KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Wednesday, August 5, 2020

IBADAH RAYA MINGGU, 02 AGUSTUS 2020


IBADAH RAYA MINGGU, 02 AGUSTUS 2020

KITAB WAHYU
(Seri: 16)
Subtema: DILEMPARKAN KE BUMI KARENA LIMA KALI KATA “AKU”

Shalom.
Selamat sore, selamat petang. Salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi kehidupan kita masing-masing.
Saya juga tidak lupa menyapa anak TUHAN, umat TUHAN, hamba-hamba TUHAN yang sedang mengikuti pemberitaan firman TUHAN lewat live streaming video internet Youtube, Facebook di mana pun anda berada.
Selanjutnya, mari kita mohonkan kemurahan dari TUHAN supaya kiranya TUHAN membukakan firman-Nya bagi kita sekaliannya.

Segera saja kita sambut firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari Wahyu 12, namun terlebih dahulu kita memperhatikan ayat 9.
Wahyu 12:9
(12:9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.

Naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, dilemparkan ke bawah atau ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya -- tentara-tentaranya --.
Jika kita berada di tengah-tengah ibadah dan pelayanan; jangan kita hidup dengan semau-maunya, jangan datang beribadah dengan semaunya, jangan kita menghadap takhta kasih karunia dengan sesuka hati, supaya jangan kita juga turut dilemparkan dari takhta Allah seperti Iblis atau Satan, yang telah dilemparkan dari takhta Allah ke bawah atau ke bumi, bersama-sama dengan para malaikat-malaikatnya -- para tentaranya--. Karena ibadah dan pelayanan ini merupakan takhta Allah, dan di dalam ibadah pelayanan Allah bertakhta. Peristiwa ini harus menjadi peringatan, harus menjadi cambuk bagi seorang imam, bagi seorang hamba TUHAN, bagi seorang pelayan TUHAN, teramat lebih seorang pemimpin sidang jemaat supaya jangan bermain-main di tengah ibadah dan pelayanan yang adalah takhta Allah.

Pada saat berdoa, seorang pemimpin pujian berkali-kali mengaku dalam doanya: kami ini sudah mendengar firman, tetapi selalu memberontak, mendurhaka kepada TUHAN, sampai detik ini doa tersebut sering diucapkan. Doa yang seperti itu tidak salah, tetapi saya berharap supaya jangan kita sesuka hati atau semau-maunya untuk datang beribadah apalagi kalau sudah mengambil bagian dalam pelayanan.

Peristiwa yang tertulis pada Wahyu 12:9 ini, juga telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya. Segera kita memperhatikannya di dalam Yesaya 14:12.
Yesaya 14:12
(14:12) "Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!

Bintang Timur, putera Fajar sudah jatuh dari langit, ia sudah dipecah-percahkan dan jatuh ke bumi. Jadi, Yesaya 14:12 sesuai dengan Wahyu 12:9. Pendeknya; Wahyu 12:9 ini menggenapi nubuat dari Yesaya 14:12.

Yesaya 14:13-14
(14:13) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. (14:14) Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!

Bintang Timur atau Lucifer, disebut juga dengan Iblis atau Satan, dan sebutan nama lainnya; hidup dengan kesombongannya, sebab di sini diterangkan ia (Iblis atau Satan) ingin lebih tinggi dari Allah. Bukankah hal tersebut menunjukkan bahwa ia datang di tengah ibadah atau takhta Allah dengan semaunya? Bukankah itu menunjukkan bahwa ia beribadah dan melayani TUHAN dengan sesuka hati? Hidup dengan semaunya, menunjukkan kesombongan dari Bintang Timur disebut juga Lucifer, juga Iblis atau Satan, serta ular tua naga besar, dan masih banyak lagi sebutannya.
Seseorang yang sembarangan di tengah ibadah dan pelayanan: beribadah dengan semaunya, melayani dengan sesuka hati, itu menunjukkan kepribadiannya, hidupnya penuh dengan kesombongan di hadapan TUHAN, seperti Bintang Timur atau Lucifer.

Di sini kita melihat, ada lima kali Bintang Timur -- atau Lucifer atau Iblis Satan atau si ular naga besar -- memakai kata “aku”:
  1. Aku” hendak naik ke langit.
  2. Aku” hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah.
  3. Aku” hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara.
  4. Aku” hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan.
  5. Aku” hendak menyamai Yang Mahatinggi!
Lima kali kata: “aku hendak”, jelas menunjukkan kesombongan dari Lucifer, sama artinya: hidup dengan sesuka hati, hidup dengan semau-maunya di tengah-tengah takhta Allah yaitu ibadah dan pelayanan yang TUHAN percayakan. Bukan saja para imam, namun sidang jemaat juga kalau datang menghadap takhta kasih karunia, datang di tengah-tengah ibadah yang TUHAN percayakan; jangan sesuka hati, jangan juga semaunya, karena kehidupan yang semacam ini pasti sombong, hal itu tidak bisa dipungkiri.

