KAMI MENANTIKAN KESAKSIAN SAUDARA YANG MENIKMATI FIRMAN TUHAN

Terjemahan

Wednesday, September 18, 2019

IBADAH RAYA MINGGU, 16 JUNI 2019



IBADAH RAYA MINGGU, 16 JUNI 2019


KITAB WAHYU
(Seri: 98)

Subtema: MENDENGAR PANGGILAN SORGAWI (BERLARI KEPADA TUJUAN).

Shalom.
Selamat sore, salam sejahtera dan bahagia kiranya memenuhi kehidupan kita pribadi lepas pribadi.
Saya juga tidak lupa menyapa umat Tuhan, hamba-hamba Tuhan yang sedang mengikuti pemberitaan firman Tuhan lewat live streaming video internet Youtube, Facebook, di mana pun anda berada, kiranya Tuhan memberkati dan menjawab segala pergumulan-pergumulan dan persoalan dalam kehidupan kita, baik dalam ibadah, pelayanan, nikah, dan rumah tangga kita masing-masing, di atas segalanya nama Tuhan yang dipermuliakan.
Kita berdoa, kita mohon dengan rendah hati bersama-sama, supaya kiranya Tuhan berkemurahan membukakan firman-Nya sore ini.

Segera kita memperhatikan firman penggembalaan untuk Ibadah Raya Minggu dari KITAB WAHYU.
Wahyu 10:9-10
(10:9) Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta kepadanya, supaya ia memberikan gulungan kitab itu kepadaku. Katanya kepadaku: "Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa manis seperti madu." (10:10) Lalu aku mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya: di dalam mulutku ia terasa manis seperti madu, tetapi sesudah aku memakannya, perutku menjadi pahit rasanya.

Suatu perintah kepada Rasul Yohanes, yaitu; supaya dia pergi dan mengambil gulungan kitab yang terbuka dari tangan malaikat yang berdiri di atas laut dan bumi, dan ia pun melakukannya.
Karena itu merupakan suatu kebutuhan pokok, maka Rasul Yohanes pun melakukannya. Kalau itu merupakan suatu kebutuhan pokok, maka mengapa kita tidak melakukannya, sama seperti Rasul Yohanes melakukannya.

Melakukan suatu perintah menunjukkan, bahwa; Rasul Yohanes adalah pribadi yang dengar-dengaran.
Dengar-dengaran ini sangat penting bagi kehidupan anak-anak Tuhan, teramat lebih bagi seorang imam, bagi seorang pelayan Tuhan, hamba-hamba Tuhan di dalam melayani pekerjaan Tuhan.

Mari kita lihat KEHIDUPAN YANG DENGAR-DENGARAN, yaitu: PRIBADI SAMUEL yang masih kecil dan muda.
1 Samuel 3:4-8
(3:4) Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!", dan ia menjawab: "Ya, bapa." (3:5) Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur. (3:6) Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuel pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali." (3:7) Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya. (3:8) Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa TUHANlah yang memanggil anak itu.

Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali, dan ia pun menjawab: “Ya Bapa”, menunjukkan bahwa; Samuel adalah pribadi yang dengar-dengaran.

1 Samuel 3:3B
(3:3) Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah.

Tuhan memanggil Samuel pada saat Samuel telah tidur di Bait Suci Allah, tempat Tabut Allah.
Reaksi Samuel pada saat mendengar suara panggilan itu;
-       Mendengar panggilan yang pertama, dia segera menghampiri imam Eli dan berkata: “Ya, Bapa” Tetapi karena imam Eli tidak merasa memanggil Samuel, maka imam Eli menyuruh Samuel kembali tidur.
-       Di saat Samuel tidur kembali, ia mendengar suara panggilan yang kedua, lalu ia segera mengampiri imam Eli dan segera menjawab: “Ya, Bapa” Tetapi karena imam Eli tidak memanggil Samuel, maka ia pun disuruh kembali tidur.
Sekalipun demikian, baik panggilan pertama dan panggilan kedua, Samuel tetap menghampiri Imam Eli, ia tidak merasa terganggu, ia tidak merasa terusik dari tidurnya di tengah malam.
-       Bahkan sampai pada panggilan yang ketiga, dia tidak bersungut-sungut, dia tidak menggerutu, dia tidak ngomel, dia tidak marah-marah. Ketika dia mendengar panggilan yang ketiga, Samuel bangun lalu pergi mendapatkan imam Eli dan berkata: “Ya, Bapa

