai kepada puncaknya, itulah doa penyembahan, dan waktu menyembah adalah satu jam.
 
Sesudah itu, barulah kita kembali membaca Wahyu 12.
Wahyu 12:18
(12:18) Dan ia tinggal berdiri di pantai laut.
 
Karena naga atau Iblis atau Setan itu telah mengalami kekalahan, pada ayat 18 ini dikatakan: Dan ia tinggal berdiri di pantai laut.
Pantai laut, berarti di pinggir laut, di tepi laut. Untuk apa orang berada di tepi laut? Tujuannya adalah hanya untuk memandang saja, menonton.
Jangan kita seperti naga atau Setan ini, yang pada akhirnya menjadi penonton. Lebih baik hari ini kita menjadi tontonan, supaya kelak kita berada dalam Kerajaan Sorga.
 
Rasul Paulus telah mengalaminya; dia rela menjadi tontonan bagi manusia, bagi malaikat di sorga, dan tontonan bagi dunia, sesuai 1 Korintus 4:9. Oleh sebab itu Rasul Paulus berkata: kami telah menerima tempat yang paling rendah, itu adalah pengalaman kematian.
Kalau melayani, harus dalam pengalaman kematian. Kalau melayani tanpa pengalaman kematian dan kebangkitan, maka nanti daging bersuara. Sekalipun orang mati diteriaki, ia tidak akan bersuara, tidak akan membalas; oleh sebab itu, kita harus melayani dalam keadaan pengalaman kematian dan kebangkitan, sehingga sekalipun seperti apapun beratnya pengorbanan di tengah ibadah dan pelayanan, namun daging tetap tidak bersuara.
Oleh sebab itu, Rasul Paulus berkata pada 1 Korintus 4:9, “Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, sebab kami telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia”. Tempat yang paling rendah, dunia orang mati, itulah pengalaman kematian. Itulah keadaan dari Rasul Paulus di tengah ibadah dan pelayanannya, sehingga;
-          Ia menjadi tontonan bagi dunia,
-          Ia menjadi tontonan bagi malaikat-malaikat di sorga,
-          Dan juga menjadi tontonan bagi manusia.
 
Jangan sampai kita disebut sebagai Kristen penonton; ada kegiatan, tetapi hanya menonton saja. Ibadah ini bukan konser. Ibadah ini kegiatannya adalah melayani TUHAN dan pekerjaan TUHAN; jangan menjadi penonton.
Oleh sebab itu, kalau memang TUHAN memberikan tempat yang paling rendah, baiklah, itu adalah pengalaman kematian dan kebangkitan, supaya dengan demikian, kita bisa melayani TUHAN dengan baik, tidak bersungut-sungut, tidak ngomel, sekalipun ibadah, sekalipun pelayanan ini terhubung langsung dengan pengorbanan yang banyak. Biarlah kita menjadi tontonan, jangan menjadi penonton, seperti Setan tadi.
 
Ayo, belajar mengambil bagian. Tanggal 28-29 Desember 2020 nanti kita akan layani hamba-hamba TUHAN; ada yang antar jemput, ada yang memberikan makan, ada yang menunjukkan tempat ruang kamar, dan lain sebagainya. Jangan jadi penonton, sebab itu adalah pekerjaan Setan. Semua harus mengambil bagian; selesai ibadah jangan langsung pulang. Apa yang bisa kita kerjakan, kerjakan. Kalau bisa menyapu, sapulah. Kalau bisa mengangkat kursi, angkat kursi. Sekalipun menjadi tontonan, itu tidak jadi soal.
 
Bijaksanalah sebelum kebijaksanaan itu diambil TUHAN. kalau kebijaksanaan itu diambil TUHAN, maka sekalipun mengembara dari laut ke laut, menjelajat dari Utara ke Timur untuk mencari firman, namun tidak akan ditemukan lagi, sehingga rebahlah anak-anak dara yang cantik-cantik, rebahlah teruna-teruna, ini adalah gambaran dari gereja yang masih muda rohani, tidak bangkit-bangkit lagi selamanya; itulah keturunannya yang lain, benih gereja yang tertinggal, tidak bangkit-bangkit lagi; kesempatan tidak ada lagi bagi dia untuk memperbaiki kelakuannya. Bijaksanalah sebelum kebijaksanaan itu diambil TUHAN dari atas muka bumi.
 
TUHAN akan mengirimkan atas negeri, bukan kelaparan akan makanan dan minuman, tetapi lapar akan mendengarkan Firman TUHAN. Amsal 8:11.
 
Jangan menjadi penonton, tetapi biarkan kita dalam pengalaman kematian kebangkitan melayani TUHAN sekalipun menjadi tontonan, apalagi kalau sudah imam-imam. Yang sudah dibaptis, lanjut kepada melayani, harus menjadi tontonan, jangan penonton. Tetapi kalau mau melayani di hari-hari yang akan datang, belajar mulai dari sekarang, sekalipun belum ada sebutan “imam”, ambil bagian apa saja; entah tarik kabel, entah gulung kabel, entah lipat kursi, kerjakan saja, karena kita semua memiliki hati nurani, firman itu sudah ditempatkan di dalam hati kita masing-masing.
 
Doa penyembahan, berarti; berjaga-jaga. Kedatangan TUHAN tidak ada yang tahu; Anak tidak tahu, hanya Bapa yang tahu. Oleh sebab itu, berjaga-jagalah. Prakteknya; ibadah sudah memuncak sampai doa penyembahan.
Tadi, “keturunannya yang lain”, benih yang tertinggal; sudah penuh dengan firman, sudah penuh dengan Roh (ada dalam kegiatan Roh), tetapi kurang satu, kurang Mezbah Dupa, itulah doa penyembahan.
Nyawa saya dan nyawa saudara tidak bisa dihargai dengan 1 Triliun. Sebelum menyesal di kemudian hari, lebih baik kita menyesal sekarang. Sebelum TUHAN ambil kebijaksanaan, bijaksanalah sekarang seperti 5 (lima) gadis yang bijaksana; bawalah pelitamu + minyak dalam buli-buli, memang susah dan capek. Memang sepertinya lebih enak hanya bawa pelita; datang ke gereja, lalu pulang lagi, tidak bawa apa-apa, tidak mengerjakan apa-apa, tetapi 5 (lima) gadis yang bijaksana betul-betul mereka memikul salib di tengah ibadah, karena selain membawa pelita, juga dengan kerepotan membawa minyak dalam buli-buli di tangan yang satu lagi. Dua tangan betul-betul digunakan dengan baik, bijaksanalah. Memikul salib bukan berarti bodoh, itu bijaksana, itu hikmat akal budi dan kebijaksanaan, itu hikmat Allah dan kekuatan Allah.
 
 
TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI
 
Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang 

No comments:

Post a Comment