Yesaya 14:15
(14:15) Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.

Di tengah-tengah dia (Lucifer) menyombongkan dirinya, sebaliknya, Lucifer dilemparkan ke dunia orang mati.
Kalau manusia berdosa, sampai hari ini TUHAN masih menunggu pertobatannya dengan panjang sabar-Nya, dengan kemurahan-Nya, artinya: masih ada kesempatan bagi kita untuk diampuni. Tetapi, Bintang Timur, putera Fajar -- yang merupakan satu dari antara para malaikat yang berada di tengah-tengah takhta Allah, ia langsung dilemparkan dari takhta Allah setelah terdapat kesalahan di dalam dirinya, untuk sementara disimpan di gua-gua sampai tiba hari penghakiman, untuk selanjutnya dilemparkan di dalam api neraka untuk selama-lamanya. Jadi, kesempatan yang ada sekarang ini merupakan panjang sabar TUHAN, kemurahan TUHAN, manfaatkan dengan sungguh-sungguh, jangan sesuka hati dan semau-maunya datang di tengah ibadah dan pelayanan, jangan tinggi hati dan jangan sombong, supaya kita jangan direndahkan. Kalau seseorang meninggikan diri, pasti dilemparkan ke dunia yang paling bawah, direndahkan.

Dengan demikian, kesombongan mendahului kejatuhan. Oleh sebab itu, sebelum dijatuhkan cepat-cepatlah bertobat dari dosa tinggi hati, kesombongan, jangan lagi semaunya dan sesuka hati datang beribadah dan melayani, baik sidang jemaat maupun hamba-hamba TUHAN yang melayani pekerjaan TUHAN.

Segera kita melihat, suatu peristiwa yang dialami oleh orang Farisi yang akan menjadi suatu pelajaran yang baik bagi kita, sehingga menjadi suatu kesempatan bagi kita yang akan merubah sikap kita pada sore petang ini.
Lukas 18:9
(18:9) Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:

... Menganggap dirinya benar ...” itu merupakan kesombongan. Biasanya orang sombong, menganggap orang lain lebih rendah, lebih kecil. Memang kalau kita melihat dari sisi ketinggian, maka orang yang berada di bawah akan terlihat kecil. Namun, jangan salah, dari sisi orang yang rendah hati ketika melihat orang yang sombong (ketinggian) akan terlihat kecil juga, kalau kita berada di titik terendah melihat orang yang sombong (jauh di atas) akan terlihat kecil, tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Biarlah saya dan kita semua memilih tempat yang paling rendah.

Oleh karena dosa kesombongan ini, TUHAN memberi penjelasan supaya kita dapat mengerti, sebab kalau kita datang beribadah tanpa pengertian yang baik, dan benar, tanpa suatu pengertian yang dari sorga, kita tidak mungkin dapat menyenangkan hati TUHAN ketika kita berada di tengah-tengah ibadah dan melayani TUHAN.
Petang ini TUHAN mau luruskan kita semua: baik sidang jemaat, maupun imam-imam akan diluruskan oleh TUHAN. Oleh sebab itu, marilah kita merendahkan hati kita, dengan memperhatikan firman TUHAN dengan segala kerendahan hati.

Lukas 18:10
(18:10) "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.

Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa, untuk beribadah, untuk melayani. Di dalam ibadah tidak mungkin tidak ada doa, dari awal memulai ibadah saja sudah ada doa.

Di tengah-tengah ibadah yang adalah takhta Allah, terdapat dua orang, mari kita melihat keadaan dari dua orang ini.
Lukas 18:11-12
(18:11) Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; (18:12) aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Orang Farisi berdoa dan mengucapkan: “Ya Allah,” sebetulnya awal dari doa orang Farisi ini sudah bagus sekali, terdengar baik, namun hal ini belum menunjukkan keadaan yang sebenarnya dari orang Farisi tersebut.

Kesimpulannya dari doa orang Farisi ialah: Ia menganggap bahwa dirinya lebih benar dari orang lain, menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang tinggi hati (sombong). Sementara orang yang sombong, orang yang tinggi hati kerap kali menganggap orang lain lebih rendah, sebaliknya orang yang rendah hati menganggap orang lain yang lebih utama. Jadi apabila seseorang berada pada ketinggian hati, pasti memandang orang lain rendah, hal itu terjadi secara otomatis.