Kesimpulannya: Kehidupan yang dengar-dengaran lebih mengutamakan Tuhan dari pada kepentingannya. Kehidupan yang dengar-dengaran lebih mengutamakan Tuhan dari segala-galanya.

Sebaliknya, orang yang tidak dengar-dengaran; suka mendahului kehendak Tuhan, dengan kata lain: lebih menuruti keinginan hatinya dan mengambil jalannya sendiri, dia tidak suka bertanya kepada Tuhan, tetapi orang yang semacam ini seringkali menghadapi kegagalan dan seringkali menghadapi jalan buntu. Itu pasti, tidak bisa tidak.

Elimelekh, sebagai kepala rumah tangga, membawa seisi rumahnya ke Moab saat Betlehem mengalami kekeringan.
Ia tidak mau bertanya terlebih dahulu kepada Tuhan, dia langsung segera mengambil keputusan, menuruti keinginan hati, lalu mereka pun pergi ke Moab untuk mencari kehidupan. Tetapi sesampainya di Moab, bukan kehidupan yang ditemukan, melainkan:
-       Elimelkh, sang suami, kepala rumah tangga, mengalami kematian,
-       lalu sepuluh tahun kemudian di sana; Mahlon dan Kilyon (kedua anak Naomi) pun mengalami kematian
Jadi bukan kehidupan yang mereka temukan di sana, melainkan mengalami kegagalan dan jalan buntu.
Lalu pada saat itulah, Naomi menyadari bahwa ia harus lekas-lekas kembali ke Betlehem-Efrata, dan Rut pun bersama-sama dengan dia kembali ke Betlehem-Efrata, pada awal musim menuai jelai gandum.
Itu merupakan kemurahan Tuhan, kalau memang mau kembali untuk dengar-dengaran kepada Tuhan.

Demikian juga dengan kita, kalau mungkin pernah gagal karena tidak dengar-dengaran dan mengalami jalan buntu, kembalilah, nanti Tuhan pasti tolong.
Tetapi yang mau saya tandaskan di sini: Samuel yang masih muda merupakan pribadi yang dengar-dengaran.
Kehidupan yang dengar-dengaran lebih mengutamakan Tuhan dari pada kepentingannya, lebih mengutamakan Tuhan dari segala yang ada.

1 Samuel 3:8-10
(3:8) Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa TUHANlah yang memanggil anak itu. (3:9) Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya. (3:10) Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."

Untuk panggilan yang ketiga, akhirnya imam Eli menyadari, bahwa; Tuhan mamanggil Samuel yang masih muda belia itu. Oleh sebab itu, imam Eli berpesan kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka ketika Samuel kembali mendengar suara panggilan itu, Samuel pun menjawab: ”Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”
Jadi, Samuel ini betul-betul pribadi yang dengar-dengaran. Dalam hal dengar-dengaran ini, kita tidak perlu ragu, sudah sangat terbukti, itulah kehidupan Samuel yang masih muda belia.

Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali dan Samuel menjawab: “Ya Bapa.”
-       “Ya, Bapa” yang pertama, menunjuk; dengar-dengaran kepada bapa jasmani.
-       “Ya, Bapa” yang kedua, menunjuk; dengar-dengaran kepada bapa rohani.
-       “Ya, Bapa” yang ketiga, menunjuk; dengar-dengaran kepada Bapa di sorga.

Jawaban “Ya, Bapa” sebanyak tiga kali, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel:
“Ya Bapa” YANG PERTAMA, terkena; daerah HALAMAN, di dalamnya terdapat dua alat:
1. Mezbah Korban Bakaran.
2. Kolam Pemasuhan.

MEZBAH KORBAN BAKARAN, menunjuk; pertobatan.
Bertobat, artinya; meninggalkan kehidupan yang lama dan beralih kepada Tuhan, dan tidak lagi mengulangi dosa yang sama. Dan bertobat ini adalah syarat untuk dibaptis.

KOLAM PEMBASUHAN TEMBAGA, menunjuk kepada tiga hal:
1.     Baptisan air, artinya; mati dan bangkit bersama dengan Kristus.
Kalau kita satu di dalam pengalaman kematian Yesus Kristus,  tentu kita juga satu di dalam pengalaman kebangkitan Yesus Kristus.
-       Kuasa kematian Yesus Kristus: mengubur hidup yang lama.
-       Kuasa kebangkitan Yesus Kristus: Melayani Tuhan di dalam kesucian dan dikuasai oleh Roh Tuhan sepenuhnya.
Kalau pengalaman kematiannya benar, maka kebangkitannya juga benar, tetapi kalau kematiannya tidak benar, maka kebangkitannya juga tidak benar, sama artinya; kalau kematiannya palsu, maka kebangkitannya juga palsu
Banyak orang melayani Tuhan seperti dalam suasana kebangkitan yang benar, tetapi sebetulnya palsu, karena kematiannya palsu.
2.     Pembaharuan atau kehidupan yang sudah dibaharui.
Kehidupan dibaharui, berarti; mengalami pembaharuan manusia batiniah.
Kalau manusia batiniah kita dibaharui dari sehari ke sehari, maka manusia lahiriah kita pun merosot. Sebaliknya, kalau manusia lahiriah yang menonjol, manusia batiniah yang merosot.
Tetapi Rasul Paulus berkata: “Aku tidak tawar hati”, berarti; tidak malu dan tidak gengsi saat menyangkal diri dan memikul salib. Itulah orang yang sudah mengalami pembaharuan manusia batiniah.
3.     Penyucian, berarti hal ini terjadi kalau kita mau disucikan oleh air dan firman yang limpah (Efesus 5:26).

Jawaban “Ya, Bapa” sebanyak tiga kali, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel:
“Ya Bapa” YANG KEDUA, terkena pada; RUANGAN SUCI, dengan tiga alat di dalamnya:
1.     MEJA ROTI SAJIAN, menunjuk; persekutuan dengan firman Allah dan persekutuan dengan tubuh dan darah Yesus Kristus, lewat perjamuan suci.
2.     PELITA EMAS, menunjuk; persekutuan dengan Roh Kudus, sama dengan; menjadi kesaksian, menjadi terang.
3.     MEZBAH DUPA, menunjuk; persekutuan dengan Tuhan di dalam kasih Allah, lewat doa penyembahan.

Jawaban “Ya, Bapa” sebanyak tiga kali, jika dikaitkan dengan pola Tabernakel:
“Ya Bapa” YANG KETIGA, terkena pada; RUANGAN MAHA SUCI.
Di dalam Ruangan Maha Suci terdapat satu alat yang terutama dan yang terpenting dari segala perabotan yang ada di dalam Tabernakel.
TABUT PERJANJIAN terdiri dari dua bagian:
1.     Peti dari Tabut, menunjuk; sidang mempelai wanita Tuhan.
2.     Tutup Pendamaian dengan dua kerub di atasnya, menunjuk; Allah Trinitas, yaitu Tuhan Yesus Kristus sebagai Mempelai Pria Sorga.
Pengertian rohani dari Tabut penjanjian ada dua:
1.     Takhta Allah, menunjuk; ibadah dan pelayanan.
2.     Hubungan nikah antara Kristus, sebagai Mempelai Pria Sorga, dan sidang jemaat, sebagai Mempelai wanita-Nya, berdasarkan kasih.