Praktek kesombongan dari orang Farisi, ia mengucapkan lima kali kata “aku” seperti Lucifer tadi. Adapun lima kali kata “aku” yang diucapkan oleh orang Farisi, yaitu:
Yang Pertama: Diawali dengan “Aku mengucap syukur kepada-Mu.”
Yang Kedua: “Karena aku tidak sama seperti semua orang lain. Siapa orang lain itu? Orang lain yang dimaksud oleh orang Farisi ini, yaitu:
  • Bukan perampok.
  • Bukan orang lalim.
  • Bukan pezinah.
  • Bukan juga seperti pemungut cukai ini.
Pada perkataan “aku” yang kedua ini, menunjukkan bahwa orang Farisi sedang menunjuk-nunjuk dosa orang lain (pemungut cukai). Kalau seseorang menunjuk dosa orang lain, berarti menganggap diri lebih benar, atau sebaliknya, kalau merasa diri lebih benar pasti orang lain yang salah. Itu sebabnya dia menunjukkan kesalahan orang lain.
Coba kita saling menengok (menoleh sesama kita) ke kiri dan ke kanan, dan katakan dalam hati masing-masing: engkau lebih baik dari saya, engkau lebih benar dari saya, selanjutnya kita juga mengaku dan berkata; “Aku masih banyak dosa.”
Yang Ketiga: “Aku berpuasa dua kali seminggu.
Yang Keempat: “Aku memberikan sepersepuluh.
Yang Kelima: “Dari segala penghasilanku. Pada perkataan “aku” yang ketiga, keempat, dan kelima, orang Farisi tersebut pamer atau bermegah terhadap kelebihan-kelebihan dan perbuatan-perbuatannya, namun bersifat kebenaran diri sendiri, itu artinya: bahwa orang Farisi tersebut sombong dan tinggi hati, kemudian di dalam ketinggian hati (kesombongan diri) itu dia sedang merendahkan orang lain.

Dalam kesempatan yang lain, pemungut cukai bersikap bertolak belakang dengan sikap dari orang Farisi.
Lukas 18:13
(18:13) Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.

Dalam kesempatan yang lain, pemungut cukai berdiri jauh-jauh, jelas hal ini menunjukkan bahwa pemungut cukai itu merasa diri tidak layak di hadapan TUHAN.
Praktek merasa diri tidak layak di hadapan TUHAN, di sini dikatakan: “Bahkan ia tidak berani menengadah ke langit.” Langit merupakan gambaran dari takhta Allah, kerajaan sorga, sama dengan kemuliaan. Tidak menengadah kepada kemuliaan, berarti dia menundukkan diri, memandang ke bawah, atau menyadari dirinya masih jauh dari kemuliaan Allah (hina) sehingga tidak berani menengadah ke langit.
Kemudian, pada saat merasa diri tidak layak, “Dia memukul diri”, artinya; mempersalahkan diri karena kesalahannya. Kalau merasa diri benar, maka orang lain yang dipukul dengan kata-kata; pemungut cukai, penzinah, pendosa, itu adalah pukulan dalam bentuk kata-kata. Tetapi sebaliknya, karena dia (pemungut cukai) merasa diri sebagai orang yang berdosa, maka dia hanya memukul-mukuli diri saja. Singkatnya, pemungut cukai ini merasa tidak layak di hadapan TUHAN.

Dalam keadaan merasa tidak layak terlihat dalam doanya, bahwa ia mengucapkan satu kali kata “aku”, diawali dengan: “Ya Allah”, lanjut “Kasihanilah aku orang berdosa ini”. Jadi, cukup satu kali untuk mengucapkan kata “aku” untuk mendapatkan belas kasihan dari TUHAN.
Pemungut cukai ini menyadari diri sebagai orang berdosa, dan karena dia menyadari diri sebagai orang yang berdosa, di situlah dia mengharapkan belas kasihan. Sebaliknya, orang sombong, tinggi hati tidak pernah mengharapkan belas kasihan TUHAN.
Jadi, yang dibutuhkan oleh orang berdosa (bangsa kafir) hanya belas kasihan Tuhan. Kita orang berdosa (bangsa Kafir) sangat membutuhkan belas kasihan atau kasih karunia dan anugerah Allah; itulah yang dibutuhkan oleh orang berdosa. Tetapi orang yang tinggi hati tidak membutuhkan anugerah Allah, tidak butuh belas kasihan, tidak butuh kasih karunia.

Lukas 18:14
(18:14) Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Yesus kepada murid-murid: “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak.” Pemungut cukai tersebut dibenarkan oleh karena belas kasihan, oleh karena kasih karunia, oleh karena kemurahan hati TUHAN, oleh karena anugerah TUHAN yakni; darah salib Kristus, yang disebut dengan kebenaran karena iman. Sementara orang Farisi tidak dibenarkan Allah, sebab ia sudah terlebih dahulu membenarkan dirinya (Jauh dari kemurahan).

Sekali lagi saya sampaikan dengan tandas: Kita adalah bangsa Kafir, orang berdosa, sangat membutuhkan dan mendambakan belas kasihan TUHAN. Hanya karena belas kasihan TUHAN saja.

Perlu untuk diketahui, dalam Perjanjian Baru, terdapat dua kali pemecahan roti:
  • Pemecahan roti yang pertama: 5 roti, 2 ikan diberikan kepada 5000 orang laki-laki, tidak termasuk para wanita, isteri dan anak kecil, kemudian sisa 12 bakul.
  • Pemecahan roti yang kedua: 7 roti dan beberapa ikan diberikan kepada 4000 orang laki-laki, tidak termasuk para isteri, wanita-wanita dan anak-anak, kemudian sisa 7 bakul.
Dua kali pemecahan roti ini terjadi jelas karena belas kasihan TUHAN... Matius 19:14 dan Matius 15:32. Jadi, kalau kita menikmati pembukaan Firman di sore ini, itu jelas karena belas kasihan TUHAN.
Yesus adalah roti hidup; Roti yang turun dari sorga, Dia telah memecah-mecahkan segenap hidup-Nya di atas kayu salib; jelas hal itu adalah belas kasihan TUHAN kepada kita, belas kasihan TUHAN kepada orang yang berdosa.

Sekarang, kita akan memperhatikan 1 Yohanes 1:1-4.
1 Yohanes 1:1
(1:1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup -- itulah yang kami tuliskan kepada kamu.

Pengalaman Rasul Yohanes bersama dengan Yesus Kristus sebagai TUHAN dan Guru bagi dua belas murid. Ditulis oleh Rasul Yohanes, dan kita juga sudah menerimanya, itulah yang disebut firman hidup. Jadi, firman yang dituliskan atau yang disampaikan kepada kita sore ini bukanlah berdasarkan pengalaman manusia atau pengertian manusia, tetapi berdasarkan pengalaman bersama dengan TUHAN Yesus Kristus, karena Dia adalah Guru dan TUHAN bagi dua belas murid (dua belas rasul).

1 Yohanes 1:2
(1:2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami.

Rasul Yohanes memberitahukan soal hidup kepada kita, itulah hidup kekal. Jadi, apa yang Dia lihat dari TUHAN Yesus, itulah yang dia tuliskan; pada ayat 2 ini yaitu: soal hidup kekal dinyatakan kepada kita; dan itu kita dapatkan lewat firman hidup.

1 Yohanes 1:3
(1:3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.

Sampai pada akhirnya, oleh karena firman hidup itu, kita beroleh persekutuan dengan sesama. Satu dengan yang lain bersekutu menjadi satu tubuh Kristus, sampai akhirnya terjadi suatu persekutuan yang baik dan indah dengan TUHAN Yesus Kristus.

Kalau persekutuan kita baik dengan TUHAN, maka pasti di bumi ini persekutuan kita baik dengan yang lain (sesama). Tetapi jika hubungan kita tidak baik dengan TUHAN, maka pasti hubungan kita dengan sesama, bahkan hubungan antara suami isteri pun, tidak baik.
Jadi, persekutuan itu tercipta oleh karena firman hidup. Firman hidup itu merupakan pengalaman Rasul Yohanes bersama dengan Yesus, lalu dituliskan oleh Rasul Yohanes itu sendiri. Dan oleh karena firman hidup yang kita terima sore petang ini, maka terjadi (ada) persekutuan antara yang satu dengan yang lain, kemudian ada persekutuan dengan TUHAN kita, Yesus Kristus, Bapa yang kekal.

1 Yohanes 1:4
(1:4) Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna.

Penekanan pada ayat 4 adalah sukacita atau kebahagiaan yang kekal ialah kebahagiaan yang sempurna, bila kita bersekutu dengan Dia di dalam kerajaan-Nya, yaitu ibadah dan pelayanan ini. Jadi, kebahagiaan yang kekal itu bersumber (datang) dari persekutuan kita dengan TUHAN di tengah ibadah dan pelayanan, sebagai takhta Allah, Kerajaan Sorga.

Sedangkan kesombongan, kebenaran diri sendiri, bersifat sementara saja; sebab kesombongan atau ketinggian hati adalah awal dari kejatuhan. Tidak lama, ia pasti akan jatuh, sifatnya sementara. Tetapi persekutuan kita dengan TUHAN menimbulkan kebahagiaan yang sempurna (kekal).
Berarti, kita dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa; kita sangat membutuhkan belas kasihan supaya kita memperoleh sukacita mempelai. Kalau berbicara “mempelai” berarti berbicara tentang kesatuan antara suami dan isteri. Tubuh dan kepala; satu. Suami dan isteri; satu. Itulah kebahagiaan yang sempurna. Kita butuh belas kasihan supaya kita mengalami kebahagiaan yang sempurna, kebahagiaan mempelai.