Dengar-dengaran adalah dasar yang sangat menentukan sekali untuk membawa kita sampai kepada hubungan nikah suci. Maka kalau anak-anak Tuhan tidak dengar-dengaran di dalam hal beribadah dan di dalam hal melayani pekerjaan Tuhan, maka apa pun yang dikerjakan oleh anak-anak Tuhan tidak ada artinya.
-       Mencatat firman, tetapi tidak dengar-dengaran; tidak ada artinya.
-       Duduk dengar firman, tetapi tidak mau dengar-dengaran; tidak ada artinya.
-       Mempersembahkan korban persembahan, tetapi tidak dengar-dengaran; tidak ada artinya...1 Samuel 15:22.
-       Melayani pekerjaan Tuhan, tetapi tidak dengar-dengaran; tidak ada artinya.

Kalau seseorang tidak dengar-dengaran, maka nikahnya (hubungannya dengan Tuhan) akan terganggu dengan hal-hal yang tidak suci (tidak pernah menghormati nikah suci).
Beberapa waktu lalu saya pernah mengatakan: Ketika saya menyampaikan tentang nikah suci;
-       Setan tidak akan membela saya,
-       roh jahat dan roh najis tidak akan membela, sebaliknya menjadi musuh saya,
-       manusia yang dikuasai oleh roh jahat dan roh najis tidak akan membela saya.

Tetapi pribadi yang dengar-dengaran:
-       mengutamakan Tuhan lebih dari kepentingannya,
-       mengutamakan Tuhan lebih dari pada segala-galanya,
-       mengutamakan Tuhan lebih dari kepuasan hasrat dagingnya.
Berbanding terbalik dengan orang yang tidak dengar-dengaran: Suka berdalih, ia mempersalahkan yang lain-lain supaya hasratnya tersalurkan. Maka dari itu, kalau saya mendengar pengakuan dosa seseorang namun disertai dengan berdalih, saya yakin orang ini belum beres, tetapi sekalipun demikian, saya harus tetap berdiam, saya tidak boleh menuntut dia.

Sekali lagi saya tandaskan: Dengar-dengaran adalah dasar yang sangat menentukan sekali untuk membawa kita sampai kepada hubungan nikah yang suci, puncak kasih.
Maka marilah kita masing-masing menghormati hubungan nikah kita dengan Tuhan. Tidak ada alasan untuk menolak ini. Menghormati nikah, berarti;
-       menjaga hubungan intim tidak direcoki dengan kejahatan,
-       menjaga hubungan intim tidak direcoki dengan kenajisan.
Perhatian fokus kepada Kristus, sebagai Kepala, sehingga tubuh dengan Kepala tetap menyatu.

Hasil dari hubungan nikah yang suci.
Wahyu 12:1-2
(12:1) Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. (12:2) Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan.

Mempelai perempuan itu sudah berada dalam puncak kasih, yaitu hubungan nikah yang suci.
Apa tandanya? Ia sedang mengandung benih ilahi, sebagaimana tiga perkara yang dikandung di dalam Tabut Perjanjian.

Setiap pribadi kita masing-masing, harus menghormati nikahnya (hubungan intim dengan Tuhan). Jangan bawa kepada yang tidak baik dan tidak suci, supaya tanda nikah suci itu nyata, yaitu mengandung tiga benih Ilahi, demikian halnya Tabut Perjanjian mengandung tiga perkara di dalamnya.

Ibrani 9:4
(9:4) Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian,

Di dalam Tabut Perjanjian tersimpan tiga perkara sebagai kandungan dari Tabut perjanjian:
1.     “Buli-buli Emas berisi manna, menunjuk; FIRMAN ALLAH secara permananen.
2.     “Tongkat Harun yang pernah bertunas, menunjuk; ROH-EL KUDUS secara permanen.
3.     “Dua loh batu berisikan sepuluh hukum”, menunjuk; KASIH ALLAH BAPA secara permanen.