Jika antara yang satu dengan yang lain masing-masing menyombongkan diri, masing-masing membenarkan diri, maka tidak ada kebahagiaan di situ. Intinya; tidak ada yang perlu untuk disombongkan.
Kalau diberkati, Ya, puji TUHAN. Kalau hari ini kita memiliki suatu perkara sebagai berkat dari TUHAN, ya puji TUHAN, tidak untuk disombongkan. Sebaliknya kalau keuangan sedang menipis juga tetap puji TUHAN; jangan kita menjadi minder. Karena kalau seseorang minder karena tidak punya uang, sekali waktu ketika dia mempunyai uang, maka dia pasti menjadi sombong. Jadi, orang minder itu bukan tanda kerendahan hati; minder itu dosa.

Selanjutnya, kita akan memperhatikan 2 Petrus 1:18-19.
2 Petrus 1:18
(1:18) Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.

Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.” Ini juga merupakan pengalaman dari Simon Petrus, yang juga merupakan satu dari antara dua belas rasul. Di sini dia menjelaskan tentang pengalamannya bersama dengan Yesus, yang adalah Guru dan TUHAN bagi dua belas rasul (dua belas murid).

2 Petrus 1:19
(1:19) Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu.

Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya ...” Biarlah kita memperhatikan firman nabi atau firman nubuatan sampai tinggal tetap di dalam hati kita.

Pengalaman Rasul Petrus bersama dengan Yesus di atas gunung yang tinggi, itu sudah dinubuatkan oleh para nabi. Sebelum peristiwa itu terjadi, hal itu sudah dinubuatkan oleh para nabi. Kemudian, pengalaman itu ditegaskan oleh Simon Petrus, supaya apa yang telah difirmankan para nabi -- atau yang disebut dengan firman nubuatan -- kiranya tinggal tetap di dalam hati kita.

Marilah kita dengan sungguh-sungguh memperhatikan firman nabi, firman nubuatan, sampai tinggal tetap di dalam hati kita. Mengapa? Karena apabila firman nabi (firman nubuatan) itu tinggal tetap di dalam hati kita, maka firman nubuatan itu akan menerangi kegelapan dosa, -- kalau kehidupan kita sudah diterangi dari dosa -- maka akhirnya bintang timur terbit bersinar di dalam hati kita.

Jadilah rendah hati. Jangan kita sama seperti Lucifer. Orang yang sombong (tinggi hati), berarti benih Lucifer itu ada di dalam dirinya.
Sebelum pemuda-pemudi menikah, belajarlah untuk menjadi suatu kehidupan yang rendah hati dari sejak sekarang, supaya apabila nanti masuk dalam nikah, semoga pasangan hidup itu juga merupakan pilihan dari TUHAN, sehingga masing-masing sama-sama rendah hati, dan buahnya (anak yang akan lahir) adalah seorang anak yang rendah hati.
Kesombongan itu sifatnya sementara, tidak kekal. Tetapi petang dan malam hari ini kita belajar untuk memperhatikan firman nubuatan, jangan diabaikan begitu saja, jangan terlewatkan begitu saja. Jangan sampai firman yang kita terima dan kita dengar itu masuk telinga kanan, lalu keluar telinga kiri, tetapi biarlah firman itu kita perhatikan. Tujuannya adalah supaya firman nubuat itu tinggal tetap dalam hati, karena firman nubuat itu berkuasa untuk menerangi kegelapan dosa kita. Kalau dosa sudah diterangi dalam hidup kita, maka ujung-ujungnya (muaranya) adalah “Bintang Timur terbit bersinar di dalam hati masing-masing.”

Kegunaan dari Bintang Timur, ialah; menjadi petunjuk di cakrawala, itulah orang-orang bijaksana yang menuntun banyak orang ke dalam kebenaran. Bintang Timur juga bagaikan gapura-gapura yang menunjukkan suatu sasaran atau arah dari jalan yang harus kita tempuh.
Sama seperti orang Majus; mereka dipimpin oleh Bintang Timur sehingga mereka sampai pada tujuan (sasaran akhir), yaitu tempat Yesus dilahirkan. Pada saat itulah mereka langsung berlutut/menyembah dan mempersembahkan emas, mur, dan kemenyan. Demikian juga kalau Bintang Timur terbit bersinar di hati kita, maka keuntungannya adalah akan terus menuntun perjalanan rohani kita pada satu titik yang TUHAN tentukan, itulah Yerusalem yang baru. Yang diliputi dengan suasana penyembahan ... Wahyu 14:2-3.

Sebaliknya, kalau Bintang Timur tidak terbit bersinar di dalam hati; sama artinya melangkah, tanpa petunjuk, sehingga langkah berikutnya akan melenceng jauh, sehingga tidak sampai kepada satu titik yang TUHAN tentukan. Jadi, memang mau tidak mau, kita harus dengan rendah hati untuk memperhatikan firman nabi sampai tinggal tetap, tujuannya adalah supaya Bintang Timur terbit bersinar di dalam hati.
Bukankah hal ini sudah dinubuatkan oleh para nabi? Oleh sebab itu, kita memang harus rendah hati. Yang diperlukan di tengah ibadah dan pelayanan ini adalah kerendahan hati. Jangan sampai ada lima kata “aku” untuk menunjukkan kesombongan dari orang Farisi tadi; itu adalah benih yang dititiskan oleh Bintang Timur Putera Fajar. Tetapi soal kerendahan hati adalah benih yang diturunkan dari Bintang Timur yang lebih besar, itulah pribadi dari Tuhan Yesus Kristus.

Jadi, ada dua “Bintang Timur”, antara Bintang Timur, putera Fajar tetapi penyesatan, sedangkan Bintang Timur yang adalah pribadi dari Yesus Kristus akan mengarahkan kita sampai kepada satu titik akhir yang ditentukan, yaitu: Kerajaan Sorga.

Wahyu 22:16
(22:16) "Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang."

Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku -- itulah hamba-hamba TUHAN dengan jabatan rasul, nabi, penginjil, gembala, guru -- untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat.
Sama seperti apa yang tadi disaksikan oleh Rasul Yohanes, di mana firman hidup dituliskan supaya ada persekutuan yang baik dan yang indah dengan TUHAN, juga supaya ada persekutuan yang baik dan indah antara seorang dengan yang lain. Juga pengalaman hidup Rasul Petrus bersama dengan Yesus, dituliskan kepada kita semua, supaya kita memperhatikan firman nabi, firman nubuatan, sehingga ketika kita memperhatikannya, maka firman nubuatan itu tinggal tetap, dan muaranya (tujuannya) ialah: Bintang Timur terbit bersinar di dalam hati.

Lebih jelasnya, siapakah “Aku, Yesus” ini? Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang. Yesus adalah bintang timur yang gilang gemilang.
Kalau tadi, Bintang Timur, putera Fajar tidak gilang gemilang, justru memberi kekalahan dan membinasakan, karena dia penuh dengan kesombongan di tengah ibadah dan pelayanan. Sesuka hati, berlaku semaunya saja di tengah ibadah dan pelayanan yang merupakan takhta Allah.
Sekali lagi saya sampaikan dengan tandas: Jangan sesuka hati di tengah ibadah sebelum kesombongan itu menjatuhkan kita. Saya kira, pemberitaan firman sore hari ini bukanlah suatu kebetulan, sebelum dilemparkan.

Lihatlah; Yesus adalah Tunas Daud, Dialah Bintang Timur gilang gemilang. Biasanya, kata “gemilang”; ditujukan kepada orang yang rendah hati yang sudah berkemenangan terhadap dosa, yaitu: kesombongan.
Jadi, orang yang rendah hati itu hidupnya indah, karena Bintang Timur yang terbit bersinar di dalam hati dan yang mengarahkan hidup kepada jalan yang benar, di mana tujuan akhirnya adalah Yerusalem Baru, Kerajaan Sorgawi.
Sore hari ini kita patut bersyukur, karena TUHAN Yesus baik, Dia telah menyatakan kasih dan kemurahan-Nya kepada kita masing-masing, pribadi lepas pribadi tentunya.

Tetapi, sebelum Yesus berkata: “Aku, Yesus” di Wahyu 22:16 ini, ternyata pada Wahyu 22:7-13 ditemukan 5X kata “Aku” oleh Yesus Kristus. Inilah ajaibnya TUHAN bagi kita sore hari ini.
YANG PERTAMA, Wahyu 22:7 "Sesungguhnya Aku datang segera. Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!" Yang berbahagia pada saat kedatangan-Nya untuk yang kedua kali adalah orang-orang yang menuruti nubuatan firman.

YANG KEDUA, Wahyu 22:12 "Sesungguhnya Aku datang segera ... " Artinya, jangan kita bermalas-malas dan berlambat-lambat apalagi menunda-nunda untuk melakukan dua hal, yaitu;
  1. Untuk hidup suci.
  2. Untuk melayani pekerjaan TUHAN.
Jangan ditunda-tunda, jangan bermalas-malas. Yang dibaptis, selanjutnya meningkat dengan mengambil bagian dalam melayani pekerjaan TUHAN, jadilah imam-imam, jangan ditunda-tunda. Sebab untuk yang kedua kali Yesus berkata: “Aku datang segera.” Jadi, sekalipun ada dua kali perkataan “Aku datang segera”, namun pengertiannya berbeda-beda.

YANG KETIGA, Wahyu 22:12. Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.” Orang-orang yang dibenarkan, orang-orang yang dikuduskan dan disempurnakan akan diselematkan, itu merupakan upah bagi TUHAN. Kalau dikaitkan dalam pola Tabernakel;
  • Dibenarkan” terkena pada daerah HALAMAN; berarti dibenarkan oleh darah salib (Mezbah Korban Bakaran), serta kematian dan kebangkitan-Nya (Kolam Pembasuhan).
  • Dikuduskan” terkena pada daerah RUANGAN SUCI; berarti dikuduskan oleh tiga macam alat yang ada di dalam Ruangan Suci, yaitu;
  1. Meja Roti Sajian Dikuduskan oleh Firman Allah.
  2. Pelita Emas Dikuduskan oleh Roh Allah.
  3. Mezbah Dupa Dikuduskan oleh doa dan penyembahan kita kepada TUHAN, yaitu: Kasih Allah.
  • Disempurnakan” terkena pada daerah RUANGAN MAHA SUCI; itu berbicara tentang gereja yang sempurna (mempelai TUHAN).