Itulah puncak kasih dari hubungan intim atau nikah yang suci, yaitu mengandung tiga benih Ilahi:
-       firman Allah yang sudah secara permanen,
-       Roh Allah yang sudah secara permanen,
-       dan kasih Allah yang sudah secara permanen.

Pada saat puncak kasih mempelai perempuan mengandung tiga benih ilahi secara permanen, seperti Tabut Perjanjian di dalamnya tinggal diam 3 perkara secara permanen berarti; dewasa rohani.
Dewasa rohani, tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang tak suci, berbeda dengan kanak-kanak;
-       sebentar tertawa kemudian menangis sebentar lagi.
-       sebentar lagi baik, sebentar lagi jahat.
Demikianlah keadaan dari kanak-kanak rohani: kondisinya tidak permanen.

Itu sebabnya Rasul Paulus berkata: “ketika aku dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak”, berarti;
-       berkata-kata tidak lagi seperti kanak-kanak,
-       berpikir tidak lagi seperti kanak-kanak,
-       dan merasa tidak lagi seperti kanak-kanak.  
Demikianlah keadaan dari mempelai perempuan, sehingga kualitas rohaninya sederajat dengan Mempelai Pria Sorga.
Bahkan menjadi suatu tanda yang besar di langit...Wahyu 12:1.

Itulah kehidupan yang dengar-dengaran, dan hal ini diketahui dengan jelas oleh pribadi Samuel yang masih muda belia. Bagaimana dengan kita?
Mungkin kemarin kita pernah gagal dalam hal dengar-dengaran, tetapi sekarang Tuhan sedang memberikan pengertian kepada kita soal dengar-dengaran. Biarlah kita memperhatikan apa yang Tuhan nyatakan pada sore hari ini, supaya menjadi kehidupan yang dengar-dengaran kepada pemberitaan firman, sebab hal itu sangat menentukan kita untuk membawa kita sampai kepada puncak kasih, hubungan intim antara Kepala dengan tubuh menjadi menyatu.

Asal usul Samuel menjadi pribadi yang dengar-dengaran.
1 Samuel 3:7
(3:7) Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.

Sebetulnya, pada saat itu;
-       Samuel belum mengenal Tuhan,
-       kemudian firman Tuhan juga belum pernah dinyatakan kepada dia.
Tetapi terhadap panggilan, Samuel mendengar dan menghampiri Imam Eli. Sebetulnya hal ini tidak masuk akal, tidak logis.
Maka yang menjadi pertanyaan di sini: MENGAPA SAMUEL YANG MASIH MUDA BELIA ITU MENJADI PRIBADI YANG DENGAR-DENGARAN? Tanpa mengenal Tuhan dan tanpa Firman Tuhan?

Mari kita telusuri terus asal usulnya, sebab itu; dengar-dengaran, perhatikan asal usul dengar-dengaran ini, supaya nanti berada pada puncak kasih, tubuh dengan Kepala menyatu, Kristus, sebagai Kepala Gereja, Mempelai Pria Sorga.
           
1 Samuel 3:1-2
(3:1) Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli. Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering. (3:2) Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya.

Samuel yang muda menjadi pelayan Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Pada masa itu;
-       firman Tuhan jarang disampaikan kepada Samuel oleh imam Eli,
-       kemudian penglihatan-penglihatan pun jarang dinyatakan kepada Samuel yang masih muda itu,
-       dan yang paling ironis di sini adalah pada masa itu mata imam Eli sudah kabur.