Orang-orang yang dibenarkan, dikuduskan dan disempurnakan, itulah orang-orang yang diselamatkan, itu merupakan upah bagi TUHAN. Sedangkan orang yang jahat, yang penuh dengan dosa dan kecemaran, suatu kali nanti akan mendapat hukuman, sebagai pembalasan dari TUHAN.

Jadi, jangan saudara berpikir enak-enak berbuat dosa sekarang ini, jangan saudara berpikir enak-enak hidup jauh dari TUHAN, hidup dalam hawa nafsu daging dan keinginan-keinginan daging yang jahat, semau-maunya beribadah, semau-maunya melayani; jangan saudara berpikir pendek seperti itu. TUHAN akan membalaskan kepada orang yang berbuat jahat pada saat Dia datang pada kali yang kedua (hari Tuhan).

YANG KEEMPAT, Wahyu 22:13Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir.” Aku adalah Alfa dan Omega = Yang Pertama dan Yang Terkemudian = Yang Awal dan Yang Akhir.

Tentang “Alfa dan Omega” ini, kita akan melihat lebih jauh dalam Wahyu 1, supaya dengan sebutan “Alfa dan Omega” ini kita langsung mengerti apa yang dikerjakan oleh TUHAN Yesus Kristus sebagai “Alfa dan Omega.”
Wahyu 1:8
(1:8) "Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."

Inilah kaitan dari Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir, yaitu Dialah yang ada, Dialah yang sudah ada, Dialah yang akan datang.

Lebih rinci soal “Alfa dan Omega.”
Wahyu 1:17-18
(1:17) Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (1:18) dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.

Alfa dan Omega = Awal dan Akhir. Tetapi, Dia juga yang ada, yang sudah ada, dan yang akan datang = Yang hidup -- Dia datang ke dunia dalam keadaan hidup --, tetapi pada akhirnya mati di kayu salib, kemudian hari ketiga bangkit berarti Dia hidup kembali.
Jadi, pengertian dari Alfa dan Omega adalah pengalaman Yesus dalam tanda kematian dan kebangkitan-Nya. Kalau kita menyebut “Alfa dan Omega”, maka tidak terlepas dari pengalaman Yesus dalam tanda kematian dan kebangkitan-Nya.

Kematian Yesus adalah untuk mengubur hidup lama. Kematian Yesus di kayu salib = Titik. Apa fungsi dari “titik?” Yaitu untuk mengakhiri riwayat dosa; semua riwayat dosa diakhiri oleh kematian Yesus di atas kayu salib.
Kuasa kematian Yesus adalah mengubur hidup lama. Jadi, kalau mati, maka harus dikubur. Jangan kita berbicara “Alfa dan Omega”, tetapi tidak satu dalam pengalaman Yesus dalam tanda kematian dan kebangkitan-Nya. Kalau kita satu dalam kematian, pasti hidup lama dikubur, lalu hari ketiga bangkit, hidup dalam hidup yang baru, yang lama berlalu.

YANG KELIMA, Wahyu 22:16Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat.” Rasul Petrus maupun Rasul Yohanes telah menuliskan pengalaman mereka bersama Yesus Kristus, lalu disampaikan kepada sidang jemaat.
Di tengah ibadah dan pelayanan, dalam hal berkotbah, seorang pemimpin sidang jemaat tidak hanya sibuk menceritakan soal dunia ini, tidak boleh sibuk menceritakan perkara-perkara lahiriah, tidak boleh sibuk berbicara hanya sebatas berkat-berkat-berkat-berkat, tidak boleh sibuk berbicara hanya soal mujizat kesembuhan, tetapi yang mengabaikan hal ihwal Yesus -- itulah pengalaman kematian dan kebangkitan Yesus; itu adalah penyesatan.
Itu sebabnya dalam Injil Matius 7, kepada hamba-hamba TUHAN yang berseru-seru: “TUHAN, TUHAN” dan yang mengadakan tiga perkara ajaib, yaitu;
  1. Bernubuat demi nama TUHAN.
  2. Mengusir setan demi nama TUHAN.
  3. Mengadakan banyak mujizat demi nama TUHAN.
Namun kepada mereka Yesus berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!
Jadi, kalau hamba Tuhan sibuk hanya sebatas mengadakan mujizat kesembuhan, sibuk soal perkara lahiriah, dengan tegas TUHAN tidak kenal dengan hamba TUHAN yang demikian. Maka yang harus diceritakan oleh seorang hamba Tuhan di tengah-tengah ibadah dan pelayanannya adalah: hal ihwal Yesus (kehendak Allah) yakni, sengsara salib atau kematian dari Tuhan Yesus Kristus sebab Dia adalah Alfa dan Omega.

Di awal-awal pelayanan, ada berapa banyak orang sakit yang disembuhkan, ada berapa banyak Setan terusir dari dalam diri seseorang, tetapi tidak satu pun dari antara mereka yang datang beribadah di tempat ini. Jadi, sudah sangat jelas bahwa yang menyelamatkan adalah darah salib Kristus.
Janganlah kita keliru. Kemegahan duniawi bukan ukuran yang menyelamatkan, bukan. Saya menyampaikan hal ini bukan karena kita sedang menyewa gedung ini, bukan. Tetapi hal itu adalah fakta; yang menyelamatkan adalah darah salib, bukan mujizat kesembuhan. Mujizat kesembuhan hanyalah sebuah karunia yang dialami, supaya yang sakit sembuh, itu saja. Jadi, tidak usah heran-heran, sebab itu adalah karunia.

TUHAN sudah membuktikan dengan lima kata “Aku” sebagai tanda kerendahan hati-Nya sebab Ia telah turun ke dunia yang paling rendah untuk menolong orang-orang yang akan diselamatkan. Kita patut bersyukur kepada TUHAN. Oleh sebab itu, janganlah kita bertindak semau-maunya datang di tengah-tengah ibadah dan pelayanan.
Imam-imam tidak boleh sesuka hati melayani TUHAN. Jangan gunakan celana atau pakaian yang sempit-sempit, gunakan yang baik dan sederhana tetapi rapih. Juga baik laki-laki maupun perempuan, jangan gunakan pakaian ketat, jangan gunakan pakaian seksi, jangan semau-maunya dalam beribadah kepada TUHAN, jangan sesuka hati. Juga sidang jemaat jangan hari ini datang beribadah, lalu besok tidak datang beribadah, itu merupakan kesombongan yang tanpa disadari.
Tetapi lihatlah, darah salib, kerendahan hati TUHAN, Ia turun ke dunia orang mati untuk menyelamatkan kehidupan orang berdosa, kalau memang kita menyadari diri orang berdosa.

Di minggu yang akan datang, jika TUHAN izinkan, kita akan kembali memperhatikan soal satu perkara lagi yang masih terbeban di hati saya dan juga ibu gembala, di dalam Wahyu 12:9.
Wahyu 12:9
(12:9) Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.

Sebutan naga besar itu ada banyak; disebut juga si ular tua, juga Iblis atau Satan, disebut juga Lucifer -- sedangkan dalam kitab Yesaya --, disebut Bintang Timur, putera Fajar, masih banyak sebutan lainnya; ada jin, ada hantu, ada gunderuwo.

Naga besar itu sudah dilemparkan ke bawa, ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya; dia tidak lagi mendapatkan tempat di sorga. Oleh sebab itu, jangan kita sombong, jangan kita meninggikan diri, supaya jangan dilemparkan dari takhta Allah, itulah ibadah dan pelayanan. Jangan mencobai TUHAN setelah mendengar firman ini.
Kalau mungkin saya tidak bisa menurunkan saudara dari ibadah dan pelayanan ini, maka saudara akan berhadapan langsung dengan TUHAN sendiri. Dan saudara sudah melihat beberapa orang terjadi di antara kita; oleh sebab itu, jangan bermain-main, supaya jangan dilemparkan. Tetapi orang yang sudah dilemparkan dari tengah-tengah ibadah dan pelayanan masih ada kesempatan terbuka dengan lebar kalau mau menghargai kesempatan itu.

Kita sudah diberkati lewat firman hidup, di mana Iblis atau Setan sudah dilemparkan ke bumi, dia tidak mendapatkan tempat di sorga bersama dengan tentara-tentaranya (malaikat-malaikatnya).
Namun, kalimat yang juga harus kita perhatikan dari ayat 9 ini ialah “Yang menyesatkan seluruh dunia.” Biarlah kiranya di minggu yang akan datang, jika TUHAN izinkan dan TUHAN kehendaki, kita akan mendapat berkat dari kalimat ini. Namun sore ini kita sudah diberkati oleh pembukaan firman, karena saya tidak menceritakan perkara lahiriah, selain hal ihwal Yesus Kristus, sehingga terciptalah persekutuan yang baik dan indah dengan TUHAN dan sesama, karena kita berada dalam posisi atau kedudukan yang sangat rendah untuk mendapat pertolongan dari TUHAN, bahagia selama-lamanya di dalam Kerajaan Sorga. Amin.


TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI

Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt. Daniel U. Sitohang

No comments:

Post a Comment