Seharusnya seorang imam (pelayan Tuhan), seorang hamba Tuhan yang sudah menerima karunia-karunia dan jabatan-jabatan dari Tuhan;
-       harus menjadi Kaki Dian Emas (harus menjadi terang), menjadi  kesaksian,
-       harus menjadi seperti ketujuh bintang di tangan kanan Tuhan, yakni: malaikat sidang jemaat...(Wahyu 1:20), tugas mereka adalah: untuk menuntun banyak orang kepada kebenaran.
Itu tugas seorang imam di dalam melayani Tuhan dan pekerjaan Tuhan, tetapi kenyataannya; mata imam Eli sudah kabur.

Jadi, sebetulnya, Samuel menjadi kehidupan yang dengar-dengaran itu;
-       bukan karena firman Tuhan disampaikan kepada Samuel,
-       bukan karena Samuel telah mendapat penglihatan-penglihatan,
-       dan bukan karena imam Eli senantiasa mendidik, mengajar, mengasuh dan merawatinya.
Ini menjadi teka-teki yang harus dijawab sore ini, supaya kehidupan kita semua menjadi suatu kehidupan yang dengar-dengaran, berarti; tidak merasa terusik dengan kepentingan diri saat melayani Tuhan dan tidak panas hati saat mendengar teguran Firman Tuhan, seperti Samuel yang masih belia, tidak merasa terusik saat mendengarkan panggilan itu.

1 Samuel 3:3
(3:3) Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah.

“Samuel tidur di dalam bait suci Tuhan, tempat Tabut Allah”, artinya; berada di dalam pengalaman kematian dan senantiasa berada di dalam hadirat Tuhan.
-       Tabut Perjanjian, menunjuk; hadirat Tuhan.
-       Tidur, menunjuk; pengalaman kematian.

Pengalaman kematian, berarti; daging tidak bersuara lagi, tidak hidup dalam hawa nafsu dan keinginan-keinginan daging yang jahat. Saat kita berada di dalam pengalaman kematian, banyak perkara yang unik terjadi.
Pengalaman kematian itu bagaikan bangkai yang berbau busuk, tidak ada yang menyukai, tetapi pengalaman ini sangat unik, banyak perkara-perkara yang tidak bisa diselami oleh akal pikiran manusia, tetapi itu diijinkan oleh Tuhan. Pengalaman kematian semacam ini sudah dialami oleh Samuel yang masih muda belia.

Kita sudah lama menerima Pengajaran Mempelai dalam Terangnya Tabernakel, sudah selekasnya berada di dalam tanda pengalaman kematian, tidak lagi hidup menurut hawa nafsu, yaitu keinginan-keinginan daging yang jahat.
Firman ini bukan hanya untuk satu orang, tetapi untuk kita semua, sebab itu saya tandaskan: Samuel masih muda belia tetapi ada dalam tanda pengalaman kematian. Pengalaman unik dia terima dan alami, dia telan semua, dia tidak bertanya mengapa begini, mengapa begitu, tidak panas hati, tidak merasa terusik, tidak terganggu, itulah pengalaman kematian itu (daging tidak bersuara).
Kalau melayani namun masih terganggu, melayani namun mempertahankan harga diri, sesungguhnya ia belum pantas dalam melayani Tuhan, belum pantas menjadi seorang imam, belum pantas menjadi penopang di dalam penggembalaan. Pengalaman kematian harus dialami, kalau tidak, tidak akan pernah mengalami hal-hal yang unik.

Pengalaman kematian, berarti; tidak hidup di dalam hawa nafsu, yaitu keinginan-keinginan daging yang jahat, menunjuk; orang yang tidak berdaya atau tidak dapat berbuat apa-apa lagi, pasrah, menyerah kepada Tuhan, tidak lagi mengandalkan dagingnya, tidak lagi bergantung kepada keinginan daging (kemauan manusia).
Kalau seseorang masih menggantungkan diri kepada kemampuannya, masih mengandalkan pengertian-pengertian, itu bukan pengalaman kematian. Pengalaman kematian itu persis seperti kehidupan yang tidak berdaya lagi, tidak mampu lagi. Itulah pengalaman kematian yang benar.

Wahyu 1:9-10,17-18
(1:9) Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus. (1:10) Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala, (1:17) Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata:"Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (1:18) dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.

Dalam suatu penglihatannya di pulau Patmos, Rasul Yohanes tersungkur di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati atau tidak berdaya lagi.
Jelas bahwa: Ketika seseorang masuk dalam pengalaman kematian, betul-betul ia tidak berdaya, tidak bisa lagi mengandalkan pemikiran daging, tidak bisa lagi mengandalkan perasaan daging.

Saat Rasul Yohanes sudah tidak berdaya lagi (pengalaman kematian), Tuhan meletakkan tangan kanan-Nya atas Rasul Yohanes, lalu pada saat itu Tuhan berkata: "Jangan takut!”, berarti; tangan kanan Tuhan memberi kekuatan baru.
Apa jaminan kekuatan baru itu? Yesus lanjut berkata: “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir”, maksudnya; “Yang Hidup ... telah mati ... lihatlah, Aku hidup”, (hidup, mati, hidup).
Berarti, jembatan dari awal untuk sampai kepada akhir, atau dari Alfa untuk sampai kepada Omega, di tengah-tengahnya ada salib, itulah pengalaman kematian. Di dalam suasana pengalaman kematian itulah Tuhan mengulurkan tangan kanan-Nya, dan memberi kekuatan, sekaligus memberi keberanian kepada kita.
Di mana ada bangkai, di situ burung nasar berkerumun. Di mana ada pengalaman kematian, di situ Tuhan mengulurkan tangan kanan-Nya dan berhadirat, memberi kemenangan demi kemenangan kepada kehidupan yang tidak berdaya .

Inilah asal usul, sehingga Samuel yang muda belia itu menjadi kehidupan yang dengar-dengaran, sekalipun pada saat itu;
-       dia belum mengenal Tuhan,
-       dia belum pernah mendengarkan firman Tuhan,
-       penglihatan-penglihatan belum pernah dinyatakan kepada dia,
-       ditambah lagi seorang pengawas yang matanya kabur, berati; tidak menjadi terang, tidak menjadi contoh teladan.
Jadi, dengar-dengaran itu bersumber dari hadirat Tuhan oleh karena pengalaman kematian yang sedang terjadi. 

Apa yang sudah kita terima dari Tuhan sore ini, suatu pernyataan yang luar biasa yang tidak boleh kita abaikan begitu saja, supaya kita berhasil dalam segala perkara. Kalau kita berhasil di tengah ibadah dan pelayanan kita, artinya; ibadah pelayanan kita menyukakan hati Tuhan, maka dalam banyak perkara pun kita berhasil.
Beda dengan orang yang tidak dengar-dengaran, seperti yang tadi sudah saya sampaikan: orang semacam ini banyak menagalami kegagalan dan kegagalan terus, sampai menghadapi jalan buntu.
Tetapi lihat, Samuel yang masih kecil ini, dia berhasil, sampai pada akhirnya, bangsa Israel mengerti dan mengetahui bahwa jabatan nabi itu telah diberikan Tuhan kepada Samuel, dan tidak satu pun dari firman itu yang dibiarkannya gugur dari hidupnya...1 Samuel 3:19.

Sebab itu; saya selalu mengingatkan kepada sidang jemaat: Kalau makan, jangan ada yang gugur dari piring, harus dihabiskan semua, menjadi suatu kehidupan yang prihatin. Jangan ada yang disisakan, satu butir pun habiskan, jangan gugur.
Bukankah Tuhan Yesus baik? Dia mengerti kita, tetapi terkadang kita yang tidak mau mengerti Dia, membawa keinginan hati sendiri, memilukan hati Tuhan, menyusahkan hati sesama.

Ciri-ciri kehidupan yang dengar-dengaran.
1 Samuel 3:5
(3:5) Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur.

Saat Samuel mendengar suara panggilan yang pertama, ia segera berlari kepada imam Eli, berlari kepada tujuan, yaitu suara panggilan.

Filipi 3:13-14
(3:13) Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, (3:14) dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

Rasul Paulus berlari-lari kepada tujuan, yaitu; panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Begitu mendengar suara panggilan, berlarilah kepada tujuan, yaitu panggilan sorgawi, disertai dengan sangkal diri dan pikul salib.

Yang sudah terpanggil untuk melayani Tuhan, ayo, berlarilah kepada tujuan itu.
Syaratnya, Rasul Paulus berkata; “aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku
-       Melupakan segala yang dibelakang, itulah dosa masa lalu, kejahatan dan kenajisan, cara hidup yang lama.
-       Mengarahkan diri kepada apa yang ada di hadapan, itulah suara panggilan, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

Filipi 3:15
(3:15) Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.

Marilah kita berpikir demikian. Jangan lagi menggunakan pemikiran manusia daging, tetapi biarlah kita berpikir demikian.

1 Korintus 9:24
(9:24) Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!

Dalam gelanggang pertandingan, semua peserta turut berlari, tetapi hanya satu orang saja yang mendapat hadiah, karena itu larilah begitu rupa, sehingga saya dan saudara memperolehnya. 

1 Korintus 9:25
(9:25) Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.

Setiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan itu; menguasai dirinya dalam segala hal.
Kalau kita perhatikan pesan Rasul Paulus kepada Timotius: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu”, supaya kita diakui, bukan saja diakui, tetapi supaya akhirnya kita sampai kepada panggilan sorgawi, itulah tujuan kita berlari.
Kita yang sudah menerima pengajaran, awasi diri supaya jangan ada orang melihat kesaksian yang tidak baik dari diri kita masing-masing, supaya tidak jatuh ke dalam lubang yang sama. Awasi diri dan awasi pengajaranmu!!!

1 Korintus 9:26
(9:26) Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul.

Sampai pada akhirnya, Rasul Paulus berkata: “Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan”

Ayo, dengarlah panggilan sorgawi, berlarilah kepada tujuan, dari Allah di dalam Kristus Yesus, berarti disertai sangkal diri dan memikul salib.
Begitu kita mendengar firman, langsung responi, jangan ditahan-tahan, jangan ditunda-tunda untuk melakukannya. Berlarilah kepada panggilan sorgawi, supaya kita memperoleh mahkota yang abadi. Berlarilah begitu rupa, awasi diri, awasilah pengajaran.

Itulah perintah yang harus dikerjakan oleh Rasul Yohanes di pulau Patmos, dan ia melakukannya, berarti; Rasul Yohanes adalah kehidupan yang dengar-dengaran. Dan apa yang dialami oleh Rasul Yohanes, pengalaman yang sama juga dialami oleh Samuel, yaitu; berada di dalam tanda pengalaman kematian, tidak berdaya, tetapi Tuhan yang memberi kemampuan.

Sampai hari ini Tuhan sangat memperhatikan kita. Layanilah Tuhan dengan sungguh-sungguh, berarti; dengar-dengaran, jangan terusik, jangan terganggu saat berada dalam zona kenyamanan.
Ciri-cirinya: Begitu mendengar suara panggilan sorgawi, langsung berlari kepada tujuan demikian rupa, awasi diri, awasi pengajaran, itu sebabnya Rasul Paulus berkata: “Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan”
Kita sedang melayani Tuhan dan melayani pekerjaan-Nya. Kita melakukan ini semua bukan tanpa tujuan, tetapi karena kita mendengar suara panggilan dari Allah di dalam Kristus Yesus. Amin.

TUHAN YESUS KRISTUS KEPALA GEREJA, MEMPELAI PRIA SORGA MEMBERKATI

Pemberita Firman:
Gembala Sidang; Pdt Daniel U. Sitohang

No comments:

Post a Comment